Anda di halaman 1dari 20

1.

Pengertian

Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang berulang

akibatlepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat reversibel.Epilepsi adalah

gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang dalam serangan-

serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak,

yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi .Epilepsi adalah sindroma otak kronis

dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-ciri timbulnya serangan paroksismal dan

berkala akibat lepas muatan listrik neron-neron otak secara berlebihan dengan berbagai

manifestasi klinik dan laboratorik.Epilepsi dapat menyerang anak-anak, orang dewasa,

para orang tua bahkan bayi yang baru lahir (Utopias,2008).

2. Etiologi

Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui (Idiopatik) Sering terjadi

pada:

1.Trauma lahir, Asphyxia neonatorum

2.Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf

3.Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol

4.Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)

5.Tumor Otak

6. Kelainan pembuluh darah

Faktor etiologi berpengaruh terhadap penentuan prognosis. Penyebab utama, ialah epilepsi

idopatik, remote symptomatic epilepsy (RSE), epilepsi simtomatik akut, dan epilepsi pada

anak-anak yang didasari oleh kerusakan otak pada saat peri- atau antenatal. Dalam

klasifikasi tersebut ada dua jenis epilepsi menonjol, ialah epilepsi idiopatik dan RSE. Dari
kedua tersebut terdapat banyak etiologi dan sindrom yang berbeda, masing-masing dengan

prognosis yang baik dan yang buruk..

Epilepsi simtomatik yang didasari oleh kerusakan jaringan otak yang tampak jelas pada

CT scan atau magnetic resonance imaging (MRI) maupun kerusakan otak yang tak jelas

tetapi dilatarbelakangi oleh masalah antenatal atau perinatal dengan defisit neurologik

yang jelas. Sementara itu, dipandang dari kemungkinan terjadinya bangkitan ulang pasca-

awitan, definisi neurologik dalam kaitannya dengan umur saat awitan mempunyai nilai

prediksi sebagai berikut:

Apabila pada saat lahir telah terjadi defisit neurologik maka dalam waktu 12 bulan

pertama seluruh kasus akan mengalami bangkitan ulang, Apabila defisit neurologik terjadi

pada saat pascalahir maka resiko terjadinya bangkitan ulang adalah 75% pada 12 bulan

pertama dan 85% dalam 36 bulan pertama. Kecuali itu, bangkitan pertama yang terjadi

pada saat terkena gangguan otak akut akan mempunyai resiko 40% dalam 12 bulan

pertama dan 36 bulan pertama untuk terjadinya bangkitan ulang. Secara keseluruhan

resiko untuk terjadinya bangkitan ulang tidak konstan. Sebagian besar kasus menunjukan

bangkitan ulang dalam waktu 6 bulan pertama.

3. Klasifikasi Epilepsi

1. Epilepsi Grand Mal

Epilepsi grand mal ditandai dengan timbulnya lepas muatan listrik yang

berlebihan dari neuron diseluruh area otak-di korteks, di bagian dalam serebrum,

dan bahkan di batang otak dan talamus. Kejang grand mal berlangsung selama 3

atau 4 menit.

2. Epilepsi Petit Mal


Epilepsi ini biasanya ditandai dengan timbulnya keadaan tidak sadar atau

penurunan kesadaran selama 3 sampai 30 detik, di mana selama waktu serangan

ini penderita merasakan beberapa kontraksi otot seperti sentakan (twitch-

like),biasanya di daerah kepala, terutama pengedipan mata.

3. Epilepsi Fokal

Epilepsi fokal dapat melibatkan hampir setiap bagian otak, baik regoi setempat

pada korteks serebri atau struktur-struktur yang lebih dalam pada serebrum dan

batang otak. Epilepsi fokal disebabkan oleh resi organik setempat atau adanya

kelainan fungsional.
4. Patofisiologi

Durasi pendek Durasi pendek


< 15 menit < 15 menit

Hiperkapni Hipoksemia Denyut jantung meningkat

Kerusakan Neuron otak


Demam Meningkat

Takikardi Gangguan saraf otonom


Dx : tidak efektif
termoregulasi
peningkatan suhu Dx : jalan nafas tidak efektif

Dispnea O2 Menurun

Gangguan keseimbangan membran sel neuron Kebutuhan O2 Meningkat

Disfusi Na+& K+ Berlebilahan Kesadaran menurun

Pelepasan muatan listrik semakin meluas ke Dx : gangguan perfusi jaringan


seluruh sel maupun membran sel disekitarnya
dengan bantuan neorotransiter
Dx : Resiko Cidera
Kejang

Parsial Umum

Sederhana Komplek Mioklonik tonik Atonik

klonik Tonik-klonik
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus merupakan pusat

pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian berjuta-juta neuron. Pada

hakekatnya tugas neron ialah menyalurkan dan mengolah aktivitas listrik saraf yang

berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps.

Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan nerotransmiter. Acetylcholine dan

norepinerprine ialah neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA (gama-

amino-butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik sarafi dalam

sinaps. Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik saraf di otak yang

dinamakan fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar melalui sinaps

dan dendrit ke neron-neron di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga seluruh belahan

hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan

demikian akan terlihat kejang yang mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar

kebagian tubuh/anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran.

Dari belahan hemisfer yang mengalami depolarisasi, aktivitas listrik dapat merangsang

substansia retikularis dan inti pada talamus yang selanjutnya akan menyebarkan impuls-

impuls ke belahan otak yang lain dan dengan demikian akan terlihat manifestasi kejang

umum yang disertai penurunan kesadaran.

5. Manifestasi klinik

1. Klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau gangguan penginderaan.

2. Kelainan gambaran EEG

3. Tergantung lokasi dan sifat Fokus Epileptogen


4. Dapat mengalami Aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptik (Aura dapat

berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, men cium bau-bauan tak enak, mendengar

suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala dan sebagainya)

6. Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan adalah mencegah timbulnya sawan tanpa mengganggu kapasitas dan

intelek pasien. Pengobatan epilepsi meliputi pengobatan medikamentosa dan pengobatan

psikososial.

1) Pengobatan medikamentosa

Pada epilepsi yang simtomatis di mana sawan yang timbul adalah manifestasi

penyebabnya seperti tumor otak, radang otak, gangguan metabolic, mka di samping

pemberian obat anti-epilepsi diperlukan pula terapi kausal. Beberapa prinsip dasar

yang perlu dipertimbangkan:

a. Pada sawan yang sangat jarang dan dapat dihilangkan factor pencetusnya,

pemberian obat harus dipertimbangkan.

b. Pengobatan diberikan setelah diagnosis ditegakkan; ini berarti pasien

mengalami lebih dari dua kali sawan yang sama.

c. Obat yang diberikan sisesuaikan dengan jenis sawan.

d. Sebaiknya menggunakan monoterapi karena dengan cara ini toksisitas akan

berkurang, mempermudah pemantauan, dan menghindari interaksi obat.

e. Dosis obat disesuaikan secara individual.

f. Evaluasi hasilnya, bila gagal dalam pengobatan, cari penyebabnya:


- Salah etiologi: kelaianan metabolisme, neoplasma yang tidak terdeteksi,

adanya penyakit degenerates susunan saraf pusat.

- Pemberian obat antiepilepsi yang tepat.

- Kurang penerangan: menelan obat tidak teratur.

- Faktor emosional sebagai pencetus.

- Termasuk intractable epilepsi.

g. Pengobatan dihentikan setelah sawan hilang selama minimal 2 – 3 tahun.

Pengobatan dihentikan secara berangsur dengan menurunkan dosisnya.

h. Jenis obat yang sering digunakan, yaitu:

- Phenobarbital (luminal).

Paling seringdipergunakan, murahharganya, toksisitasrendah.

- Primidone (mysolin)

Di hepar primidone di ubah menjadi phenobarbital dan

phenyletylmalonamid.

- Difenilhidantoin (DPH, dilantin, phenytoin).

Dari kelompok senyawa hidantoin yang paling banyak dipakai ialah PH.

Berhasiat terhadap epilepsi grand mal, fokal dan lobus temporalis,

takberhasiatterhadap petit mal, efek samping yang dijumpai ialah

nistagmus,ataxia, hiperlasi gingiva dan gangguan darah.

- Carbamazine (tegretol).

Mempunyaikhasiatpsikotropikyangmungkindisebabkanpengontrolanbangkita

nepilepsiitusendiriataumungkinjugacarbamazinememangmempunyaiefekpsik

otropik.Sifat ini menguntungkan penderita epilepsi lobus temporalis yang

sering disertai gangguan tingkahlaku.Efek samping yang mungkin terlihat


ialah nistagmus, vertigo, disartri, ataxia, depresi sumsum tulang dan

gangguanfungsi hati.

