Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. P3002 Ab100


POST SC HARI KE-1 DENGAN INDIKASI PREEKLAMSI
DI RUANG BRAWIJAYA RSUD KANJURUHAN KAB. MALANG

OLEH:
STEVANUS XIMENES VIEGAS TEDEZ
NIM. 191172

PROGRAM PENDIDIKAN DIII KEPERAWATAN


INSTITUT TEKNOLOGI SAINS KESEHATAN Rs.dr SOEPRAOEN
MALANG
2021

1
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. Y P3002 Ab100


POST SC HARI KE-1 DENGAN INDIKASI PREEKLAMSI
DI RUANG BRAWIJAYA RSUD KANJURUHAN KAB. MALANG

KELOMPOK 5

NAMA: STEVANUS XIMENES VIEGAS TEDEZ


NIM. 191172
PERIODE PRAKTEK/MINGGU KE: 22– 26 NOVEMBER 2021 / MINGGU 1-
MATERNITAS

Malang, 22 NOVEMBER 2021


Pembimbing Instusi, Pembimbing Lahan,

(Ns.MOKHTAR JAMIL,M.Kep) AWALIYAH

2
DAFTAR ISI

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN.................................................1


LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................................................2
BAB I LAPORAN PENDAHULUAN......................................................................................4
1.1 Definisi........................................................................................................................4
1.2 Jenis Operasi Setio Caesarea.......................................................................................4
1.3 Klasifikasi Setio Caesarea...........................................................................................5
1.4 Etiologi........................................................................................................................6
1.5 Indikasi dan Kontraindikasi Sectio Caesarea..............................................................6
1.6 Patofisiologi dan Pathway...........................................................................................7
1.7 Komplikasi..................................................................................................................1
1.8 Pemeriksaan Penunjang...............................................................................................1
1.9 Perawatan Post op Sectio Caesarea.............................................................................2
PREEKLAMSIA....................................................................................................................1
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................5
BAB II ASUHAN KEPERAWATAN.......................................................................................1
ANALISA DATA......................................................................................................................9

3
BAB I LAPORAN PENDAHULUAN

SECTIO CAESARIA

1.1 Definisi

Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan


melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan
syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram
(Sarwono, 2019) Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan
janin dengan membuka dinding perut dan dinding rahim (Mansjoer, 2018)
jadi sectio caesaria adalah suatu pembedahan guna melahirkan janin lewat
insisi pada dinding abdomen dan uterus persalinan buatan, sehingga janin
dilahirkan melalui perut, dinding perut dan dinding rahim agar  anak
lahir dengan keadaan utuh dan sehat.

1.2 Jenis Operasi Setio Caesarea

1. Jenis operasi Setiocaesarea :


a. Setio caesarea abdomen
b. Setio caesarea transperitonealis
2. Setio caesarea vaginalis :
Menurut arah sayatan pada Rahim, Setiocaesarea dapat dilakukan
sebagai berikut :
a. Sayatan memanjang (longitudinal) menurut kronig
b. Sayatan melintanng (transversal) menurut kerr
c. Sayatan huruf T (T-Incision)
3. Setiocaesarea klasik (Corporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah Rahim
(low cervical transfersal) kira-kira sepanjang 10 cm tetapi saat ini tekhnik ini
jarang dilakukan karena memiliki bannyak kekurangan namun pada kasus seperti
operasi berulang yang memiliki banyak perlenketan organ cara ini dapat
dipertimbangkan.
4. Setio caesarea ismika (profunda )

4
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah Rahim
(low servical transfersal) kira-kira sepanjang 10 cm.

