Anda di halaman 1dari 16

Learning Objective BLOK 15

SKENARIO 1
REGULASI NAPZA
“FLY ME TO THE MOON”

OLEH:

NAMA: RIBKA APRILIA MANGIRI


NO. STAMBUK: N 101 18 069
KELOMPOK: 1(SATU)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TADULAKO

PALU
1. Istilah narkotika, psikotropika dan zat adiktif. Dibuat perbedaanya
Jawab:
a. Narkotika:
Menurut UU RI No 22 / 1997, Narkotika adalah: zat atau obat yang berasal dari
tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
b. Psikotropika
MenurutUU RINo 5/ 1997,Psikotropika adalah: zat atau obat, baik alamiah
maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh
selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkanperubahankhas pada aktifitas
mental danperilaku. Psikotropika terdiri dari 4 golongan
c. Zat adiktif
Yang termasuk Zat Adiktif lainnya adalah: bahan/ zat yang berpengaruh
psikoaktif diluar Narkotika dan Psikotropika misalnya minuman alcohol,inhalasi
dan tembakau
Sumber:
Soetrisno.,Trimulya,D.M.,Riyanto,S.2017. HUBUNGAN PEMBELAJARAN
KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DENGAN PENGETAHUAN TENTANG
NAPZA SISWA SMU DI SURAKARTA. Jurnal Kesehatan Reproduksi,Vol.1(3):196-
202

2. Golongkan NAPZA?
Jawab:
Narkotika terdiri dari 3 golongan :
1. Golongan I: Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan
ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi
sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan (contoh: Heroin, Kokain, Ganja).
2. Golongan II: Narkotika yang berkhasiat pengobatan, digunakan sebagai pilihan
terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan
ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan
(contoh: Morfin, Petidin).
3. Golongan III: Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam
terapi dan / atau tujuan pengebangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
ringan mengakibatkan ketergantungan (contoh: Codein).

Psikotropika terdiri dari 4 golongan:


1. Golongan I: Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi kuat
mengakibatkan sindroma ketergantungan (contoh: Ekstasi).
2. Golongan II: Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalan
terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat
mengakibatkan sindroma ketergantungan (contoh: Amphetamine).
3. Golongan III: Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan
dalam terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan (contoh: Phenobarbital).
4. Golongan IV: Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan
dalam terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan (contoh: Diazepam, Nitrazepam)

Zat adiktif terdiri atas:


1. Minuman Alkohol: mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh menekan
susunan saraf pusat, dan sering menjadi bagian dari kehidupan manusia sehari–hari
dalam kebudayaan tertentu. Jika digunakan bersamaan dengan Narkotika atau
Psikotropika akan memperkuat pengaruh obat / zat itu dalam tubuh manusia. Ada 3
golongan minuman beralkohol6,7,9 : a) Golongan A: kadar etanol 1 – 5 % (bir). b)
GolonganB:kadaretanol 5– 20% (berbagai minuman anggur) c) Golongan C: kadar
etanol 20 – 45 % (Minuman whisky dan Vodca)
2. Inhalasi (gas yang dihirup) dan solven (zat pelarut) mudah menguap berupa
senyawa organik, yang terdapat pada berbagai barang keperluan rumah tangga,
kantor, dan sebagai pelumas mesin. Bahan yang sering disalahgunakan adalah: lem,
tiner, penghapus cat kuku, bensin.
3. Tembakau: pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangat luas di
masyarakat. Dalam upaya penanggulangan NAPZA di masyarakat, pemakaian rokok
dan alkohol terutama pada remaja, harus menjadi bagian dari upaya pencegahan,
karena rokok dan alkohol sering menjadi pintu masuk penyalahgunaan NAPZA lain
yang berbahaya.

Berdasarkan efeknya terhadap perilaku yang ditimbulkan dari NAPZA dapat


digolongkan menjadi 3 golongan
Golongan Depresan Golongan Stimulan Golongan Halusinogen
(Downer) (Upper)
Jenis NAPZA yang Jenis NAPZA yang Jenis NAPZA yang dapat
berfungsi mengurangi merangsang fungsi tubuh menimbulkan efek
aktifitas fungsional tubuh. dan meningkatkan halusinasi yang bersifat
Jenis ini membuat kegairahan kerja. Jenis ini merubah perasaan, pikiran
pemakainya menjadi menbuat pemakainnya dan seringkali
tenang dan bahkan menjadi aktif, segar dan menciptakan daya pandang
membuat tertidur bahkan bersemangat. Contoh: yang berbeda sehingga
tak sadarkan diri. Amphetamine (Shabu, seluruh persaan dapat
Contohnya: Opioda Ekstasi), Kokain. terganggu. Contoh:
( Morfin, Heroin, Codein), Kanabis (ganja ).
sedative (penenang),
Hipnotik (obat tidur) dan
Tranquilizer (anti cemas ).

