Anda di halaman 1dari 18

TUGAS EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR

EPIDEMIOLOGI, MEKANISME PENULARAN, ETIOLOGI, PATOGENESIS, DIAGNOSIS,


PENCEGAHAN & PENANGGULANGAN DBD

Di susun oleh :

ALIFIA NUR RAHMAH (6411420005)

ANNISA ZAHRA PUTRI (6411420008)

AZKIA BANARING TYAS (6411420042)

Dosen Pengampu :
drh. Dyah Mahendrasari Sukendra, M. Sc.

PRODI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


TAHUN 2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Wabah Demam Berdarah Dengue pada tahun 2016 sudah menyebar diseluruh dunia.
Daerah di wilayah Amerika melaporkan lebih dari 2,38 juta kasus pada tahun 2016, dimana
Brasil sendiri melaporkan sedikitnya kurang dari 1,5 juta kasus, kira-kira 3 kali lebih tinggi dari
pada tahun 2014. Dari 1,5 juta kasus terdapat 1032 kasus kematian akibat Demam Berdarah
Dengue yang terjadi di wilayah tersebut. Wilayah pasifik barat melaporkan lebih dari 375.000
kasus dugaan Demam Berdarah Dengue pada tahun 2016, dimana Filipina melaporkan 176.411
kasus dan Malaysia 100.028 kasus, yang menjadi penyakit dengan angka kejadian tertinggi sama
dengan tahun sebelumnya untuk kedua Negara tersebut. Kepulauan Solomon melaporkan wabah
Demam Berdarah Dengue terdapat lebih dari 7.000 kasus. Wilayah Afrika, Burkina Faso
melaporkan wabah Demam Berdarah Dengue tedapat 1.061 kasus yang terjadi.

Data dari seluruh dunia, asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita demam
berdarah dengue ( DBD ) setiap tahunnya. Sementara itu, sejak tahun 2009 negara Indonesia
tercatat sebagai Negara dengan kasus demam berdarah dengue ( DBD ) tertinggi di Asia
Tenggara dan tertinggi nomor dua di dunia setelah Thailand. Angka insiden kasus Demam
Berdarah Dengue di Indonesia dari tahun 2011-2016 secara umum mengalami peningkatan. Pada
tahun 2011, jumlah angka insiden kasus Demam Berdarah Dengue sebesar 27,67 % kemudian
pada tahun 2012 meningkat menjadi 37,27% dan pada tahun 2013 juga meningkat menjadi
45,85 %. Hal ini berbeda ketika tahun 2014 yang mengalami penurunan menjadi 39,80 %. Pada
tahun 2015 kembali mengalami peningkatan menjadi 50,75 % dan tahun 2016 meningkat secara
signifikan sebesar 78,85 %.
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan pada latar belakang masalah maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut :

1. Apa yang dimaksud dengan DBD ?

2. Bagaimana mekanisme penularan DBD ?

3. Bagaimana etiologi dari DBD ?

4. Bagaimana patogenesis dari DBD ?

5. Apa kriteria diagnosis dari DBD ?

6. Bagaimana fase dari penularan DBD?

7. Bagaimana cara pencegahan dan penanggulangan DBD ?

C. Tujuan

Tujuan dari pembuatan paper ini yaitu sebagai bentuk pembelajaran mengenai "DBD".
Serta dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan DBD, bagaimana etiologi, patogenesis dan
kriteria dari diagnosis DBD, fase-fase pada DBD serta bagaimana cara untuk mencegah dan
menanggulangi DBD.
BAB II

PEMBAHASAN

A. EPIDEMIOLOGI DBD

Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus dengue dan mengakibatkan spektrum manifestasi klinis yang bervariasi antara yang
paling ringan, demam dengue (DD), DBD dan demam dengue yang disertai renjatan atau
dengue shock syndrome (DSS), dimana ditularkan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus yang terinfeksi.

