Anda di halaman 1dari 10

Tugas Tutorial Palu, September 2021

BLOK 15

LEARNING OBJECTIVE SKENARIO 1


REGULASI NAPZA
“Fly Me to The Moon”

NAMA : FADILA GUNAWAN


NIM : N10118066
KELOMPOK :2

FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS TADULAKO
2021
LEARNING OBJECTIVE

1. Istilah narkotika, napza. Dibuat perbedaanya


NAPZA/NARKOBA merupakan singkatan dari NARkotika, PsiKOtropika, dan
Bahan Adiktif lainnya.
- Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam
golongangolongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang. (UU No. 35
Tahun 2009 tentang Narkotika).
- Psikotropika merupakan zat atau obat bukan narkotika, baik alamiah maupun
sintesis, yang memiliki khasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan
saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan
perilaku.
- Bahan adiktif adalah bahan/zat yang berpengaruh psikoaktif di luar Narkotika dan
Psikotropika dan dapat menyebabkan kecanduan(Irwan, 2018).

2. Golongan NAPZA?
Menurut Snyder setiap yang berpengaruh terbadap susunan saraf pusat tersebut
sebagai psychoactive drugs (zat psikoaktif) yang membaginya atas golongan :
- Opiat atau opioid, misalnya morfin dan heroin
- Neuroleptik (antipsikotik), misalnya khlorpromazin, haloperidol
- Stimulans, seperti amfetamin dan kokain
- Anti-ansietas, seperti amitripillin, imipramine
- Psikedeliks, seperti LSD, meskalin
- Sedative hipnotik, seperti fenobarbitol, kloralhidrat(Prasetyo, 2017)
Klasifikasi NAPZA berdasarkan Undang-Undang tahun 1997, yaitu :
Narkotika Psikotropika

Golongan 1 (hanya untuk ilmu Golongan 1 (hanya untuk ilmu


pengetahuan dan teknologi) : tanaman pengetahuan dan teknologi) : LSD,
poppy, opium, kokain, ganja, dan heroin MDMA, Meskalin, dll

Golongan 2 : Metadon, morfin, dan Golongan 2 : Amfetamin, PCP, dll


petidin
Golongan 3 : kodein dan etilmorfina Golongan 3 : Nor-pseudoefedrin,
brimazepam, alprazolam, diazepam, dll

Berdasarkan klasifikasi kerjanya


Depresan Stimulant Halusinogen

Alkohol Amfetamin LSD, DMT

Benzodiazepine Metamfetamin Meskalin

Opioid Kokain PCP


Solven Nikotin Ketamine

Barbiturate Khat Kanabis (dosis tinggi)

Kanabis (dosis rendah) Kafein Magic mushrooms

MDMA MDMA

(Prasetyo, 2017)

