Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Platyhelminthes adalah cacing daun yang umumnya bertubuh pipih. Cacing
ini merupakan yang paling sederhana diantara semua hewan simetris bilateral.
Platyhelminthes memiliki tubuh padat, lunak, dan epidermis bersilia. Cacing
pipih merupakan hewan tripoblastik yang tidak mempunyai rongga tubuh
(acoelomata). Sebagian besar cacing pipih, seperti cacing isap, dan cacing pita
adalah parasit. Namun, banyak yang hidup bebas yang habitatnya di air tawar
dan air laut, khususnya di pantai berbatu dan terumbu.
Filum ini terdiri atas 9000 spesies. Pemberian nama pada organisme ini
adalah sangat cepat. Sejumlah besar hewan ini berbentuk hampir menyerupai
pita. Hewan ini simetris bilateral dengan sisi kiri dan kanan, permukaan dorsal
dan ventral dan juga anterior dan posterior. Cacing parasit ini mempunyai
lapisan kutikula dan silia yang hilang setelah dewasa. Hewan ini mempunyai
alat pengisap yang mungkin disertai dengan kait untuk menempel. Cacing
pipih belum mempunyai sistem peredaran darah dan sistem pernafasan.
Sedangkan sistem pencernaannya tidak sempurna, tanpa anus. Platyhelminthes
terbagi dalam 3 kelas, yaitu Kelas Turbellaria, Kelas Trematoda, dan Kelas
Cestoda. Untuk lebih mengetahui lebih jauh mengenai hewan-hewan dalam
kelas ini, maka akan di bahas dalam makalah ini.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja ciri-ciri hewan Platyhelminthes?
2. Bagaimana pembagian kelas Platyhelminthes?
3. Apa saja ciri-ciri kelas Turbellaria?
4. Apa saja ciri-ciri kelas Trematoda?
5. Apa saja ciri-ciri kelas Cestoda?
6. Bagaimana proses perkembangbiakan cacing hati?
2

7. Bagaimana proses perkembangbiakan cacing pita?


8. Bagaimana proses perkembangbiakan cacing planaria?
9. Bagaimana sistematika Platyhelminthes?

C. Tujuan
1. Menjelaskan ciri-ciri hewan Platyhelminthes
2. Menjelaskan pembagian kelas Platyhelminthes
3. Menjelaskan ciri-ciri kelas Turbellaria
4. Menjelaskan ciri-ciri kelas Trematoda
5. Menjelaskan ciri-ciri kelas Cestoda
6. Menjelaskan perkembangbiakan cacing hati
7. Menjelaskan perkembangbiakan cacing pita
8. Menjelaskan perkembangbiakan cacing planaria
9. Menjelaskan sistematika Platyhelminthes.
3

BAB II
PEMBAHASAN

Gambar 1. Platyhelminthes

Platyhelminthes berasal dari Bahasa Yunani, dari kata Platy = pipih dan
helminthes = cacing. Jadi berarti cacing bertubuh pipih. Filum Platyhelminthes
terdiri sekitar 13.000 spesies, terbagi menjadi tiga kelas; dua yang bersifat parasit
dan satu hidup bebas. Planaria dan kerabatnya dikelompokkan sebagai kelas
Turbellaria. Cacing hati adalah parasit eksternal atau internal dari Kelas
Trematoda. Cacing pita adalah parasit internal dari kelas Cestoda. Umumnya,
golongan cacing pipih hidup di sungai, danau, laut, atau sebagai parasit di dalam
tubuh organisme lain. Platyhelminthes yang hidup bebas adalah di air tawar, laut,
dan tempat-tempat yang lembab, sedangkan Platyhelminthes yang parasit hidup di
dalam tubuh inangnya (endoparasit) pada siput air, sapi, babi, atau manusia.
Cacing golongan ini sangat sensitif terhadap cahaya. Beberapa contoh
Platyhelminthes adalah Planaria yang sering ditemukan di balik batuan (panjang
2-3 cm), Bipalium yang hidup di balik lumut lembab (panjang mencapai 60 cm),
Clonorchis sinensis, cacing hati, dan cacing pita.
4