Di Indonesia kasus DBD pertama kali terjadi di Surabaya pada tahun1968. Penyakit DBD
di temukan di 200 kota di 27 provinsi dan telah terjadi KLB akibat DBD. Penderita DBD yang
tercatat selama ini, tertinggi adalah pada kelompok umur <15 tahun (95%) dan mengalami
pergerseran dengan adanya peningkatan proporsi penderita pada kelompok umur 15-44 tahun,
sedangkan proporsi penderita DBD pada kelompok umur >45 tahun sangat rendah.

Data dari departemen kesehatan RI melaporkan, bahwa pada tahun 2004 tercatat 17.707
orang terkena DBD di 25 provinsi dengan kematian 322 penderita selama bulan Januari dan
February. Daerah yang perlu di waspadai adalah DKI Jakarta, Bali dan NTB. Untuk pertama
kalinya, pada bulan maret 2002, Michael Rossman dan Richard Kuhn dari Purdue University,
Amerika Serikat, melaporkan bahwa struktur virus dengue yang berbeda dengan struktur virus
lainnya telah di temukan. Permukaan virus ini halus dan selaputnya di tutupi oleh lapisan protein
yang berwarna biru, hijau, dan kuning. Protein amplop tersebut di namakan protein E yang
berfungsi bahan genetic di dalamnya.

Penelitian di Jepara dan Ujungpandang menunjukkan bahwa nyamuk Aedes spp (vektor
pembawa virus dengue yang dapat menimbulkan penyakit Demam Berdarah Dengue)
berhubungan dengan tinggi rendahnya infeksi virus dengue di masyarakat, tetapi infeksi tersebut
tidak selalu menyebabkan DBD pada manusia karena masih tergantung pada faktor lain seperti
vector capacity, virulensi virus dengue, dan status kekebalan host.
Vector capacity dipengaruhi oleh kepadatan nyamuk yang terpengaruh iklim mikro dan
makro, frekuensi gigitan per nyamuk per hari, lamanya siklus gonotropik, umur nyamuk dan
lamanya inkubasi ekstrinsik virus dengue. Frekuensi nyamuk menggigit manusia, di
antaranya di- pengaruhi oleh aktivitas manusia, orang yang diam (tidak bergerak), 3,3 kali akan
lebih banyak digigit nyamuk Aedes aegypti dibandingkan dengan orang yang lebih aktif,
dengan demikian orang yang kurang aktif akan lebih besar risikonya untuk tertular virus
dengue. Selain itu, frekuensi nyamuk menggigit manusia juga dipengaruhi keberadaan atau
kepadatan manusia, sehingga diperkirakan nyamuk Aedes aegypti di rumah yang padat
penghuninya, akan lebih tinggi frekuensi menggigitnya dibandingkan dengan rumah yang
kurang padat.

Kekebalan host terhadap infeksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya
adalah usia dan status gizi, usia lanjut akan menurunkan respon imun dan penyerapan
gizi. Status gizi salah satunya dipengaruhi oleh keseimbangan asupan dan penyerapan
gizi, khususnya zat gizi makro yang berpengaruh pada sistem kekebalan tubuh. Selain zat gizi
makro, disebutkan pula bahwa zat gizi mikro seperti besi dan seng mempengaruhi respon
kekebalan tubuh, apabila terjadi defisiensi salah satu zat gizi mikro, maka akan merusak sistem
imun. Status gizi sangat berpengaruh terhadap status kesehatan manusia karena zat gizi
mempengaruhi fungsi kinerja berbagai sistem dalam tubuh. Secara umum berpengaruh pada
fungsi vital yaitu kerja otak, jantung, paru, ginjal, usus, fungsi aktivitas yaitu kerja otot
bergaris, fungsi pertumbuhan yaitu membentuk tulang, otot & organ lain, pada tahap tumbuh
kembang; fungsi immunitas yaitu melindungi tubuh agar tak mudah sakit; fungsi perawatan
jaringan yaitu mengganti sel yang rusak; serta fungsi cadangan gizi yaitu persediaan zat gizi
menghadapi keadaan darurat.

