Anda di halaman 1dari 17

Kata Pengantar

Pertama-tama penulis memanjatkan puji dan syukur kepada Allah yang telah memberikan
hidayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan refarat ini tepat pada waktunya.

Refarat dengan judul Gagal Ginjal Akut ini disusun sebagai salah satu persyaratan tugas
Ilmu Penyakit Dalam. Adapun tujuan tersebut agar para pembaca dapat dapat mengetahui apa
yang di maksud dengan Gagal Ginjal Akut.

Dalam kesempatan ini, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada


berbagai pihak antara lain Dokter Spesialis Penyakit Dalam di Rumah Sakit UKI yaitu dr.
Sahala Panggabean , SpPD, dokter-dokter asisten penyakit dalam, orang tua dan teman-teman
yang berjasa dan membantu dalam pembuatan refarat ini.

Penulis sadar bahwa tidak ada kesempurnaan dalam hidup ini. Oleh karena itu, untuk
kesempurnaan refarat ini, sudilah kiranya pembaca memberikan saran dan pendapat kepada
penulis dalam penulisan refarat ini.

Jakarta, Agustus 2013

Penulis

1
BAB I

PENDAHULUAN

Acute Kidney Injury (AKI) sekarang menggantikan gagal ginjal akut istilah dan definisi
universal dan pementasan sistem telah diusulkan untuk memungkinkan sebelumnya Deteksi dan
penanganan AKI. Klinis AKI yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang mengakibatkan
kegagalan untuk mempertahankan cairan, elektrolit dan asam basa homeostasis yang cepat.
Sebelumnya ada banyak definisi yang berbeda dari AKI yang digunakan dalam literatur yang
telah membuatnya menjadi sulit untuk menentukan epidemiologi dan hasil dari AKI. Selama
beberapa tahun terakhir telah meningkatkan pengakuan yang relatif kecil naik di kreatinin serum
dalam berbagai setting klinis terkait dengan hasil yang lebih buruk.1
Gagal ginjal atau Acute Renal Failure (ARF) dapat diartikan sebagai penurunan
cepat/tiba-tiba atau parah pada fungsi filtrasi ginjal. Kondisi ini biasanya ditandai oleh
peningkatan konsentrasi kreatinin serum atau azotemia (peningkatan konsentrasi BUN [Blood
Urea Nitrogen]. Akan tetapi biasanya segera setelah cedera ginjal terjadi, tingkat konsentrasi
BUN kembali normal, sehingga yang menjadi patokan adanya kerusakan ginjal adalah
penurunan produksi urin.2
Insidens di Negara berkembang, khususnya di komunitas, sulit didapatkan karena tidak
semua pasien AKI datang ke rumah sakit. Diperkirakan bahwa insidens nyata pada komunitas
jauh melebihi angka yang tercatat. Peningkatan insidens AKI antara lain dikaitkan dengan
peningkatan sensitivitas criteria diagnosis yang menyebabkan kasus yang lebih ringan dapat
terdiagnosis. Selain itu, juga disebabkan oleh peningkatan nyata kasus AKI akibat meningkatnya
populasi usia lanjut dengan penyakit kormobid yang beragam, meningkatnya jumlah prosedur
transplantasi organ selain ginjal, intervensi diagnotik dan teraupetik yang lebih agresif.3

2
BAB II
PEMBAHASAN

DEFINISI

Secara konseptual AKI adalah penurunan cepat (dalam jam hingga minggu) laju filtrasi
glomerulus (LFG) yang umunya berlangsung reversible, diikuti kegagalan ginjal untuk
mengekskresi sisa metabolism nitrogen, dengan/tanpa gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit.3
Gagal Ginjal Akut (GGA) adalah penurunan fungsi ginjal mendadak dengan akibat
hilangnya kemampuan ginjal untuk mempertahankan homeostasis tubuh. Akibat penurunan
fungsi ginjal terjadi peningkatan metabolit persenyawaan nitrogen seperti ureum dan kreatinin,
serta gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang seharusnya dikeluarkan oleh ginjal.
Kriteria diagnosis GGA yaitu terjadinya peningkatan kadar kreatinin darah secara progresif 0,5
mg/dL per hari. Peningkatan kadar ureum darah adalah sekitar 10-20 mg/dL per hari, kecuali bila
terjadi keadaan hiperkatabolisme dapat mencapai 100 mg/dL per hari.2

ETIOLOGI
3
Penyebab gagal ginjal akut dapat dibedakan menjadi tiga kelompok besar, yaitu:

• Penyebab prerenal, yakni berkurangnya aliran darah ke ginjal. Hal ini dapat
disebabkan oleh:
o hipovolemia (volume darah yang kurang), misalnya karena perdarahan yang
hebat.
o Dehidrasi karena kehilangan cairan, misalnya karena muntah-muntah, diare,
berkeringat banyak dan demam.
o Dehidrasi karena kurangnya asupan cairan.
o Obat-obatan, misalnya obat diuretic yang menyebabkan pengeluaran cairan
berlebihan berupa urin.
o Gangguan aliran darah ke ginjal yang disebabkan sumbatan pada pembuluh darah
ginjal.

