Anda di halaman 1dari 15

Nama Miranda Theresia Br.

Sianturi
NIM 195100101111027
Kelas/Kelompok A/A18

Tanggal Praktikum 17 November 2021

Praktikum 1 KONTROL MIKROBA DENGAN PERLAKUAN KIMIA

PRE-LAB

1. Jelaskan perbedaan antara desinfektan dan desinfeksi!


Desinfektan merupakan bahan kimia yang umumnya digunakan untuk sterilisasi dengan
cara membunuh mikroorganisme pada benda. Umumnya, desinfektan mampu membunuh
keseluruhan mikroorganisme yang terdapat di permukaan benda. Desinfektan juga dapat
digunakan sebagai antiseptik bergantung pada toksisitasnya dan banyak digunakan pada rumah
sakit dan klinik pada peralatan medis. Jika konsentrasi bahan kimia yang digunakan dalam
desinfektam tinggi, maka proses membunuh semua bentuk mikroorganisme akan lebih cepat
(Utami., dkk, 2016). Sedangkan desinfeksi yaitu membunuh mikroorganisme yang dapat
menyebabkan penyakit dengan menggunakan bahan kimia ataupun secara fisik. Desinfeksi
dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi (Ratwita., dkk, 2019).

2. Sebutkan prinsip uji koefisien fenol?


Adapun prinsip uji koefisien yaitu dengan membagi atau dilakukan perbandingan
keampuhan dari bahan antimikroba dengan fenol yang digunakan sebagai standar uji. Uji
koefisien fenol ini dilakukan dengan membandingkan aktivitas dari produk desinfektan dengan
keampuhannya terhadap daya bunuh dari fenol dalam kondisi yang sama. Evaluasi akan dilakukan
pada larutan fenol dan larutan zat kimia pada taraf pengenceran tertentu yang mengandung
mikroorganisme. Dalam pengujiannya aktivitas mikroba dibandingkan pada beberapa desinfektan
dengan kondisi yang sama dan beberapa taraf pengenceran (Shufyani., dkk, 2018).

3. Jelaskan kegunaan Rumus Rideal Walker! Serta tuliskan rumusnya!


Rumus Rideal Walker digunakan untuk menguji koefisien fenol. Pengujian koefisien fenol
bertujuan untuk mengetahui aktifitas dari desinfektan sebagai antimikroba dibandingkan dengan
fenol. Fenol digunakan sebagai kontrol atau standar dari senyawa antimikroba. Rumus Rideal
Walker ini juga digunakan untuk menguji tingkat efisien suatu senyawa kimia atau desinfektan
dalam membunuh atau menghambat pertumbuhan dari mikroba (Elias., et al, 2014).
Rumus Rideal Walker atau Koefisien Fenol:
Pengenceran tertinggi desinfektan yang mematikan pada menit ke − 10,
tetapi tidak mematikan pada menit ke − 5
KF =
Pengenceran tertinggi fenol yang mematikan pada menit ke − 10,
tetapi tidak mematikan pada menit ke − 5

4. Pada suatu perhitungan RRW menunjukkan nilai koefisien fenol pada sampel A>1 dan sampel
B<1. Jelaskan maksud dari kedua nilai tersebut!
Pada perhitungan RRw nilai koefisien fenol pada sampel A>1 menunjukkan bahwa bahan
antimikroba tersebut lebih ampuh atau lebih efektif dibandingkan fenol. Sedangkan jika nilai
koefisien fenol pada sampel menunjukkan B<1 artinya senyawa yang bersifat antimikroba
tersebut kurang ampuh atau kurang efektif dibandingkan dengan fenol. Senyawa fenol digunakan
sebagai pembanding karena fenol merupakan salah satu senyawa anti mikroba atau desinfektan
Nama Miranda Theresia Br. Sianturi
NIM 195100101111027
Kelas/Kelompok A/A18

yang efektif dalam membunuh mikroorganisme. Hal ini menyebabkan fenol dijadikan standar
dari desinfektan karena umum digunakan dalam membunuh mikroorganisme (Shufyani, dkk,
2018).