Sumber:
Soetrisno.,Trimulya,D.M.,Riyanto,S.2017. HUBUNGAN PEMBELAJARAN
KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DENGAN PENGETAHUAN TENTANG
NAPZA SISWA SMU DI SURAKARTA. Jurnal Kesehatan Reproduksi,Vol.1(3):196-
202

3. Prevalensi dan epidemiologi penggunaan napza


Jawab:
Menurut laporan United Nations Office Drugs and Crime 2009 menyatakan 149
sampai 272 juta penduduk dunia usia 15-64 tahun menyalahgunakan obat setidaknya
satu kali dalam12 bulan terakhir.Dari semua jenis obat terlarang ganjamerupakan zat
yang paling banyak digunakan di seluruh dunia yaitu oleh 125 juta sampai dengan
203 juta penduduk dunia dengan prevalensi 2,8%-4,5%.
Berdasarkan hasil survei Badan Narkotika Nasional (BNN) bekerjasama dengan Pusat
Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia(2011) memperkirakan prevalensi
penyalahgunaan NAPZA pada tahun 2009 adalah 1,99% dari penduduk Indonesia
berumur 10-59 tahun. Pada tahun 2010, prevalensi penyalahgunaan NAPZA
meningkat menjadi 2,21%. Jika tidak dilakukan upaya penanggulangan diproyeksikan
kenaikan penyalahgunaan NAPZA dengan prevalensi 2,8% pada tahun 2015.
Survei Nasional BNN Tahun 2006 tentang Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap
NAPZA pada Kelompok Pelajar dan Mahasiswa di 33 Propinsi di Indonesia
diperolehhasil bahwadari 100pelajar dan mahasiswa rata-rata 8 orang pernah pakai
dan 5 orang dalam setahun terakhir pakai NAPZA. Total penyalahgunaan NAPZA
pada kelompok pelajar dan mahasiswa sebesar 1,1 juta jiwa dengan angka prevalensi
5,6%.
Sumber:
Soetrisno.,Trimulya,D.M.,Riyanto,S.2017. HUBUNGAN PEMBELAJARAN
KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DENGAN PENGETAHUAN TENTANG
NAPZA SISWA SMU DI SURAKARTA. Jurnal Kesehatan Reproduksi,Vol.1(3):196-
202