Jadi, munculnya kejadian DBD, dikarenakan penyebab majemuk, artinya munculnya


kesakitan karena berbagai faktor yang saling berinteraksi, diantaranya agent (virus dengue),
host yang rentan serta lingkungan yang memungkinkan tumbuh dan berkembang biaknya
nyamuk Aedes spp. Selain itu, juga dipengaruhi faktor predisposisi diantaranya kepadatan dan
mobilitas penduduk, kualitas perumahan, sikap hidup, golongan umur, dan kerentanan terhadap
penyakit.
B. MEKANISME PENULARAN DBD

Penularan virus dengue terjadi melalui gigitan nyamuk yang termasuk subgenus
Stegomya yaitu nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus sebagai vektor primer dan Aedes
polynesiensis, Aedes scutellaris serta Aedes (Finlaya) niveus sebagai vektor sekunder, selain itu
juga terjadi penularan transexsual dari nyamuk jantan ke nyamuk betina melalui perkawinan
serta penularan transovarial dari induk nyamuk ke keturunannya.
Nyamuk akan menjadi penular apabila darah yang diisapnya berasal dari orang yang sudah
terinfeksi virus dengue. Ketika terjadi proses menghisap darah, virus terbawa masuk ke dalam
tubuh nyamuk, dan mengalami perbanyakan dengan masa inkubasi (pengeraman) 8-10 hari.

Selama ini virus berkembang di dalam bagian perut nyamuk lalu menuju kelenjar ludah
nyamuk. Nyamuk infektif ini akan menggigit orang lain pada siklus gonotrofik berikutnya
sambil menularkan virus. Seseorang menjadi terinfeksi ketika nyamuk yang terinfeksi
menggigit mereka dan ada pertukaran darah. Juga, orang dapat terinfeksi jika ada pertukaran
darah dengan seseorang yang sudah memiliki virus. Patofisiologi demam berdarah dengue
termasuk demam mendadak, sakit kepala parah, mialgia, artralgia ini, leukopenia,
trombositopenia dan manifestasi perdarahan.

Virus tersebut beredar di dalam darah orang yang baru saja terinfeksi selama dua sampai
tujuh hari. Mula-mula virus ini berkembang pada tempat gigitan atau lymph-node, lalu keluar
dari jaringan ini dan menyebar melalui darah untuk menginfeksi sel-sel darah putih. Setelah itu,
keluar dari sel darah putih dan bersirkulasi di dalam darah. Jika sel yang terinfeksi sedikit, maka
demam berlangsung selama enam sampai tujuh hari. Pada saat itu, nyamuk lain yang menggigit
orang bersangkutan akan memindahkan virus tersebut keorang lain. Jika sel yang terinfeksi
banyak, demam akan lebih parah dan perdarahan lebih banyak.

Dalam beberapa kasus orang mengalami syok dan perdarahan, yang bisa berakibat fatal.
Penyakit ini disebabkan oleh salah satu dari 4 virus terkait, yaitu DEN‐1, DEN‐2, DEN‐3, dan
DEN‐4. Gejala‐gejala ini berkembang setelah masa inkubasi, yaitu sekitar 5‐8 hari. Gejala ini
dengan cepat akan muncul pada pasien. Pasien biasanya menderita lonjakan demam selama 48
sampai 96 jam. Demam akan mereda selama beberapa hari tapi kembali tinggi. Ketika ini
terjadi, ruam biasanya muncul di atas anggota badan pasien.
Nyamuk juga mempunyai sifat yang mudah terusik. Jadi dengan mudah dia pindah
menggigit pindah ke orang lain, dengan demikian penyebarannya cepat sekali. Dialam, nyamuk
bisa hidup sekitar 15 sampai satu bulan, tergantung keadaan lingkungannya.