A. Ciri-ciri Hewan Platyhelminthes


1. Bentuk tubuh pipih, simetri bilateral, triploblastik, dan acoelomata
2. Sistem pencernaan makanan belum sempurna, terdapat mulut dan belum
memiliki anus. Makanan masuk melalui mulut —> faring —> usus —> dan
dikeluarkan melalui mulut
3. Reproduksi secara generatif dan vegetatif. Secara generatif dilakukan
dengan perkawinan silang atau perkawinan sendiri, karena bersifat
hermaprodit (monoceus). Secara vegetatif dengan fragmentasi dan
membentuk generasi baru (regenerasi)
4. Sistem ekskresi tersusun atas sel-sel bersilia (flame cells atau aster atau sel
api)
5. Susunan syaraf terdiri atas 2 ganglia yang berbentuk cincin membentuk
tangga tali
6. Tubuhnya terdiri atas bagian kepala (anterior), ekor (posterior), bagian
punggung (dorsal), bagian perut (ventral), dan bagian samping (lateral)
7. Belum memiliki sistem respirasi. Masuknya oksigen (O2) dan keluarnya
karbon dioksida (CO2) melalui permukaan kulit
8. Hidup bebas di air tawar maupun tempat–tempat lembab.

B. Pembagian Kelas Platyhelminthes


Berdasarkan ada tidaknya silia dan perbedaan habitat, filum
Platyhelminthes dibagi menjadi 3 kelas, yakni:
1. Kelas Turbellaria (Berambut getar)

Gambar 2. Planaria sp.


5

Anggota-anggota Turbellaria hidup soliter dalam air tawar, air laut, atau
di daratan yang lembab, jarang yang hidup sebagai parasit. Epidermis
bersilia dan tubuh berbentuk seperti tongkat. Umumnya berwarna coklat
kehitaman. Contoh: Planaria sp. Planaria merupakan tipe umum untuk
mempelajari Platyhelminthes yang mempunyai panjang tubuh kira-kira 5-25
mm.
2. Kelas Trematoda (Cacing isap)

Gambar 3. Cacing hati

Semua anggota Termatoda hidup parasit, terutama pada vertebrata. Ada


yang hidup sebagai ektoparasit, ada yang sebagai endoparasit. Permukaan
tubuh tidak bersilia tetapi tertutup dengan kutikula. Tidak memiliki alat
gerak. Umumnya berwarna gelap, dengan ukuran yang beragam. Contoh:
Fasciola hepatica (cacing hati).
3. Kelas Cestoda (Cacing pita)

Gambar 4. Cacing pita


6

Cestoda juga disebut sebagai cacing pita karena bentuknya pipih panjang
seperti pita. Tubuh Cestoda dilapisi kutikula dan terdiri dari bagian anterior
yang disebut skoleks, leher (strobilus), dan rangkaian proglotid. Pada
skoleks terdapat alat pengisap. Skoleks pada jenis Cestoda tertentu selain
memiliki alat pengisap, juga memiliki kait (rostelum) yang berfungsi untuk
melekat pada organ tubuh inangnya. Di belakang skoleks pada bagian leher
terbentuk proglotid. Contoh: Taenia solium, Taenia saginata.

C. Ciri-ciri Kelas Turbellaria


Keberadaan 4000+ spesies di seluruh dunia, hidup di batu dan permukaan
sedimen di air, di tanah basah, dan di bawah batang kayu. Hampir semua
Turbellaria hidup bebas (bukan parasit) dan sebagian besar adalah hewan laut.
Kebanyakan Turbellaria berwarna bening, hitam, atau abu-abu. Namun,
beberapa spesies laut, khususnya di terumbu karang, memiliki corak warna
lebih cerah. Panjang mulai kurang dari 1 mm hingga 50 cm. Spesies terbesar
bertubuh seperti kertas.

