Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT. karena atas taufik dan rahmat-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah tentang Zakat ini. Shalawat serta salam senantiasa kita sanjungkan kepada
junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta semua umatnya hingga kini. Dan
Semoga kita termasuk dari golongan yang kelak mendapatkan syafaatnya.

Dalam kesempatan ini, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkenan
membantu pada tahap penyusunan hingga selesainya makalah Zakat ini. Harapan kami semoga makalah
Zakat yang telah tersusun ini dapat bermanfaat sebagai salah satu rujukan maupun pedoman bagi para
pembaca, menambah wawasan serta pengalaman, sehingga nantinya saya dapat memperbaiki bentuk
ataupun isi makalah Zakat ini menjadi lebih baik lagi.

Kami sadar bahwa kami ini tentunya tidak lepas dari banyaknya kekurangan, baik dari aspek kualitas
maupun kuantitas dari bahan penelitian yang dipaparkan. Semua ini murni didasari oleh keterbatasan
yang dimiliki kami. Oleh sebab itu, kami membutuhkan kritik dan saran kepada segenap pembaca yang
bersifat membangun untuk lebih meningkatkan kualitas di kemudian hari.

Indonesia, Desember 2021

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Zakat
B. Sejarah Zakat

C. Hukum Zakat

D. Jenis Zakat

1. Zakat Fitrah

2. Zakat Maal (Harta)

E. Syarat Zakat

1. Syarat yang Berhubungan dengan Subjek atau Pelaku

2. Syarat-syarat yang Berhubungan dengan Jenis Harta

a. Milik Penuh

b. Berkembang

c. Mencapai Nisab

d. Lebih dari Kebutuhan Pokok

e. Bebas dari Hutang

f. Berlaku Setahun/Haul

F. Rukun Zakat

G. Yang Berhak Menerima Zakat

1. Fakir

2. Miskin

3. Amil

4. Mu’allaf

a. Orang-orang yang Dirayu untuk Memeluk Islam

b. Orang-orang yang Dirayu untuk Membela Umat Islam

c. Orang-orang yang Baru Masuk Islam

5. Hamba Sahaya

6. Gharimin
7. Fisabilillah

8. Ibnus Sabil

H. Hikmah dan Keutamaan Ibadah Zakat

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

Download Contoh Makalah Zakat.docx

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Meningkatnya orang-orang kaya muslim tentu saja perlu mendapat apresiasi dari semua kalangan. Hal
tersebut diharapkan mampu menjadi solusi dari sebagian masyarakat Indonesia yang masih hidup dalam
kemiskinan. Betapa tidak, dari mereka diharapkan terjadi jembatan penghubung antara orang-orang
kaya (agniya) dan orang-orang miskin (kaum du’afa). Tentu saja dengan posisi mereka sebagai
pengusaha muslim akan diperoleh sekian banyak kontribusi dalam upaya membantu mereka yang masih
sangat membutuhkan. Dana yang terkumpul tersebut, baik berupa zakat mal, infak, śadaqah, atau wakaf
akan sangat berarti dalam upaya membantu kaum fakir miskin.

Demikian itu karena sesungguhnya Islam membenci berputarnya kekayaan di tangan orang-orang
tertentu saja, sementara sebagian besar orang tidak memilikinya. Islam senang kalau harta itu tidak
hanya berkisar pada orang-orang kaya saja. Sistem ekonomi Islam merupakan suatu sistem yang indah,
yang membawa keseimbangan dan keharmonisan antara kepentingan individu dan kepentingan kolektif
yang membawa misi kebersamaan agar jurang pemisah antara orang kaya tidak terlalu jauh dengan
kaum orang miskin.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas di dalam makalah ini
adalah sebagai berikut:
Apa pengertian zakat?

Bagaimana sejarah zakat?

Apa hukum zakat?

Apa saja jenis-jenis zakat?

Apa saja syarat dan rukun zakat?

Siapa yang berhak menerima zakat?

Apa hikmah dan keutamaan ibadah zakat?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Zakat

Zakat menurut bahasa (lughat) artinya tumbuh, suci, dan berkah. Menurut istilah, zakat adalah
pemberian yang wajib diberikan dari harta tertentu, menurut sifat-sifat dan ukuran kepada golongan
tertentu. Zakat merupakan salah satu dari lima rukun Islam dan disebutkan secara beriringan dengan
kata salat pada 82 ayat di dalam al-Qur’ān. Allah Swt. telah menetapkan hukum wajib atas zakat
sebagaimana dijelaskan di dalam Al-Qur’ān, Sunnah Rasul, dan ijmak ulama. Zakat secara harfiah berarti
“apa yang membersihkan”. Zakat dianggap sebagai cara untuk memurnikan pendapatan dan kekayaan
seseorang dari cara mendapatkan harta duniawi yang terkadang tidak murni. Sama seperti wudu
memurnikan tubuh dan salat memurnikan jiwa, maka zakat memurnikan harta.