1.3 Klasifikasi Setio Caesarea

Klasifikasi Sectio Caesarea menurut (Hary Oxorn dan Wiilliam R. Forte, 2017).
1. Segmen bawah : Insisi melintang
Karena cara ini memungkinkan kelahiran per abdominam yang aman sekalipun
dikerjakan kemudian pada saat persalinan dan sekalipun dikerjakan kemudian
pada saat persalinan dan sekalipun rongga Rahim terinfeksi, maka insisi melintang
segmenn bawah uterus telah menimbulkan revolusi dalam pelaksanaan obstetric.
2. Segmen bawah : Insisi membujur
Cara membuka abdomen dan menyingkapkan uterus sama seperti insisi melintang,
insisi membujur dibuat dengan scalpel dan dilebarkan dengan gunting tumpul
untuk menghindari cedera pada bayi.
3. Sectio Caesarea klasik
Insisi longitudinal digaris tengah dibuat dengan scalpel kedalam dinding anterior
uterus dan dilebarkan keatas serta kebawah dengan gunting yang berujung tumpul.
Diperlukan luka insisi yang lebar karena bayi sering dilahirkan dengan bokong
dahulu. Janin serta plasenta dikeluarkan dan uterus ditutup dengan jahitan tiga
lapis. Pada masa modern ini hamper sudah tidak dipertimbangkan lagi untuk
mengerjakan Sectio Caesarea klasik. Satu-satunya indikasi untuk prosedur segmen
atas adalah kesulitan teknis dalam menyingkapkan segmenn bawah.
4. Sectio Caesarea Extraperitoneal
Pembedahan Extraperitoneal dikerjakan untuk mennghindari perlunya
histerektomi pada kasus-kasus yang menngalami infeksi luas dengan mencegahh
peritonitis generalisata yang sering bersifat fatal. Ada beberapa metode Sectio
Caesarea Extraperitoneal, seperti metode Waters, Latzko, dan Norton, T. tekhnik
pada prosedur ini relative lebih sulit, sering tanpa sengaja masuk kedalam vacuum
peritoneal dan isidensi cedera vesica urinaria meningkat. Metode ini tidak boleh
dibuang tetapi tetap disimpan sebagai cadangan kasus-kasus tertentu.
5. Histerektomi Caesarea
Pembedahan ini merupakan Sectio Caesarea yang dilanjutkan dengan pengeluaran
uterus. Jika mungkin histerektomi harus dikerjakan lengkap (histerektomi total).
Akan tetapi, karena pembedahan subtoral lebih mmudah dan dapatt dikerjakan

5
lebih cepat, maka pemmbedahan subtoral menjadi prosedur pilihan jika terdapat
perdarahan hebat dan pasien terjadi syok, atau jika pasien dalam keadaan jelek
akibat sebab-sebab lain. Pada kasus-kasus semacam ini lanjutan pembedahan
adalah menyelesaikannya secepat mungkin.

1.4 Etiologi

a. Etiologi yang berasal dari ibu, yaitu pada primigravida dengan kelainan letak,
primi para tua disertai kelainan letak ada, disproporsi sefalo pelvik (disproporsi
janin / panggul ), ada sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk, terdapat
kesempitan panggul, Plasenta previa terutama pada primigravida, solutsio plasenta
tingkat I – II, komplikasi kehamilan yang disertai penyakit ( jantung, DM ).
Gangguan perjalanan persalinan (kista ovarium, mioma uteri, dan sebagainya).
b. Etiologi yang berasal dari janin, yaitu disebabkab karena fetal distress / gawat
janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan janin, prolapsus tali pusat dengan
pembukaan kecil kegagalan persalinan vakum atau forceps ekstraksi. (Nurarif &
Hardhi, 2015).