5. Bagaimana cara kerja/mekanisme disinfektan dalam menghambat pertumbuhan mikroba?


Cara kerja/mekanisme disinfektan dalam menghambat pertumbuhan mikroba yaitu
disinfektan yang digunakan akan bekerja dengan cara merusak dinding sel dan membran luar sel
dari mikroba. apabila dinding sel dan membran luar sel dari mikroba mengalami kerusakan maka
akan mengakibatkan kebocoran intraseluler sehingga terjadi koagulasi sitosol. Komponen intasel
dari bakteri akan keluar karena membran selnya rusak. Selain itu desinfektan juga dapat
menyebabkan protein-protein yang terdapat dalam sel mikroorganisme terdenaturasi. Hal ini
menyebabkan kinerja dari enzim bakteri tersebut akan terhambat sehingga proses metabolisme
dari mikroorganisme akan terganggu. Senyawa desinfektan seperti fenol dapat mengubah
permeabilitas membran sel yang menyebabkan kebocoran sel yang esensial sehingga dapat
meyebabkan kematian pada mikroorganisme. Penggunaan desinfektan dengan kadar yang lebih
tinggi dapat membuat mikroba mengalami lisis sehingga pertumbuhannya terhambat ataupun
dapat membunuh mikroba tersebut. Kemudian adanya pembentukan kelat yang merupakan
turunan fenol dapat menghambat fungsi enzim dan mikroba mengalami kematian (Kusuma., dkk,
2019).
Nama Miranda Theresia Br. Sianturi
NIM 195100101111027
Kelas/Kelompok A/A18

DIAGRAM ALIR

Sampel

Dibuat larutan baku 1:10

Dilakukan pengenceran 1:20, 1:30, 1:40

Divortex

Diambil sebanyak 1 ml

Dimasukkan ke dalam mikrotube untuk setiap interval 5, 7,5 dan 10 menit

Ditambahkan mikroba 50 μl untuk setiap interval 5, 7,5 dan 10 menit

Divortex

Diambil 100 μl untuk setiap interval 5, 7,5 dan 10 menit dari tube yang berisi
desinfektan + mikroorganisme dan diinokulasikan ke media NA secara
spread plate

Diinkubasi selama 24 jam suhu 37°C

Diamati ada pertumbuhan mikroba/tidak

Hasil
Nama Miranda Theresia Br. Sianturi
NIM 195100101111027
Kelas/Kelompok A/A18

ANALISA PROSEDUR

1. Mengapa menggunakan e.coli sebagai indikator bakteri?


E.coli digunakan sebagai indikator bakteri karena memiliki sifat patogen yang rendah
sehingga lebih aman dan tidak terlalu berbahaya apabila digunakan. E.coli digunakan sebagai
indikator sanitasi karena bakteri ini bersifat patogen yang dapat menyebabkan penyakit dan sangat
umum di lingkungan termasuk bakteri komensal pada usus manusia. Kelangsungan hidup dan
replikasi dari bakteri E.coli di lingkungan membentuk coliform. E.coli juga tidak tahan dalam
keadaan kering ataupun dengan bahan desinfektan biasa.

2. Mengapa menggunakan NA sebagai media?


NA atau nutrient agar digunakan sebagai media karena NA merupakan media pertumbuhan
bakteri yang memiliki kandungan protein yang cukup tinggi yakni berupa karbohidrat dan protein
yang terdapat dalam ekstrak daging dan pepton sehingga sesuai dengan kebutuhan sebagian besar
bakteri dalam pertumbuhannya. Media ini berbentuk padat dan merupakan media yang paling
umum digunakan. Bentuknya yang padat memudahkan pengamat untuk mengamati penampilan
atau morfologi koloni bakteri yang tumbuh.

3. Mengapa menggunakan alokasi waktu 7 ½ menit?


Penggunaan alokasi waktu 7,5 menit bertujuan sebagai penengah antara interval waktu 5
dan 10 menit. Alokasi waktu 7,5 digunakan untuk menentukan ketelitian apakah desinfektan sudah
membunuh bakteri atau belum pada waktu tersebut. Selain itu, alokasi waktu tersebut digunakan
untuk membandingkan apakah mikroorganisme akan terbunuh pada alokasi waktu 5, 7,5 atau 10
menit. Berdasarkan rumus Rideal Walker terdapat alokasi waktu yaitu 5 dan 10 menit sehingga
waktu 7,5 menit digunakan untuk menjadi penengah agar diketahui pada menit keberapa bakteri
dapat terbunuh.