- Diazepam.

Biasanya dipergunakan pada kejang yang sedang berlangsung (status

konvulsi.).Pemberian i.m. hasilnya kurang memuaskan karena

penyerapannya lambat. Sebaiknyadiberikani.v.atau intra rektal.

- Nitrazepam (inogadon).

Terutamadipakaiuntukspasmeinfantildanbangkitanmioklonus.

- Ethosuximide (zarontine).

Merupakanobatpilihanpertamauntukepilepsi petit mal

- Na-valproat (dopakene)

obat pilihan kedua pada petit mal

Pada epilepsi grand mal pun dapat dipakai.

obat ini dapat meninggikan kadar GABA di dalam otak.

- Acetazolamide (diamox).

Kadang-kadangdipakaisebagaiobattambahandalampengobatanepilepsi.Zat ini

menghambat enzim carbonic-anhidrase sehingga pH otak menurun, influks

Na berkurang akibatnya membran sel dalam keadaan hiperpolarisasi.

- ACTH

Sering kali memberikan perbaikan yang dramatis pada spasme infantil.

(Hidayat,2009)

2)Pengobatan Psikososial.
            Pasien diberikan penerangan bahwa dengan pengobatan yang optimal sebagian besar

akan terbebas dari sawan. Pasien harus patuh dalam menjalani pengobatannya sehingga

dapat bebas dari sawan dan dapat belajar, bekerja dan bermasyarkat secara normal.

3) Penatalaksanaan status epileptikus

a) Lima menit pertama

- Pastikan diagnosis dengan observasi aktivitas serangan atau satu serangan berikutnya.

- Beri oksigen lewat kanul nasal atau masker, atur posisi kepala dan jalan nafas,

intubasi bila perlu bantuan bentilasi.

- Tanda-tanda vital dan EKG, koreksi bila ada kelaianan.

- Pasang jalur intravena dengan NaC10,9%, periksa gula darah, kimia darah,

hematology dan kadar OAE (bila ada fasilitas dan biaya).

b) Menit ke-6 hingga ke-9

Jika hipoglikemia/gula darah tidak diperiksa, berikan 50 ml glukosa 50% bolas intravena

(pada anak: 2 ml/kgBB/glukosa 25%) disertai 100 mg tiamin intravena.

c)Menit ke-10 hingga ke-20

Pada dewasa: berikan 0,2 mg/kgBB diazepam dengan kecepatan 5 mg/menit sampai

maksimum 20 mg. Jika serangan masih ada setelah 5 menit, dapat diulangi lagi. Diazepam

harus diikuti dengan dosis rumat fenitoin.

d)Menit ke 20 hingga ke-60

Berikan fenitoin 20 mg/kgBB dengan kecepatan <50 mg/menit pada dewasa dan 1

mg/kbBB/menit pada anak; monitor EKG dan tekanan darah selama pemberian.

e)Menit setelah 60 menit


Jika status masih berlanjut setelah fenitoin 20 mg/kg maka berikan fenitoin tambahan 5

mg/kg sampai maksimum 30 mg/kg. Jika status menetap, berikan 20 mg/kg fenobarbital

intravena dengan kecepatan 60 mg/menit. Bila apne, berikan bantuan ventilasi (intubasi).

Jika status menetap, anestasia umum dengan pentobarbiatal, midazolam atau propofal.

4)Perawatan pasien yang mengalami kejang :

a. Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang ingin tahu (pasien

yang mempunyai aura/penanda ancaman kejang memerlukan waktu untuk

mengamankan, mencari  tempat yang aman dan pribadi

b.Pasien dilantai jika memungkinkan lindungi kepala dengan bantalan untuk mencegah

cidera dari membentur permukaan yang keras.

c. Lepaskan pakaian yang ketat

d.Singkirkan semua perabot yang dapat menciderai pasien selama kejang.

e. Jika pasien ditempat tidur singkirkan bantal dan tinggikan pagar tempat tidur.

f. Jika aura mendahului kejang, masukkan spatel lidah yang diberi bantalan diantara

gigi, untuk mengurangi lidah atau pipi tergigit.

g.Jangan berusaha membuka rahang yang terkatup pada keadaan spasme untuk

memasukkan sesuatu, gigi yang patah cidera pada bibir dan lidah dapat terjadi karena

tindakan ini.