1.5 Indikasi dan Kontraindikasi Sectio Caesarea

1. Indikasi
a. Indikasi yang berasal dari ibu yaitu pada primigravida dengan kelainan letak,
pramiparatua disertai ada kelainan letak, disproporsi sefalo pelvik (disproporsi
janin/panggul), sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk, terdapat
kesempitan pannggul, plasenta previa terutama pada primigravida, solusio
plasenta tingkat I-II, komplikasi kehamilan yaitu preeklamsia-eklamsia, atas
permintaan, kehhamilan yang disertai penyakit (jantung-DM), gangguan
perjalanan persalinan (kista ovarium, mioma uteri dan sebagainya).
b. Indikasi yang berasal dari janin yaitu, Fetal distress/gawat janin, mal
presentasi dan mal posisi kedudukan janin, prolapsus tali pusat dengan
pembukaan kecil, kegagalan persalinan vakum atau forceps ekstraksi
(Jitowiyono, 2017).
2. Kontraindikasi
Sectio sesarea tidak boleh dikerjakan kalau ada keadaan berikut ini :

6
a. Kalau janin sudah mati atau berada dalam keadaan jelek sehingga
kemungkinan hidup kecil. Dalam keadaan ini tidak ada alas an
untuk melakukan operasi berbahaya yang tidakdiperlukan.
b. Kalau jalan lahir ibu mengalami infeksi yang luas dan fasilitas
untuk caesarea extraperitoneal tidak tersedia.
c. Kalau dokter bedahnya tidak berpengalaman. Kalau keadaannya
tidak menguntungkan bagi pembedahan, atau kalau tidak tersedia
tenaga asisten yang memadai

1.6 Patofisiologi dan Pathway

Terjadi kelainan pada ibu dan kelainan pada janin menyebabkan persalinan
normal tidak memungkinkan dan akhirnya harus dilakukan tindakan Sectiocaesarea,
bahkan sekarang Sectiocaesarea menjadi salah satu pilihan persalinan (Sugeng, 2018).
Adanya beberapa hambatan ada proses persalinan yang menyebabkan bayi tidak dapat
dilahirkan secara normal, misalnya plasenta previa, rupture sentralis dan lateralis,
pannggul sempit, partus tidak maju (partus lama), pre-eklamsi, distokksia service dan
mall presentasi janin, kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan
pembedahan yaitu Sectiocaesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan yang akan menyebabkan pasien
mengalami mobilisasii sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas.
Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak
mampu melakukan aktifitas. perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul
masalah deficit perawatan diri. Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan,
penyembuhan dan perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada
pasien. Selain itu dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada
dinding abdomen sehingga menyebabkan inkontinuitas jaringan, pembuluh darah dan
saraf-saraf di daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan
prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri. Setelah semua proses pembedahan
berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post operasii, yang bila
tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah resiko infeksi.

Pathway

7
1.7

Komplikasi

Komplikasi yang mungkin muncul dari tindakan Sectio Caesarea adalah


komplikasi pembiusan, perdarahan pasca operasi Sectio Caesarea, syok perdarahan,
obstruksi usus, gangguan pembekuan darah, dan cedera organ abdomen seperti usus,
ureter, kandung kemih, pembuluh darah. Pada Sectio Caesarea juga bisa terjadi
infeksi sampai sepsis apalagi pada kasus dengan ketuban pecah dini. Dapat juga
terjadi komplikasi pada bekas luka operasii (Anggi, 2011). Hal yang sangat
mempengaruhi atau komplikasi pasca operasi yaitu infeksi jahitan pasca Sectio
Caesarea, infeksi ini terjadi karena banyak factor, seperti infeksi intrauteri, adanya
penyakit penyerta yang berhubungan dengan infeksi misalnya, abses tuboofaria,
apendiksitis akut/perforasi.
Diabetes mellitus, gula darah tidak terkontrol, kondisi imunokompromised
misalnya, infeksi HIV, Tuberkulosis atau sedang mengkonsumsi kortikosteroid jangka
panjang, gisi buruk, termasuk anemia berat, sterilitas kamar operasi dan atau alat tidak
terjaga, alergi pada materi benang yang digunakan daan kuman resisten terhadap
antibiotic. Akibat infeksi ini luka bekas Sectio Caesarea akan terbuka dalam minggu
pertama pasca operasi. Terbukanya luka bisa hanya kulit dan subkulit saja, bisa juga
sampai fascia yang disebut dengan bust abdomen. Umumnya, luka akan bernanah
atau ada eksudat dan berbahaya jika dibiarkan karena kuman tersebut dapat menyebar
melalui aliran darah. Luka yang terbuka akibat infeksi itu harus dirawat, dibersihkan
dan dilakukan kultur dari caiiran luka tersebut (Valleria, 2019).

1.8 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemantauan janin terhadap kesehatan janin


2. Pemantauan EKG
3. JDL dengan diferensial
4. Elektrolit
5. Hemoglobin/Hematokrit
6. Golongan Darah
7. Urinalis
8. Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi
9. Pemeriksaan sinar X sesuai indikasi.
10. Ultrasound sesuai pesanan. (Dalam buku Aplikasi Nanda 2018)

1.9 Perawatan Post op Sectio Caesarea

Ibu yang mengalami komplikasi obstetric atau medis memerlukan observasi ketat
setelah resiko Setiocaesarea. Bangsal persalinan adalah tempat untuk memulihkan dan
perawatan. Fasilitas perawatan intensif atau ketergantungan tinggi harus siap tersedia
dirumah sakit yang sama. Perawatan umum untuk semua ibu meliputi :
1. Kaji tanda-tanda vital dengan interval diats (15 menit). Pastikan kondisinya
stabil.
2. Lihat tinggi fundus uteri (TFU), adanya perdarahan dari luka dan jumlah
lochea.
3. Pertahankan keseimbangan cairan.
4. Pastikan analgesa yang adekuat.
5. Penggunaan analgesa epidural secara kontinu sangat berguna
6. Tangani kebutuhan khusus dengan indikasi langsung untuk Sectio Caesarea,
misalnya kondisi medis deperti diabetes.
7. Anjurkan fisioterapi dada dan ambulasi dini jika tidak ada koontraindikasi.
8. Sebelum pemulangan harus diberikan kesempatan yang sesuai dengan keadaan
dan jawab pertanyaan-pertanyaan pasien.
9. Jadwalkan kesempatan untuk melakukan pengkajian ulang pasca melahirkan
guna memastikan penyembuhn total, mendiskusikan kehamilan berikutnya dan
memastikan tindak lanjut perawatan untuk kondisi medisnya. (Fraser, 2020).
PREEKLAMSIA

1.1 Definisi
Menurut Lalenoh (2018) preeklampsia adalah kelahiran multi sistemik yang
terjadi pada kehamilan yang ditandai dengan adanya hipertensi dan edema, serta dapat
disertai proteinuria, biasanya terjadi pada usia kehamilan 20 minggu keatas atau
dalam triwulan ketiga dari kehamilan, tersering pada kehamilan 37 minggu, ataupun
dapat terjadi segera sesudah persalinan. Preeklampsia merupakan sindroma spesifik
kehamilan yang terutama berkaitan dengan berkurangnya perfusi organ akibat
vasospasme dan aktivasi endotel, yang bermanifestasi dengan adanya peningkatan
tekanan darah dan proteinuria.