• Penyebab renal di mana kerusakan terjadi pada ginjal.


o Sepsis: Sistem imun tubuh berlebihan karena terjadi infeksi sehingga menyebabkan
peradangan dan merusak ginjal.
o Obat-obatan yang toksik terhadap ginjal.
o Rhabdomyolysis: terjadinya kerusakan otot sehingga menyebabkan serat otot yang
rusak menyumbat sistem filtrasi ginjal. Hal ini bisa terjadi karena trauma atau luka
bakar yang hebat.
o Multiple myeloma.
o Peradangan akut pada glomerulus, penyakit lupus eritematosus sistemik,
Wegener's’granulomatosis, dan Goodpasture syndrome.

• Penyebab postrenal, di mana aliran urin dari ginjal terganggu

4
o Sumbatan saluran kemih (ureter atau kandung kencing) menyebabkan aliran urin
berbalik arah ke ginjal. Jika tekanan semakin tinggi maka dapat menyebabkan
kerusakan ginjal dan ginjal menjadi tidak berfungsi lagi.
o Pembesaran prostat atau kanker prostat dapat menghambat uretra (bagian dari saluran
kemih) dan menghambat pengosongan kandung kencing.
o Tumor di perut yang menekan serta menyumbat ureter.
o Batu ginjal.2,3,4

PATOFISIOLOGI

1.      GGA prarenal
Oleh karena berbagai sebab prarenal, volume sirkulasi darah total atau efektif menurun,
curah jantung menurun, dengan akibat aliran darah ke korteks ginjal menurun dan laju filtrasi
glomerulus (LFG) menurun. Tetapi fungsi reabsorbsi tubulus terhadap air dan garam terus
berlangsung. Oleh karena itu pada GGA prarenal ditemukan hasil pemeriksaan osmolalitas urin
yang tinggi >300 mOsm/kg dan konsentrasi natrium urin yang rendah <20 mmol/L serta fraksi
ekskresi natrium (FENa) yang rendah (<1%). Sebaliknya bila telah terjadi nekrosis tubulus
(GGA renal) maka daya reabsorbsi tubulus tidak berfungsi lagi. Ditemukan kadar osmolalitas
urin yang rendah <300 mOsm/kg sedangkan kadar natrium urin tinggi >20 mmol/L dan FENa
urin juga tinggi (>1%). Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk membedakan apakah pasien
GGA prarenal yang terjadi sudah menjadi GGA renal. GGA renal terjadi apabila hipoperfusi
prarenal tidak cepat ditanggulangi sehingga terjadi kerusakan parenkim ginjal. Pembedaan ini
penting karena GGA prarenal memberi respons diuresis pada pemberian cairan adekuat dengan
atau tanpa diuretika, sedangkan pada GGA renal tidak.     
Beberapa mekanisme terjadi pada hipoperfusi. Peningkatan pelepasan renin dari aparatus
jukstaglomerularis menyebabkan peningkatan produksi aldosteron, di mana terjadi peningkatan
resorbsi natrium di tubulus kolektivus. Sebagai tambahan, penurunan volume cairan ekstraseluler
menstimulasi pelepasan hormon antidiuretik (ADH), terjadilah peningkatan absorbsi air di
medulla. Hasil akhirnya adalah penurunan volume urin, penurunan kadar natrium urin, yang
semuanya adalah karakteristik dari GGA prarenal. Penyebab tersering GGA prarenal pada anak

5
adalah dehidrasi berat karena muntah dan diare, perdarahan, luka bakar, syok septik, sindrom
nefrotik, pembedahan jantung, dan gagal jantung.

2.      GGA renal 
Berdasarkan etiologi penyakit, penyebab GGA renal dapat dibagi menjadi beberapa
kelompok: kelainan vaskular, glomerulus, tubulus, interstisial, dan anomali kongenital. Tubulus
ginjal yang merupakan tempat utama penggunaan energi pada ginjal, mudah mengalami
kerusakan bila terjadi iskemia atau oleh obat nefrotoksik oleh karena itu kelainan tubulus berupa
nekrosis tubular akut adalah penyebab tersering dari GGA renal.