Gambar 5. Struktur Tubuh Turbellaria

Cacing Planaria sp ini dipakai sebagai contoh yang mewakili anggota kelas
Turbellaria pada umumnya. Anggota genus Dugesia, yang umumnya dikenal
sebagai Planaria, berlimpah dalam kolam dan aliran sungai yang tidak
terpolusi. Planaria mempunyai kebiasaan berlindung di tempat-tempat yang
teduh, misalnya di balik batu-batuan, di bawah daun yang jatuh ke dalam air.
7

Bentuk tubuh anggota ini adalah pipih dorsoventral, dengan bagian kepala
yang berbentuk seperti segitiga, sedangkan bagian ekornya berbentuk
meruncing yang panjang tubuh sekitar 5-25 mm. Planaria memangsa hewan
yang lebih kecil atau memakan hewan-hewan yang sudah mati. Planaria dan
cacing pipih lainnya tidak memiliki organ yang khusus untuk pertukaran gas
dan sirkulasi. Bentuk tubuhnya yang pipih itu menempatkan semua sel-sel
berdekatan dengan air sekitarnya, dan percabangan halus rongga
gastrovaskuler mengedarkan makanan ke seluruh hewan tersebut.
Planaria termasuk dalam Filum Platyhelminthes yang memiliki bentuk
tubuh pipih dan simetri bilateral. Planaria berhabitat di daerah bertemperatur
18–24°C dengan ketinggian antara 500–1500 m dpl. Tubuh Planaria tersusun
dari bagian cranial, trunchus, dan caudal. Bagian cranial terdapat kepala
dengan sepasang eye spot yang berfungsi sebagai fotoreseptor.
Sistem saluran pencernaan makanan terdiri dari mulut, faring, oesofagus,
dan usus. Mulut, terletak di bagian ventral dari tubuh, yaitu kira-kira dekat
dengan pertengahan agak ke arah ekor. Lubang mulut ini dilanjutkan oleh
kantung yang bentuknya silindris memanjang yang disebut rongga mulut
(Faring). Oesofagus merupakan persambungan daripada faring yang langsung
bermuara ke dalam usus, ususnya bercabang tiga, yaitu menuju ke arah
anterior, sedang yang dua lagi sejajar menuju ke arah posterior.
Seperti halnya hewan tingkat rendah lainnya, Planaria juga belum
mempunyai alat pernafasan yang khusus. Pengambilan O2 maupun pengeluaran
CO2 secara osmosis langsung melalui seluruh permukaan tubuh.
Sistem ekskresi terdiri dari 2 tabung ekskresi longitudinal yang mulai dari
sel-sel api (flame cells) yang di bagian anteriornya berhubungan silang.
Seluruh sistem ini terbuka ke luar melalui porus ekskretorius. Flame cells atau
sel-sel api berfungsi sebagai alat ekskresi yang membuang zat-zat sampah yang
merupakan sisa-sisa metabolisme dan juga sebagai alat osmoregulasi dalam arti
ikut membantu mengeluarkan ekses-ekses penumpukan air di dalam tubuh,
sehingga nilai osmosis tubuh tetap dapat dipertahankan seperti ukuran normal.
8

Sistem saraf terdiri dari 2 batang saraf yang membujur memanjang, yang di
bagian anteriornya berhubungan silang, dan 2 ganglion anterior yang terletak
dekat di bawah mata. Ganglion berfungsi sebagai otak dalam arti bertindak
sebagai pusat susunan saraf serta mengkoordinir aktivitas-aktivitas anggota
tubuh. Seonggok ganglion tersebut letaknya di bagian kepala persis di bawah
lapisan epidermis agak di sebelah bintik mata. Ganglion ini karena terletak di
bagian kepala dan berfungsi sebagai otak maka biasa disebut ganglion kepala
atau ganglion cerebral. Dari ganglion cerebral ini keluarlah cabang-cabang urat
saraf secara radier menuju ke arah lateral, anterior, dan pasterior. Cabang
anterior menuju ke bagian bintik mata, cabang lateral menuju ke alat indera
cemoreseptor, sedangkan cabang posterior ada satu pasang kanan kiri yang
saling bersejajar yang membentang di bagian ventral tubuh yang disebut tali
saraf.
Planaria sudah mempunyai alat indera yang berupa bintik mata, dan indera
aurikel, yang kedua-duanya terletak di bagian kepala. Bintik mata merupakan
titik hitam yang terletak di bagian dorsal daripada bagian kepala. Masing-
masing bintik mata terdiri dari sel-sel pigmen yang tersusun dalam bentuk
mangkok yang dilengkapi dengan sel-sel saraf sensorik yang sangat sensitif
terhadap sinar. Bintik mata itu sekedar dapat membedakan gelap dan terang
saja.
Planaria bersifat hermafrodit, terdapat alat kelamin jantan dan betina. Alat
kelamin jantan terdiri dari:
1. Testis, yang berjumlah ratusan, berbentuk bulat tersebar di sepanjang sisi
tubuh keduanya
2. Vasa eferensia, yang merupakan pembuluh yang menghubungkan testis
dengan bagian pembuluh lainnya
3. Vasa deferensia, merupakan pembuluh berjumlah dua buah yang masing-
masing membentang di setiap sisi tubuh yang ke dua-duanya saling bertemu
dan bermuara ke dalam suatu kantung yang disebut Vesiculus seminalis
4. Vesiculus seminalis, berfungsi untuk menampung sperma dan menyalurkan
sperma menuju ke penis
9