1.2 Etiologi
Marmi, dkk (2016) mengatakan bahwa penyebab preeklamsia belum
diketahui, namun preeklamsia sering terjadi pada:
1) Primigravida
2) Tuanya kehamilan
3) Kehamilan ganda
Rukiyah dan Yulianti (2014) mengatakan bahwa penyebab preeklamsia saat ini
tidak bisa diketahui dengan pasti, walaupun penelitian yang dilakukan terhadap
penyakit ini sudah sedemikian maju. Semuanya baru didasarkan pada teori yang
dihubung-hubungkan dengan kejadian. Itulah sebab preeklamsia disebut juga
“disease of theory”, gangguan kesehatan yang berasumsi pada teori. Adapun teori-
teori tersebut antara lain:
1) Peran Prostasiklin dan tromboksan
Pada preeklamsia dan eclampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler,
sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PG 2) yang ada pada kehamilan
normal meningkat, aktifitas penggumpalan dan fibrinolysis yang kemudian akan
diganti thrombin dan plasmin.
2) Peran faktor imunologis
Preeklamsia sering terjadi pda kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada
kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama
pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna.
3) Faktor genetic
Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetic pada kejadian preeklamsia-
ekslampsia antara lain: a) Preeklampsia hanya terjadi pada manusia; b) terdapatnya
kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklampsia-eklampsia pada anak-anak
dan ibu yang menderita preeklamsia-eklampsia; c) kecenderungan meningkatnya
frekuensi pada anak cucu ibu hamil dengan riwayat preeklampsia-eklampsia dan
bukan pada ipar mereka; d) peran Renin-Angiotensin-Aldosteron Sistem (RAAS).
Varney, dkk (2012) mengatakan bahwa ada beberapa kondisi yang
berhubungan dengan preeklampsia, yaitu:
1. Nuliparitas
2. Penyakit trofoblastik (70% terjadi pada kasus mola hidatidosa)
3. Kehamilan kembar, tanpa memperhatikan paritas
4. Riwayat penyakit:
a. Hipertensi kronis
b. Penyakit ginjal kronis
c. Diabetes mellitus pra kehamilan
5. Riwayat preeklampsia atau ekslampsia dalam keluarga
6. Riwayat preekslampsia sebelumnya
7. Peningkatan risiko untuk multipara yang memiliki pasangan seks yang baru
8. Ethis Amerika-Afrika dan Asia (Ekasari & Natalia, 2019)

1.3 Klasifikasi
Menurut Arda & Hartaty (2021) klasifikasi pre eklamsia dibagi menjadi 2 yaitu
sebagai berikut:
a. Pre eklamsia ringan
Pre eklamsia ringan ditandai dengan:
1) Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi berbaring
terlentang; kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih dari tensi baseline (tensi
sebelum kehamilan 20 minggu); dan kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih.
Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak
periksa 1 jam, atau berada dalam interval 4-6 jam.
2) Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka; kenaikan berat badan 1 kg atau lebih
dalam seminggu.
3) Proteinuria kuantatif 0,3 gr atau lebih per liter; kualitatif 1 + atau 2 + pada urin
kateter atau midstream (aliran tengah).
b. Pre eklamsia berat
Pre eklamsia berat ditandai dengan:
1) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
2) Proteinuria 5 gr atau lebih per liter.
3) Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam .
4) Adanya gangguan serebral atau kesadaran, gangguan visus atau penglihatan, dan
rasa nyeri pada epigastrium.
5) Terdapat edema paru dan sianosis
6) Kadar enzim hati (SGOT, SGPT) meningkat disertai ikterik.
7) Perdarahan pada retina.
8) Trombosit kurang dari 100.000/mm

1.4 Manifestasi Klinis


Biasanya tanda-tanda pre eklampsia timbul dengan urutan pertambahan berat
badan yang berlebihan, diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya proteinuria. Pada pre
eklampsia ringan tidak ditemukan gejala-gejala subyektif. Sedangkan pada pre
eklampsia berat ditemukan gejala subjektif berupa sakit kepala di daerah frontal,
diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, dan mual atau muntah.
Gejala-gejala ini sering ditemukan pada pre eklampsia yang meningkat dan
merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan timbul. Penegakkan diagnosa pre
eklampsia yaitu adanya 2 gejala di antara trias tanda utama, dimana tanda utamanya
yaitu hipertensi dan 2 tanda yang lain yaitu edema atau proteinuria. Tetapi dalam
praktik medis hanya hipertensi dan proteinuria saja yang dijadikan sebagai 2 tanda
dalam penegakkan diagnosa pre eklamsia (Sartikawati, 2021).