3. Prevalensi dan epidemiologi penggunaan NAPZA


Penyalahgunaan narkoba di dunia masih menjadi problematika krusial yang harus
dihadapi setiap negara hingga saat ini. Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh
United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) mengungkapkan bahwa pada
tahun 2018 terdapat 269 juta orang di seluruh dunia pernah menggunakan narkoba.
Diperkirakan sama dengan 5,4 % dari populasi dunia yang berusia 15-64 tahun.
Artinya bahwa 1 dari 19 orang pernah menggunakan narkoba. Mendukung data
tersebut, hasil survei nasional yang dilakukan terhadap penyalahgunaan narkoba di 13
Provinsi oleh Pusat Penelitian Data dan informasi Badan Narkotika Nasional (BNN),
tahun 2017 jumlah prevalensi kasus penyalahgunaan narkoba berdasarkan kelompok
usia 10-59 tahun berjumlah 3.376.115 orang, berdasarkan jenis pekerjaannya sebesar
59% adalah pekerja, 24% pelajar dan 17% adalah populasi umum yang jika ditinjau
dari jenis kelaminnya sebanyak 72% pecandu adalah laki-laki dan 28% pecandu
adalah perempuan(Khotimah, 2021).
Dari hasil penelitian yang dilakukan BNN secara 3ias3r3c setiap tiga tahunnya,
angka prevalensi terhadap narkotika mulai tahun 2011 sampai dengan tahun 2019
terjadi penurunan yang cukup signifikan. Pada tahun 2011 prevalensi pada angka 2,23
persen, pada tahun 2014 prevalensi pada angka 2,18 persen, pada tahun 2017 pada
angka 1,77 persen dan pada tahun 2019 pada angka 1,80 persen. Disamping itu,
menurut Data Angka Prevalensi Nasional tahun 2019 terhadap orang yang pernah
memakai narkotika menjadi berhenti menggunakan dan tidak mengkonsumsi
narkotika kembali, terjadi penurunan sekitar 0,6 persen dari jumlah 4,53 juta jiwa
(2,40 persen) menjadi 3,41 juta jiwa (1,80 persen), sehingga 3ias3r sekitar satu juta
jiwa penduduk Indonesia berhasil diselamatkan dari pengaruh narkotika(Irianto,
2020).
Interpretasi dari beberapa penjabaran data secara global maupun nasional tersebut
dapat dilihat bahwasanya penyalahgunaan narkoba ini adalah masalah yang
mengalami peningkatan yang cukup siginifikan bahkan hingga menyebabkan
kematian. Terlebih lagi, ditinjau menurut kelompok usia pecandunya tidak hanya
terfokus pada satu kelompok usia saja. Melainkan dari usia anak hingga lansia dapat
menjadi pecandunya. Hal ini juga berbanding lurus dengan pengkategorian
berdasarkan pekerjaan, bahwa pecandu juga berasal dari kategori pekerja, pelajar
hingga kategori lainnya yang terdapat di dalam populasi. Serta kasus tertinggi
berdasarkan jenis kelamin didominasi oleh laki-laki. Namun demikian, di Provinsi
Kalimantan Timur pada tahun 2020 mengalami penurunan kasus yang ditandai
dengan menurunnya peringkat kasus penyalahgunaan narkoba di Indonesia. Pada
2018 peringkat kasus penyalahgunaan narkoba Provinsi Kalimantan Timur
menduduki posisi empat besar. Tetapi dapat menurun secara signifikan ke posisi 23
dari 34 provinsi pada tahun 2020 (Humas Pemprov Kaltim, 2020).
Provinsi dengan angka prevalensi terbesar keempat, berdasarkan Survei
Penyalahgunaan Narkoba tahun 2019 ini, ditempati oleh Sulawesi Tengah, dengan
angka prevalensi pernah memakai narkoba sekitar 3,30% atau setara dengan jumlah
penduduk sebanyak 61.857 jiwa. Sementara itu, angka prevalensi penyalahgunaan
narkoba dalam satu tahun terakhir di Provinsi Sulawesi Tengah ini mencapai 2,8%,
atau setara dengan jumlah penduduk sekitar 52.341 jiwa. Dengan demikian, jumlah
penduduk Sulawesi Tengah yang pernah memakai narkoba namun tidak lagi
memakainya dalam satu tahun terakhir hanya berkurang sekitar 15% saja.
Berdasarkan angka prevalensi, baik pernah pakai maupun mereka yang memakai
dalam satu tahun terakhir, kontribusinya pada pembentukan angka prevalensi pernah
pakai secara nasional sebesar 0,64%, dan kontribusi prevalensi pemakaian narkoba
dalam satu tahun terakhir secara nasional mencapai 0,53%(Azmiardi, 2021).
Angka prevalensi itu signifikan dengan tingkat peredaran narkoba di Sulawesi
Tengah, seiring dengan banyaknya kasus yang diungkap, termasuk banyaknya jumlah
pengedar di wilayah itu. Berdasarkan data BNNP Sulawesi Tengah, sepanjang tahun
2018, kasus penyalahgunaan narkoba yang berhasil diungkap mencapai 37 kasus
dengan jumlah tersangka sebanyak 67 orang orang, dan barang bukti yang disita
sebanyak 1.162,36532 gram shabu, dan 2.639,7865 gram ganja. Pada tahun 2019
sampai dengan bulan Juli, BNNP Sulawesi Tengah dan jajarannya telah berhasil
mengungkap kasus narkoba sebanyak 27 kasus yang melibatkan 43 orang tersangka
(37 orang pria dan 6 orang wanita). Salah satu wilayah yang ditengarai menjadi pusat
peredaran narkoba di Sulawesi Tengah yaitu Kecamatan Tatanga di Kota Palu. Hal itu
didasarkan berbagai pengungkapan kasus yang berhasil dilakukan oleh BNNP
Sulawesi Tengah(Azmiardi, 2021).

