KELAS : C/V
- Kegiatan konservasi alam di Indonesia selama ini diatur dalam UU Nomor 5 Tahun
1990. UU ini menjadi landasan untuk kegiatan konservasi sumber daya alam hayati di tanah
air.
Adapun sumber daya alam hayati yang dimaksud dalam UU Nomor 5 Tahun 1990 adalah
seluruh unsur hayati di alam yang terdiri dari tumbuhan dan satwa. Beragam satwa dan
tumbuhan itu bersama dengan unsur non-hayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk
sebuah ekosistem.
Pasal 1 ayat 2 UU Nomor 5 Tahun 1990 juga memuat definisi konservasi sumber daya alam
hayati, yakni dengan rumusan seperti di bawah ini:
"Konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang
pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya
dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya."
Selain diselenggarakan berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1990, konservasi alam di Indonesia
juga diatur melalui UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Dalam UU Nomor 23 Tahun 1997, konservasi sumber daya alam dimaknai sebagai:
"pengelolaan sumber daya alam tak terbaharui untuk menjamin pemanfaatannya secara
bijaksana dan sumber daya alam yang terbaharui untuk menjamin
kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai
serta keanekaragamannya."
Dengan demikian, konservasi merupakan usaha pelestarian flora dan fauna, dengan tujuan
menjaga keberadaan populasi sejumlah jenis satwa dan tanaman di sebuah ekosistem.
Karena itu, konservasi biasa diterapkan di kawasan yang memiliki karakter khas, seperti
dihuni spesies langka dan endemik, atau terancam mengalami kepunahan, atau memiliki
potensi kegunaan besar jika dilestarikan.
Mengutip ulasan bertajuk "Bentuk-Bentuk dan Perlindungan Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati di Indonesia" dalam Jurnal Kertha Negara terbitan Universitas Udayana (Vol. 2, No.
4, 2014) secara umum ada 2 bentuk metode konservasi sumber daya alam, yakni in
situ dan ek situ.
Konservasi in situ merupakan kegiatan konservasi flora maupun fauna yang dilakukan di
kawasan habitat aslinya. Konservasi in situ biasa dilakukan di kawasan suaka alam (Cagar
alam dan Suaka Margasatwa) ataupun kawasan pelestarian alam (Taman Nasional, Taman
Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam).
Sedangkan konservasi ek situ ialah kegiatan konservasi flora maupun fauna yang dilakukan di
luar habitat aslinya. Konservasi ek situ umumnya dilakukan di kebun raya, arbetrum, kebun
binatang, taman safari, serta tempat yang menjadi lokasi penyimpanan benih tanaman atau
sperma satwa.
Apabila dilihat dari sejarahnya, kegiatan konservasi sumber daya alam di Indonesia sudah
berkembang pada masa kolonial Belanda. Merujuk laman Kementerian LHK, kegiatan
konservasi alam di Indonesia dirintis oleh Dr. Sijfert Hendrik Koorders (1863-1919), pendiri
sekaligus ketua pertama Perkumpulan Perlindungan Alam Hindia Belanda (Netherlandsch
Indische Vereenigin tot Natuurbescherming).
Organisasi yang berdiri pada 12 Juli 1912 itu aktif mendorong pemerintah kolonial Belanda
untuk melaksanakan kegiatan konservasi di Indonesia dan tidak sekadar mengeksploitasi
sumber daya alam nusantara. Koorders dan organisasinya juga mengusulkan pembentukan
cagar alam di 12 lokasi, yakni beberapa danau di Banten, Pulau Krakatau, Pulau Panaitan,
Laut Pasir Bromo, Pulau Nusa Barung, Semenanjung Purwo, dan Kawah Ijen.
Namun, baru pada 1937, atau menjelang kekalahan Belanda oleh Jepang di Perang Dunia I,
pemerintah kolonial membentuk badan bernama Natuur Bescherming afseling Ven’s Lands
Flantatuin yang bertugas mengawasi cagar alam dan suaka margasatwa serta mengusahakan
anggaran dan penambahan pegawainya.
Kemudian, di masa kemerdekaan, pemerintah Republik Indonesia melanjutkan kegiatan
konservasi alam melalui pembentukan berbagai undang-undang dan peraturan, lembaga,
hingga kawasan-kawasan baru untuk pelestarian flora maupun fauna. Konservasi penting
terus dilakukan untuk menjaga kelestarian alam Indonesia dan mencegah kerusakan masif,
terutama akibat ulah manusia dan aktivitas bisnis yang merusak ekosistem lingkungan.