1.5 Patofisiologi
1.6 Pathway

Gangguan Multi Organ

Otak Darah Mata


Paru
Hati

Penumpukan
Spasmus
Vasokontriksi
Endotheliosis
arteriola
darah
PD
Edema serebri miokard

Edema
Peningkatan
duktusLAEDP
optikus
Peningkatan PDGangguan
pecahdan kontraktilitas
SDM pecah
retina
tek.intrakranial miokard
Kongesti vena pulmonal
Perdarahan Anemia
Diplopia
hemolitik
Risiko Kejang
Ketidakefektifan Payah jantung
Proses perpindahan cairan
Perfusi Jaringan karena perbedaan tekanan
Otak KelemahanRisikoKetidakseimb
Cedera
Risiko Jatuh
angan
Penurunan suplay
Curah
& kebutuhan
Jantung
Timbul edema (gangguan
O2
fungsi alveoli (ronchi,
rales, takipnea, PaCO2
menurun
Gangguan
mobilitas
Gangguan
fisikPertukaran
Gas
1.7 Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Risnah, Yustilawati, & Agrevita, 2021) pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan pada pasien dengan pre eklamsia yaitu sebagai berikut:
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan Darah Lengkap dan Apusan Darah
a. Penurunan hemoglobin (nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin untuk
wanita hamil adalah 12-14 gr%).
b. Hematokrit menurun (nilai rujukan 37-43 vol%).
c. Trombosit menurun (nilai rujukan 150.000-450.000/mm3)
2) Urinalisis, ditemukan protein dalam urine.
3) Pemeriksaan Fungsi Hati
a. Bilirubin meningkat (N= < 1 mg/dL).
b. LDH (laktat dehidrogenase) meningkat.
c. Aspartat aminomtransferase (AST) > 60 uL.
d. Serum Glutamat Pirufat Transaminase (SGPT) meningkat (N= 15-45 u/ml)
e. Serum Glutamat Oxaloacetic transaminase (SGOT) meningkat (N= < 31
u/ml)
f. Total protein serum menurun (N= 6,7 – 8,7 g/dL)
4) Tes Kimia Darah
Asam urat meningkat > 2,7 mg/dL, dimana nilai normalnya yaitu 2,4 – 2,7
mg/dL

b. Pemeriksaan Radiologi
1) Ultrasonografi (USG).
Hasil USG menunjukan bahwa ditemukan retardasi perteumbuhan janin intra
uterus. Pernafasan intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan volume cairan
ketuban sedikit.
2) Kardiotografi
Hasil pemeriksaan dengan menggunakan kardiotografi menunjukan bahwa
denyut jantung janin lemah.
1.8 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan pre eklamsia tergantung pada
derajat pre eklamsia yang dialami. Namun yang termasuk komplikasi pre eklamsia antara
lain:
a. Komplikasi pada Ibu
1) Eklamsia
2) Tekanan darah meningkat dan dapat menyebabkan perdarahan otak dan gagal
jantung mendadak yang berakibat pada kematian ibu
3) Gangguan fungsi hati: Sindrom HELLP (Hemolisis, Elevated, Liver, Enzymes and
Low Plateleted) dan hemolisis yang dapat menyebabkan ikterik. Sindrom HELLP
merupakan singkatan dari hemolisis (pecahnya sel darah merah), meningkatnya
enzim hati, serta rendahnya jumlah platelet/trombosit darah. HELLP syndrome
dapat secara cepat mengancam kehamilan yang ditandai dengan terjadinya
hemolisis, peningkatan kadar enzim hati, dan hitung trombosit rendah. Gejalanya
yaitu mual, muntah, nyeri kepala, dan nyeri perut bagian kanan atas
4) Solutio plasenta
5) Hipofebrinogemia yang berakibat perdarahan
6) Gangguan fungsi ginjal: oligo sampai anuria
7) Perdarahan atau ablasio retina yang dapat menyebabkan kehilangan penglihatan
untuk sementara
8) Aspirasi dan edema paru-paru yang dapat mengganggu pernafasan
9) Cedera fisik karena lidah tergigit, terbentur atau terjatuuh dari tempat tidur saat
serangan kejang
10) DIC (Disseminated Intravascular Coagulation) atau kelainan pembekuan darah.

b. Komplikasi pada Janin


1) Hipoksia karena solustio plasenta
2) Terhambatnya pertumbuhan janin dalam uterus sehingga terjadi peningkatan angka
morbiditas dan mortalitas perinatal
3) Asfiksia mendadak atau asfiksia neonatorum karena spasme pembuluh darah dan
dapat menyebabkan kematian janin (IUFD)
4) Lahir prematur dengan risiko HMD (Hyalin Membran Disease) (Ekasari & Natalia,
2019).