4. Mengapa menggunakan suhu 37oC saat inkubasi?


Pada saat inkubasi suhu yang digunakan yaitu 37°C karena suhu tersebut merupakan suhu
optimum pertumbuhan bakteri E.coli. Pada suhu 37°C, E.coli dapat beradaptasi untuk hidup dan
tumbuh. Pada praktikum kali ini bertujuan untuk menentukan efektivitas dari desinfektan sehingga
sebaiknya suhu pertumbuhan E.coli pada suhu optimum. Hal ini dilakukan agar tidak
mempengaruhi efektivitas dari desinfektan yang digunakan. Suhu merupakan faktor fisik yang
akan mempengaruhi laju pertumbuhan bakteri karena berpengaruh terhadap reaksi kimia dan
stabilitas struktur molekul protein.
Nama Miranda Theresia Br. Sianturi
NIM 195100101111027
Kelas/Kelompok A/A18

LAPORAN PRAKTIKUM

Tuliskan data pengamatan yang diperoleh dari praktikum mengenai pengaruh disinfektan terhadap
mikroba! Amati pertumbuhan mikroba pada NB! Serta Isilah tabel pada kolom dengan (+) jika ada
pertumbuhan dan (-) jika tidak ada pertumbuhan!

Tabel : Data Fenol (Kontrol Positif)


Interval disinfeksi (menit)
Bahan Pengenceran
5 7,5 10
1:80 - - -
Fenol 1:90 + - -
1:100 + + +

Tabel : Data Disinfektan yang diuji


Interval disinfeksi (menit) Nilai Koefisien
Bahan Pengenceran
5 7,5 10 Fenol
1:20 - - -
40
Klorin A1 1:30 - - - = 0,444
90
1:40 + - -
1:20 - - -
Dettol Cair 30
1:30 + - - = 0,33
A2 90
1:40 + - -
1:20 + + +
Hand Tidak bisa
1:30 + + +
Sanitizer A3 dihitung
1:40 + + +
1:20 - - -
Sabun Cuci Tidak bisa
1:30 - - -
Piring A4 dihitung
1:40 - - -

Perhitungan
Rumus:
Pengenceran tertinggi desinfektan yang mematikan pada menit ke − 10,
tetapi tidak mematikan pada menit ke − 5
KF =
Pengenceran tertinggi fenol yang mematikan pada menit ke − 10,
tetapi tidak mematikan pada menit ke − 5
40
Klorin A1 = = 0,444
90
30
Dettol Cair A2 = = 0,33
90
(Elias, et al, 2014).

2. Bahas data fenol tersebut. Apakah dalam interval waktu sepuluh menit terdapat efek mematikan
mikroba? Jelaskan!
Berdasarkan data yang ada, diketahui ada beberapa sampel yang tidak dapat dihitung dan
ada yang dapat dihitung koefisien fenolnya. Sampel yang tidak dapat dihitung koefisien fenolnya
yaitu Hand Sanitizer A3 dan Sabun Cuci Piring A4. Hal ini dikarenakan data yang diperoleh tidak
Nama Miranda Theresia Br. Sianturi
NIM 195100101111027
Kelas/Kelompok A/A18

memenuhi syarat rumus. Sementara itu, pada sampel Klorin A1 diperoleh nilai KF 0,444 dan pada
sampel Dettol Cair A2 diperoleh nilai KF sebesar 0,33. Hasil ini menunjukkan bahwa sampel
Klorin A1 dan Dettol Cair A2 belum efektif sebagai bahan antimikroba dikarenakan nilai KF yang
diperoleh <1. Pada inteval waktu 10 menit terdapat efek mematikan mikroba pada sebagian besar
pengenceran. Hal ini dikarenakan semakin lama mikroba kontak dengan desinfektan maka
efektivitasnya bertambah dalam membunuh mikroba (Rahma, 2015).