h.Tidak ada upaya dibuat untuk merestrein pasien selama kejang karena kontraksi otot

kuat dan restrenin dapat menimbulkan cidera

i. Jika mungkin tempatkan pasien miring pada salah satu sisi dengan kepala fleksi

kedepan yang memungkinkan lidah jatuh dan memudahkan pengeluaran salifa dan

mucus. Jika disediakan pengisap gunakan jika perlu untuk membersihkan secret

j. Setelah kejang: pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi,

yakinkan bahwa jalan nafas paten. Biasanya terdapat periode ekonfusi setelah kejang
grand mal. Periode apnoe pendek dapat terjadi selama atau secara tiba-tiba setelah

kejang. Pasien pada saat bangun harus diorientasikan terhadap lingkungan.   

7. Pemeriksaan Diagnostik

1.Elektrolit : Tidak seimbang dapat berpengaruh atau menjadi predisposisi pada

aktivitas kejang.

2.Glukosa : Hipoglikemia dapat menjadi presipitasi(pencetus kejang.

3.Ureum/Kreatinin : Meningkat dapat meningkatkan resiko timbulnya aktivitas kejang.

4. Sel Darah Merah : Anemia Aplastik mungkin sebagai akibat terapi obat.

5. Kadar obat pada serum: Untuk membuktikan batas obat anti epilepsi.

6.Punksi lumbal : untuk mendeteksi tekanan abnormal dari css, tanda-tanda

infeksi,perdarahan(hemoragik,subarakhnoid,subdural)sebagai penebab kejang tersebut.

7. Foto ronsen kepala :Untuk mengidentiikasi adanya SOL,fraktur.

8. Elektroensefalogram: Melokalisasi daerah serebral yang tidak berfungsi dengan

baik,mengukur aktivitas otak.Gelombang otak untuk menentukan karakteristik dari

gelombang pada masing –masing tipe dari aktivitas kejang tersebut.

9. Pemantauan video EEG 24 jam : dapat mengidentifikasikan fokus kejang secara tepat.

10. Scan CT : mengidentifikasi letak lesi serebral, hematoma, edema serebral,trauma,

abses,tumor,dan dapat dilakukan dengan/tanpa kontras.

11.Positron emission tomography : Mendemontrasikan perubahan metabolik.Misalnya

penurunan metabolisme pada sisi lesi.

12. MRI : Melokalisasi lesi-lesi lokal.

13.Magnetoensefalogram :Memetakan impuls/potensial listrik otak pada pola

pembebasan yang abnormal.


14. Wada : Menentukan hemisfer dominan (dilakukan sebagai evaluasi awal dari

praoperasi lobektomi temporal).

8. ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN EPILEPSI

1. Pengkajian

Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, tangal pengkajian, No register, tanggal

rawat dan penanggung jawab dan perawat mengumbpulkan informasi informasi tentang

riwayat kejang pasien. Pasien ditanyakan tentang faktor atau kejadian yang dapat

menimbulkan kejang. Asupan alkohol dicatat. Efek epilepsi pada gaya hidup dikaji:

a. ada keterbatasan yang ditimbulkan oleh gangguan kejang

b. pasien mempunyai program rekreasi atau Kontak sosial

c. pengalaman kerja

d. Mekanisme koping yang digunakan

e. Obsevasi dan pengkajian selama dan setelah kejang akan membantu dalam

mengindentifikasi tipe kejang dan penatalaksanaannya.

1. Selama serangan :

a. ada kehilangan kesadaran atau pingsan.

b. ada kehilangan kesadaran sesaat atau lena.

c. pasien menangis, hilang kesadaran, jatuh ke lantai.

d.disertai komponen motorik seperti kejang tonik, kejang klonik, kejang tonik-klonik,

kejang mioklonik, kejang atonik.

e. pasien menggigit lidah.

f.mulut berbuih.

g.ada inkontinen urin.


h.bibir atau muka berubah warna.

i.mata atau kepala menyimpang pada satu posisi.

j.Berapa lama gerakan tersebut, apakah lokasi atau sifatnya berubah pada satu sisi atau

keduanya.

k.ada keadaan yang mempresipitasi serangan, seperti demam, kurang tidur, keadaan

emosional.

l.penderita pernah menderita sakit berat, khususnya yang disertai dengan gangguan

kesadaran, kejang-kejang.

m. Apakah pernah menderita cedera otak, operasi otak.

n. Apakah makan obat-obat tertentu.

o.ada riwayat penyakit yang sama dalam keluarga.