Sebagai salah satu dari Rukun Islam, zakat adalah kewajiban agama bagi semua Muslim yang memenuhi
kriteria kekayaan. Ini adalah sumbangan amal wajib, sering dianggap sebagai pajak. Pembayaran dan
perselisihan tentang zakat telah memainkan peran utama dalam sejarah Islam, khususnya selama
perang Ridda. Zakat didasarkan pada pendapatan dan nilai semua milik seseorang. Biasanya 2,5% (atau
1/40) dari total tabungan dan kekayaan seorang Muslim di atas jumlah minimum yang dikenal sebagai
nisab, tetapi para cendekiawan Islam berbeda pada seberapa banyak nisab dan aspek zakat lainnya.

Menurut doktrin Islam, jumlah yang terkumpul harus dibayarkan kepada orang yang kemiskinan dan
yang membutuhkan, pengumpul ‫ئ‬akat, orang yang baru saja masuk Islam, budak yang baru dibebaskan,
orang yang memiliki hutang, dan orang yang sedang berjuang di jalan Allah. Saat ini, di sebagian besar
negara mayoritas Muslim, kontribusi zakat bersifat sukarela, sementara di Libya, Malaysia, Pakistan,
Arab Saudi, Sudan, dan Yaman, zakat diamanatkan dan dikumpulkan oleh negara.
B. Sejarah Zakat

Setiap umat muslim diwajibkan memberikan sedekah dari rezeki yang dikaruniakan Allah. Kewajiban ini
tertulis di dalam Alquran. Pada awalnya, Alquran hanya memerintahkan untuk memberikan sedekah
(pemberian yang sifatnya bebas, tidak wajib). Namun, pada kemudian hari, umat Islam diperintahkan
untuk membayar zakat. Zakat menurut sebuah hadits ilmu dari percakapan Anas bin Malik dengan
Dhamman bin Tsa’labah ditetapkan sebelum tahun ke-9 Hijriah/631 Masehi. Dikatakan ia wajib setelah
hijrah Rasulullah ke Madinah. Dalil yang menjelaskan ini ialah hadits tentang zakat fitrah, riqayat Imam
Ahmad dan Hakim, yang menyebut adanya zakat fitrah sebelum zakat mal, yang konsekuensinya ia
ditetapkan setelah adanya perintah puasa. Zakat menjadi wajib hukumnya sejak tahun 662 M.

Nabi Muhammad melembagakan perintah zakat ini dengan menetapkan zakat bertingkat bagi mereka
yang kaya untuk meringankan beban kehidupan mereka yang miskin. Sejak saat ini, zakat diterapkan
dalam negara-negara Islam. Hal ini menunjukkan bahwa pada kemudian hari ada pengaturan pemberian
zakat, khususnya mengenai jumlah zakat tersebut. Pada zaman khilafah, zakat dikumpulkan oleh
pegawai negara dan didistribusikan kepada kelompok tertentu dari masyarakat. Kelompok itu adalah
orang miskin, budak yang ingin membeli kebebasan mereka, orang yang terlilit hutang dan tidak mampu
membayar. Syari’ah mengatur dengan lebih detail mengenai zakat dan bagaimana zakat itu harus
dibayarkan.

C. Hukum Zakat

Allah Swt. telah menetapkan hukum wajib atas zakat sebagai salah satu dari lima rukun Islam yang
disebutkan di dalam al-Qur’ān. Hal tersebut sebagaimana dijelaskan di dalam al-Qur’ān., Sunnah Rasul-
Nya, dan ijma’ para ulama. Di dalam al-Qur’ān Surat Al-Baqarah ayat 43 Allah Swt. berfirman: “dan
dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’.”