3. Bandingkan dan bahas data antar disinfektan yang diuji!


Berdasarkan data yang diperoleh, dikethaui pengenceran tertinggi fenol yang memenuhi
syarat membunuh mikroba pada menit ke 10 tetapi tidak membunuh mikroba pada menit ke 5
yaitu pengenceran 1 : 90. Pada desinfektan yang di uji terdapat sampel yang tidak bisa dihitung
nilai koefisien fenol nya yaitu sampel Hand Sanitizer A3 dan Sabun Cuci Piring A4. Hal ini
dikarenakan hasil data yang didapat tidak memenuhi syarat untuk bisa dihitung koefisien fenolnya.
Tidak bisa dihitungnya nilai koefisien fenol dapat dipengaruhi oleh kinerja desinfektan itu sendiri.
Faktor yang dapat mempengaruhinya seperti konsentrasi pada seri pengenceran produk yang
kurang tepat, stabilitas komponen bahan aktif produk yang terganggu dan sebgainya. Oleh karena
itu perlu dilakukan uji koefiisen fenol lanjutan untuk mengetahui berapa nilai koefisien fenol pada
produk desinfektan tersebut. Pada sampel Klorin A1 pengenceran tertinggi yang memenuhi syarat
ialah pengenceran 1:40 dengan nilai KF 0,444. Pada sampel Dettol Cair A2 pengenceran tertinggi
yang memenuhi syarat ialah pengenceran 1:40 dengan nilai KF 0,33. Kedua sampel yang bisa
dihitung nilai koefisien fenolnya tersebut memperoleh nilai koefisien fenol < 1. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa sampel Klorin A1 dan Dettol Cair A2 tidak lebih atau kurang efektif
dibandingkan fenol untuk membunuh bakteri atau mikroorganisme. Niali koefisien fenol yang
bervarasi dapat disebabkan oleh kandungan senyawa aktif yang terdapat dalam desinfektan itu
sendiri. Pada hasil yang diperoleh diketahui fenol masih lebih efektif dalam membunuh
mikroorganisme dibandingkan dengan ketiga sampel yang diuji tersebut. Ssedangkan untuk tiga
sampel yang belum diketahui nilai koefisien fenolnya harus dilakukan uji lanjutan untuk
mengetahui koefisien fenolnya agar dapat diketahui apakah sampel atau desinfektan tersebut lebih
efektif atau tidak dibandingkan dengan fenol sebagai standar (Rahma, 2015).

4. Jelaskan mekanisme penghambatan mikroba untuk disinfektan yang mempunyai koefisien fenol
>1 (jika ada)!
Desinfektan yang mempunyai koefisien fenol > 1 menunjukkan efektiivitas yang lebih
tinggi dibandingkan fenol. Mekanisme penghambatan mikroba oleh desinfektan yang memiliki
nilai koefisien fenol > 1 (golongan fenol) yaitu dengan mendenaturasi protein bakteri dalam
rentang waktu tertentu. Terjadinya penggumpalan protein yang merupakan konstituen dari
protoplasma menunjukkan bahwa protein sudah tidak berfungsi. Selain itu terdapat mekanisme
lainnya (golongan klorofor) yaitu dengan mengoksidasi membran sel mikroorganisme. Hal ini
mengakibatkan hilangnya struktur sel dan berakibat pada lisis dan kematian sel. Kemudian
mekanisme dari golongan ammonium kuartener yang bekerja dengan menginduksi pelepasan
bagian intraseluler dari bakteri sehingga terjadi kerusakan membran. Selanjutnya mekanisme dari
golongan oksidator kuat yaitu dengan mengoksidasi membran sel sehingga membran bakteri
mengalami kerusakan dan lisis (Shufyani., dkk, 2018)
Nama Miranda Theresia Br. Sianturi
NIM 195100101111027
Kelas/Kelompok A/A18

5. Disinfektan X mempunyai nilai koefisien <1 dan disinfektan Y mempunyai nilai koefisien >1.
Apakah maksud dari pernyataan tersebut?
Disinfektan X yang memiliki nilai koefisien fenol <1 artinya desinfektan tersebut kurang
efektif dibandingkan fenol dalam membunuh bakteri uji. Desinfektan Y yang mempunyai nilai
koefisien >1 artinya desinfektan tersebut lebih efektif dibandingkan dengan fenol dalam
membunuh bakteri uji. Fenol dijadikan sebagai pembanding karena fenol bersifat efektif dalam
membunuh mikroorganisme baik dengan konsentrasi tinggi ataupun rendah. Koefisien fenol pada
desinfektan diperoleh dengan cara membagi pengenceran tertinggi dari fenol yang membunuh
mikroba dalam 10 menit tetapi tidak membunuh mikroba dalam 5 menit terhadap pegenceran
tertinggi bahan antimikroba yang membunuh mikroba dalam 10 menit tetapi tidak membunuh
mikroba dalam 5 menit (Rahma, 2015).