4. Gejala gejala yang ditimbulkan dari napza secara fisik, psikologi.


Jawab:
Bila narkotika digunakan secara terus menerus atau melebihi takaran yang telah
ditentukan akan mengakibatkan ketergantungan. Kecanduan inilah yang akan
mengakibatkan gangguan fisik dan psikologis, karena terjadinya kerusakan pada
sistem syaraf pusat (SSP) dan organ-organ tubuh seperti jantung, paru-paru, hati dan
ginjal. Dampak penyalahgunaan narkotika pada seseorang sangat tergantung pada
jenis narkotika yang dipakai, kepribadian pemakai dan situasi atau kondisi pemakai.
Secara umum, dampak kecanduan narkotika dapat terlihat pada fisik, psikis maupun
sosial seseorang.
Dampak yang dialami secara fisik:
Gangguan pada system syaraf (neurologis) seperti: kejang-kejang, halusinasi,
gangguan kesadaran, kerusakan syaraf tepi, GANGGUAN pada jantung dan
pembuluh darah (kardiovaskuler) seperti: infeksi akut otot jantung, gangguan
peredaran darah, gangguan pada kulit (dermatologis) seperti: penanahan (abses),
alergi, eksim, gangguan pada paru-paru (pulmoner) seperti: penekanan fungsi
pernapasan, kesukaran bernafas, pengerasan jaringan paru-paru. Sering sakit kepala,
mual-mual dan muntah, murus-murus, suhu tubuh meningkat, pengecilan hati dan
sulit tidur. Selanjutnya berdampak terhadap kesehatan reproduksi adalah gangguan
padaendokrin, seperti: penurunan fungsi hormon reproduksi (estrogen, progesteron,
testosteron), serta gangguan fungsi seksual, juga berdampak terhadap kesehatan
reproduksi pada remaja perempuan antara lain perubahan periode menstruasi,
ketidakteraturan menstruasi, dan amenorhoe (tidak haid). Bagi pengguna narkotika
melalui jarum suntik, khususnya pemakaian jarum suntik secara bergantian, risikonya
adalah tertular penyakit seperti hepatitis B, C, dan HIV yang hingga saat ini belum
ada obatnya. Penyalahgunaan narkotika bisa berakibat fatal ketika terjadi Over Dosis
yaitu konsumsi narkotika melebihi kemampuan tubuh untuk menerimanya. Over dosis
bisa menyebabkan kematian
Dampak yang dialami secara Psikologi
Lamban kerja, ceroboh kerja, sering tegang dan gelisah, hilang kepercayaan diri,
apatis, pengkhayal, penuh curiga, agitatif, menjadi ganas dan tingkah laku yang
brutal, sulit berkonsentrasi, perasaan kesal dan tertekan, cenderung menyakiti diri,
perasaan tidak aman, bahkan bunuh diri, gangguan mental, anti-sosial dan asusila,
dikucilkan oleh lingkungan, merepotkan dan menjadi beban keluarga serta pendidikan
menjadi terganggu, masa depan suram.

Dampak fisik dan psikis berhubungan erat. Ketergantungan fisik akan mengakibatkan
rasa sakit yang luar biasa (sakaw) bila terjadi putus obat (tidak mengkonsumsi obat
pada waktunya) dan dorongan psikologis berupa keinginan sangat kuat untuk
mengkonsumsi (biasa disebut sugest). Gejala fisik dan psikologis ini juga berkaitan
dengan gejala sosial seperti dorongan untuk membohongi orang tua, mencuri,
pemarah, manipulatif, dan lain-lain.

Sumber:
Adam,S.2016. DAMPAK NARKOTIKA PADA PSIKOLOGI DAN KESEHATAN
MASYARAKAT. Jurnal UNG, Vol.12(3):1-8

5. Struktur yang berubah dalam anatomi tubuh


Jawab:
Gangguan pada system syaraf (neurologis) seperti: kejang-kejang, halusinasi,
gangguan kesadaran, kerusakan syaraf tepi, GANGGUAN pada jantung dan
pembuluh darah (kardiovaskuler) seperti: infeksi akut otot jantung, gangguan
peredaran darah, gangguan pada kulit (dermatologis) seperti: penanahan (abses),
alergi, eksim, gangguan pada paru-paru (pulmoner) seperti: penekanan fungsi
pernapasan, kesukaran bernafas, pengerasan jaringan paru-paru. Sering sakit kepala,
mual-mual dan muntah, murus-murus, suhu tubuh meningkat, pengecilan hati dan
sulit tidur. Selanjutnya berdampak terhadap kesehatan reproduksi adalah gangguan
padaendokrin, seperti: penurunan fungsi hormon reproduksi (estrogen, progesteron,
testosteron), serta gangguan fungsi seksual, juga berdampak terhadap kesehatan
reproduksi pada remaja perempuan antara lain perubahan periode menstruasi,
ketidakteraturan menstruasi, dan amenorhoe (tidak haid).
Sumber:
Adam,S.2016. DAMPAK NARKOTIKA PADA PSIKOLOGI DAN KESEHATAN
MASYARAKAT. Jurnal UNG, Vol.12(3):1-8

6. Bagaimana patomekanisme yang terjadi secara garis besar


Jawab:
Kecanduan merupakan masalah patologis yang berujung pada masalah kerusakan
organ tubuh dan mental, mengacaukan hubungan pribadi, menimbulkan masalah
finansial, masalah hukum, overdosis hingga kematian. Namun, masalah
penyalahgunaan zat pada fase apapun dapat diatasi melalui terapi dalam proses
rehabilitasi selama penyalahguna menyadari masalahnya dan segera memutuskan
untuk rehabilitasi.
 