2. Sesudah serangan

a. pasien : letargi , bingung, sakit kepala, otot-otot sakit, gangguan bicara

b. ada perubahan dalam gerakan.

c.Sesudah serangan pasien masih ingat yang terjadi sebelum, selama dan sesudah serangan.

d.terjadi perubahan tingkat kesadaran, pernapasan atau frekuensi denyut jantung.

e.Evaluasi kemungkinan terjadi cedera selama kejang.

3. Riwayat sebelum serangan

a. ada gangguan tingkah laku, emosi.

b. disertai aktivitas otonomik yaitu berkeringat, jantung berdebar.

c. ada aura yang mendahului serangan, baik sensori, auditorik, olfaktorik maupun visual.

4. Riwayat Penyakit

a.Sejak kapan serangan terjadi.

b.Padausiaberapaseranganpertama.

c.Frekuensi serangan.
5. Riwayat kesehatan

a.Riwayat keluarga dengan kejang.

b.Riwayat kejang demam.

c.Tumor intrakranial.

d.Trauma kepala terbuka, stroke.

6. Riwayat kejang

a. Berapa sering terjadi kejang

b. Gambaran kejang seperti apa

c. sebelum kejang ada tanda-tanda awal

d. yang dilakuakn pasien setelah kejang

7. Riwayat penggunaan obat

a. Nama obat yang dipakai

b. Dosis obat

c.Berapa kali penggunaan obat

8.Pemeriksaan fisik

a.Tingkat kesadaran

b.Abnormal posisi mata

c.Perubahan pupil

d.Garakan motorik

e.Tingkah laku setelah kejang

f.Apnea

g.Cyanosis

h.Saliva banyak

9. Psikososial

a. Usia
b.Jenis kelamin

c.Pekerjaan

d.Peran dalam keluarga

e.Strategi koping yang digunakan

f.Gaya hidup dan dukungan yang ada

10. Pengetahuan pasien dan keluarga

a.Kondisi penyakit dan pengobatan

b. Kondisi kronik

c.Kemampuan membaca dan belajar.

2. Diagnosa Keperawatan secara teoritis

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sumbatan lidah di endotrakea,


peningkatan sekresi saliva, keruskan neromuskuler.
2. Termogulasi tidak efektif : Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolik, proses infeksi
3. Resiko terhadap cidera berhubungan dengan perubahan kesadaran, keruskan kognitif selama
kejang, atau kerusakan mekanisme perlindungan diri dan aktivitas kejang yang terkontrol
( gangguan keseimbangan )
4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan berhubungan dengan kurang
pemanjaan, kesalahan interprestasi, kurang mengingat.

3. Rencana asuhan Keperawatan Teoritis

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sumbatan lidah di endotrakea,


peningkatan sekresi saliva, keruskan neromuskuler.
Tujuan : Setelah dilakukan askep 3x24 Jam masalah bersihan jalan nafas
tidak efektif tidak terjadi dan teratasi.
Kriteria hasil : nafas normal ( 25 – 30 x/menit ), tidak tejadi aspirasi, tidak ada
dispnea, tidak ada penumpukan sekret.

INTERVENSI RASIONAL
1. Anjurkan klien untuk 1. Menurunkan resiko aspirasi atau
mengosongkan mulut dari masuknya sesuatu benda asing
benda/zat tertentu kedalam tirah baring

2. Letakkan klien dalam posisi 2. Meningkatkan aliran (drainase),


miring dan pada permukaan sekret, mencegah lidah jatuh dan
datar menyumbat jalan nafas

3. Tanggalkan pakaian klien pada 3. Untuk memudahkan usaha klien


daerah leher atau dada dan dalam bernafas dan ekspansi
abdomen dada

4. Melakukan penghisapan sesuai 4. Mengeluarkan mukus yang


indikasi berlebihan menurunkan resiko
aspirasi atau afeksia

5. Berikan oksigen sesuai 5. Membantu pemenuhi kebutuhan


program terai oksigen adar tetap adekuat.

2. Termogulasi tidak efektif : Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolik,


proses infeksi

Tujuan : Setelah dilakukan askep 3x24 Jam, masalah termogulasi tidak efektif
teratasi.