6. Adakah desinfektan yang mempunyai nilai koefisien <1? Jelaskan mengapa!


Berdasarkan data hasil praktikum, terdapat desinfektan yang memiliki nilai koefisien fenol
< 1 yaitu pada sampel Klorin A1 dan Dettol Cair A2. Pada sampel lainnya nilai koefisien fenol
tidak dapat dihitung karena tidak memenuhi syarat uji koefisien fenol. Berdasarkan data tersebut,
desinfektan yang memiliki nilai koefisien fenol < 1 menunjukkan bahwa desinfektan tersebut tidak
atau kurang efektif dibandingkan fenol. Sampel uji yang digunakan memiliki efektivitas yang
rendah dibandingkan fenol. Hal ini dapat disebabkan oleh beberpa faktor seperti komposisi
senyawa desinfektan tersebut, pengenceran atau konsentrasi yang kurang tepat, dan juga lama
waktu kontak antara desinfektan dengan bakteri. Selain itu adanya kombinasi senyawa yang
terdapat dalam desinfeksi juga daat mempengaruhi efektivitas desinfektan. Kombinasi senyawa
dalam desinfektan dapat menurunkan atau meningkatkan efektivitas dari desinfektan (Rahma,
2015).

7. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi kinerja disinfektan? (minimal 5) Kaitkan dengan data
yang diperoleh dari praktikum!
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja atau efektivitas desinfektan yaitu pertama jumlah
dan lokasi mikroorganisme. Semakin besar jumlah mikroorgnaisme maka waktu yang diperlukan
desinfektan untuk membunuhnya semakin lama. Kemudian lokasi dari permukaan yang terdapat
mikroorganisme jika berlekuk akan sulit untuk dibersihan. Hal ini dikarenakan hanya permukaan
yang kontak langsung yang akan terdesinfeksi. Faktor kedua yaitu resistensii bawaan
mikroorganisme. Terdapat mikroorganisme yang sporanya tahan terhadap desinfektan karena
adanya mantel spora yang berperan sebagai barier. Bakteri tersebut memiliki dinding sel yang
mencegah masukknya desinfektan pada sel dan juga bakteri dengan gram negatif memiliki
memran ekstraseluler yang dapat berperan sebagai barier penyerapan desinfetan. Faktor ketiga
yaitu konsentrasi dan potensi desinfektan, semakin besar konsentrasi desinfektan maka akan
semakin besar efektivitasnya dalam membunuh mikroba serta semakin pendek juga waktu yang
dibutuhkan. Faktor keempat yaitu faktor kimia dan fisika yang dapat mempengaruhi kinerja
desinfektan yaitu seperti suhu, pH dan kelembapan. Beberapa desinfektan pada suhu yang
meningkta aktivitasnya akan meningkat. pH juga dapat mempengaruhi beberapa aktivitas
desinfektan menjadi meingkat dan pH mempengaruhi aktivitas mikrobial dengan mempengaruhi
molekul desinfektan ataupun permukaan sel. Faktor kelima yaitu bahan organik dan iorganik.
Bahan organik dapat menjadi barier bagi desinfektan sedangkan bahan inorganik dapat menjadi
kontaminan seperti kristal garam. Faktor selanjutnya yaitu ada waktu pajanan atau waktu kontak
desinfektan dengan mikroorgansme dan faktor biofilm atau lapisan tebal sel dan material
Nama Miranda Theresia Br. Sianturi
NIM 195100101111027
Kelas/Kelompok A/A18

ekstraseluler. Faktor lainnya yaitu umur mikroorgansime, jaringan atau unsur yang terkandung
dalam mikroorganisme, jenis racun dari desinfektan dan waktu yang dibutuhkan desinfektan untuk
bekerja. Berdasarkan data praktikum terdapat faktor konseentrasi yang berupa pengenceran dan
waktu. Pengenceran dan waktu sangat mempengaruhi efektivitas dari desinfektan. Pada waktu 10
menit, hampir seluruh data yang ada menunjukkan (-) yang artinya tidak ada E.coli yang tumbuh.
Hal ni menjelaskan desinfektan telah membunuh E.coli. Oleh karena itu faktor waktu sangat
mempengaruhi aktivitas desinfektan begitu juga dengen pengenceran atau konsentrasi. Namun
bergantung pada komposisi dan senyawa penyusun desinfektan itu sendiri. Pada pengenceran 20,
30 dan 40 sebagian besar menunjukkan hasil negatif kecuali pada sampel Hand Sanitizer A3.
Kemudian terdapat data yang (+) pada interval waktu 5 menit yang menunjukkan pada waktu 5
menit desinfektan belum efektif dalam membunuh mikroorganisme (Rahma, 2015).
Nama Miranda Theresia Br. Sianturi
NIM 195100101111027
Kelas/Kelompok A/A18