C. ETIOLOGI DBD
Infeksi dengue disebabkan oleh virus dengue (DENV), yang merupakan virus RNA
beruntai tunggal (sekitar 11 kilobases panjang) dengan nukleokapsid ikosahedral dan ditutupi
oleh amplop lipid. Virus ini dalam keluarga Flaviviridae, genus Flavivirus, dan virus‐jenis
tertentu adalah demam kuning. Host dari DBD adalah manusia, agentnya merupakan virus
dengue dari kelompok Arbovirus B, yaitu arthropod-borne atau virus yang disebabkan oleh
artropoda yang termasuk ke dalam famili Flaviridae dan genus Flavivirus, terdiri dari 4 serotipe
yaitu Den-1, Den-2, Den-3 dan Den-4. Vector utama penyakit DBD adalah nyamuk Aedes
Aegypti (di daerah perkotaan) dan Aedes Albopictus (di daerah pedesaan). Virus berkembang
dalam tubuh nyamuk selama 8-10 hari terutama dalam kelenjar air liurnya, dan jika nyamuk ini
menggigit orang lain, maka virus dengue akan berpindah bersama air liur nyamuk. Dalam tubuh
manusia,virus ini akan berkembang selama 4-6 hari dan orang tersebut akan mengalami sakit
demam berdarah dengue.

D. PATOGENESIS
Virus akan memasuki aliran darah manusia untuk kemudian bereplikasi (memperbanyak
diri). Sebagai perlawanan, tubuh akan membentuk anti bodi, selanjutnya akan terbentuk
kompleks virus-antibodi dengan virus yang berfungsi sebagai antigennya. Kompleks antigen-
antibodi tersebut akan melepaskan zat-zat yang merusak sel-sel pembuluh darah, yang disebut
dengan proses autoimun. Proses tersebut
akan merusak permeabilitas kapiler meningkat yang salah satunya ditunjukkan dengan
melebarnya pori-pori pembuluh darah kapiler. Hal tersebut akan mengakibatkan bocornya sel-sel
darah, antara lain trombosit dan eritrosit. Akibatnya, tubuh akan
mengalami pendarahan mulai dari bercak samapi pendarahn pada kulit, saluran pencernaan (mun
tah darah, berak darah), dan organ vital (jantung, hati,ginjal) yang sering mengakibatkan
kematian.
Faktor‐faktor yang mempengaruhi keparahan penyakit meliputi berikut ini:

• Usia pasien
• Kehamilan

• Status gizi

• Urutan infeksi dengan serotipe dengue yang berbeda

• Genotipe Virus

Komplikasi dan menjerit infeksi virus dengue jarang tapi mungkin termasuk yang berikut:

• Cardiomyopathy

• Kejang, ensefalopati

• Depresi

• Pneumonia

E. DIAGNOSIS DBD

WHO membuat kriteria diagnose DBD ditegakkan jika memenuhi 2 kriteria klinis
ditambah dengan 2 kriteria laboratorium dibawah ini:
Tabel 3. Kriteria Klinik dan Laboratoris DBD
Kriteria Klinik Kriteria Laboratoris
Demam tinggi mendadak, terus-menerus Trombositopenia (100.000/ mm3 atau kurang)
selama 2-7 hari
Terdapat manifestasi perdarahan seperti Hemokosentrasi, peningkatan hematokrit 20%
tourniquet positif, petechiae, echimosis, atau lebih
purpura, perdarahan mukosa, epistaksis,
perdarahan gusi dan hematemesis dan atau
melena
Pembesaran hati
Syok yang ditandai dengan nadi lemah
dan cepat, tekanan nadi turun, tekananan
darah turun, kulit dingin dan lembab terutama
ujung jari dan ujung hidung, sianosis sekitar
mulut, gelisah
Tabel 4. Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Virus Demam Berdarah Dengue
Derajat DBD Gejala Laboratorium

I Demam disertai 2 atau lebih tanda sakit Trombositopenia, bukti

kepala, nyeri retro orbital, myalgia, ada

arthralgia ditambah uji bending positif. kebocoran plasma

II Gejala diatas ditambah perdarahan Trombositopenia, bukti

spontan. ada

kebocoran plasma

III Gejala diatas ditambah kegagalan Trombositopenia, bukti

sirkulasi (kulit dingin dan lembab serta ada

gelisah) Kebocoran plasma

IV Syok berat disertai dengan tekanan darah Trombositopenia, bukti

dan nadi tidak terukur. ada

Kebocoran plasma

*DBD derajat III dan IV juga bias disebut Dengue Syok Syndrome (DSS).