Kriterua hasil : Demam berkurang, suhu normal 36,5 – 37,5 ̊ C , Nadi dan RR
normal, tidak ada perubahan warna kulit

INTERVENSI RASIONAL

1. Kaji faktor-faktor terjadinya 1. Mengetahui penyebab terjadinya


peningkatan suhu peningkatan suhu tubuh karena
penambahan pakaian / selimut dapat
menghambat penurunan suhu.

2. Pemantauan tanda vital yang teratur


2. Observasi tanda – tanda vital dapat menentukan perkembangan
keperawatan selanjutnya.

3. Ajarkan keluarga cara 3. Proses konduksi / perpindahan

memberikan kompres dibagian panas dengan suatu bahan perantara.

kepala / ketiak

4. Anjurkan untuk menggunakan 4. Proses hilangnya panas akan

pakaian tipis yang terbuat dari terhalangi oleh pakaian tebal dan

kain katun tidak dapat menyerap keringat.

5. Berikan ekstra cairan dengan 5. Kebutuhan cairan meningkat karena


menganjurkan klien banyak penguapan tubuh yang meningkat.
minum

1. Resiko terhadap cidera berhubungan dengan perubahan kesadaran, keruskan kognitif


selama kejang, atau kerusakan mekanisme perlindungan diri dan aktivitas kejang yang
terkontrol ( gangguan keseimbangan )

Tujuan : Setelah dilakukan askep selama 3x24 Jam masalah resiko terhadap
cidera teratasi dan tidak terjadi.

Kriteria Hasil : tidak terjadi cidera fisik pada klien, klien dalam kondisi aman, tidak
ada memar dan tidak ada resiko terjatuh.

INERVENSI RASIONAL

1. Identifikasi faktor lingkungan 1. Dengan menjauhkan barang-barang


yang memungkinkan resiko disekitarnya dapat membahayakan
terjadinya cidera saat terjadinya kejang

2. Pasang penghalang ditempat 2. Penjagaan untuk keamanan, untuk


tidur mencegah terjadinya cidera pada
klien

3. Letakkan klien ditempat tidur 3. Area yang rendah dan datar dapat
yang rendah & datar mencegah terjadinya cidera pada
klien

4. Siapkan kain lunak untuk 4. Lidah berpotensi tergigit saat

mencegah terjadinya tergigitnya kejang karena saat kejang biasanya

lidah saat kejang lidah menjulur kedepan

5. Berikan obat anti kejang 5. Mengurangi aktivitas kejang yang


berkepanjangan yang dapat
mengurangi suplai oksigen

4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan berhubungan dengan


kurang pemanjaan, kesalahan interprestasi, kurang mengingat.

Tujuan : Setelah dilakukan askep 1x24 Jam masalah kurang pengetahuan


mengenai kondisi dan aturan pengobatan teratasi.

Kriteria hasil : Mampu mengungkapkan pemahaman tentang gangguan dan


berbagai rangsangan yang telah diberikan, mulai merubah perilaku,
mentaati peraturan obat yang diresepkan.

INTERVENSI RASIONAL
1. Jelaskan mengenai prognosis 1. Memberikan kesempatan untuk
penyakit dan perlunya mengklarifikasi kesalahan
pengobatan persepsi & keadaan penyakit yang
ada
2. Berikan informasi yang 2. Pengetahuan yang diberikan
adekuat tentang prognosis mampu menurunkan resiko dari
penyakit dan tentang interaksi efek bahay satu penyakit & cara
obat yang potensial menanganinya

3. Kebutuhan terpeutik dapat


3. Tekankan perlunya untuk
berubah sehingga mempersiapkan
melakukan evaluasi yang
kemungkinan yang akan terjadi
teratur/melakukan pemeriksaan
laboratorium sesuai indikasi

4. Aktivitas yang sedang & teratur


4. Diskusikan manfaat kesalahan
dapat membantu
umum yang baik, seperti diet
menurunkan/mengendalikan
yang adekuat, & istirahat yang
faktor presdiposisi
cukup

Pelaksanaan
Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri
dan kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor
kemajuan kesehatan klien ( Santosa. NI, 1989;162 )

Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data
subyektif dan obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan keperawatan
sudah dicapai atau belum. Bila perlu langkah evaluasi ini merupakan langkah awal
dari identifikasi dan analisa masalah selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai