Anda di halaman 1dari 5

Nama : Vattrik Aldiansah

Npm/Kelas : 19330107/D

Tugas Kiman : Review Webinar

Pharmachologic Treatments for COVID-19

Prof. Dr Zullies Ikawati, Apt

Terapi Farmakologi untuk pasien covid-19 secara umum adalah dengan


terapi antivirus. Antivirus yang digunakan mengacu pada terapi ketika epidemi
SARS dan MERS atau jenis flu lainnya. Lebih dari 3000an uji klinik di seluruh
dunia saat ini dilakukan dengan berbagai obat, yang sebagian besar adalah drug
repurposing yaitu menggunakan obat yang sudah ada untuk indikasi laiin sebagai
terapi covid-19 sebagai antivirus, anti inflamasi, imunodulator.

Sampai saat ini belom ada terapi yang efektif untuk pasien yang terkena
virus covid-19 dan virus ini akan berkembang terus-menerus. Menurut jurnal yang
dibahas ini penulis mengklasifikasikan obat-obat menjadi tiga kelompok, yaitu:

1) Repurposed drugs : - Chloroquine/hydroxychloroquine


- Lopinavir/ritonavir
- Ribavirin
2) Investigational drugs : - Remdesivir
- Favipiravir
3) Adjunctive therapy : - Corticosteroid
- Anti IL-6
- Immunoglobulin therapy

Chloroquine dan Hydroxychloroquine merupakan termasuk golongan


antimalaria, tetapi memiliki aktivtas invitro sebagai antivirus pada beberapa virus
termasuk coronavirus. Dalam kedua obat ini Hydroxychloroquine lebih memiliki
efek samping yang ringan dibandingkan choloquine.
Mekanisme dari kedua obat tersebut yaitu; menghambat masuknya virus
SARS-CoV2 dengan menghambat glikolisasi pada receptor ACE2, meningkatkan
Ph endosemal dan menghambat replikasi virus dan terakhir obaat ini memiliki
efek imunomofulator dan menekan produksi sitokinin dalam proses inflamasi.
Srudi China melaporkan manfaat klinis CQ pada 100 pasien covid-19, seperti
berkurangnya viral load dan durasi sakit, namun validitasnya belum bisa
dipastikan karena berupa news belum ada punlikasinya. Diketahui bahwa efek
samping serius CQ/HCQ adalah meliputi aritmia jantung, gangguan penglihatan,
ssehingga perlu pemantauan EKG dan Perlu perhatian untuk kombinasi CQ/HCQ
denga obat yang berpotensi memperpanjang interval QT seperti antimikroba
golongan kuinolon misalnya levofloksasin dan aritmia.

Lopinavir/Ritonavir termasuk golongan HIV protease inhibitor. Memiliki


efek antiretroviral in vitro terhadap SARS-CoV dan MERS-CoV. Setelah uji
klinik open label dilakukan untuk membandingkan LPV/RTV ( n=99 pasien )
dengan terapi standar ( n=100 ) hasilnya tidak ada perbedaan dalam pengurangan
viral load, durasi viral RNA detectability, lam perawatan dan waktu kematian.
LPV/RTV dihentikan lebih awal karena 13 pasien mengalami adverse effects.
Sebaliknya apabila tanpa abidol penggunannya, hasilnya juga tidak
menggembirakan. Pasien dengan alanine transaminase yang tinggi tidak
direkomendasikan menggunakan LPV/RTV.

Ribavirin adalah analog nukleotida guanosin, menghambat polymerase


RNA virus. Indikasinya adalah hepatitis C dan virsl hemorrhagic fever. Sebuah
kajian sistematik terhadap 30 studi penggunaan ribavirin pada SARS tidak
menghasilkan kesimpulan yang konklusif dan 4 dainataranya menunjukkan
potensi ADR hematologi dan liver toxicity. Dosis tinggi yang digunakan pada
SARS menyebabkan ¿ 60% pasien mengalami hemolytic anemia. 70% pasien
dengan ribavirin mengalami peningkatan transaminase.

Arbidol merupakan obat antiviral buatan Rusia dan baru digunakan oleh
Rusia dan China saja sebagai terapi pengobatan dan pencegahan influenza.
Umifenovir bekerja menghambat fusi virus dengan membran sel inang sehingga
menghambat masuknya virus ke dalam sel inang. Selama pandemi Covid-19, obat
ini dicobakan sebgai salah satu terapi. Sebuah uji klinik sedang dilakukan di
China, dengan dosis 200 mg per 8 jam untuk terapi Covid-19.

Oseltamivir (tamiflu) merupakan antiviral untuk virus influenza dengan


mekanisme neurominidase inhibitor. Uji klinik yaitu sebuah studi retrospektif
menerima terapi antivirus oseltalmivir (75 mg orally setiap 12 jam). Pada akhir
evaluasi 58% pasien masih dirawat, 31% sembuh dan 11% meninggal dunia. Pada
uji invitro, inhibitor neuramidnidase tidak aktif terhadap SARS-Cov. Namun
banyak pasien dengan gejala yang mirip Covid-19 mungkin mengalami influenza,
jadi lebih bai diberikan untuk mengurangi perburukan gejalal pasien akibat
influenza. Oseltamivir kurang poten terhadap Covid-19 dikarenakan pada SARS-
CoV2 tidak memiliki neuraminidase.