5. Penis, yang merupakan alat pentransfer ke tubuh waktu mengadakan


kopulasi pada perkawinan silang.
Sistem alat kelamin betina terdiri dari atas bagian-bagian seperti berikut:
1. Ovari, berjumlah dua buah, berbentuk bulat terletak di bagian anterior
tubuh.
2. Oviduct, dari setiap ovarium akan membentang ke arah posterior sebuah
saluran yang disebut oviduct (saluran telur). Antara saluran telur kanan dan
kiri saling bersejajar yang masing-masing dilengkapi dengan kelenjar yang
menghasilkan kuning telur.
3. Kelenjar kuning telur, menghasilkan kuning telur yang akan disediakan bagi
sel telur bila telah diproduksi oleh ovarium.
4. Vagina, merupakan suatu aliran yang berfungsi untuk menerima transfer
spermatozoid dari cacing planaria lain.
5. Uterus, merupakan ruangan yang bentuknya menggelembung yang
berfungsi untuk menyimpan spermatozoid. Uterus juga biasa disebut
receptaculus seminalis.
6. Genital atrium (ruang genitalis) yaitu muara antara kedua buah saluran
telur.
Planaria berkembang biak dengan cara seksual maupun aseksual. Planaria
akan menghindarkan diri bila terkena sinar yang kuat, oleh karena itu pada
siang hari cacing itu melindungkan diri di bawah naungan batu-batu atau daun
atau di bawah objek yang lain. Pada waktu istirahat biasanya Planaria
melekatkan atau menempelkan diri pada suatu objek dengan bantuan zat lendir
yang dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar lendir. Planaria melakukan dua macam
gerak, yaitu gerak merayap dan meluncur.
10

D. Ciri-ciri Kelas Trematoda

Gambar 6. Struktur Tubuh Termatoda

Keberadaan 12000 spesies di seluruh dunia, hidup di dalam atau pada tubuh
hewan lain. Semua cacing isap adalah parasit, berbentuk silinder atau seperti
daun. Panjang berkisar 1 cm hingga 6 cm. Cacing ini memiliki pengisap untuk
menempelkan diri ke organ internal atau permukaan luar inangnya, dan
semacam kulit keras yang membantu melindungi parasit itu. Organ
reproduksinya mengisi hampir keseluruhan bagian interior cacing isap.
Sebagai suatu kelompok, cacing Trematoda memparasiti banyak sekali jenis
inang, dan sebagian besar spesies memiliki siklus hidup yang kompleks dengan
adanya pergiliran tahap seksual dan aseksual. Banyak Trematoda memerlukan
suatu inang perantara atau intermediet tempat larva akan berkembang sebelum
menginfeksi inang terakhirnya (umumnya vertebrata), tempat cacing dewasa
hidup. Sebagai contoh, Trematoda yang memparasati manusia menghabiskan
sebagian dari sejarah hidupnya di dalam bekicot.
Trematoda dewasa pada umumnya hidup di dalam hati, usus, paru-paru,
ginjal, dan pembuluh darah vertebrata. Trematoda berlindung di dalam tubuh
inangnya dengan melapisi permukaan tubuhnya dengan kutikula dan
permukaan tubuhnya tidak memiliki silia.
Trematoda tidak mempunyai rongga badan dan semua organ berada di
dalam jaringan parenkim. Tubuh biasanya pipih dorsoventral, dan biasanya
tidak bersegmen dan seperti daun. Mereka mempunyai dua alat pengisap, satu
mengelilingi mulut dan yang lain berada di dekat pertengahan tubuh atau pada
11