Kelainan Tubulus ( Nekrosis Tubular Akut / NTA)


NTA mengacu pada temuan histologik yang sering terdapat pada GGA. Bentuk nekrosis
tubulus ada 2 tipe. Tipe pertama terjadi akibat zat nefrotoksik misalnya merkuriklorida; terjadi
kerusakan sel-sel tubulus yang luas (tubulolisis) tetapi membran basal tubulus tetap utuh. Sel-sel
tubulus yang mengalami nekrosis masuk ke lumen tubulus dan dapat menyumbat lumen. Tipe
kedua akibat iskemia, kerusakan terjadi lebih distal dan setempat dengan kerusakan fokal pada
membran basal tubulus (tubuloreksis). NTA tipe iskemik ditemukan akibat gastroenteritis
dehidrasi, sindrom nefrotik, luka bakar, septisemia gram negatif dan asfiksia perinatal,
sedangkan tipe nefrotoksik ditemukan akibat karbon tetraklorida, hemoglobin, atau
mioglobinuria, obat aminoglikosida.
Mekanisme terjadinya gagal ginjal pada NTA masih belum jelas. Beberapa mekanisme
yang dianggap berperan adalah perubahan hemodinamik intrarenal, obstruksi tubulus oleh sel
dan jaringan yang rusak dan perembesan pasif filtrat tubulus melalui dinding tubulus yang rusak
masuk ke jaringan interstisial dan peritubular. Pada GGA aliran darah ginjal menurun 40-50%,
daerah korteks lebih terkena daripada medula. Beberapa mediator diduga berperan sebagai
penyebab vasokonstriksi ginjal yaitu angiotensin II, menurunnya vasodilator prostaglandin,
stimulasi saraf simpatis, vasopresin, dan endotelin.

Kelainan Vaskular

6
Kelainan vaskular sebagai penyebab GGA dapat berupa trombosis atau vaskulitis.
Trombosis arteri atau vena renalis dapat terjadi: pada neonatus yang mengalami kateterisasi
arteri umbilikalis, diabetes melitus maternal, asfiksia dan kelainan jantung bawaan sianotik. Pada
anak besar kelainan vaskular yang menyebabkan GGA ditemukan pada pasien Sindrom
Hemolitik Uremik (SHU). SHU adalah penyebab GGA intrinsik tersering yang dikarenakan
kerusakan kapiler glomerulus; paling sering menyertai suatu episode gastroenteritis yang
disebabkan oleh strain enteropatogen

Escherichia coli
Organisme ini menyebarkan toksin yang disebut verotoksin yang tampaknya diabsorbsi
dari usus dan memulai kerusakan sel endotel. Pada SHU terjadi kerusakan sel endotel glomerulus
yang mengakibatkan terjadinya deposisi trombus trombosit-fibrin. Selanjutnya terjadi konsumsi
trombosit, kerusakan sel darah merah eritrosit yang melalui jaring-jaring fibrin dan obliterasi
kapiler glomerulus, kelainan ini disebut mikroangiopati. Kelainan vaskular yang lain yang dapat
terjadi adalah vaskulitis. Penurunan LFG disebabkan oleh penurunan aliran darah ginjal karena
terjadi peningkatan resistensi akibat kerusakan pembuluh darah dan penurunan permukaan
filtrasi.

Kelainan Glomerulus 
GGA karena kelainan glomerulus dapat ditemukan pada:
a.       Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokok (GNAPS)
b.       Glomerulonefritis membranoproliferatif tipe 2 (dense deposit)
c.       Glomerulonefritis kresentik idiopatik
d.      Sindrom Goodpasture 
Pada GNAPS terjadi pada <1% pasien dan disebabkan karena menyempitnya kapiler-
kapiler glomerulus, terhimpit oleh proliferasi sel mesangial dan sel endotel kapiler sendiri. 

Kelainan interstisial 
Ditemukan pada:
7
a.       Nefritis interstisial akut misalnya pada pasien artritis rheumatoid juvenil atau
pemakaian obat-obatan
b.      Pielonefritis akut. Lebih sering ditemukan pada neonatus dan sering disertai sepsis. 

Anomali kongenital
Anomali kongenital yang dapat menyebabkan GGA ialah:
a.       Agenesis ginjal bilateral
b.      Ginjal hipoplastik
c.       Ginjal polikistik infantil  Terjadinya GGA karena jumlah populasi nefron sedikit atau
tidak ada sama sekali.