Tahap Coba Pakai
Rasa keingintahuan adalah sifat dasar sebagian besar manusia, terutama saat kita
masih muda dan ingin merasakan pengalaman atau sensasi baru dalam hidup. Coba
kita tanya pada seorang pecandu, apakah mereka benar-benar ingin menjadi pecandu?
Jawabnya, sebagian besar pecandu tidak ada yang ingin menjadi ketergantungan
secara fisik maupun psikologis pada narkoba. Pada umumnya, sering kali dimulai dari
rasa penasaran pada sesuatu yang belum pernah dicoba. Kita mungkin pernah ditawari
sabu atau ekstasi oleh teman saat ‘hangout’ bareng. Terlepas dari alasan menerima
tawaran tersebut, pastinya pengguna tidak ada rencana untuk memakainya secara terus
menerus.
Bereksperimen dengan narkoba tidak selalu berarti untuk bersenang-senang, beberapa
orang kesulitan me-manage stres dan masalah mereka dan berpikir bahwa narkoba
dapat dijadikan sebagai pelarian. Atau ada juga beberapa jenis obat yang berfungsi
sebagai penghilang rasa sakit jika diresepkan oleh dokter dan dikonsumsi dibawah
pengawasan medis, namun digunakan sendiri tanpa pengawasan medis maka
seseorang akan rentan menjadi kecanduan.
Tahap Coba Pakai ditandai dengan penggunaan sekali secara sukarela. Pada titik ini,
kita masih merasa dapat mengendalikan penggunaan narkoba, berpikir bisa berhenti
kapan saja dan tidak berniat meneruskannya.
 
Tahap Reguler Untuk Rekreasional atau Situasional
Dari tahap Coba Pakai pengguna  bisa ‘naik kelas’ menjadi penggunaan rutin atau
rekreasional, misalnya setiap ‘hangout’ dengan teman, penggunaan narkoba sudah
menjadi ‘menu’ dalam acara tersebut. Pada titik ini, pengguna memang belum
bergantung pada zat tersebut baik secara fisik maupun psikologis, namun tanpa
disadari otak sudah mulai terlatih untuk merespon manfaat penggunaan zat seperti:
– meredakan sakit
– mengurangi stres
– menurunkan berat badan
– relaksasi
– perasaan ‘high’.
Di fase ini, pengguna merasa masih dapat mengontrol penggunaan narkoba dan bisa
berhenti sewaktu-waktu, tetapi pengguna terlanjur merasakan efek menyenangkan
dari zat tersebut dan ada keinginan untuk memakainya lagi.
 
Tahap Penggunaan Beresiko
Pada tahap ini, masalah mulai bermunculan akibat penggunaan narkoba, seperti
mempengarruhi kinerja, penurunan nilai di sekolah atau tempat kerja, hubungan sosial
dan keuangan. Narkoba mulai mempengaruhi cara berpikir hingga tingkah laku,
pengguna bisa berperilaku yang meresikokan keselamatannya, seperti mengemudi
dibawah pengaruh zat, seks bebas, mencuri, kekerasan dan tindak kriminal lainnya. 
Pada tahap ini pengguna menjadi sadar akan masalah yang ditimbulkan akibat
penggunaan zatnya, seperti ditangkap polisi, bermasalah dengan keluarga, putus
hubungan dengan pasangan, dikeluarkan dari sekolah atau  dipecat dari pekerjaan.
Begitu penggunaan narkoba sudah menjadi memunculkan masalah, maka justru akan
sangat sulit untuk berhenti pakai. Mulai muncul dorongan kuat atau ‘craving’ untuk
memakai sekalipun sudah berpikir untuk berhenti, namun pengguna merasa sangat
kesulitan untuk mengatasi dorongan tersebut.
 