4. Gejala gejala yang ditimbulkan dari NAPZA secara fisik, psikologi.


a. Pecandu daun ganja Pecandu ganja memiliki ciri-ciri sebagai berikut: cenderung
lesu, mata merah, kelopak mata mengantuk terus, doyan makan karena perut
terasa lapar terus dan suka tertawa jika terlibat pembicaraan lucu.
b. Pecandu Putauw Pecandu Putaw memiliki ciri-ciri sebagai berikut: sering
menyendiri ditempat gelap sambil mendengarkan musik, malas mandi karena
kondisi badan kedinginan, badan kurus, layu serta selalu apatis terhadap lawan
jenis.
c. Pecandu inex atau ekstasi Pecandu inex atau ekstasi memiliki ciri-ciri sebagai
berikut: suka keluar rumah, selalu riang jika mendengar musik house, wajah
terlihat lelah, bibir suka pecah-pecah dan badan suka keringatan, sering minder
setelah pengaruh inex hilang.
d. Pecandu sabu-sabu Pecandu sabu-sabu memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
gampang gelisah dan serba salah melakukan apa saja, jarang mau menatap mata
jika diajak bicara, mata sering jelalatan, karaktrernya dominan curiga, apalagi
pada orang yang baru dikenal, badan berkeringat meski berada diruang ber-AC,
suka marah dan sensitive(Djamaluddi, 2018).
Kesehatan fisik dan penampilan diri menurun dan suhu badan tidak beraturan,
jalan sempoyongan, bicara pelo(cadel), apatis (acuh tak acuh), mengantuk, agresif,
nafas sesak, denyut jantung dan nadi lambat, kulit terasa dingin, nafas
lambat/berhenti, mata dan hidung berair, menguap terus menerus, diare, rasa sakit
seluruh tubuh, takut air sehingga malas mandi, kejang, kesadaran menurun,
penampilan tidak sehat,tidak peduli terhadap kesehatan dan kebersihan, gigi tidak
terawat dan kropos, bekas suntikan pada lengan atau bagian tubuh lain(pada pengguna
dengan jarum suntik)(Sandi,2016)
Gangguan emosional (cemas, gelisah, marah, emosi labil, sedih, depresi,
euforia). Gangguan pada proses pikir (waham, curiga, paranoid, halusinasi).
Gangguan pada psikomotor (hipperaktif/ hipoaktif, agresif gangguan pola tidur, sikap
manipulatif dan lain-lain)(Sandi,2016)