3.      GGA pascarenal 
Obstruksi aliran urin dapat bersifat kongenital atau didapat. Istilah obstruksi pascarenal
adalah obstruksi yang terjadi distal dari nefron. GGA pascarenal terjadi ketika obstruksi
melibatkan kedua ginjal atau satu ginjal pada orang dengan satu ginjal. Kelainan kongenital yang
paling sering menyebabkan GGA pascarenal adalah katup uretra posterior. Di Indonesia GGA
pascarenal didapat biasanya adalah akibat dari kristal-kristal jengkol (intoksikasi jengkol). Mirip
dengan GGA prarenal, kerusakan parenkim ginjal dapat minimal, dan tergantung dari lamanya
obstruksi berlangsung serta sifat kepenuhan obstruksi. GGA pascarenal biasanya reversibel
apabila dikenali dan dikoreksi secara dini.
Adaptasi fungsional ginjal terhadap obstruksi terjadi sejalan dengan waktu. Pada stadium
awal, aliran darah ginjal biasanya meningkat walaupun LFG dan volume urin menurun.
Osmolalitas urin dapat tinggi dengan konsentrasi natrium urin yang rendah seperti yang terlihat
pada GGA prarenal. Stadium ini berlangsung cepat dan sering tidak dikenali. Stadium akhir
ditandai dengan penurunan aliran darah ke ginjal dan disfungsi tubular sehingga menghasilkan
urin yang encer dengan peningkatan konsentrasi natrium. Hilangnya obstruksi pada fase awal
GGA dapat mengakibatkan diuresis yang berlebihan, di sini berperan faktor intrinsik dalam
ginjal dan juga akibat penumpukan cairan pada saat oligo/anuria. Makin lama obstruksi, makin
sedikit kemungkinan LFG untuk pulih kembali.
Obstruksi kurang dari 7 hari sangat mungkin dapat mengalami perbaikan LFG secara
penuh, tetapi lebih lama kemungkinan ini bertambah sedikit. Bukti yang ada saat ini
8
menunjukkan bahwa obstruksi jangka pendek (72 jam) ternyata sudah menimbulkan kerusakan
permanen pada nefron, dan pulihnya LFG kembali normal adalah akibat dari hiperfiltrasi nefron
yang masih sehat. Tergantung pada derajat dan durasi obstruksi, pengeluaran urin dapat
bervariasi dari tidak sama sekali sampai beberapa liter per hari. Tetapi pengeluaran urin saja
tidak dapat dipakai untuk membedakan GGA pascarenal dari GGA prarenal dan GGA
renal/intrinsik.2

MANIFESTASI KLINIS

Gejala klinis yang berhubungan dengan GGA adalah: pucat (anemia), oliguria, edema,
hipertensi, muntah, letargi, dan pernapasan Kussmaul karena terjadi asidosis metabolik. Pada
kasus yang datang terlambat gejala komplikasi GGA ditemukan  lebih menonjol yaitu gejala
kelebihan (overload) cairan berupa sesak napas akibat gagal jantung kongestif dan edema paru,
aritmia jantung akibat hiperkalemia, perdarahan gastrointestinal berupa hematemesis dengan atau
tanpa melena akibat gastritis, kejang-kejang dan kesadaran menurun sampai koma. GGA dapat
bersifat non-oligurik, yang sukar dideteksi pada saat awal kalau tidak dilakukan pemeriksaan
ureum dan kreatinin darah pada pasien yang dicurigai misalnya pada pasien yang mendapat obat
nefrotoksik.2

PEMERIKSAAN FISIK

Petunjuk klinis AKI prarenal antara lain adalah gejala haus, penurunan UO (Urine Out)
dan berat badan dan perlu dicari apakah hal tersebut berkaitan dengan penggunaan OAINS,
penyekat ACE dan ARB. Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan tanda hipotensi ortostatik dan
takikardia, penurunan jugular venous pressure (JVP), penurunan turgor kulit, mukosa kering,
stigmata penyakit hati kronik dan hipertensi portal, tanda gagal jantung dan sepsis. Kemungkinan
AKI renal iskemia menjadi tinggi bila upaya pemulihan status hemodinamik tidak memperbaiki
tanda AKI. Diagnosis AKI renal toksik dikaitkan dengan data klinis penggunaan zat-zat
nefrotoksik ataupun toksin endogen (misalnya mioglobin, hemoglobin, asam urat).
Diagnosis AKI renal lainnya perlu dihubungkan dengan gejala dan tanda yang
menyokong seperti gejala trombosis, glomerulonefritis akut, atau hipertensi maligna. AKI
9
pascarenal dicurigai apabila terdapat nyeri sudut kostovertebra atau suprapubik akibat distensi
pelviokalises ginjal, kapsul ginjal, atau kandung kemih. Nyeri pinggang kolik yang menjalar ke
daerah inguinal menandakan obstruksi ureter akut. Keluhan terkait prostat, baik gejala obstruksi
maupun iritatif, dan pembesaran prostat pada pemeriksaan colok dubur menyokong adanya
obstruksi akibat pembesaran prostat. Kandung kemih neurogenik dapat dikaitkan dengan
pengunaan antikolinergik dan temuan disfungsi saraf otonom.3,5,6

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Dari pemeriksaan urinalisis, dapat ditemukan berbagai penanda inflamasi glomerulus,


tubulus, infeksi saluran kemih, atau uropati kristal. Pada AKI prarenal, sedimen yang didapatkan
aselular dan mengandung cast hialin yang transparan. AKI pascarenal juga menunjukkan
gambaran sedimen inaktif, walaupun hematuria dan piuria dapat ditemukan pada obstruksi
intralumen atau penyakit prostat. AKI renal akan menunjukkan berbagai cast yang dapat
mengarahkan pada penyebab AKI, antara lain pigmented “muddy brown” granular cast, cast
yang mengandung epitel tubulus yang dapat ditemukan pada ATN; cast eritrosit pada kerusakan
glomerulus atau nefritis tubulointerstitial; cast leukosit dan pigmented “muddy brown” granular
cast pada nefritis interstitial.
Hasil pemeriksaan biokimiawi darah (kadar Na, Cr, urea plasma) dan urin (osmolalitas
urin, kadar Na, Cr, urea urin) secara umum dapat mengarahkan pada penentuan tipe AKI.

Indeks diagnosis AKI prarenal AKI renal


Urinalisis Silinder hialin Abnormal
Gravitasi spesifik >1,020 ~1,010
Osmolalitas urin (mmol/kgH20) >500 ~300
Kadar natrium urin (mmol/L) <10 (<20) >20 (>40)
Fraksi ekskresi natrium (%) <1 >1
10
Fraksi ekskresi urea (%) <35 >35
Rasio Cr urin/Cr plasma >40 <20
Rasio urea urin/urea plasma >8 <3

Tabel 1. Klasifikasi AKI dengan Kriteria RIFLE, ADQI Revisi 2007


Kate- Peningkatan Penurunan LFG Kriteria UO
gori kadar Cr serum
Risk >1,5 kali nilai dasar >25% nilai dasar <0,5 mL/kg/jam, >6 jam
Injury >2,0 kali nilai dasar >50% nilai dasar <0,5 mL/kg/jam, >12 jam
Failure >3,0 kali nilai dasar >75% nilai dasar <0,3 mL/kg/jam,
atau >4 mg/dL >24 jam atau
dengan kenaikan anuria >12 jam
akut > 0,5 mg/dL
Loss Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 4 minggu
End stage Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 3 bulan

Kriteria RIFLE sudah diuji dalam berbagai penelitian dan menunjukkan kegunaaan dalam
aspek diagnosis, klasifikasi berat penyakit, pemantauan perjalanan penyakit dan prediksi
mortalitas.
Pada keadaan fungsi tubulus ginjal yang baik, vasokonstriksi pembuluh darah ginjal akan
menyebabkan peningkatan reabsorbsi natrium oleh tubulus hingga mencapai 99%. Akibatnya,
ketika sampah nitrogen (ureum dan kreatinin) terakumulasi di dalam darah akibat vasokonstriksi
pembuluh darah ginjal dengan fungsi tubulus yang masih terjaga baik, fraksi ekskresi natrium
(FENa = [(Na urin x Cr plasma)/(Na plasma x Cr urin)] mencapai kurang dari 1%, FEUrea
kurang dari 35%. Sebagai pengecualian, adalah jika vasokonstriksi terjadi pada seseorang yang
menggunakan diuretik, manitol, atau glukosuria yang menurunkan reabsorbsi Na oleh tubulus
dan menyebabkan peningkatan FENa.
Hal yang sama juga berlaku untuk pasien dengan PGK tahap lanjut yang telah mengalami
adaptasi kronik dengan pengurangan LFG. Meskipun demikian, pada beberapa keadaan spesifik
seperti ARF renal akibat radiokontras dan mioglobinuria, terjadi vasokonstriksi berat pembuluh
11
darah ginjal secara dini dengan fungsi tubulus ginjal yang masih baik sehingga FENa dapat pula
menunjukkan hasil kurang dari 1%.13
Pemeriksaan yang cukup sensitif untuk menyingkirkan AKI pascarenal adalah
pemeriksaan urin residu pascaberkemih. Jika volume urin residu kurang dari 50 cc, didukung
dengan pemeriksaan USG ginjal yang tidak menunjukkan adanya dilatasi pelviokalises, kecil
kemungkinan penyebab AKI adalah pascarenal. Pemeriksaan pencitraan lain seperti foto polos
abdomen, CT-scan, MRI, dan angiografi ginjal dapat dilakukan sesuai indikasi.
Pemeriksaan biopsi ginjal diindikasikan pada pasien dengan penyebab renal yang belum
jelas, namun penyebab pra- dan pascarenal sudah berhasil disingkirkan. Pemeriksaan tersebut
terutama dianjurkan pada dugaan AKI renal non- ATN yang memiliki tata laksana spesifik,
seperti glomerulonefritis, vaskulitis, dan lain lain.
Beberapa parameter dasar sebagai penentu kriteria diagnosis AKI (Cr serum, LFG dan
UO) dinilai memiliki beberapa kelemahan. Kadar Cr serum antara lain (1) sangat tergantung dari
usia, jenis kelamin, massa otot, dan latihan fisik yang berat; (2) tidak spesifik dan tidak dapat
membedakan tipe kerusakan ginjal (iskemia, nefrotoksik, kerusakan glomerulus atau tubulus);
(3) tidak sensitif karena peningkatan kadar terjadi lebih lambat dibandingkan penurunan LFG
dan tidak baik dipakai sebagai parameter pemulihan. Penghitungan LFG menggunakan rumus
berdasarkan kadar Cr serum merupakan perhitungan untuk pasien dengan PGK dengan asumsi
kadar Cr serum yang stabil.
Perubahan kinetika Cr yang cepat terjadi tidak dapat “ditangkap” oleh rumus-rumus yang
ada. Penggunaan kriteria UO tidak menyingkirkan pengaruh factor prarenal dan sangat
dipengaruhi oleh penggunaan diuretik. Keseluruhan keadaan tersebut menggambarkan
kelemahan perangkat diagnosis yang ada saat ini, yang dapat berpengaruh pada keterlambatan
diagnosis dan tata laksana sehingga dapat berpengaruh pada prognosis penderita.
Dibutuhkan penanda biologis ideal yang mudah diperiksa, dapat mendeteksi AKI secara
dini sebelum terjadi peningkatan kadar kreatinin, dapat membedakan penyebab AKI,
menentukan derajat keparahan AKI, dan menentukan prognosis AKI. Penanda biologis dari
spesimen urin yang saat ini dikembangkan pada umumnya terdiri dari 3 kelompok yakni penanda
inflamasi (NGAL, IL-18), protein tubulus (kidney injury molecule [KIM]-1, Na+/H+ exchanger
isoform 3), penanda kerusakan tubulus (cystatin C, a-1 mikroglobulin, retinol-binding protein,
NAG).
12
Berdasarkan penelitian fase 2 dan 3 yang ada saat ini, dapat disimpulkan bahwa IL-18
dan KIM-1 merupakan penanda potensial untuk membedakan penyebab AKI; NGAL, IL-18,
GST-p ð, dan g-GST merupakan penanda potensial diagnosis dini AKI; NAG, KIM-1 dan IL-18
merupakan penanda potensial prediksi kematian setelah AKI. Tampaknya untuk mendapatkan
penanda biologis yang ideal, dibutuhkan panel pemeriksaan beberapa penanda biologis.1,2,4,5,6

PENATALAKSANAAN

Pada dasarnya tata laksana AKI sangat ditentukan oleh penyebab AKI dan pada tahap apa
AKI ditemukan. Jika ditemukan pada tahap prarenal dan inisiasi (kriteria RIFLE R dan I), upaya
yang dapat dilakukan adalah tata laksana optimal penyakit dasar untuk mencegah pasien jatuh
pada tahap AKI berikutnya. Upaya ini meliputi rehidrasi bila penyebab AKI adalah
prarenal/hipovolemia, terapi sepsis, penghentian zat nefrotoksik, koreksi obstruksi pascarenal,
dan menghindari penggunaan zat nefrotoksik. Pemantauan asupan dan pengeluaran cairan harus
dilakukan secara rutin. Selama tahap poliuria (tahap pemeliharaan dan awal perbaikan), beberapa
pasien dapat mengalami defisit cairan yang cukup berarti, sehingga pemantauan ketat serta
pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit harus dilakukan secara cermat. Substitusi cairan
harus diawasi secara ketat dengan pedoman volume urin yang diukur secara serial, serta
elektrolit urin dan serum.
Pada keadaan tanpa fasilitas dialisis, diuretik dapat menjadi pilihan pada pasien AKI
dengan kelebihan cairan tubuh. Beberapa hal yang harus diperhatikan pada penggunaan diuretik
sebagai bagian dari tata laksana AKI adalah:
1. Pastikan volume sirkulasi efektif sudah optimal, pastikan pasien tidak dalam keadaan
dehidrasi. Jika mungkin, dilakukan pengukuran CVP atau dilakukan tes cairan dengan
pemberian cairan isotonik 250-300 cc dalam 15- 30 menit. Bila jumlah urin
bertambah, lakukan rehidrasi terlebih dahulu.
2. Tentukan etiologi dan tahap AKI. Pemberian diuretik tidak berguna pada AKI
pascarenal. Pemberian diuretik masih dapat berguna pada AKI tahap awal (keadaan
oligouria kurang dari 12 jam). Pada awalnya, dapat diberikan furosemid i.v. bolus 40
mg. Jika manfaat tidak terlihat, dosis dapat digandakan atau diberikan tetesan cepat
100-250 mg/kali dalam 1-6 jam atau tetesan lambat 10-20 mg/kgBB/hari dengan
13
dosis maksimum 1 gram/hari. Usaha tersebut dapat dilakukan bersamaan dengan
pemberian cairan koloid untuk meningkatkan translokasi cairan ke intravaskuler. Bila
cara tersebut tidak berhasil (keberhasilan hanya pada 8-22% kasus), harus dipikirkan
terapi lain. Peningkatan dosis lebih lanjut tidak bermanfaat bahkan dapat
menyebabkan toksisitas.