Dalam Kitab Al-Ausath dan Ash-Shagir, Imam Thabrani meriwayatkan dari Ali r.a bahwa Nabi
Muhammad saw. bersabda: “Allah Swt. mewajibkan zakat pada harta orang-orang kaya dari kaum
muslimin sejumlah yang dapat memberikan jaminan kepada orangorang miskin di kalangan mereka.
Fakir miskin tidak akan menderita kelaparan dan kesulitan sandang pangan melainkan disebabkan
perbuatan golongan orang kaya. Ingatlah bahwa Allah Swt. akan mengadili mereka secara tegas dan
menyiksa mereka dengan azab yang pedih akibat perbuatannya itu.” (HR. Thabrani)

D. Jenis Zakat

1. Zakat Fitrah
Zakat fitrah ialah zakat diri yang diwajibkan atas diri setiap individu lelaki dan perempuan muslim yang
berkemampuan dengan syarat-syarat yang ditetapkan. Kata fitrah yang ada merujuk pada keadaan
manusia saat baru diciptakan sehingga dengan mengeluarkan zakat ini manusia dengan izin Allah akan
kembali fitrah.

Besar zakat yang dikeluarkan menurut para ulama adalah sesuai penafsiran terhadap hadits adalah
sebesar satu sha’ (1 sha’=4 mud, 1 mud=675 gr) atau kira-kira setara dengan 3,5 liter atau 2,7 kg
makanan pokok (tepung, kurma, gandum, aqith) atau yang biasa dikonsumsi di daerah bersangkutan
(Mazhab syafi’i dan Maliki).

Zakat Fitrah dikeluarkan pada bulan Ramadan, paling lambat sebelum orang-orang selesai menunaikan
Salat Ied. Jika waktu penyerahan melewati batas ini maka yang diserahkan tersebut tidak termasuk
dalam kategori zakat melainkan sedekah biasa.

2. Zakat Maal (Harta)

Zakat yang dikeluarkan seorang muslim yang mencakup hasil perniagaan, pertanian, pertambangan,
hasil laut, hasil ternak, harta temuan, emas, dan perak. Masing-masing jenis memiliki perhitungannya
sendiri-sendiri. Macam-macam zakat mal dibedakan atas objek zakatnya antara lain:

Hewan ternak. Meliputi semua jenis & ukuran ternak (misal: sapi, kerbau, kambing, domba, dan ayam).

Hasil pertanian. Hasil pertanian yang dimaksud adalah hasil tumbuh-tumbuhan atau tanaman yang
bernilai ekonomis seperti biji-bijian, umbi-umbian, sayur-mayur, buah-buahan, tanaman hias, rumput-
rumputan, dedaunan, dll.

Emas dan perak. Meliputi harta yang terbuat dari emas dan perak dalam bentuk apapun.

Harta perniagaan. Harta perniagaan adalah semua yang diperuntukkan untuk diperjualbelikan dalam
berbagai jenisnya, baik berupa barang seperti alat-alat, pakaian, makanan, perhiasan, dll. Perniagaan di
sini termasuk yang diusahakan secara perorangan maupun kelompok/korporasi.

Hasil tambang (makdin). Meliputi hasil dari proses penambangan benda-benda yang terdapat dalam
perut bumi/laut dan memiliki nilai ekonomis seperti minyak, logam, batu bara, mutiara, dan lain-lain.

Barang temuan (rikaz). Yakni harta yang ditemukan dan tidak diketahui pemiliknya (harta karun).
Zakat profesi, yakni zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi (hasil profesi) bila telah mencapai
nisab. Profesi dimaksud mencakup profesi pegawai negeri atau swasta, konsultan, dokter, notaris,
akuntan, artis, dan wiraswasta.

E. Syarat Zakat

Syarat dalam ibadah zakat, yaitu syarat yang berkaitan dengan subjek zakat/muzaki (orang yang
mengeluarkan zakat) dan objek zakat (harta yang dizakati).

1. Syarat yang Berhubungan dengan Subjek atau Pelaku

Syarat zakat yang berhubungan dengan subjek atau pelaku (muzaki: orang yang terkena wajib zakat)
adalah sebagai berikut.

Islam,

Merdeka,

Balig,

Berakal.