1.9 Penatalaksanaan
a. Pencegahan atau Tindakan preventif
1) Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu secara teliti, mengenali tanda-
tanda sedini mungkin (pre-eklamsi ringan), lalu diberikan pengobatan yang cukup
supaya penyakit tidak menjadi lebih berat.
2) Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya pre-eklemsi kalau ada
faktor-faktor predisposisi.
3) Berikan penerangan tentang manfaat istirahat dan tidur, ketenangan, serta
pentingnya mengatur diet rendah garam, lemak, serta karbohidrat dan tinggi
protein, juga menjaga kenaikan berat badan yang berlebihan.

b. Penatalaksanaan atau Tindakan kuratif


Tujuan utama penatalaksanaan atau penanganan adalah untuk mencegah terjadinya
pre-eklamsia berlanjut dan eklamsia, sehingga janin bisa lahir hidup dan sehat serta
mencegah trauma pada janin seminimal mungkin.
1) Penanganan pre eklamsia ringan
Pengobatan hanya bersifat simtomatis dan selain rawat inap, maka penderita dapat
dirawat jalan dengan skema periksa ulang yang lebih sering, misalnya 2 kali
seminggu. Penanganan pada penderita rawat jalan atau rawat inap adalah dengan
istirahat ditempat, diit rendah garam, dan berikan obat-obatan seperti valium tablet
5 mg dosis 3 kali sehari atau fenobarbital tablet 30 mg dengan dosis 3 kali 1 sehari.
Diuretika dan obat antihipertensi tidak dianjurkan, karena obat ini tidak begitu
bermanfaat, bahkan bisa menutupi tanda dan gejala pre-eklampsi berat. Bila gejala
masih menetap, penderita tetap dirawat inap.Monitor keadaan janin : kadar estriol
urin, lakukan aminoskopi, dan ultrasografi, dan sebagainya.Bila keadaan
mengizinkan, barulah dilakukan induksi partus pada usia kehamilan minggu 37 ke
atas.