Secara hipotesis, manitol meningkatkan translokasi cairan ke intravaskuler sehingga


dapat digunakan untuk tata laksana AKI khususnya pada tahap oligouria. Namun kegunaan
manitol ini tidak terbukti bahkan dapat menyebabkan kerusakan ginjal lebih jauh karena bersifat
nefrotoksik, menyebabkan agregasi eritrosit dan menurunkan kecepatan aliran darah. Efek
negatif tersebut muncul pada pemberian manitol lebih dari 250 mg/kg tiap 4 jam. Penelitian lain
menunjukkan sekalipun dapat meningkatkan produksi urin, pemberian manitol tidak
memperbaiki prognosis pasien.
Dopamin dosis rendah (0,5-3 μg/kgBB/menit) secara historis digunakan dalam tata
laksana AKI, melalui kerjanya pada reseptor dopamin DA1 dan DA2 di ginjal. Dopamin dosis
rendah dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah ginjal, menghambat Na+/K+-ATPase
dengan efek akhir peningkatan aliran darah ginjal, LFG dan natriuresis. Sebaliknya, pada dosis
tinggi dopamin dapat menimbulkan vasokonstriksi. Faktanya teori itu tidak sesederhana yang
diperkirakan karena dua alasan yaitu terdapat perbedaan derajat respons tubuh terhadap
pemberian dopamin, juga tidak terdapat korelasi yang baik antara dosis yang diberikan dengan
kadar plasma dopamin.
Respons dopamin juga sangat tergantung dari keadaan klinis secara umum yang meliputi
status volume pasien serta abnormalitas pembuluh darah (seperti hipertensi, diabetes mellitus,
aterosklerosis), sehingga beberapa ahli berpendapat sesungguhnya dalam dunia nyata tidak ada
dopamin “dosis renal” seperti yang tertulis pada literatur. Dalam penelitian dan meta-analisis,
penggunaan dopamin dosis rendah tidak terbukti bermanfaat bahkan terkait dengan efek samping
serius seperti iskemia miokard, takiaritmia, iskemia mukosa saluran cerna, gangrene digiti, dan
lain-lain. Jika tetap hendak digunakan, pemberian dopamin dapat dicoba dengan pemantauan
respons selama 6 jam. Jika tidak terdapat perubahan klinis, dianjurkan agar menghentikan
penggunaannya untuk menghindari toksisitas. Dopamin tetap dapat digunakan untuk pengobatan

14
penyakit dasar seperti syok, sepsis (sesuai indikasi) untuk memperbaiki hemodinamik dan fungsi
ginjal.
Obat-obatan lain seperti agonis selektif DA1 (fenoldopam) dalam proses pembuktian
lanjut dengan uji klinis multisenter untuk penggunaannya dalam tata laksana AKI. ANP,
antagonis adenosin tidak terbukti efektif pada tata laksana AKI. Pemberian antibiotic diberikan
sebagai pecegahan ataupun pengobatan infeksi.2,3,4,5,7
Terapi hemodialisi menjadi pilihan terapi untuk mnegluarkan toksin yang ada didalam
tubuh. Dialisis juga membantu mengeluarkan kadar potassium didalam tubuh. Selama proses
dialysis, mesin pemompa darah akan mengeluarkan darah dari dalam tubuh kita (menyaring da
mengeluarkan zat yang tidak perlu didalam darah), kemudian darah akan dikembalikan lagi
kedalam tubuh.8

PROGNOSIS

Angka kematian di rumah sakit antara pasien dengan GGA berkisar antara 20 sampai
50% atau lebih, tergantung pada kondisi yang mendasarinya, dan telah menurun hanya sedikit
selama 15 tahun terakhir. Kebanyakan pasien yang selamat episode ARF memulihkan fungsi
ginjal yang cukup untuk tetap dialisis independen, meskipun sebagian kecil (sekitar 10-20%)
pergi untuk membutuhkan dialisis pemeliharaan. 