Pemeriksaan laboratorium DBD

Menegakkan diagnosis infeksi dengue dengan menggunakan pemeriksaan laboratorium


sangat berperan penting pada perawatan pasien, surveilans epidemiologi, pemahaman
pathogenesis infeksi dengue dan riset formulasi vaksi. Diagnosis definitif infeksi virus dengue
hanya dapat dilakukan di laboratorium dengan cara isolasi virus, deteksi antigen virus atau
RNA dalam serum atau jaringan tubuh (PCR), dan deteksi spesifik dalam serum pasien.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah pemeriksaan darah rutin untuk menapis dan
membantu menegakkan diagnosis pasien demam berdarah dengue.
Menurut Kriteria WHO (2011) pemeriksaan laboratorium demam berdarah dengue
adalah sebagai berikut:

 Jumlah sel darah putih bisa normal atau didominasi oleh neutrofil pada fase awal
demam. Kemudian, jumlah sel darah putih dan neutrofil akan turun, hingga mencapai
titik terendah di akhir fase demam. Perubahan pada jumlah total sel darah putih
(<5000sel/mm3) dan rasio neutrofil-limfosit (neutrofil<limfosit) berguna untuk
memprediksi periode kritis kebocoran plasma. Hal in mengawali terjadinya
trombositopenia atau naiknya hematokrit. Limfositosis relatif dengan limfosit atipikal
meningkat biasa ditemukan pada akhir fase demam hingga fase pemulihan.

 Jumlah platelet normal selama fase awal demam. Penurunan ringan dapat terjadi
selanjutnya. Penurunan jumlah platele secara tiba-tiba hingga di bawah 100.000
terjadi di akhir fase demam sebelum onset syok ataupun demam surut. Jumlah
platelet berkorelasi dengan keparahan DBD. Selain itu, terdapat kerusakan pada
fungsi platelet. Perubahan ini terjadi secara singkat dan kembali normal selama fase
pemulihan.
 Hematokrit normal pada fase awal demam. Peningkatan kecil dapat terjadi karena
demam tinggi, anoreksi, dan muntah. Peningkatan hematokrit secara tiba-tiba terlihat
setelah jumlah platelet berkurang. Hemokonsentrasi atau naiknya hematokrit sebesar
20% dari batas normal, seperti hematokrit 35% ≥ 42% merupakan bukti obyektif
adanya kebocoran plasma.
 Trombositopenia dan hemokonsentrasi merupakan penemuan tetap dari DBD.
Berkurangnya jumlah platelet di bawah 100.000 sel/mm3 biasanya terjadi pada hari
ketiga-sepuluh. Peningkatan hematokrit terjadi pada semua kasus DBD, khususnya
kasus syok. Hemokonsentrasi degan peningkatan hematokrit sebesar 20% atau lebih
merupakan bukti obyektif adanya kebocoran plasma. Harus dicatat bahwa level
hematokrit mungkin dipengaruhi oleh penggantian volume yang terlalu dini atau
perdarahan.

 Albuminuria ringan sesaat juga dapat terlihat


 Berak darah
 Pada sebagian besar kasus, pemeriksaan koagulasi dan faktor fibrinolitik
menunjukkan berkurangnya fibrinogen, protrombin, dan antitrombin. Pengurangan
antiplasmin (penghambat plasmin) juga terdeteksi pada beberapa kasus. Pada kasus
berat dengan disfungsi hepar, kofaktor protrombin tergantung vitamin K berkurang.
 Waktu tromboplastin sebagian dan waktu protrombin memanjang pada sepertiga
sampai setengah kasus DBD. Waktu trombin juga memanjang di kasus yang berat.
 Hiponatremia terjadi beberapa kali pada DBD dan lebih parah pada syok.
 Hipokalsemia (dikoreksi dengan hipoalbuminemia) terjadi pada seluruh kasus DBD,
levelnya lebih rendah pada derajat 3 dan 4
 Asidosis metabolik juga sering ditemukan di kasus dengan syok berkepanjangan.