PERTANYAAN DAN TUGAS

1. Mengapa fenol dijadikan parameter perhitungan uji efektivitas disinfektan?


Fenol dijadikan parameter perhitungan uji efektivitas desinfektan karena fenol memiliki
kemampuan dalam membunuh mikroorganisme pada konsentrasi rendah. fenol juga merupakan
salah satu desinfektan yang efektif. Fenol dapat mempresipitasikan protein secara aktif dan dapat
merusak membran sel. Oleh karena itu fenol dijadikan standar atau pembanding dalam
menentukan uji efektivitas desinfektan. Senyawa fenol dapat menekan pertumbuhan bakteri
dengan cara merusak membran sel, menginaktifkan enzim dan mendenaturasi protein. Hal ini
menyebabkan dinding sel bakteri mengalami kerusakan yang disebabkan penurunan permeabilitas.
Fenol dengan konsentrasi rendah dapat menginaktifkan sistem enzim dalam sel bakteri, sedangkan
fenol dengan konsentrasi tinggi dapat menembus dan mengganggu dinding sel serta
mempresipitasi protein yang terdapat dalam sel bakteri (Purwantiningsih., dkk, 2014).

2. Jelaskan sifat-sifat penting dari disinfektan!


Sifat-sifat penting dari disinfektan yaitu memiliki sifat antibakteri yang luas, tidak
mengiritasi jaringan hewan atau manusia, sifat toksisitas rendah, tidak berbahaya bagi manusia
maupun ternak. Selain itu desinfektan juga harus memiliki daya tembus tinggi, tidak mengganggu
proses penyembuhan dan memiliki harga yang murah. Desinfektan harus memiliki aktivitas
antimikroba dengan spektrum luas pada konsentrasi rendah dan dapat larut dalam air atau pelarut
lain sehingga dapat dilakukan pengenceran sampai konsentrasi yang dibutuhkan dan dapat
digunakan secara efektif. Dengan demikian pada konsentrasi yang rendah desinfektan juga dapat
membunuh mikroorganisme. Desinfektan juga harus bersifat stabil, tidak beracun untuk manusia
dan aktif pada suhu kamar. Hal ini dikarenakan desinfektan digunakan sebagai pembersih yang
digunakan manusia dan kemungkinan akan terjadi kontak langssung dengan manusia sehingga
tidak boleh bersifat toksik pada manusia. Desinfektan yang digunakan tidak menimbulkan karat
dan warna. Hal ini dikarenakan desinfektan banyak digunakan pada benda alumunium ataupun
besi serta tidak boleh menimbulkan warna. Desinfektan juga mampu menghilangkan bau,
memiliki kemampuan sebagai detergen atau pembersih dan harus tersedia dalam jumlah yang
banyak serta memiliki harga yang murah atau terjangkau. Hal ini dikarenakan desinfektan
digunakan dalam jumlah yang banyak sehingga persediaannya harus banyak dan harganya harus
murah agar memudahkan dan bisa dijangkau (Shufyani., dkk, 2018).

3. Sebutkan jenis-jenis senyawa disinfektan yang tersedia secara komersial! Bagaimana mekanisme
kerjanya? Minimal 5!
Senyawa-senyawa desinfektan yang tersedia secara komersial yaitu chlorhexidine dan
alkohol. Mekanisme dari kedua jenis desinfektan tersebut hampir sama yaitu dengan mengganggu
struktur membran bakteri. Struktur membran dari bakteri yang terganggu tersebut akan mengalami
lisis sehingga dapat membunuh bakteri tersebut. Senyawa chlorhexidine bekerja dengan merusak
dinding sel dan membran luar sel sehingga menyebabkan terjadinya kebocoran intraseluler
sehingga terjadi koagulasi sitosol. Senyawa yang kedua yaitu alkohol. Alkohol bekerja dengan
merusak membran sel dari bakteri sehingga komponen intraseluler bakteri akan keluar. Selain itu
alkohol juga dapat menyebabkan protein bakteri yang terdapat dalam sel terdenaturasi. Hal ini
mengakibatkan kinerja dari enzim bakteri menjadi terhambat dan mengakibatkan proses
metabolisme dari bakteri tersebut terganggu (Kusuma., dkk, 2019). Jenis senyawa dengan sifat
Nama Miranda Theresia Br. Sianturi
NIM 195100101111027
Kelas/Kelompok A/A18