ujung posterior. Alat pengisap yang kedua disebut asetabulum karena


bentuknya mirip dengan mangkuk cuka.
Dinding luar atau tegumen Trematoda adalah kutikula yang kadang-kadang
mengandung duri atau sisik.
Sistem pencernaan makanan sangat sederhana. Terdapat mulut pada ujung
anterior, yang dikelilingi oleh sebuah alat pengisap. Makanan dari mulut
melalui faring yang berotot ke esofagus dan kemudian ke usus, yang terbagi
menjadi dua sekum yang buntu. Sekum ini kadang-kadang bercabang, dan
percabangan ini kadang-kadang sedikit rumit. Kebanyakan Trematoda tidak
mempunyai anus, dengan demikian sisa bahan makanan harus diregurgitasikan.
Sistem saraf adalah sederhana. Cincin dari serabut saraf dan ganglia
mengelilingi esofagus, dan dari sini saraf berjalan ke depan dan belakang.
Biasanya, sebatang saraf berjalan kebelakang pada setiap sisi, dan saraf-saraf
bertolak dari sini menuju ke berbagai organ.
Trematoda tidak mempunyai sistem peredaran darah. Sistem ekskresi
tersusun dari sebuah kandung kemih posterior. Sebuah sistem percabangan dari
tabung pengumpul yang masuk ke dalam kandung kemih, dan sebuah sistem
sel-sel ekskresi yang terbuka ke dalam saluran pengumpul tersebut. Tidak
terdapat organ ekskresi yang terlepas, sel-sel ekskresi ditempatkan secara
strategis di seluruh tubuh. Sel ekskresi terdiri dari sebuah sitoplasma basal
yang berisi inti dan sebuah vakuola berisi seberkas silia ynag terbuka secara
tetap ke dalam saluran pengumpul.
Sistem reproduksinya kompleks. Sebagian besar dari Trematoda adalah
hermafrodit, mempunyai organ jantan dan betina. Tetapi pembuahan silang
merupakan hal yang biasa, dan pembuahan sendiri tidak umum. Pembuahan
biasanya uterus, sperma melewati sirus dari satu cacing ke uterus cacing lain.
12

E. Ciri-ciri Kelas Cestoda

Gambar 7. Struktur Tubuh Cestoda

Keberadaannya 3500 spesies di seluruh dunia, hidup sebagai parasit dalam


tubuh hewan. Contoh cacing pita adalah Taenia solium dan Taenia saginata
yang parasit pada orang. Taenia terdiri dari sebuah kepala bulat yang disebut
scolex, sejumlah ruas, yang sama disebut disebut proglotid. Pada kepala
terdapat alat isap dan jenis Taenia solium mempunyai kait (rostellum) yang
sangat tajam yang mengunci cacing itu ke lapisan intestinal inang. Di belakang
scolex terdapat leher kecil yang selalu tumbuh yang akan menghasilkan
proglotid baru yang mula-mula kecil tumbuh menjadi besar. Panjang tubuh
cacing pita mencapai 2 m. Setiap proglotid mengandung organ kelamin jantan
(testis) dan organ kelamin betina (ovarium). Tiap proglotid dapat terjadi
fertilisasi sendiri. Proglotid yang dibuahi terdapat di bagian posterior tubuh
cacing. Proglotid dapat melepaskan diri (strobilasi) dan keluar dari tubuh inang
utama bersama dengan tinja dengan membawa ribuan telur. Jika termakan
hewan lain, telur akan berkembang dan memulai siklus hidup barunya. Cacing
pita tidak memiliki saluran pencernaan. Cacing pita menyerap makanan yang
telah dicerna terlebih dahulu oleh inang.
Cestoda bersifat parasit karena menyerap sari makan dari usus halus
inangnya. Sari makanan diserap langsung oleh seluruh permukaan tubuhnya
karena cacing ini tidak memiliki mulut dan pencernaan (usus). Manusia dapat
terinfeksi Cestoda saat memakan daging hewan yang dimasak tidak sempurna.
13