Etiologi umum untuk kegagalan ginjal akut akan bervariasi, tergantung pada ketersediaan
pelayanan kesehatan di suatu negara. Secara umum, penyebab paling umum diperoleh
masyarakat GGA azotemia prerenal. Namun, di negara-negara dengan sistem perawatan
kesehatan yang berkembang dengan baik kurang, etiologi infektif selama ARF mendominasi. Di
negara maju, penyebab pasca operasi dan iskemik / nefrotoksik ARF lebih umum. 5 

PENCEGAHAN

Mengingat terapi AKI yang belum sepenuhnya memuaskan, maka pencegahan sangat
penting untuk dilakukan. Walaupun demikian sampai saat ini, tidak ada pencegahan umum yang
dapat diberikan pada seorang dengan penyakit dasar yang dapat menyebabkan AKI,seperti usia
lanjut dan seseorang dengan PGK. Pencegahan AKI terbaik adalah dengan memperhatikan status
15
hemodinamik seorang pasien, mempertahankan keseimbangan cairan dan mencegah penggunaan
zat nefrotoksik maupun obat yang dapat mengganggu kompensasi ginjal pada seseorang dengan
gangguan fungsi ginjal. Dopamin dosis ginjal maupun diuretic tidak terbukti efektif mencegah
terjadinya AKI.3

DAFTAR PUSTAKA

1. Lewington, Dr Andrew, Dr Suren Kanagasundaram. Acute Kidney Injury (AKI). 2011. Di


unduh dari http://www.renal.org/clinical/guidelinessection/AcuteKidneyInjury.aspx tanggal
17 Agustus 2013

2. Penyakit Ginjal Akut. Di unduh dari http://ilmukes.blogspot.com/2012/09/makalah-


penyakit-ginjal-akut.html tanggal 17 Agustus 2013
3. Sinto, Robert, Ginova Nainggolan. Acute Kidney Injury : Pendekatan Klinis dan Tata
Laksana. 2010: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Di unduh dari
https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&ved=0CCgQFjAA&url=http%3A
%2F%2Findonesia.digitaljournals.org%2Findex.php%2Fidnmed%2Farticle%2Fdownload
%2F712%2F709&ei=fsQUUs6rEcPorQf8gYGABA&usg=AFQjCNE-oBtNPvQdINDxml2-
psw9nMsAIA&sig2=5kFrvhyelhtYKLCvTeduvw&bvm=bv.50952593,d.bmk tanggal 17
Agustus 2013
16
4. Biruh T Workeneh, MD, PhD, FASN. Acute Kidney Injury. 2013. Di unduh dari
https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&ved=0CC4QFjAA&url=http%3A
%2F%2Femedicine.medscape.com%2Farticle%2F243492-
overview&ei=I8cUUsDSOseTrgeex4D4Dw&usg=AFQjCNFk-
mvxUxVALHzcPAqCZTBI1pkjNA&sig2=mGAC0E4NdYMTEP4Zumo77A tanggal 19
Agustus 2013

5. Brady, Dr. Hugh, Dr. Barry Brenner. 17 Edition Harrison’s Principles of Internal
Medicine : Acute Renal Failure. 2008.
6. Bellomo R. Acute Kidney Injury. 2007. Di unduh dari https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&ved=0CC0QFjAA&url=http%3A
%2F%2Fwww.karger.com%2FBook%2FHome
%2F233035&ei=lccUUvOcAcXhrAeYkIGQBg&usg=AFQjCNFoGm1x_Td1kvHz6o-
43b1yhILqeQ&sig2=GIb37h4pXL9Z2M5VW6CdoQ tanggal 20 Agustus 2013

7. Chunha, John P. Acute Kidney Failure. 2013. Di unduh dari


http://www.emedicinehealth.com/acute_kidney_failure/page12_em.htm#acute_kidney_failu
re_medications tanggal 31 Agustus 2013

8. Mayo klinik. Di unduh dari https://www.google.com/url?


sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&cad=rja&ved=0CFwQFjAD&url=http%3A
%2F%2Fwww.mayoclinic.com%2Fhealth%2Fkidney-failure%2FDS00280%2FDSECTION
%3Dtreatments-and-
drugs&ei=b_IiUszNOIvNrQepqIDYCw&usg=AFQjCNHeBhxsKeuY4zYn09nVzpqcgXIeK
g&sig2=HqSxMWc-rx4FSVXksIceTg&bvm=bv.51495398,d.bmk tanggal 31 Agustus 2013

17

Anda mungkin juga menyukai