Ada beragam bentuk kawasan konservasi alam di Indonesia. Secara umum, kawasan
konservasi di Indonesia bisa dibedakan menjadi dua kategori, yakni kawasan suaka alam dan
kawasan pelestarian alam.
Kawasan Suaka Alam di Indonesia dan Lokasinya
Kawasan Suaka Alam biasa disingkat KSA. Dalam PP Nomor 108 Tahun 2015, Kawasan
Suaka Alam didefinisikan dengan pengertian sebagai berikut:
"Kawasan Suaka Alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di daratan maupun di
perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman
tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem
penyangga kehidupan."
Ada beberapa bentuk Kawasan Suaka Alam di Indonesia, seperti cagar alam, suaka
margasatwa, dan cagar biosfer. Berikut penjelasan mengenai masing-masing KSA tersebut
dan contohnya, seperti dikutip dari Modul Geografi Kelas XI KD. 3.2 dan 4.2 (2020) terbitan
Kemdikbud.
1. Cagar Alam
Cagar alam adalah sebuah kawasan suaka alam yang memiliki kekhasan berupa tumbuhan,
satwa dan ekosistem. Keadaan lingkungan di kawasan cagar alam masih terlihat asli belum
banyak tersentuh tangan manusia, memiliki keanekaragaman baik tumbuhan maupun satwa.
Sebagaimana fungsinya, kawasan cagar alam dapat dimanfaatkan untuk kawasan penelitian,
pengetahuan ilmu pengetahuan, pendidikan. Dapat juga dijadikan sebagai tempat kegiatan
pariwisata.
Contoh cagar alam di Indonesia dan lokasinya adalah sebagai berikut:
Cagar alam Cibodas di kaki Gunung Gede Jawa barat, merupakan Cadangan hutan di daerah
basah.
Cagar Alam Pananjung-Pangandaran di Jawa Barat, tempat ini selain untuk melestraikan hutan,
juga merupakan tempat untuk melindungi rusa, banteng, dan babi hutan.
Cagar alam Rafflesia di Bengkulu, khusus untuk melindungi bunga raflesia yang merupakan
bunga terbesar di dunia.
2. Suaka Margasatwa
Suaka margasatwa adalah kawasan yang ditetapkan untuk melindungi satwa tertentu dan
habitatnya. Kawasan ini memiliki keanekaragaman dan populasi satwa yang tinggi, atau jadi
habitat satwa yang terancam punah. Kawasan suaka margasatwa merupakan tempat
berkembang biaknya jenis satwa atau tempat tinggal dari salah satu jenis satwa migran.
Contoh suaka margasatwa di Indonesia dan lokasinya adalah sebagai berikut:
Suaka margasatwa Gunung Leuser di aceh, merupakan suaka mmargasatwa terbesar di Indonesia.
Hewan-hewan yang mendapat perlindungan di tempat ini antara lain gajah, badak sumatera, orang
utan, tapir, harmau, kambing hutan, rusa, burung.
Suaka margasatwa Baluran di Jawa Timur, adalah tempat untuk melindungi banteng, macan tutul,
kancil, kucing bakau dan anjing hutan.
Suaka margasatwa Pulau Komodo di Nusa Tenggara Timur, terutama untuk melindungi biawak
komodo. Satwa-satwa lain yang dilindungi di tempat ini adalah burung kakaktua, ayam hutan,
kerbau liar, babi hutan, dan rusa.
3. Cagar Biosfer
Cagar biosfer adalah kawasan yang dilestarikan untuk melindungi flora dan fauna termasuk
hasil budaya manusia yang ada di dalamnya, termasuk suku–suku terasing. Suku terasing
harus dilindungi sebab termasuk kelompok rentan. Apalagi mereka menginginkan hidup yang
serasi, harmonis dan seimbang dengan alam.
Contoh cagar biosfer di Indonesia dan lokasinya adalah:
Cagar biosfer Pulau Siberut di Sumatera Barat
Cagar biosfer Tanjung Putting di Kalimantan Tengah
Cagar biosfer Cibodas di jawa Barat.
4. Kebun Raya
Kebun raya merupakan kawasan untuk koleksi hidup yang berfungsi untuk melestarikan jenis
flora dan fauna, dengan tujuan memperkenalkannya pada masyarakat. Maka itu, kebun raya,
seperti kebun binatang, dibuka bagi masyarakat umum untuk wisata.
Contoh kebun raya di Indonesia:
Kebun Raya Bogor
Kebun Raya Cibinong
Kebun Raya Cibodas
Kebun Raya Purwodadi
Kebun Raya Bedugul.