Anda di halaman 1dari 6

MISI PARA NABI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN

Yumaida Haitamy Hanny1, Mulyana2


1
Jurusan Tasawuf Psikoterapi, Fakultas Ushuluddin, UIN Sunan Gunung Djati Bandung
2
Dosen Pengampu, Fakultas Ushuluddin, UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Jl. A. H. Nasution No. 105A, Cibiru, Bandung, Jawa Barat, Indonesia

email: yumaidahaitamyyyy@gmail.com

Abstrak:

Pembahasan tentang Nabi sudah menjadi bahasan umum yang menjadi jantung bagi agama Islam. Dalam Al-
Qur’an, kenabian dikenal dengan Nabi dan Rasul. Kata Nabi berasal dari kata naba’ yang berarti berita atau
kabar. Sedangakan bentuk jamak dari kata Nabi adalah anbiya. Sedangkan Rasul berarti utusan. Jamaknya Rasul
adalah rusul. Selain itu, Al-Mursalin juga sering disebut dalam Al-Qur’an yang berarti mereka yang diutus.

Kata Kunci:

Nabi; Rasul; Al-Qur’an

Abstract:

The discussion about the Prophet has become a common topic at the heart of Islam. In the Qur'an, prophethood
is known as the Prophet and the Apostle. The word Prophet comes from the word naba' which means news or
news. While the plural form of the word Prophet is anbiya. Meanwhile, Rasul means messenger. The plural of
Rasul is rusul. In addition, Al-Mursalin is also often mentioned in the Qur'an which means those who were sent.

Keyword:

Prophet; apostle; Al-Qur’an

A. PENDAHULUAN
Al-qur’an merupakan wahyu yang Allah berikan sebagai pedoman bagi semua
pemeluk agama Islam. Al-qur’an hanya dapat dikaji sejauh setelah “diterjemahkan” atau
“dibudayakan” ke dalam bahasa manusia. Fenomena tentang munculnya Nabi palsu adalah
topik yang sudah sering menjadi pembahasan para cendekiawan muslim terdahulu. Selain itu,
ada juga kajian tentang perbedaan Nabi dan Rasul juga wali yang telah menimbulkan
perdebatan panjang dalam dunia Islam. Pada hakikatnya, pembahasan tentang kenabian
dalam kajian tafsir Al-qur’an dan hadits sudah banyak melahirkan pemahaman yang beragam
dan sektarianis.
Maka dari itu, tulisan ini akan memfokuskan kajiannya pada pengertian Nabi dan
Kenabian dalam Al-qur’an dan Hadits. Hal ini dilakukan dengan tujuan supaya dapat
memberikan manfaat dengan informasi yang konprehensif mengenai persoalan-persoalan
tentang Kenabian berdasarkan pada dalil aqli dan dalil naqli.

B. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Pengertian Nabi
Secara etimologis, Nabi berasal dari kata naba’ dalam bahasa Arab yang
berarti warta (al-khabar), berita, informasi, dan laporan. Sedangkan dalam bahasa
Inggris, Nabi biasa disebut sebagai prophet yang berarti seseorang yang mengajarkan
agama, swseorang yang mendapatkan petunjuk dari Tuhan , seseorang yang dapat
menginspirasi, dan lain-lain.
Maulana Muhammad Ali menjelaskan bahwa Nabi berasal dari naba’a
(jamaknya anbiya) yang berarti memberikan sesuatu yang memiliki manfaat yang
sangat besar. Nabi adalah orang yang bisa memberikan berita sehingga membuat
orang-orang menjadi tahu. Kemudian Imam al-Raghib al-Asfahani menambahkan
dalam kitabnya yang berjudul al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an, bahwasanya maksud
berita yang dibawakan oleh para Nabi bukanlah berita biasa, melainkan berita yang
tidak mungkin salah.1
Sedangkan secara terminologi, definisi yang menjelaskan mengenai Nabi
sangatlah banyak. Salah satunya adalah Nabi merupakan seseorang yang menerima
wahyu dari Allah SWT melalui perantara malaikat Jibril yang disampaikan melalui
mimpi. Nabi juga merupakan seorang pembawa berita baik (mubasysyir) dan pemberi
peringatan (mundzir). Seorang Nabi membawa berita baik mengenai ridha Allah dan
kebahagiaan hidup di dunia juga akhirat bagi semua orang yang senantiasa
mengikutinya. Dan Nabi pula lah yang memberi peringatan berupa pembalasan dan
kesengsaraan bagi mereka-mereka yang ingkar.2
Dalam Al-Qur’an, kata nabi disebutkan sebanyak 75 kali dan terdapat dalam
20 surat. Sedangkan kata naba terulang sebanyak 29 kali dan terdapat dalam 21 surat.
Pembahasan tentang Nabi dan Kenabian, tentu saja berhubungan dengan pembahasan
mengenai Rasul dan Kerasulan. Dalam hal ini, banyak pihak yang mengatakan Nabi
1
M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi al-Qur’an (Jakarta: Paramadina, 1997), hlm. 303
2
Departemen Agama RI, Ensiklopedi Islam Indonesia (Jakarta: Depag, 1987-1988), hlm. 659
dan Rasul adalah utusan Allah yang sama, sehingga dapat dipakai secara bergantian.
Namun, tidak sedikit yang meyakini bahwa Nabi dan Rasul memiliki perbedaan yang
cukup signifikan. Namun secara umum, Nabi dan Rasul ialah manusia yang dipilih
oleh Allah SWT untuk menerima wahyu dari-Nya dan menyampaikan kembali pada
umat-Nya.3
Jika membahas perbedaan Nabi dan Rasul secara lebih dalam, maka tentu saja
ada perbedaannya. Secara garis besar, Nabi merupakan utusan Allah dan diberikan
wahyj oleh-Nya untuk dirinya sendiri dan juga keluarganya. Sedangkan Rasul
merupakam utusan Allah dan diberikan wahyu oleh-Nya untuk dirinya, kemudian
memiliki kewajiban untuk disampaikan pada keluarganya, juga seluruh umatnya.
Namun secara tradisional, terdapat perbedaan dari Nabi dan Rasul. Nabi ialah
utusan Allah yang tidak membawa hukum (syariat) dan mungkin pula kitab Allah
kepada manusia. Sedangkan Rasul ialah utusan Allah yang membawa hukum, juga
kitab Allah yang akan digunakan sebagai pedoman hidup seluruh manusia.
Menurut pendapat mahsyur juga dijelaskan bahwa Nabi adalah seseorang yang
menerima wahyu dari Allah tanpa kewajiban untuk menyampaikannya kepada orang
lain, sedangkan Rasul merulakan seseorang yang mendapatkan wahyu dari Allah
namun memiliki kewajiban untuk menyampaikannya kepada manusia.4
Selain itu, Muhamammad Ali Ash-Shabuni juga menjelaskan mengenai
perbedaan Nabi dan Rasul. Beliau mengatakan bahwa Nabi ialah seseorang yang
mendapat wahyu dari Allah berupa hukum syariat, namun tidak diberikan beban
untuk menyampaikannya. Sedangkan Rasul adalah seseorang yang mendapatkan
wahyu dari Allah berupa hukum syariat, juga diberikan beban untuk bisa
menyampaikannya.5
Al-Bazdawi juga mengutarakan pendapatnya mengenai perbedaan Nabi dan
Rasul ini, yakni menurut beliau Nabi adalah seseorang yang mendapatkan ilham
(wahyu) dari Allah dan tanpa perantara malaikat jibril ataupun melalui mimpi, atau
berdasarkan khabar dari Rasul bahwa ia adalah seorang Nabi yang bertugas untuk
mengajak umatnya memeluk agama Islam. Sedangkan Rasul adalah seseorang yang
diberikan wahyu oleh Allah melalui perantara Malaikat Jibril, kemudian dijadikannya