2. Syarat-syarat yang Berhubungan dengan Jenis Harta

Syarat-syarat yang berhubungan dengan jenis harta (sebagai objek zakat) adalah sebagai berikut.

a. Milik Penuh

Artinya penuhnya pemilikan, maksudnya bahwa kekayaan itu harus berada dalam kontrol dan dalam
kekuasaan yang memiliki, (tidak bersangkut di dalamnya hak orang lain), baik kekuasaan pendapatan
maupun kekuasaan menikmati hasilnya.

b. Berkembang

Artinya harta itu berkembang, baik secara alami berdasarkan sunatullah maupun bertambah karena
ikhtiar manusia. Makna berkembang di sini mengandung maksud bahwa sifat kekayaan itu dapat
mendatangkan income, keuntungan, atau pendapatan.

c. Mencapai Nisab
Artinya mencapai jumlah minimal yang wajib dikeluarkan zakatnya. Contohnya nisab ternak unta adalah
lima ekor dengan kadar zakat seekor kambing. Dengan demikian, apabila jumlah unta kurang dari lima
ekor, maka belum wajib dikeluarkan zakatnya.

d. Lebih dari Kebutuhan Pokok

Artinya harta yang dimiliki oleh seseorang itu melebihi kebutuhan pokok yang diperlukan oleh diri dan
keluarganya untuk hidup wajar sebagai manusia.

e. Bebas dari Hutang

Artinya harta yang dimiliki oleh seseorang itu bersih dari hutang, baik hutang kepada Allah Swt. (nazar
atau wasiat) maupun hutang kepada sesama manusia.

f. Berlaku Setahun/Haul

Suatu milik dikatakan genap setahun menurut al-Jazaili dalam kitabnya Tanyinda al-Haqā’iq syarh Kanzu
Daqā’iq, yakni genap satu tahun dimiliki.

F. Rukun Zakat

Adapun yang termasuk rukun zakat adalah sebagai berikut.

Pelepasan atau pengeluaran hak milik pada sebagian harta yang dikenakan wajib zakat.

Penyerahan sebagian harta tersebut dari orang yang mempunyai harta kepada orang yang bertugas atau
orang yang mengurusi zakat (amil zakat).

Penyerahan amil kepada orang yang berhak menerima zakat sebagai milik.

G. Yang Berhak Menerima Zakat

Ada delapan pihak yang berhak menerima zakat, tertera dalam Surah at-Taubah ayat 60 yakni:

1. Fakir
Mereka yang hampir tidak memiliki apa-apa sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok hidup.
Menurut Buya Hamka, kata fakir berasal dari makna “membungkuk tulang punggung”, satu sebutan
buat orang yang telah bungkuk memikul beban berat kehidupan.

2. Miskin

Mereka yang memiliki harta namun tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup. Secara
kebahasaan, orang miskin berasal dari kata ‫( ُس ُكوْ ٌن‬sukūn), artinya tidak ada perubahan pada hidupnya,
tetap saja begitu, menahan penderitaan hidup.

3. Amil

Mereka yang mengumpulkan dan membagikan zakat. Tentu saja dalam memungut zakat ini, ada para
petugas yang mengambilnya. Mereka juga berhak terhadap zakat. Namun begitu, Buya Hamka memberi
catatan, bahwa jika si pengurus atau pegawai mengambil sebagian hartanya yang telah dipungut untuk
dirinya sendiri, ini dijatuhkan kepada korupsi/ghulūl ( ‫) ُغلُوْ ٌل‬. Karenanya menurut beliau, boleh saja
mengadakan kepanitiaan dalam rangka pemungutan zakat.

4. Mu’allaf

Mualaf adalah sebutan bagi orang non-muslim yang mempunyai harapan masuk agama Islam atau orang
yang baru masuk Islam. Pada surah At-Taubah Ayat 60 disebutkan bahwa para mualaf termasuk orang-
orang yang berhak menerima zakat. Ada tiga kategori mualaf yang berhak mendapatkan zakat:

a. Orang-orang yang Dirayu untuk Memeluk Islam

Pendekatan terhadap hati orang yang diharapkan akan masuk Islam atau ke-Islaman orang yang
berpengaruh untuk kepentingan Islam dan umat Islam.

b. Orang-orang yang Dirayu untuk Membela Umat Islam

Dengan memersuasikan hati para pemimpin dan kepala negara yang berpengaruh, baik personal
maupun lembaga, dengan tujuan ikut bersedia memperbaiki kondisi imigran warga minoritas muslim
dan membela kepentingan mereka. Atau, untuk menarik hati para pemikir dan ilmuwan demi
memperoleh dukungan dan pembelaan mereka dalam permasalahan kaum muslimin. Misalnya,
membantu orang-orang non-muslim korban bencana alam, jika bantuan dari harta zakat itu dapat
meluruskan pandangan mereka terhadap Islam dan kaum muslimin.
c. Orang-orang yang Baru Masuk Islam

Orang-orang yang baru masuk Islam kurang dari satu tahun yang masih memerlukan bantuan dalam
beradaptasi dengan kondisi baru mereka, meskipun tidak berupa pemberian nafkah, atau dengan
mendirikan lembaga keilmuan dan sosial yang akan melindungi dan memantapkan hati mereka dalam
memeluk Islam serta yang akan menciptakan lingkungan yang serasi dengan kehidupan baru mereka,
baik moril maupun material.