Inang perantara Cestoda adalah sapi pada Taenia saginata dan babi pada taenia
solium.
Cacing pita tidak mempunyai saluran pencernaan dan sitem peredaran
darah. Makanan langsung melalui dinding tubuh. Sistem ekskresi yaitu berupa
sel api.
Sistem saraf tersusun dari beberapa ganglion pada skoleks, dengan komisura
melintang diantaranya. Dan tiga batang saraf longitudinal setiap sisil tubuh
(sebuah batang besar disebelah lateral dan yang kecil disebelah ventral), satu
ganglion kecil disetiap segmen pada masing-masing dari enam batang tersebut,
dan komisura pada setiap segmen menghubungkan ganglion-ganglion ini.
Cestoda adalah hermafrodit, yang mempunyai organ jantan dan betina.
Organ jantan terdiri dari testis (menghasilkan spermatozoa), vas deferen,
seminal vesicle, penis, dan lubang kelamin. Sedangkan organ bertina terdiri
dari ovarium, oviduk, seminal uterus, vagina, dan lubang kelamin.

F. Proses Perkembangbiakan Cacing hati


Proses perkembangbiakan cacing hati adalah secara reproduksi aseksual
yaitu dengan cara fragmentasi, yang dimaksud dengan cara fragmentasi adalah
bentuk reproduksi aseksual atau cloning yang dimana organisme memecah diri
menjadi fragmen-fragmen, lalu masing-masing fragmen ini berkembang
menjadi dewasa dan tumbuh menjadi individu yang dewasa yang merupakan
bentuk dari organisme asli.

G. Proses Perkembangbiakan Cacing pita


Perkembangbiakan cacing pita (Taenia) yang terdapat didalam tubuh
manusia adalah cacing pita (Taenia) dewasa  merupakan induk semang
definitif. Segmen tubuh Taenia yang telah matang dan mengandung telur
keluar secara aktif dari anus manusia atau bersama-sama feses manusia. Bila
inang definitive (manusia) maupun inang antara (sapi dan babi) menelan telur
maka telur yang menetas akan mengeluarkan embrio (onchosphere) yang
kemudian menembus dinding usus. Embrio cacing yang mengikuti sirkulasi
14

darah limfa berangsur-angsur berkembang menjadi sistikorsis yang infrktif di


dalam otot tertentu. Otot yang paling sering terserang sistiserkus yaitu jantung,
diafragma, lidah, daerah esophagus, leher dan otot antar tulang rusuk.
Infeksi Taenia dikenal istilah  Taeniasis dan Sistiserkosis. Taeniasis  adalah
penyakit akibat parasit berupa cacing pita yang tergolong dalam
genus Taenia yang dapat menular dari hewan ke manusia, maupun
sebaliknya. Taeniasis pada manusia disebabkan oleh spesies  Taenia
solium atau dikenal dengan cacing pita babi, sementara Taenia saginata dikenal
dengan nama cacing pita sapi.

H. Proses Perkembangbiakan Planaria


1. Perkembangbiakan Aseksual pada Planaria
Cacing Planaria yang sudah mencapai dewasa, mempunyai sistem
reproduksi jantan dan betina, jadi bersifat monoecous (hermaprodit). Testis
dan ovarium Planaria berkembang dari sel-sel formatif dari parenkim.
Perkembangbiakan Planaria secara aseksual terjadi dengan pembelahan
arah tranfersal. Seekor cacing Planaria dapat mengalami kontriksi
(penyempitan) biasanya di belakang faring, kemudian membelah dan
masing-masing potongan melengkapi bagian ujungnya menjadi individu-
individu baru.
Perkembangbiakan Planaria secara seksual di alam, dilakukan selain
bulan februari-maret. Kondisi lingkungan selain bulan tersebut, Planaria
sudah dewasa atau maksimum dalam beregenerasi, sehingga Planaria
mengalami kontriksi atau penyempitan di belakang faring, terjadinya
kontriksi karena sel-sel cuboid yang menutupi bagian luar permukaan tubuh,
kemudian dengan adanya dorongan dari otot-otot sirkuler dan longitudinal
akan berkontraksi dan menimbulkan perubahan bagian tubuh di antara
epidermis dan tractus digestivus yang berguna untuk membantu distribusi
makanan dan pengeluaran sisa-sisa makanan terhambat dan kemudian
terjadi embelahan. Selain itu faktor abiotik yang minimum membantu
perkembangan Planaria secara aseksual.
15