3
Taufik Abdullah (ed), Ensiklopedi Tematis Dunia Islam (Jakarta: PT. Ichtiar Van Houve, 2000), hlm. 14.
4
Departemen Agama RI, Ensiklopedi Islam Indonesia (Jakarta: Depag, 1987-1988), hlm. 659
5
Muhammad 'Ali ash-Shabuni, An-Nubuwwah wa al-Anbiya' (Beirut: 'Alim al-Kutub,1985), hlm 14
ia sebagai Rasul (pemimpin) dari suatu kaum, mengajarkan mereka mengenai agama
Islam juga mengajarkannya hukum-hukum syariat.

2. Karakteristik Nabi
Nabi adalah seseorang yang diberikan keistimewaan oleh Allah SWT. Nabi
juga merupakan seseorang yang diberi kemampuan untuk berhubungan dengan Allah
dan juga untuk mengekspresikan kehendaknya.6
Adapun pendapat dari Al-Musayyar, karakteristik yang dimiliki oleh para
Nabi yakni; (1)manusia, (2)laki-laki, (3)merdeka [bukan budak], (4)terhindar dari aib
[cacat], (5)Allah telah mewahyukan syariat kepadanya.
Sedangkan Murtadha Muthahhari menjelaskan bahwa seseorang dapat
dikayakan sebagai seorang Nabi apabila memiliki kriteria seperti:
a.) Wahyu, yakni Nabi merupakan seseorang yang diberi wahyu oleh Allah SWT.
b.) Mu’jizat, yakni kemampuan luar biasa yang mampu melakukan tindakan-
tindakan tertentu yang tidak dapat dilakukan oleh manusia biasa. Kemampuan
tersebut tentunya berasal dari Allah SWT.
c.) ‘Ishmah, yakni suatu penjagaan dari Allah. Jadi, seorang Nabi dijaga dari
perbuatan dosa oleh Allah SWT, dengan meningkatkan keimanan mereka.
Seorang Nabi memiliki tingkat keimanan yang sangat tinggi sehingga mampu
untuk membedakan juga menjauhj segala perbuatan dosa.
d.) Kecerdasan, yakni suatu cara berpikir yang akan jauh berbeda dengan manusia
biasa. Dengan kecerdasan tersebut pula para Nabi bisa terjaga dari segala
kekeliruan.
e.) Kepemimpinan, yakni kemampuan untuk mengelola dan juga menggerakan
segala potensi yang dimiliki oleh manusia kearah kehendak dari Allah SWT, yang
dilakukan demi kebaikan umat manusia kelak.
f.) Ketulusan niat, yakni suatu sifat tidak pernah meminta imbalan atas segala misi
yang telah dijalankannya.
g.) Konstruktivitas, yakni suatu transfer energi kepada kekuatan-kekuatan
masyarakat, juga mengorientasikan mereka agar melatih individu dan
membimbingnya.

6
Ibrahim Madkour, Filsafat Islam Metode dan Penerapan, (terj) Yudian Wahyudi (Jakarta: CV. Rajawali, 1991),
hlm 85
h.) Konflik dan Perjuangan, yakni suatu perjuangan untuk melawan politheisme,
kebodohan, tahayyul, kepalsuan, ketidakadilan, dan lain sebagainya.