fumigant (bersifat gas) yaitu formaldehyde. Formaldehid dan glutaraldehid termasuk turunan
aldehid. Glutaraldehid merupakan desinfektan yang efektif terhadap bakteri gram positif dan
negatif. Formaldehid dan glutaraldehid berkerja dengan mendenaturasi protein sel bibit penyakit,
memiliki spektrum luas dan bersifat stabil. Namun kedua senyawa tersebut mudah menimbulkan
resistensi, berpotensi sebagai karsinogen dan dapat mengiritasi selaput lendir. Selain itu terdapat
oxidizing agent yang umum digunakan sebagai desinfektan seperti hidrogen peroksida, iodine dan
Chloramine-T. Senyawa ini bekerja dengan mengganggu struktur dan proses sintesis protein serta
asam nukleat. Senyawa desinfektan lainnya yaitu fenol. Fenol memiliki aktivitas antimikroba yang
mekanisme kerjanya merusak lapisan lemak (lipid) pada membran plasma bibit penyakit atau
bakteri (Aditya, 2011).

4. Adakah metode selain uji koefisien fenol untuk menguji keefektivitasan disinfektan? Jika ada,
jelaskan prinsip kerjanya!
Keefektivitasan desinfektan juga dapat dilakukan dengan uji kapasitas (Capacity test), uji
pembawa (Carrier test), Uji praktek (Practical Test) dan Uji Suspensi (Suspension Test). Prinsip
kerja dari uji kapasitas yaitu dengan meningkatkan jumlah mikroorganisme secara bertahap dan
diukur kemampuan bunuh desinfektan terhadap mikroorganisme tertentu. Jumlah bakteri yang
terbunuh menunjukkan kapasitas desinfektan. Prinsip kerja uji pembawa yaitu bahan pembawa
dikontaminasi inokulum mikroba kemudian dikeringkan dan dimasukkan ke dalam larutan
desinfektan kemudian diinokulasi. Keefektivitasan desinfektan diuji dengan hasil pertumbuhan
mikroba pada media inokulasi. Prinsip kerja uji praktek yaitu dengan mengukur hubungan waktu
dengan konsentrasi desinfektan terhadap mikroorganisme yang terdapat pada peralatan rumah
tangga. Prinsip kerja uji suspensi secara kualitatif yaitu dengan mengambil satu sengkelit suspensi
mikroorganisme kemudian dimasukkan kedalam larutan desinfektan, diinokulasi dan ditanam pada
media pertumbuhan. Secara kuantitatif dengan emmbandingkan jumlah mikroorganisme yang
hidup sebelum dan sesudah kontak dengan desinfektan (Rahma, 2015).
Nama Miranda Theresia Br. Sianturi
NIM 195100101111027
Kelas/Kelompok A/A18

Kesimpulan (prinsip uji fenol, DHP singkat, hasil uji fenolik terbaik)
Prinsip uji koefision fenol yaitu menentukan aktivitas antimikroba pada komponen kimia,
dengan fenol sebagai standar uji pada masa kontak 5;7,5 dan 10 menit. Berdasarkan data hasil
praktikum diketahui pengenceran tertinggi fenol yang memenuhi syarat membunuh mikroba pada
menit ke 10 tetapi tidak membunuh mikroba pada menit ke 5 yaitu pengenceran 1 : 90. Pada
desinfektan yang di uji terdapat sampel yang tidak bisa dihitung nilai koefisien fenol nya yaitu
Hand Sanitizer A3 dan Sabun Cuci Piring A4. Hal ini dikarenakan hasil data yang didapat tidak
memenuhi syarat untuk bisa dihitung koefisien fenolnya. Pada sampel Klorin A1 diketahui nilai
pengenceran tertinggi yang memenuhi syarat yaitu pada pengenceran 1:40 dengan nilai koefisien
fenol yang didapat yaitu 0,444. Pada sampel Dettol Cair A2, pengenceran tertinggi yang
memenuhi syarat yaitu pada pengenceran 40 dengan nilai koefisien fenol yang diperoleh yaitu
0,33. Berdasarkan data praktikum diketahui hasil uji fenolik terbaik yaitu pada sampel Klorin A1.
Hal ini dikarenakan sampel tersebut memiliki nilai koefisien fenol tertinggi dibandingkan sampel
lainnya.
Nama Miranda Theresia Br. Sianturi
NIM 195100101111027
Kelas/Kelompok A/A18