2. Perkembangbiakan seksual pada Planaria


Reproduksi secara seksual, dua Planaria saling melekat pada sisi ventral-
posterior tubuhnya dan terjadi populasi, penis masing-masing dimasukkan
ke dalam atrium genitalis. Sperma dari vesikula seminalis pada sistem
reproduksi jantan masing-masing masuk ke seminal receptacle cacing
pasangannya, saling bertukaran produk sek antara dua individu yang
berbeda disebut crossvertilisasi, dan transfer langsung sperma dari jantan ke
organ kelamin betina disebut vertilisasi internal. Setelah perkawinan selesai,
dua cacing tersebut memisah, dan sperma mengadakan migrasi di dalam
oviduk, untuk membuahi telur-telur. Beberapa zigot dan banyak sel-sel yolk
kemudian bersatu di dalam kapsul yang terpisah (di dalam kulit telur, dibuat
oleh dinding atrium kemudian keluar). Perkembangan secara langsung tidak
ada stadium larva.

I. Manfaat dan Kerugian Platyhelminthes dalam Kehidupan


1. Manfaat Platyhelminthes dalam Kehidupan:
a. Semakin bertambah dan bervariasi biodervitas animalia di Indonesia
b. Salah saru kelas Turbellaria, yakni Planaria sp digunakan sebagai
indikator air bersih
c. Planaria sp dapat dimanfaatkan sebagai makanan ikan
d. Platyhelminthes sebagai indikator biologi atau dengan kata lain sebagai
alatpercobaan bagi para ilmuan.

2. Kerugian Platyhelminthes dalam Kehidupan :


a. Fasciola hepatica (cacing hati ternak), menyebabkan Fascioliasis
b. Clonorchis sinensis atau Opisthorchis sinensis (cacing hati manusia),
menyebabkan Clonorchiasis
c. Schistosoma japanicum, Schistosoma haematobium, dan Schistosoma
mansoni, merupakan parasit darah dan menyebabkan Schistosomiasis
d. Paragonimus westermani (cacing paru), menyebabkan Paragonimiasis
e. Taenia solium (cacing pita manusia), menyebabkan Taeniasis solium
16

f. Taenia saginata (cacing pita manusia), menyebabkan Taeniasis saginata


g. Diphyllobothrium latum, menyebabkan Diphyllobothriasis
h. Echinococcus granulosus (cacing pita pada anjing)
i. Hymenolepis, yaitu cacing pita yang hidup dalam usus manusia dan tikus.
17

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Platyhelminthes berasal dari Bahasa Yunani, dari kata Platy = pipih dan
helminthes = cacing. Jadi berarti cacing bertubuh pipih.
2. Platyhelminthes terbagi menjadi 3 kelas, yaitu: Turbellaria, Trematoda
(cacing hisap), dan Cestoda (cacing pita).
3. Platyhelminthes yang hidup bebas adalah di air tawar, laut, dan tempat-
tempat yang lembab, sedangkan Platyhelminthes yang parasit hidup di
dalam tubuh inangnya (endoparasit) pada siput air, sapi, babi, atau manusia.
4. Platyhelminthes tidak memiliki rongga tubuh (selom) sehingga disebut
hewan aselomata. Tubuh pipih dorsoventral, tidak berbuku-buku, simetri
bilateral, serta dapat dibedakan antara ujung anterior dan posterior.
5. Sistem respirasi Platyhelminthes melalui permukaan tubuh, alat pencernaan
tidak lengkap, alat ekskresi berupa sel api, sistem saraf dengan ganglion
anterior sebagai pusat sistem saraf, reproduksi umumnya secara generatif.

B. Kritik dan Saran


Tiada kesempurnaan di dunia ini, kami sangat mengharapkan kritik maupun
saran dari makalah ini tujuannya hanyalah demi kesempurnaan. Dan semoga
makalah yang telah kami susun bermanfaat bagi kita semua, Aamiin.

Anda mungkin juga menyukai