5. Hamba Sahaya

Yang dimaksud hamba sahaya yang disuruh menebus dirinya ialah seorang budak hamba sahaya, baik
laki-laki maupun perempuan yang dijanjikan oleh tuannya bahwa dia boleh memerdekakan dirinya
dengan syarat harus menebusnya atau membayarnya dengan sejumlah harta tertentu. Hamba ini diberi
zakat sekadar untuk memerdekakan dirinya. Namun, mengingat golongan ini sekarang tidak ada lagi,
maka kuota zakat mereka dialihkan ke golongan mustahiq lain menurut pendapat mayoritas ulama fikih
(jumhur). Namun, sebagian ulama berpendapat bahwa golongan ini masih ada, yaitu para tentara
muslim yang menjadi tawanan.

6. Gharimin

Gharimin adalah kata dari bahasa Arab yang bermakna orang-orang yang memiliki hutang. Orang
berutang yang berhak menerima kuota zakat adalah orang-orang dalam golongan:

Orang yang berutang untuk kepentingan pribadi yang tidak bisa dihindarkan, dengan syarat-syarat
sebagai berikut:

1) Utang itu tidak timbul karena kemaksiatan.

2) Utang itu melilit pelakunya.

3) Si pengutang sudah tidak sanggup lagi melunasi utangnya.

4) Utang itu sudah jatuh tempo, atau sudah harus dilunasi ketika zakat itu diberikan kepada si
pengutang.

Orang-orang yang berutang untuk kepentingan sosial, seperti yang berutang untuk mendamaikan antara
pihak yang bertikai dengan memikul biaya diyat (denda kriminal) atau biaya barang-barang yang dirusak.
Orang seperti ini berhak menerima zakat, walaupun mereka orang kaya yang mampu melunasi
utangnya.
Orang-orang yang berutang karena menjamin utang orang lain, di mana yang menjamin dan yang
dijamin keduanya berada dalam kondisi kesulitan keuangan.

Orang yang berutang untuk pembayaran diyat (denda) karena pembunuhan tidak sengaja, apabila
keluarganya (aqilah) benar-benar tidak mampu membayar denda tersebut, begitu pula kas negara.

7. Fisabilillah

Fisabilillah adalah orang berjuang di jalan Allah dalam pengertian luas sesuai dengan yang ditetapkan
oleh para ulama fikih. Intinya adalah melindungi dan memelihara agama serta meninggikan kalimat
tauhid, seperti berperang, berdakwah, berusaha menerapkan hukum Islam, menolak fitnah-fitnah yang
ditimbulkan oleh musuh-musuh Islam, membendung arus pemikiran-pemikiran yang bertentangan
dengan Islam. Dengan demikian, pengertian jihad tidak terbatas pada aktivitas kemiliteran saja.

Kuota zakat untuk golongan ini disalurkan kepada para mujahidin, da’i sukarelawan, serta pihak-pihak
lain yang mengurusi aktivitas jihad dan dakwah, seperti berupa berbagai macam peralatan perang dan
perangkat dakwah berikut seluruh nafkah yang diperlukan para mujahid dan da’i. Kriteria Penerima
Zakat Fisabilillah antara lain:

Membiayai gerakan kemiliteran yang bertujuan mengangkat panji Islam dan melawan serangan yang
dilancarkan terhadap negara-negara Islam.

Membantu berbagai kegiatan dan usaha, baik yang dilakukan oleh individu maupun jamaah yang
bertujuan mengaplikasikan hukum Islam di berbagai negeri.

Membiayai pusat-pusat dakwah Islam yang dikelola oleh tokoh Islam yang ikhlas dan jujur di berbagai
negara non-muslim yang bertujuan menyebarkan Islam dengan berbagai cara yang legal yang sesuai
dengan tuntutan zaman. Seperti, masjid-masjid yang didirikan di negeri non-muslim yang berfungsi
sebagai basis dakwah Islam.

Membiayai usaha-usaha serius untuk memperkuat posisi minoritas muslim di negeri yang dikuasai oleh
non-muslim yang sedang menghadapi rencana-rencana pengikisan akidah mereka.