F. Fase Pada DBD

1. Fasa Demam

Pasien biasanya mengalami demam bermutu tinggi tiba‐tiba. Fase demam akut
ini biasanya berlangsung 2‐7 hari dan sering disertai dengan kemerahan pada wajah,
eritema kulit, umum sakit badan, mialgia, artralgia dan sakit kepala. Beberapa pasien
mungkin memiliki sakit tenggorokan, disuntikkan faring dan injeksi konjungtiva.
Anoreksia, mual dan muntah yang umum. Ini bisa sulit untuk membedakan DBD klinis
dari penyakit demam non‐dengue pada fase demam awal. Sebuah tes tourniquet positif
dalam fase ini meningkatkan kemungkinan dengue.Selain itu, fitur klinis yang bisa
dibedakan antara kasus dengue yang parah dan tidak parah. Oleh karena itu pemantauan
untuk tanda‐tanda peringatan dan parameter klinis lain sangat penting untuk
mengenali perkembangan ke fase kritis. Manifestasi perdarahan ringan seperti membran
mukosa petechial dan perdarahan (misalnya hidung dan gusi) dapat dilihat.

2. Fasa Kritis

Sekitar waktu penurunan suhu badan sampai yg normal, ketika suhu turun ke
37.5‐38oC atau kurang dan tetap di bawah tingkat ini, biasanya pada hari 3‐7 sakit,
permeabilitas kapiler meningkat secara paralel dengan peningkatan kadar hematokrit
dapat terjadi. Ini tanda awal dari fase kritis. Periode kebocoran plasma yang bermakna
secara klinis biasanya berlangsung 24‐48 jam. Leukopenia progresif diikuti oleh
penurunan cepat dalam jumlah trombosit biasanya mendahului kebocoran plasma. Pada
titik ini pasien permeabilitas kapiler akan meningkat, sementara mereka dengan
peningkatan permeabilitas kapiler dapat menjadi lebih buruk sebagai akibat dari volume
plasma yang hilang. Tingkat kebocoran plasma bervariasi. Efusi pleura dan ascites
mungkin secara klinis terdeteksi tergantung pada tingkat kebocoran plasma dan
volume terapi cairan. Oleh karena itu x‐ray dada dan USG perut dapat menjadi alat yang
berguna untuk diagnosis.

3. Fasa Pemulihan

Jika pasien bertahan fase kritis 24‐48 jam, reabsorpsi bertahap cairan
kompartemen ekstravaskuler terjadi dalam 48‐72 jam berikutnya. Kesejahteraan
umum membaik, nafsu makan kembali, gejala gastrointestinal mereda, status
hemodinamik stabil dan diuresis terjadi kemudian. Beberapa mungkin mengalami
pruritus umum. Bradikardia dan elektrokardiografi perubahan yang umum selama
tahap ini. Hematokrit stabil atau mungkin lebih rendah karena efek dilusi cairan diserap.
Jumlah sel darah putih biasanya mulai naik segera setelah penurunan suhu badan sampai
yg normal tetapi pemulihan jumlah trombosit biasanya lebih lambat dibandingkan
dengan jumlah sel darah putih. Distres pernapasan dari efusi pleura masif dan ascites
akan terjadi kapan saja jika cairan intravena yang berlebihan telah diberikan. Selama
fase kritis dan / atau pemulihan, terapi cairan yang berlebihan berhubungan dengan
edema paru atau gagal jantung kongestif.