DAFTAR PUSTAKA

Aditya, T. 2011. Efektivitas Desinfektan Kombinasi Glutaraldehid Dan Poli Dimetil Amonium
Klorida Terhadap Total Bakteri Pada Kandang Ayam Petelur. Skripsi. Surabaya: Universitas
Airlangga

Arivo, D. & Annissatussholeha, N. 2017. Pengaruh Tekanan Osmotik pH, dan Suhu Terhadap
Pertumbuhan Bakteri Escherichia coli. Jurnal Ilmu Kedokteran Dan Kesehatan. Vol. 4. No. 3.
Hal: 153 – 160

Elias, E. A., et al. 2014. Evaluation of Efficacy of Disinfectants Using Standard Methods in
Healthcare Facilities in Kogi State Northcentral Nigeria. Asian Journal of Biomedical and
Pharmaceutical Sciences. Vol. 3. No. 27. Page: 34 – 38

Elizabeth, R., dkk. 2013. Uji Efektivitas Pada Antiseptik Di Unit Perinatologi Rumah Sakit Umum
Abdul Moeloek Bandar Lampung. Medical Journal of Lampung University. Vol. 2. No. 5. Hal:
119 – 128

Kusuma, Y., dkk. 2019. Efek Sinergis Kombinasi Chlorhexidine Dan Alkohol Terhadap Daya Hambat
Pertumbuhan Staphylococcus Aureus. E-Jurnal Medika. Vol. 8. No. 3. ISSN: 2303 – 1395

Purwantiningsih, T. I., dkk. 2014. Aktivitas Senyawa Fenol Dalam Buah Mengkudu (Morinda
citrifolia) Sebagai Antibakteri Alami Untuk Penghambatan Bakteri Penyebab Mastitis. Jurnal
Buletin Peternakan. Vol. 38. No. 1. Hal: 59 – 64

Rahma, E. 2015. Penentuan Koefisien Fenol Pembersih Lantai yang Mengandung Pine Oil 2,5%
Terhadap Bakteri Pseudomonas aeruginosa. Skripsi. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta

Ratwita, Dwiyanti Feriana., dkk. 2019. Training and Counseling on Disinfection During Repair of
Acrylic Resin Dentures At Dental Laboratories in Surabaya and Jember. Journal of Community
Service and Engagements. Vol. 1. No. 1. Hal: 1 – 7

Shufyani, F., dkk. 2018. Koefisien Fenol Produk Desinfektan Yang Beredar di Salah Satu
Supermarket Kota Lubuk Pakam. Jurnal Penelitian Farmasi Herbal. Vol. 1. No. 1. Hal: 11 – 16

Thohari, N. M., dkk. 2019. Pemanfaatan Tepung Kacang Hijau (Vigna radiata L.) Sebagai Media
Alternatif Na (Nutrient Agar) Untuk Pertumbuhan Bakteri Escherichia Coli. Jurnal Analis
Kesehatan Sains. Vol. 8. No. 2. Hal: 725 – 737

Utami, S. P., dkk. 2016. Perbandingan Daya Antibakteri Disinfektan Instrumen Preparasi Saluran
Akar Natrium Hipoklorit 5,25%, Glutaraldehid 2%, Dan Disinfektan Berbahan Dasar
Glutaraldehid Terhadap Bacillus subtilis. Jurnal Kedokteran Gigi. Vol. 7. No.2. Hal: 151 – 156

Widyaningsih, W., dkk. 2016. Analisis Total Bakteri Coliform di Perairan Muara Kali Wiso Jepara.
Diponegoro Journal of Maquares. Vol. 5. No. 3. Hal: 157 – 164
Nama Miranda Theresia Br. Sianturi
NIM 195100101111027
Kelas/Kelompok A/A18

Lampiran : SS pustaka laporan minimal 3

(Purwantiningsih., dkk, 2014).


Nama Miranda Theresia Br. Sianturi
NIM 195100101111027
Kelas/Kelompok A/A18

(Thohari., dkk, 2019).


Nama Miranda Theresia Br. Sianturi
NIM 195100101111027
Kelas/Kelompok A/A18

(Rahma, 2015).

Anda mungkin juga menyukai