2) Penanganan pre eklamsia berat


a) Pre eklamsia berat pada kehamilan kurang dari 37 minggu.
Jika janin belum menunjukan tanda-tanda maturitas paru-paru dengan uji kocok
dan rasio L/S, maka penanganannya adalah sebagai berikut:
(1) Berikan suntikan sulfas magnesikus dengan dosis 8 gr intramuskular
kemudian disusul dengan injeksi tambahan 4 gr itramuskular selama tidak
ada kontraindikasi
(2) Jika ada perbaikan jalannya penyakit, pemberian sulfas magnesikus dapat
diteruskan lagi selama 24 jam sampai dicapai kriteria pre-eklamsia ringan
kecuali ada kontraindikasi
(3) Selanjutnya ibu dirawat, diperiksa, dan keadaan janin dimonitor, serta berat
badan ditimbang seperti pada pre eklamsia ringan, sambil mengawasi
timbulnya lagi gejala
(4) Jika dengan terapi diatas tidak ada perbaikan dilakukan terminasi kehamilan
dengan induksi partus atau tindakan lain tergantung keadaan.
Jika pada pemeriksaan telah dijumpai tanda-tanda kematangan paru janin, maka
penatalaksanaan kasus sama seperti pada kehamilan diatas 37 minggu.
b) Pre eklamsia berat pada kehamilan lebih dari 37 minggu.
(1)Penderita dirawat inap
(a)Istirahat mutlak dan ditempatkan dalam kamar isolasi
(b)Berikan diet rendah garam dan tinggi protein
(c)Berikan suntikan sulfas magnesikus 8 gr intramuskular, 4 gr digluteus
kanan dan 4 gr digluteus kiri
(d)Suntikan dapat diulang dengan dosis 4 gr setiap 4 jam.
(e)Syarat pemberian MgSO4 adalah refleks patella positif; diuresis 100 cc
dalam 4 jam terakhir; respirasi 16 kali per menit, dan harus tersedia
antidotumnya yaitu kalsium glukonas 10% dalam ampul 10 cc
(f) Infus dekstrosa 5% dan ringer laktat.
(2)Berikan obat anti hipertensif : injeksi katapres 1 ampul IM dan selanjutnya
dapat diberikan tablet katapres 3 kali ½ tablet atau 2 kali ½ tablet sehari.
(3)Diuretika tida diberikan kecuali bila terdapat edema umum, edema paru dan
kegagalan jantung kongestif. Untuk itu dapat disuntikan 1 ampul IV lasix.
(4)Segera setelah pemberian sulfas magnesikus kedua, dilakukan induksi partus
dengan atau tanpa amniotomi. Untuk induksi dipakai oksitosin (pitosin atau
sintosinon) 10 satuan dalam infus tetes.
(5)Kala II harus dipersingkat dengan ekstraksi vakum atau forceps, jadi ibu
dilarang mengedan.
(6)Jangan diberikan methergin postpartum, kecuali bila terjadi perdarahan yang
disebabkan atonia uteri.
(7)Pemberian sulfas magnesikus, kalau tidak ada kontraindikasi, kemudian
diteruskan dengan dosis 4 gr setiap 4 jam dalam 24 jam post partum.
(8)Bila ada indikasi obstetrik dilakukan seksio sesarea.

c. Perawatan Mandiri untuk Kasus Pre Eklamsia


1) Aromatherapy : penelitian membuktikan bahwa minyak tertentu dapat
menimbulkan efek pada penurunan tekanan darah dan membantu relaksasi seperti :
levender, kamomile, kenanga, neroli dan cendana. Tetapi ada juga aromatehrapy
yang dapat meningkatkan tekanan darah diantaranya rosemary, fenel, hyssop dan
sage.
2) Pijat : pijat bagian punggung, leher, bahu, kaki, bisa memberikan ketenangan dan
kenyamanan.
3) Shiatsu, tai chi, yoga, dan latihan relaksasi
4) Terapi nutrisi : spesialis nutrisi menganjurkan penggunaan vitamin dan suplemen
mineral, khususnya zinc dan vitamin B6.
DAFTAR PUSTAKA

Arda, D., & Hartaty, H. (2021). Penerapan Asuhan Keperawatan Post Op Section Caesarea
dalam Indikasi Preeklampsia Berat. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 10(2), 447–
451. https://doi.org/10.35816/jiskh.v10i2.631
Ekasari, T., & Natalia, M. S. (2019). Deteksi Dini Preeklamsi dengan Antenatal Care. Kab.
Takalar: Yayasan Ahmar Cendekia Indonesia.
Lalenoh, D. C. (2018). Preeklampsia Berat dan Eklampsia: Tatalaksana Anestesia
Perioperatif (1st ed.). Yogyakarta: Deepublish.
Risnah, Yustilawati, E., & Agrevita, A. (2021). EVIDENCE BASED NURSING TERAPI
MUROTTAL PADA KLIEN PREEKLAMPSIA POST SECTIO CAESAREA. Jurnal
Ilmu Keperawatan Dan Kebidanan Nasional, 3(2), 31–40.
Sartikawati, F. (2021). ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY . T ( 31 TAHUN ) P3A1
PREEKLAMSI BERAT DAN GAWAT JANIN DI RUANG ALAMANDA – B RSUP Dr .
HASAN SADIKIN BANDUNG FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ‘
AISYIYAH BANDUNG.
POKJA DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan. Jakarta. Dewan Pengurus Pusat

Anda mungkin juga menyukai