4. Fasa Parah

Dengue yang parah didefinisikan oleh satu atau beberapa hal berikut: (I)
Plasma kebocoran yang dapat menyebabkan syok (dengue shock) dan / atau akumulasi
cairan, dengan atau tanpa gangguan pernapasan, dan / atau (II) Pendarahan hebat, dan /
atau (III) gangguan organ parah. Selama pembuluh darah dengue berlangsung,
hipovolemia memburuk dan munkin berlaku shock. Ini biasanya terjadi di sekitar
penurunan suhu badan sampai yang normal, biasanya pada hari ke‐4 atau 5 (kisaran 3‐7
hari) sakit, didahului oleh tanda‐tanda peringatan. Selama tahap awal shock, mekanisme
kompensasi yang mempertahankan tekanan darah sistolik yang normal juga
menghasilkan takikardia dan vasokonstriksi perifer dengan mengurangi perfusi kulit.
Hipotensi biasanya dikaitkan dengan syok berkepanjangan yang sering diikuti
dengan pendarahan. Pasien dengan demam berdarah yang parah mungkin memiliki
kelainan koagulasi, tetapi ini biasanya tidak cukup untuk menyebabkan pendarahan
besar. Ketika pendarahan besar tidak terjadi, itu hampir selalu dikaitkan dengan kejutan
besar karena ini, dalam kombinasi dengan trombositopenia, hipoksia dan asidosis,
dapat menyebabkan gagal organ multiple dan maju disseminated intravascular
coagulation.

Perdarahan masif dapat terjadi tanpa syok berkepanjangan dalam kasus ketika
asam asetilsalisilat (aspirin), ibuprofen atau kortikosteroid telah diambil. Manifestasi
yang tidak biasa, termasuk gagal hati akut dan ensefalopati, mungkin ada, bahkan tanpa
adanya kebocoran plasma berat atau syok. Cardiomyopathy dan ensefalitis juga
dilaporkan dalam kasus demam berdarah beberapa. Namun, sebagian besar kematian
akibat DBD terjadi pada pasien dengan syok yang mendalam, terutama jika situasi rumit
oleh kelebihan cairan. Dengue yang parah harus dipertimbangkan jika pasien dari daerah
risiko DBD yang mengalami demam 2‐7 hari ditambah salah satu fitur berikut:

• Ada bukti kebocoran plasma, seperti:

‐ Tinggi atau progresif meningkat hematokrit;

‐ Efusi pleura atau ascites;

• Ada tingkat kesadaran yang berubah (letargi atau gelisah, koma, kejang).

• Ada keterlibatan parah gastrointestinal (muntah terus‐menerus, meningkatkan


atau sakit perut yang intens, sakit kuning).

• Ada penurunan berat organ (gagal hati akut, gagal ginjal akut, ensefalopati
atau ensefalitis, atau manifestasi lain yang tidak biasa, kardiomiopati) atau
manifestasi yang tidak biasa lainnya.
G. CARA PENCEGAHAN & PENANGGULANGAN DBD DENGAN MENERAPKAN
METODE EPIDEMIOLOGI

Metode epidemiologi dapat diartikan sebagai kumpulan cara atau desain penelitian
epidemiologi yang bertujuan untuk mendapatkan informasi atau angka-angka kesehatan yang
merupakan indikator kesehatan.

Prinsip pokok pencegahan penyakit menular yaitu dengan mengetahui riwayat alamiah
perjalanan penyakit dan memutuskan rantai penularan penyakit. Dalam mengambil langkah-
langkah untuk pencegahan, haruskan didasarkan pada data/keterangan yang bersumber dari hasil
analisis epidemiologi atau hasil pengamatan penelitian epidemiologis.

Agar seseorang dapat terhidar dari segala penyakit salah satunya DBD yang ada di sekitar
kita maka perlu usaha-usaha kesehatan yang dapat ditransfer dalam sistem unit keluarga maupun
masyarakat, sebagai acuan kegiatan kesehatan yang diaplikasikan dalam usaha kesehatan pribadi
seperti:

1. Memelihara kebersihan, contoh membersihkan lingkungan fisik rumah seperti halaman


dan ruangan-ruangan dalam rumah.
2. Menghindari terjadinya penyakit dengan cara menghindari kontak sumber penular
penyakit lainnya.
3. Melengkapi rumah tangga dengan fasilitas yang menjamin hidup sehat, seperti
tersedianya air bersih, tempat sampah, tersediannya obat ringan untuk P3K.