5. Struktur yang berubah dalam anatomi tubuh


Pada penggunaan alcohol yang kronik akan terjadi pengurangn volume total
daru substansia nigra terutama pada area lobus frontal. Hal ini kemudian terkait
dengan penurunan kemampuan memori dan kognitif, alcohol juga dikatakan
menyebabkan gangguan eksekutif
Craving adalah suatu kondisis individu dengan ketergantungan NAPZA akan
memiliki pikiran yang intrusive dan keinginan yang kuat untul meggunakan NAPZA.
Pada saat terjadi craving maka bagian otak yang berperan adalah korteks prefrontal
PPC(Prefontal cortex). Pada pemeriksaan imaging didapatkan peningketan aktivitas
pada PPC terutama pada area orbitofronteal dan dorsolateral. Korteks prefrontal
terkait dengan pengambilan keputusan, dan fungsi ini terganggu pada individu dengan
adiksi. Pemeriksaan imaging menemukan beberapa penemuan dibawah ini:
a. Korteks prefrontal yang tidak teraktivasi akan mencegah kekambuhan
b. Blockade reseptor glutamate pada nucleus akumbens akan menegah
kekambuhan
c. Pada terjadiny kekambuhan didapatkan peningkatan pelepasan glutamate pada
nucleus akumbens(Prasetyo, 2017)

6. Bagaimana patomekanisme yang terjadi secara garis besar


Zat psikoaktif khususnya NAPZA, memiliki sifat-sifat khusus terhadap jaringan
otak yakni bersifat menekan aktivitas fungsi otak(Depresan), merangsang aktivitas
fungsi otak(stimulansia) dan mendatangkan halusinasi (hasinogenik). Interaksi
NAPZA yang masuk kedalam tubuh dengan sel-sel saraf otak dapat menyebabkan
perubahan prilaku. Perubahan-perubahan prilaku tersebut tergantung sifat-sofat dan
jenis zat yang masuk kedalam tubuh. Otak sendiri dibagi atas daerah-daerah yang
memiliki fungsi-fungsi khusus, misalnya lobus occipitalis yang menerima informasi
dari indera penglihatan(mata), cortex cerebri yang merupakan sentral berfikir dan
batang otak yang berfungsi mengendalikan denyut jantung, ritme nafas, dan
tidur(Prasetyo).
Beberapa jenis NAPZA menyusup kedalam otak karena mereka memiliki
ukutan dan bentuk yang sama dengan natural neurotransmitter. Didalam otak, dengan
jumlah atau dosis yang tepat NAPZA tersebut dapat mengunci dari dalam (lock into)
reseptor dan memulai membangkitkan suatu reaksi berantai pengisian pesa listrik
yang tidak alami yang menyebabkan neuron melepaskan sejumlah besar
neurotransmitter miliknya. Beberapa jenis NAPZA lain mengunci neuron dengan
bekerja mirip pompa sehingga neuron melepaskan lebih banyak neurotransmitter. Ada
jenis NAPZA yang menghadang re-absorbsi atau reuptake sehingga menyebabkan
kebanjiran yang tidak alami dari neurotransmitter. NAPZA memiliki neurotransmitter
yang memiliki sifat khusus sehingga penggunaan sekaligus berbagai jenis NAPZA
dapat mendatangkan kekacauan di dalam celah sinaptik(Prasetyo, 2017)