Tahap Ketergantungan
Ketergantungan terjadi ketika otak sudah mulai terbiasa dengan sensasi yang
dihasilkan oleh zat seperti sabu, kokain, alkohol, mariyuana atau obat-obat opioid
lainnya sehingga pengguna merasa membutuhkan zat tersebut untuk dapat merasa
‘normal’. Selanjutnya ambang toleransi terhadap zat meningkat sehingga perlu
menaikan dosis untuk mendapatkan sensasi yang diinginkan.
Ketergantungan bisa terjadi secara fisik atau psikologis, beberapa zat seperti opiat,
benzodiazepine dan alkohol dapat menimbulkan efek fisik gejala putus zat saat
berhenti pakai, seperti gemetar, berdebar, berkeringat, nyeri otot, nyeri tulang dan lain
sebagainya. Sementara itu efek psikologis dari gejala putus zat antara lain 
kecemasan, depresi, kesulitan fokus dan menjadi pelupa.
Jika sudah pada tahap ini, pengguna sudah kesulitan mengontrol penggunaannya –
tidak mampu untuk berhenti sendiri. Pengguna menyadari akan bahaya yang
ditimbulkan terhadap kesehatan, karir dan keluarga tetapi tidak dapat berhenti
menggunakan zatnya. Tubuh dan pikiran bergantung pada pemakaian zat tersebut,
kecuali jika pengguna segera memutuskan untuk menjalani detoksifikasi dan
psikoterapi. Tidak menutup kemungkinan dikemudian hari pengguna kembali relapse.
 
Tahap Kecanduan
Ditahap kecanduan, ketergantungan pada zat sudah semakin kompulsif. Pengguna sangat
membutuhkan zatnya untuk dapat ‘berfungsi’ dan akan melakukan apa saja unyuk
mendapatkannya. Ketika tidak mendapatkan zatnya, muncul ‘craving’ yang tak
tertahankan dan seluruh hidupnya terasa diluar kendali. Pada titik ini, narkoba lah yang
mengendalikan hidup si pengguna. National Institutre of Drug Abuse (NIDA)
mendefinisikan kecanduan sebagai penyakit kronis yang melibatkan neurotransmitter di
otak yang mempengaruhi motivasi, ingatan dan penghargaan. Faktor genetik merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang lebih cepat mengalami kecanduan
daripada orang lain. Efek kecanduan antara lain:
 Relapse kronis
 Kurangnya kesadaran tentang masalah yang ditimbulkan akibat penggunaan narkoba
 Hilangnya respon emosional
 Merusak hubungan sosial
 Penyakit fisik
 Kematian

Sumber:
BNN.2021. Kenali 5 Tahapan Kecanduan Ini dan Segera Rehabilitasi. Viewed
on:22 september 2021. From: https://malangkota.bnn.go.id/

7. Pencegahan secara internal (diri sendiri) dan eksternal (keluarga dan lingkungan)
Jawab:
Secara internal(diri sendiri):
1.Jangan pernah untuk mencoba-coba menggunakan narkotika, kecuali atas dasar
pertimbangan medis atau dokter.
2.Mengetahui akan berbagai macam dampak buruk narkoba.
3.Memilih pergaulan yang baik dan jauhi pergaulan yang bisa mengantarkan kita pada
penyalahgunaan narkotika.
4.Memiliki kegiatan-kegiatan yang positif, berolahraga atau pun mengikuti kegiatan
kegiatan organisasi yang memberikan pengaruh positif baik kepada kita.
5.Selalu ingatkan bahwawasannya ancaman hukuman untuk penyalah guna Narkoba,
apalagi bagi pengedar Narkoba adalah Lembaga Pemasyarakatan.
6.Gunakan waktu dan tempat yang aman, jangan keluyuran malam-malam.
Bersantailah dengan keluarga, berkaraoke, piknik, makan bersama, masak bersama,
beres-beres bersama nonton bersama keluarga.
7.Bila mempunyai masalah maka cari jalan keluar yang baik dan jangan jadikan
narkoba sebagai jalan pelarian.
Secara eksternal (keluarga dan lingkungan):
1. Orang tua harus memiliki pengetahuan secara jelas tentang narkoba , agar dapat
memberikan pengetahuan dan pembekalan pada anak tentang ganasnya narkoba dan
bagaimana cara menghindarinya.
2. Hindari kepercayaan diri yang berlebihan bahwa anaknya adalah anak yang
sempurna dan tidak punya masalah, ini perlu dilakukan agar secepatnya dapat
mendeteksi dini bila ada perobahan yang tidak lazim pada anaknya.
3. Jangan segan mengawasi dan mencari penyebab terjadinya perubahan tingkah dan
perilaku pada anaknya.
4. Cek secara berkala kondisi kamar ( bila anak memiliki kamar pribadi ), pakaian
yang habis dipakai (isi kantong, aroma pakaian, dls) tas sekolah dan atribut lainnya.
(dalam melakukannya perlu strategi yang baik agar tidak menimbulkan konflik
dengan anaknya).
5. Orang tua sebaiknya dapat menjadi model dan contoh yang baik bagi anaknya serta
sekaligus juga dapat berperan sebagai sahabatnya. ( agar anaknya tidak segan
mencurahkan segala isi hati, pendapat dan permasalahan yang dihadapinya).
6. Menerapkan dan membudayakan delapan fungsi keluarga di dalam kehidupan
sehari-hari keluarga. Agar muncul rasa nyaman pada anak ketika berada di
lingkungan keluarganya.
Sumber:
BKKBN.2016. STRATEGI SEDERHANA PENCEGAHAN PENGGUNAAN NARKOBA
MELALUI KELUARGA. Viewed on:22 september 2021. From:
https://www.bkkbn.go.id/
Badan KBPMPP.2016. CARA PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA.
Viewed on:22 september 2021. From: https://dinp3ap2kb.slemankab.go.id/