3. Misi Kenabian dan Ayat-ayat yang Menyebut Nama Nabi


Sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa tugas pokok
seorang Nabi adalah memberikan kabar berita sekaligus peringatan. Hal tersebut
dijelaskan dalam QS. Al-Baqarah:213 dan QS. An-Nisa:165, yang berbunyi:

ُ ‫ َو َكانَ هّٰللا‬.‫اس َعلَى هّٰللا ِ ُح َّجةٌ بَ ْع َد الرُّ ُس ِل‬


ِ َّ‫رُّ ُساًل ُّمبَ ِّش ِر ْينَ َو ُم ْن ِذ ِر ْينَ ِل َءاَّل يَ ُكوْ نَ لِلن‬
‫َز ْي ًزا َح ِك ْي ًما‬
ِ ‫ع‬.
Sedangkan Muhammad Ali Ash-Shabuniy menjelaskan bahwa tugas para Nabi
adalah menyelamatkan seluruh umatnya dari cengkraman syirik, kebejatan moral,
keberhalaan, dan lain sebagainya dengan cara:
(a) Mengajak seluruh manusia agar senantiasa beribadah kepada Allah
(b) Menyampaikan perintah serta larangan Allah
(c) Membimbing manusia serta menunjukkannya ke jalan yang lurus
(d) Memberi teladan bagi umatnya
(e) Menerangkan adanya kebangkitan dari alam kubur
(f) Mengubah kehidupan manusia dari kehidupan yang fana pada kehidupan yang
kekal

Al-Tabathaba’i menjelaskan bahwa Rasul diutus untuk menegakkan keadilan


diantara sesama umat manusia. Misi seorang Rasul dapat ditinjau dari dua dimensi,
yakni dimensi vertikal dan dimensi horizontal. Dimensi pertama berkaitan dengan
bagaimana hubunagn seorang manusia dengan Tuhan-Nya, maksudnya soal
beribadah. Sedangkan dimensi yang kedua berkaitan dengan aturan bermuamalah
antar sesama manusia. Hal ini diperlukan agar ketika sedang meakukan praktik
muamalah semuanya berjalan dengan adil.
Lebih lanjut ia juga menjelaskan mengenai misi para Nabi dan Rasul, yakni:
(1) Para Nabi mempunyai tujuan ganda, artinya mereka sudah mempunyai dua tujuan
yang berdiri sendiri. Tujuan yang pertama yakni tujuan yang berkaitan dengan
kehidupan dan kebahagiaan di akhirat, sedangkan tujuan selanjutnya adalah tujuan
yang berkaitan dengan kebahagiaan duniawi.
(2) Monotheisme sosial. Prasyarat utamanya adalah dengan monotheisme theoretis
dan monotheisme praktis individual.
(3) Membuat seluruh manusia mengenal Tuhannya sehingga bisa mendekatkan diri
pada-Nya.

C. SIMPULAN
Nabi merupakan seseorang yang menerima wahyu dari Allah SWT melalui perantara
malaikat Jibril yang disampaikan melalui mimpi. Nabi juga merupakan seorang pembawa
berita baik (mubasysyir) dan pemberi peringatan (mundzir). Seorang Nabi memiliki kriteria
atau karakteristik, yakni wahyu, mu’jizat, ‘ishmah, kecerdasan, kepemimpinan, ketulusan
niat, konstruktivitas, konflik dan perjuangan. Misi dari para Nabi yakni Mengajak seluruh
manusia agar senantiasa beribadah kepada Allah, menyampaikan perintah serta larangan
Allah, membimbing manusia serta menunjukkannya ke jalan yang lurus, memberi teladan
bagi umatnya, menerangkan adanya kebangkitan dari alam kubur, dan mengubah kehidupan
manusia dari kehidupan yang fana pada kehidupan yang kekal.

D. REFERENSI
Departemen Agama RI, Ensiklopedi Islam Indonesia (Jakarta: Depag, 1987-1988)

Ibrahim Madkour, Filsafat Islam Metode dan Penerapan, (terj) Yudian Wahyudi (Jakarta:
CV. Rajawali, 1991)

M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi al-Qur'an (Jakarta: Paramadina, 1997)

Muhammad 'Ali ash-Shabuni, An-Nubuwwah wa al-Anbiya' (Beirut: 'Alim al-Kutub,1985)

Taufik Abdullah (ed), Ensiklopedi Tematis Dunia Islam (Jakarta: PT. Ichtiar Van Houve,
2000)

Anda mungkin juga menyukai