7. Pencegahan secara internal (diri sendiri) dan eksternal (keluarga dan


lingkungan)
Secara internal
Sumber pencegahan berasal dari dalam diri adalah berupa tindakan sebagai
upaya membetengi diri dari pengaruh negatif dan bujuk rayu media massa atau
perseorangan untuk menyalah- gunakan narkoba. Banyak cara yang bisa dilakukan, di
antaranya adalah membaca banyak buku tentang narkoba dan aktif berdiskusi dan
mencari tahu untung dan rugi penggunaan narkoba. Bukan itu saja, memahami
dampak yang ditimbulkan oleh penyalahgunaan narkoba juga merupakan satu metode
yang ampuh untuk pencegahan. Dari banyak membaca dan berdiskusi ini nanti akan
menumbuhkan pengetahuan dan pemahaman tentang untung ruginya
menyalahgunakan narkoba. Belajar narkoba dari perspektif keagamaan juga sangat
penting. Belajar tentang narkoba dari banyak perspektif memang sangat diperlukan,
pencegahan memang jauh lebih menguntungkan dibanding keterlanjuran.
Dalam perspektif kepribadian, semakin seseorang mengenali dirinya dan bahaya
yang mengancam dirinya adalah ciri pribadi yang matang. Kematangan pribadi inilah
yang kemudian mampu membuat dirinya assertif bisa mengatakan: “tidak” untuk
menyalahgunakan narkoba. Kegiat- an pencegahan yang berpusat pada upaya
penguatan diri dan kepribadian ini sering diistilahkan sebagai upaya self help.
Mengenal diri adalah langkah strategis dalam berbagai relasi sosial & pengembangan
diri. Bagaimana cara mengenal diri adalah melihat siapa orangtua saya, apa kelebihan
dan kekurangan saya dan apa cita-cita saya dan apa untung ruginya saya
menyalahgunakan narkoba.
Pencegahan yang lain dapat dilakukan dengan menumbuhkan rasa assertive.
Contoh yang paling jelas adalah secara tulus dan jujur berani menyatakan: Say No to
Drugs. Berani asertif artinya berani mengemukakan pikiran dan perasaannya secara
jujur dan tulus untuk tidak menyalahgunakan narkoba, tanpa harus menyakiti dan
menyinggung perasaan orang lain.
Secara Eksternal
Pencegahan yang berasal dari luar diri juga dapat dilakukan dari rumah,
masyarakat dan sekolah. Keterbukaan dalam keluarga, adanya rasa asah-asih-asuh
dalam keluarga dan terciptanya baiti janati, atau rumahku surgaku, merupakan kata
kunci pencegahan penyalahgunaan narkoba bagi pelajar dan mahasiswa. Demikian
pula menanamkan kepercayaan dalam keluarga bukan pekerjaan mudah. Karenanya,
kalau ada kepercayaan dari keluarga maka amanah ini harus kita pegang teguh.
Handarbeni keluarga mungkin kata yang pas untuk ini. Untuk itu pula dalam banyak
kesempatan penulis selalu mengingatkan agar keluarga senantiasa mengembangkan
konsep SMEPPPA (Senyum, Mendengarkan, Empati, Peka, Peduli, Pandai memuji
dan memilih kata bijak serta Action) dalam dalam kesehariannya. Orangtua yang peka
terhadap kebutuhan anaknya adalah tuntutan mutlak untuk menjadi orangtua masa
kini.
Pencegahan penyalahgunaan narkoba berbasis masyarakat dapat dilakukan
melalui institusi, agama, pramuka, karang taruna, asrama daerah, pesantren, kelompok
diskusi, dan olahraga. Pencegahan berbasis institusi agama adalah melibat unsur
agama dalam pencegahan penyalah- gunaan narkoba. Caranya adalah memfungsikan
masjid, gereja, vihara sebagai kepentingan sosial pencegahan narkoba. Melalui
pesantren dan bahkan disisipkan dalam setiap ceramah, pengajian dan bahkan khotbah
Jumat atau Minggu. Bahkan diskusi dan testimoni pengguna narkoba dapat digunakan
sebagai pencegahan yang jitu. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memahami
narkoba oleh pelajar dan mahasiswa adalah:
• Mencari tahu apa itu Narkoba dan mencermati untung ruginya, tanpa harus
mencoba
• Mengikuti pelatihan tentang pencegahan penyalahggunaan narkoba
• Belajar dari pengalaman orang lain
• Selalu ingat orangtua dan orang yang secara emosional terkait(Suryawati, 2015)