8. Diagnose banding dari scenario


Jawab:
Salah satu diagnosis banding dari penggunaan napza adalah gangguan psikotik akut.
Gangguan psikotik adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan adanya halusinasi,
waham, perilaku kataton, perilaku kacau, pembicaraan kacau yang pada umumnya
disertai tilikan yang buruk. Waham atau delusi adalah kepercayaan yang salah,
berdasarkan simpulan yang salah tentang kenyataan eksternal, yang dipegang teguh
meskipun apa yang diyakini semua orang merupakan bukti-bukti yang jelas dan tak
terbantahkan
Sumber:
Lumingkewas,P.E.,Pasiak,T.,Ticoalu,S.H.2017. Indikator yang Membedakan Gejala
Psikotik dengan Pengalaman Spiritual dalam Perspektif Neurosains (Neuro-
Anatomi). Jurnal e-Biomedik.Vol.5(2)

9. Prognosis dari scenario


Jawab:
Dubia ad bonam jika pasien melakukan rehabilitasi secara total dengan baik di
fasilitas rehabilitasi sosial
Dubia ad malam jika pasien mengalami overdosis dari kecanduan terhadap
penggunaan napza

10. Gangguan apa saja yang bisa terjadi


Jawab:
Sekitar 10% orang yang mulai menggunakan napza akan mengalami perubahan
perilaku dan gejala lain sejalan dengan waktu yang pada kemudian akan membentuk
gangguan Penyalahgunaan napza (baik penggunaan obat berbahaya atau
ketergantungan napza dalam sistem klasifikasi ICD-10).
Inti dari sindrom ketergantungan napza adalah keinginan kuat dan tak dapat
dikendalikan untuk menggunakan obat serta ketidakmampuan untuk mengendalikan
konsumsi dan jumlah obat yang dikonsumsi yang pada akhirnya mengarah pada
jumlah waktu tidak proporsional yang dihabiskan untuk kegiatan terkait
mengkonsumsi obat secara berlebihan. Seiring waktu, penggunaan obat menempati
prioritas yang jauh lebih tinggi untuk individu tertentu, menggantikan kegiatan lain
yang pernah memiliki nilai lebih besar. Individu dengan gangguan ini sering
kehilangan minat dan mengabaikan keluarga serta kehidupan sosial, pendidikan,
pekerjaan, dan rekreasi mereka. Mereka mungkin terlibat dalam perilaku berisiko
tinggi dan terus menggunakan napza terlepas dari pengetahuan mereka tentang
masalah sosial dan/atau interpersonal berulang akibat penggunaan napza. Akhirnya,
beberapa obat dapat menghasilkan penurunan efek dosis atau toleransi obat yang
sama, dan sindrom putus obat, yaitu serangkaian gejala merugikan yang khas ketika
jumlah obat yang dikonsumsi berkurang atau penggunaan obat dihentikan. Keinginan
untuk mengkonsumsi napza mungkin terus bertahan, atau dengan mudah diaktifkan
kembali, bahkan setelah suatu periode berhenti mengkonsumsi napza yang panjang.
Gejala dan perilaku ini didasari oleh gangguan jalur neuron di wilayah otak yang
mengatur motivasi dan suasana hati, pengalaman kesenangan dan kesejahteraan,
memori dan pembelajaran, dan kemampuan untuk menekan impuls yang tidak
diinginkan.
Masyarakat ilmiah saat ini telah memiliki pemahaman yang kompleks tentang
bagaimana gangguan fungsi otak ini kemudian berkembang hingga menyebabkan
gangguan penyalahgunaan napza. Pertama, faktor keturunan atau genetik berperan
dalam menurunkan peningkatan risiko ketergantungan ke generasi berikutnya. Risiko
genetik ini dibuktikan dengan respons berbeda terhadap dosis awal napza pada
individu yang berisiko, yaitu mereka menunjukkan lebih banyak efek positif, lebih
sedikit efek negatif, dan kemampuan untuk mentolerir dosis yang jauh lebih tinggi
daripada yang ditemui pada individu tanpa faktor risiko genetik. Namun demikian,
risiko genetik ini dapat dimodifikasi oleh pengalaman awal kehidupan yang dapat
memiliki efek protektif tetapi juga dapat memunculkan efek yang merugikan bagi
individu. Trauma di awal kehidupan, kekurangan, dan stres yang persisten dapat
membuat individu lebih rentan untuk terkena efek abnormal pada otak setelah terjadi
paparan awal napza. Pada individu yang rentan, paparan terhadap napza memicu
mekanisme "reward learning" patologis serta mengganggu respons yang dipelajari
sebelumnya terkait perilaku dan penghargaan (reward) lain, seperti interaksi sosial
atau makanan. Jenis respons baru yang dipelajari ini sangat stabil dan dapat bertahan
seumur hidup, serupa dengan perilaku yang dipelajari lainnya seperti misalnya cara
mengendarai sepeda.
Lingkungan netral sebelumnya menjadi sangat terkait dengan pengalaman akibat
pemakaian obat, yaitu ketika obat dikonsumsi, dan kemudian dapat secara mandiri
memicu keinginan untuk kembali mengkonsumsi napza dan merangsang perilaku
mencari napza. Keinginan untuk mengkonsumsi napza ini juga dapat dipicu oleh