8. Ibnus Sabil

Orang yang dalam perjalanan (ibnu sabil) adalah orang asing yang tidak memiliki biaya untuk kembali ke
tanah airnya. Golongan ini diberi zakat dengan syarat-syarat sebagai berikut:

Sedang dalam perjalanan di luar lingkungan negeri tempat tinggalnya. Jika masih di lingkungan negeri
tempat tinggalnya, lalu ia dalam keadaan membutuhkan, maka ia dianggap sebagai fakir atau miskin.
Perjalanan tersebut tidak bertentangan dengan syariat Islam, sehingga pemberian zakat itu tidak
menjadi bantuan untuk berbuat maksiat.

Pada saat itu ia tidak memiliki biaya untuk kembali ke negerinya, meskipun di negerinya sebagai orang
kaya. Jika ia mempunyai piutang yang belum jatuh tempo, atau pada orang lain yang tidak diketahui
keberadaannya, atau pada seseorang yang dalam kesulitan keuangan, atau pada orang yang
mengingkari utangnya, maka semua itu tidak menghalanginya berhak menerima zakat.

H. Hikmah dan Keutamaan Ibadah Zakat

Banyak sekali hikmah dan keutamaan ibadah zakat yang Allah Swt. perintahkan kepada hamba-Nya dan
kaum muslimin. Di dalam al-Qur’ān Surat At-Taubah/9:103 Allah Swt. berfirman, “Ambillah (sebagian)
dari harta mereka menjadi sedekah (zakat), dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan
mereka ….” (Q.S. At-Taubah/9:103)

Dari penjelasan ayat di atas, bahwa tujuan zakat adalah untuk membersihkan mereka (pemilik harta)
dari penyakit kikir dan serakah, sifat-sifat tercela serta kejam terhadap fakir miskin, orang-orang yang
tidak memiliki harta, dan sifat-sifat hina lainnya. Di sisi lain, zakat juga untuk menyucikan jiwa orang-
orang berharta, menumbuhkan dan mengangkat derajatnya dengan berkah dan kebajikan, baik dari segi
moral maupun amal. Hingga dengan demikian, orang tersebut akan mendapatkan kebahagiaan, baik di
dunia maupun di akhirat.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Sebuah ungkapan yang menjelaskan tentang
pentingnya berbagi. Islam menghendaki orang-orang yang memiliki kelebihan harta (kaya) untuk
menyisihkan sebagian hartanya bagi mereka yang membutuhkan (miskin). Dalam ilmu fikih,
membelanjakan atau memberikan sebagian harta yang dimiliki dapat dilakukan dengan berbagai cara.
Cara-cara yang biasa dilakukan oleh kaum muslimin di antaranya zakat, infak, śadaqah, dan wakaf.
Masing-masing cara tersebut memiliki ketentuan masing-masing.

Zakat adalah pengeluaran harta yang dimiliki seseorang ketika sudah mencapai niśab (kadarnya) dan
haul (waktunya). Besarnya harta yang dikeluarkan disesuaikan dengan harta zakatnya. Śadaqah dan
infak merupakan cara mengeluarkan harta yang dimiliki seseorang dengan tidak ditentukan kadar dan
waktunya. Adapun wakaf ialah memberikan harta berupa benda yang dapat dimanfaatkan oleh orang
banyak, baik harta tetap maupun bergerak.
B. Saran

Segala hal baik yang telah kita lakukan pasti akan mendapatkan balasan dari Allah SWT, seperti berzakat
maka tidak akan mengurangi sedikitpun dari harta kita, tapi Allah menjanjikan akan
melipatgandakannya.

DAFTAR PUSTAKA

Elsi Kartika Sari. 2006. Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf. Jakarta: Grasindo.

Hamka, Prof. Dr. 1983. Tafsir Al-Azhar. Jakarta: Panji Masyarakat.

Kementerian Agama RI. 2011. Islam Rahmatan Lil’alamin. Jakarta: Kementerian Agama RI.

Kementerian Agama RI. 2012. Tafsir al-Qur’ān Tematik. Jakarta: Kementerian Agama RI.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2017. Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti. Jakarta:
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Khairiyah, Nelty & Zen, Endi Suhendi. 2017. Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti. Jakarta:
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Syaltut, Mahmud. 1990. Tafsir Al-Qur’ānul Karim. Bandung: Diponegoro.

Sarwat, Ahmad. 2011. Seri Fiqih dan Kehidupan (2): Thaharah. Jakarta: DU Publishing.

Qardhawi, Yusuf. 1995. Kiat Islam Mengentaskan Kemiskinan. Jakarta: Gema Insani Press.

Anda mungkin juga menyukai