Remdesivir merupakan analog nukleotida adenosin yang berinkorporasi


ke dalam rantai RNA virus meneyebabkan penghambatan sintess RNA virus.
Remdesivir adalah virus antiviral spektrum luas yang memiliki aktivitas terhadap
coronavirus. Saat ini WHO memulai uji klinik Remdesivir untuk Covid-19 di
beberapa negara, kemungkinan Indonesia akan turut serta. Sejauh ini dikatakan
paling menjajnjikan sebagai antivirus yang poten terhadap SARS-CoV-2 atau
Covid-19.

Avigan(Favipiravir) adalah antiviral yang bekerja sebagai penghambat


sintesis RNA virus yang banyak dipesen oleh Negara Indonesia dalam menangani
pasien Covid-19. Pertama kali disetujui tahun 2004 di Jepang sebagai obat
influenzamyang tidak bisa diatasi dengan obat lain. Pada bulan Februari 2020,
Favipir diteliti di China untuk terapi experimentall pada Covid-19 dan pada
tanggal 17 Maret 2020, pejabat China menytakan bahwa obat ini cukup efektif
untuk mengobati Covid-19 di Wuhan dan Shenzen. Dengan dosis 1200 mg to
1800 mg setiap 12 jam. Uji klinik membandingkan Favipiravir dengan Arbidol
dan hasilnya tidak signifkan. Favipiravir memberikan durasi yang lebih pendek
untuk panas dan efek sampingkan asam urat akan meningkat. Pada April 2020 ini,
di Jepang fase II untuk aspel safety dan efikasi Avigan untuk Covid-19 dimulai.
Sebuah studi retrospektif pada 201 pasien Covid-19 di China menemukan
bahwa pada mereka yang mengalami ARDS, treatment dengan
methylprednisolone berhubungan dengan pengurangan resiko kematian. Tetappi
peneliti mengakui masih ada biasnya dalam studi ini. Evidence yang telah ada
adalah terapi kortikosteroid untuk inveksi virus terdahulu. Dan banyak kita liat
dalam uji klinik kortikosteroid ini memang tidak dianjurkan dalam terapi pasien
Covid-19 karena akan mengurangi clearence viral RNA dan menyebabkan
komplikasi diabestes.

Pada gejala Covid-1-9 yang parah, disebutkan terjadi ‘cytokine storms’


yang melibatkan pelepasan sitokinin besar-besaran, yang merusak jaringan paru-
paru salah satunya adalah interleukin-6. Tocilizumab adalah obat imunosupresan
yang biasanya digunakan untuk rheumatoid artritis bekerja sebagai anti IL-6.
Sebuah uji klinik pada 20 pasien Covid-19 dengan gejala berat yang menerima
tocilizumab 400 mg menunjukkan perbaikan klinis pada 91% pasien. Tanggal 13
April 2020, FDA mengeluarakan recommendations for investigational Covid-19
Convalescent Plasma.Dikarenakan satu case series dari 3 orang pasien Covid-19
di Wuhan China melaporkan keberhasilan Intravenous immunoglobulin pada
dosis 0.3 to 0.5 g/kg/d for 5 days.

Terapi Antihipertensi untuk pasien Covid-19 sebaiknya diberhentikan dulu


pemakaiannya dikarenakan belum ada bukti klinis yang kuat bahwa obat-obat
ACEI dan ARB dapat meningkatkan ekspresi ACE2 pada manusia.

Pembahsan Prof. dr. Dr. Reviono spesialis paru-paru

Suatu obat yang bisa direkomendasikan untuk pasien Covid-19 adalah


obat yang data penelitiannya ada in vitro nya dan in vivo. Dalam uji klinis obat
tidak hanya mengutamakan efektivitas tetapi juga kemananan. Dalam
pengalamannya sebagai klinisi dia percaya sekarang yang bisa menjadi obat untuk
pasien Covid-19 adalah intruksi Hidroxychlorofhine dan asitromisin.

Untuk kasus ringan pasien Covid-19 sebenarnya kita memberi vitamin C


aja sudah bisa sembuh. Dan obat hanya kita beri sampai 5-6 hari lebih dari itu
tidak diberi lagi. Sedangkan untuk kondisi yang berat kita alihkan ke invetilator
dan bisa terpicu meninggal pasien tersebut. Untuk pasien yang koma kami
memberi tosilasumbap yaiu atempra alhamdulillah membaik dan kami beri 3 kali.

Kesimpulan yaitu hal yang mempersulit untuk penemuan antivirus


dikarenakan virus tersebut mudah sekali bermultiplikasi dengan berbagai tipe
jenis virus dan setiap jenis virus pun bisa jadi mempunyai klinis yang berbeda
sehingga hal ini sangat mempersulit penemuan antivirus atau vaksin terutama
pada kasus virus Covid-19 ini. Kemudian mengenai vitamin C dan vitamin D
merupakan suatu standar terapi penunjang untuk pasien Covid-19. Selain itu
vitamin D juga bisa mencegah akun respiratoricek invection secara umum. Selain
itu vitamin E dan zink juga bisa untuk menambah sistem imune tubuh.

Anda mungkin juga menyukai