paparan stres atau bahkan sejumlah kecil minuman keras lainnya seperti alkohol.
Seiring waktu, ingatan terkait dengan pengalaman penggunaan napza ini menjadi
sangat kuat dan persisten. Keinginan untuk menggunakan napza dapat menjadi mudah
dipicu sedangkan kemampuan untuk mengendalikan dan menekan dorongan untuk
menggunakannya menjadi lebih lemah, sehingga individu yang terkena mungkin
melanjutkan penggunaan napza meskipun sebelumnya ada keinginan kuat untuk tidak
melakukannya.
Sebagai akibatnya, fungsi otak yang tidak normal pada individu yang terkena
pengaruhi napza ini akan memengaruhi kecenderungan mereka dalam membuat
keputusan dengan konsekuensi yang membahayakan kesehatan dan kesejahteraan
mereka sendiri dan juga kesejahteraan keluarga dan komunitas mereka, termasuk
untuk terlibat dalam perilaku yang ilegal atau perilaku yang sebelumnya dianggap
tidak etis atau tidak bermoral oleh mereka, baik untuk tujuan agar dapat membeli
napza atau karena mereka berada di bawah pengaruh napza.
Selain gejala penyakit kompleks ini, individu dengan gangguan penyalahgunaan
napza yang parah lebih sering mengalami masalah medis atau kejiwaan tambahan.
Mereka yang menyuntikkan napza kemungkinan akan terpapar infeksi yang
ditularkan melalui darah (HIV - Human Immunodeficiency Virus, HCV - Virus
Hepatitis C) dan TB - Tuberkulosis, serta memiliki risiko tinggi terkena masalah
kardiovaskular dan hati dan peningkatan risiko terlibat dalam insiden lalu lintas dan
kecelakaan lain dan lebih sering mengalami kekerasan. Orang dengan ketergantungan
napza memiliki angka harapan hidup yang jauh lebih rendah. Sebagai contoh, angka
kematian orang dengan ketergantungan opioid secara signifikan lebih tinggi daripada
angka yang ditemui pada populasi umum dan kematian lebih sering terjadi pada usia
muda. Ketergantungan opioid diperkirakan menyumbang 0,37% dari DALY global
(tahun-tahun kehidupan yang disesuaikan dengan Disabilitas), peningkatan 73% pada
estimasi DALY pada tahun 1990 (Degenhardt et al. 2014). Overdosis, HIV/AIDS,
Hepatitis C, cedera yang tidak disengaja (kecelakaan dan kekerasan), penyakit
kardiovaskular, dan bunuh diri adalah penyebab kematian paling sering yang
disebabkan oleh penyalahgunaan napza. Hubungan antara gangguan kejiwaan dan
penggunaan napza sangat kompleks. Seringkali gangguan kejiwaan tersendiri telah
ditemui sebelum dimulainya penyalahgunaan napza sehingga menempatkan individu
pada risiko yang lebih besar untuk terkena gangguan penyalahgunaan napza.
Gangguan kejiwaan juga dapat berkembang secara sekunder akibat gangguan
penyalahgunaan napza yang menyebabkan perubahan biologis di otak akibat
penggunaan napza secara kronis. Risiko terkena ketergantungan napza dan komplikasi
kejiwaan secara khusus sangat tinggi pada anak-anak dan remaja yang terpapar efek
napza sebelum otak mereka sepenuhnya mencapai kematangan, yang biasanya
tercapai pada usia pertengahan dua puluhan.
Karena gangguan penyalahgunaan napza pada umumnya bersifat kronis, risiko
kambuh untuk kembali menggunakan napza tetap ada selama bertahun-tahun bahkan,
dalam beberapa kasus, kekambuhan dapat terjadi bertahun-tahun pantang sama sekali
dari napza. Implikasinya adalah bahwa layanan terapi harus siap untuk bekerja dengan
pasien gangguan penyalahgunaan napza dalam jangka panjang, mempertahankan
kontak, dan menawarkan pemantauan selama bertahuntahun bahkan, kadang-kadang,
seumur hidup. Sistem semacam ini mirip dengan sistem perawatan untuk pasien
dengan penyakit kronis lainnya (diabetes, asma, tekanan darah tinggi) yang siap untuk
menghadapi periode remisi gejala, juga eksaserbasi, dengan memberikan intensitas
intervensi sesuai dengan keparahan masalah yang ada tanpa berharap bahwa kondisi
tersebut dapat sepenuhnya disembuhkan setelah episode perawatan jangka pendek.
Dengan menyadari sifat kronis dan kekambuhan pengguna napza, penggunaan napza
yang terus berlanjut tidak menyiratkan bahwa pengobatan tidak efektif dan, oleh
karena itu, tidak berguna. Sebaliknya, pengobatan yang tepat diberikan berulang kali
meskipun penggunaan napza terus dilakukan atau kambuh sesekali. Sangatlah penting
untuk menjamin peningkatan kualitas dan peningkatan angka harapan hidup terlepas
dari masalah kesehatan yang persisten dan serius sambil meminimalkan efek
berbahaya bagi pengguna narkoba dan masyarakat serta memaksimalkan peluang
hidup yang panjang dan sehat.
Sumber:
UNODC.2016. Standar Internasional untuk Rawatan Gangguan Penyalahgunaan
Napza.Viewed on: 23 september 2021. From: https://www.unodc.org/

11. Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan pada pengguna


Jawab:
Pemeriksaan fisik yang dapat kita lakukan pada pengguna napza adalah dengan
inspeksi dan melakukan anamnesis pada pasien. Salah satu hasil pemeriksaan fisik
yang dapat kita dapatkan pada penderita adalah:

 Mata merah dan pupil mata yang mengecil atau membesar


 Perubahan pola makan atau pola tidur
 Penurunan atau peningkatan berat badan yang drastis dalam waktu singkat
 Sering kelelahan atau justru sangat bertenaga dan tidak bisa diam
 Sulit atau tidak bisa tidur
 Perubahan pada penampilan fisik atau ketidakpedulian terhadap penampilan
 Sering mimisan
 Batuk yang tidak kunjung sembuh
 Mengalami kejang tanpa adanya riwayat epilepsy

Sumber:
UNODC.2016. Standar Internasional untuk Rawatan Gangguan Penyalahgunaan
Napza.Viewed on: 23 september 2021. From: https://www.unodc.org/

12. Pemeriksaan penunjang


Jawab:

(1) Pemeriksaan penunjang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) meliputi
pemeriksaan urin, pemeriksaan laboratorium, foto thorax, dan pemeriksaan penunjang
lainnya.
(2) Pemeriksaan penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai
indikasi.

Sumber:

PERMENKESRI.2016. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK


INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN TERAPI
BUPRENORFINA.Viewed on: 23 september 2021. From: http://www.bphn.go.id/

Anda mungkin juga menyukai