8. Diagnose banding dari scenario


- Cannabis Use Disorder
Orang-orang menggunakan ganja kering/marijuana dengan memasukannya ke
dalam lintingan rokok atau ke dalam pipa (bong). Mereka juga terkadang
mengosongkan tembakau pada rokok dan diisi dengan marijuana. Guna menghindari
asap yang dihasilkan, banyak orang yang menggunakan alat penguap (vaporizer) yang
juga sering disebut bong. Alat ini dapat menarik zat-zat aktif, termasuk THC dari
ganja dan mengumpulkan uap di unit penyimpanan. Seseorang yang menggunakan
narkotika jenis ini kemudian akan menghirup uapnya, bukan menghirup asapnya
- Amphetamine And Cocaine Use Disorder
Shabu dapat dikonsumsi dengan cara dimakan, dimasukan ke dalam rokok,
dihisap dan dilarutkan dengan air atau alkohol, lalu disuntikan ke tubuh. Merokok
atau menyuntikan shabu dapat memberikan efek yang sangat cepat pada otak dan
akan menghasilkan euforia yang intens. Karena euforia tersebut dapat memudar
dengan cepat, maka pengguna sering memakainya berulang kali(Prasetyo, 2017).
- Heroin
Heroin merupakan opioid semi sintetik yang berasal dari morfin. Heroin
berbentuk Kristal putih yang larut dalam air, dapat digunakan dengan cara
dihirup/merokok bubuk heroin dicampurkan dengan rokok atau tembakau(Prasetyo,
2017).
9. Prognosis dari scenario
Prognosis amphetamine and cocaine use disorder dipengaruhi dengan
manifestasi klinis yang terjadi. Prognosis amphetamine and cocaine use disorder yang
lebih buruk ditemukan pada pasien dengan overdosis, dan ditemukan tanda-tanda
kegagalan organ yang jelas. Pasien yang mengonsumsi amfetamin dan kokain dalam
jangka panjang dan bersama substansi lainnya memiliki prognosis yang lebih buruk.
Komplikasi yang terjadi pada kecanduan kokain dan amfetamin adalah kerusakan
berbagai organ mulai dari otak, jantung, ginjal hingga otot. (Prasetyo, 2017).

10. Gangguan apa saja yang bisa terjadi


- Delirium yang disebabkan oleh penggunaan anrfetamin biasanya muncul akibat
amfetamin penggunaan dosis tinggi atau terus-menerus sehingga deprivasi tidur
memengaruhi tampilan klinis. Kombinasi amfetamin dengan zat lain serta
penggunaan amfetamin oleh orang dengan kerusakan otak yang telah ada
sebelumnya juga dapat menyebabkan timbulnya delirium.
- Tanda gangguan psikotik terinduksi amfetamin adalah adanya paranoia. Gangguan
psikotik terinduksi amfetamin dapat dibedakan dengan skizofienia paranoid dengan
sejumlah karakteristik pembeda yang ditemukan pada gangguan psikotik terinduksi
amfetamin, yaitu adanya predominasi halusinasi visual, afek yang secara umum
serasi, hiperaktivitas. hiperseksualitas, kcbingungan dan inkoherensi, serla seclikit
bukti gangguan proses pikir (seperti asosiasi longgar).
- Awitan gangguan mood terinduksi amletamin dapat terjadi saat intoksikasi atau putus
zat. Umumnya, intoksikasi menimbulkan gambaran manik atau mood campuran,
sementara keadaan putus zat menimbulkan gambaran mood depresif.
- Amfetamin, seperti kokain, dapat menginduksi gejala yang serupa dengan yang
terlihat pada gangguan obsesif-kompulsif, gangguan panik, dan terulama, gangguan
lobia. Awitan gangguan ansietas terinduksi amfetamin.iuga dapat terjadi saat
intoksikasi atau putus zat
- Amfetamin sering digunakan untuk meningkatkan pengalaman seksual; namun, dosis
tinggi dan penggunaan jangka panjang dikaitkan dengan gangguan ereksi dan
disfungsi seksual lain. Disfungsi ini diklasifikasikan dalam DSM-lV-TR sebagai
disfungsi seksual terinduksi amfetamin.
- Intoksikasi amfetamin dapat menirnbulkan insomnia dan deprivasi tidur, sementara
orang yang sedang mengalami keadaan putus amfetamin dapat mengalami
hipersomnolen dan mimpi buruk(Sadock, 2016)
- Gangguan fisik seperti malnutrsi akibat defisiensi vitamin, kehilangan nafsu makan,
denyut jantung meninggi sehingga membahayakan bagi mereka yang pernah
mempunyai riwayat penyakit jantung, gangguan ginjal, emboli, paru dan stroke,
hepatitis(Prasetyo, 2017)

11. Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan pada pengguna


- Adanya bekas suntikan sepanjang vena di lengan, kaki bahkan pada tempat-
tempat tersembunyi misalnya dorsum penis.
- Pemeriksaan fisik terutama ditujukan untuk menemukan gejala
intoksikasi/ioverdosis/putus zat dan komplikasi medik seperti Hepatitis,
Endokarditis, Bronkoneumonia, HIV/AIDS dan lain-lain.
- Perhatikan terutama : penurunan kesadaran, pernafasan, tensi, nadi, pupil, cara
jalan, sklera ikterik, conjunctiva anemis, perforasi septum nasi, caries gigi, aritmia
jantung, edema paru, pembesaran hepar dan lain-lain.
- Penyalahguna narkotika umumnya mempunyai kebersihan mulut yang jelek,
ditandai dengan adanya serostomia, karies rampan (meth mouth), erosi pada
permukaan email, bruxism, dan sering mengalami trismus(Sandi, 2016).

12. Pemeriksaan penunjang


- Analisis Urin
- Analisis Darah
- Analisis Rambut
- Analisis Kuku
- EKG
- Foto Thoraks
- Pemeriksaan lain (HbsAg, HIV, SGPO/SGOT, Evaluasi Psikologik)(Sandi, 2016)
DAFTAR PUSTAKA

Azmiardi, A. 2021. Standar Pelayanan Minimal Rehabilitasi Napza di Indonesia Minimum


Service Standard of Drugs Rehabilitation in Indonesia. Jurnal ilmu kesehatan
masyarakat berkala. 3(1);21-2

Djamaluddi, N., Pasiga, B., Hamrun, N. 2018. Deteksi dini penyalahgunaan narkoba melalui
pemeriksaan elektrolit saliva. Makassar Dent J, 7(3);18-9.

Irianto, A. 2020. Survei Pentalahgunaan Narkoba Tahun 2019. Jakarta : Puslidatin

Irwan, N., Johardi,A., Antoro,B., Oktoris, Y.F., Anggraini, D., Sudirman., et al. 2018. Awasi
Narkoba Masuk Desa dalam Rangka Mewujudkan Desa Bersih Narkoba. Jakarta:
Direktorat Diseminasi Informasi, Deputi Bidang Pencegahan Badan Narkotika Nasional
Republik Indonesia.

Khotimah, Z.K., Ghozali. 2021. Literature Review: Persepsi Residen Pecandu Narkoba yang
Menjalani Rehabilitasi terhadap Program Therapeutic Community. Borneo Student
Research. 2(2); 5-6

Prasetyo, J., Kusumawardhani, A.A.A.A., Husin, A., Adikusumo, A., Damping, C.E.,
Brilliantina, C.E. 2017. Buku Ajar Psikiatri Edisi Ketiga. Jakarta : Badan Penerbit
FKUI

Sadock, B.J., Sadock, V.A. 2016. Kaplan & Sadock Buku ajar Psikiatri Klinis Edisi 2.
Jakarta : EGC

Sandi, A., and Abrori. 2016. Narkoba Dari Tapal Batas Negara. Bandung : Mujahidin Press
Bandung

Suryawati, S., Widhyharto, D.S., Koentjoro. 2015. UGM Mengajak : Raih Prestasi Tanpa
Narkoba. Yogyakarta : UGM Press

Anda mungkin juga menyukai