Pencegahan DBD

Di sinilah, perlu dan penting adanya pemberdayaan masyarakat seputar penyakit DBD.
Sehingga masyarakat dapat melakukan upaya pencegahan sedini mungkin. Mencegah adalah
cara terbaik dan termurah untuk penanggulangan penyakit DBD. Pencegahan penyakit DBD
sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian
nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu :

a) Eliminasi breeding place nyamuk

b) Larvasida
c) Insektisida

Kondisi ini menjadi penting untuk menghindari keterlambatan penanganan yang


ditimbulkan penyakit DBD. Artinya, jika terlambat ditangani, penyakit DBD bisa lebih dahsyat
dari kasus AIDS. Lebih jauh menurut Handrawan Nade sul, paling tidak ada tiga alasan. Pertama,
sebab penyakit DBD bisa langsung merenggut nyawa. Kedua, gejala dan tanda DBD tidak selalu
tampil nyata, sehingga tidak selalu mudah dikenali. Maka, tak jarang terlambat diobati, dan
akibatnya sering fatal. Ketiga, oleh karena satu-satunya cara jitu mencegah DBD hanya dengan
memberantas nyamuk Aedes aegypti, selain Aedes al bopictus. Caranya dengan membunuh
jentik atau larva nyamuk yang tempat perindukannya di air jernih tergenang.

Di sini, yang harus jadi catatan adalah oleh karena untuk pencegahan tak mungkin
mengandalkan hanya kesadaran orang perorang saja, maka pemerintah dalam kegiatan
pemberantasan penyakit DBD harus melibatkan peran serta seluruh warga masyarakat. Lalu,
bagaimana cara dan strategi yang kita lakukan untuk upaya pemberdayaan masyarakat dalam
penanggulangan DBD tersebut?

Penanggulangan DBD

Pada konteks penanggulangan DBD ini, kita perlu melakukan kegiatan yang dikenal
sebagai 3-M, yakni menguras bak mandi, membubuhi bubuk abate ke penampungan air,
menutup wadah penampungan air, mengubur dan menimbun barang bekas yang dapat
menampung air hujan.

Dalam bahasa lain, tindakan yang perlu kita lakukan secara teratur adalah memberantas
jentik dan menghindari gigitan nyamuk demam berdarah. Adapun perilaku pemberdayaan yang
senantiasa menjadi kebiasaan masyarakat sebagai aplikasi dari gerakan 3-M adalah:

Pertama, menguras tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi/WC, tempayan,


ember, vas bunga, tempat minum burung dan lainnya seminggu sekali. Kedua, menutup rapat
semua tempat penampungan air seperti ember, gentong, drum dan lainnya. Ketiga, mengubur
semua barang-barang bekas yang ada di sekitar/di luar rumah yang dapat menampung air hujan.

Selain itu, kita juga perlu memberantas jentik dan menghindari gigitan nyamuk. Cara
untuk membunuh jentik nyamuk demam berdarah yang ada di tempat air yang sulit dikuras atau
daerah sulit air yaitu dengan menaburkan bubuk temephos (abate) atau altosid 2-3 bulan sekali
dengan takaran 1 gram abate untuk 10 liter air atau 2,5 gram altosid untuk 100 liter air.

Usaha lain yang dapat dilakukan masyarakat, diantaranya dengan memelihara ikan
pemakan jentik nyamuk, mengusir nyamuk dengan menggunakan obat nyamuk, mencegah
gigitan nyamuk dengan memakai obat nyamuk gosok, memasang kawat kasa pada jendela dan
ventilasi, serta tidak membiasakan menggantung pakaian di dalam kamar.

Terkait dengan usaha untuk kesuksesan strategi utama pemberdayaan masayarakat dalam
penanggulangan DBD ini, maka di sini diperlukan perencanaan adanya pokok dan bentuk
kegiatan nyata yang dilakukan oleh kelompok pemberdayaan yang ada di masyarakat

Jadi, tidaklah berlebihan bahwa strategi utama penanggulangan DBD itu terletak pada
sejauh mana keberhasilan pemerintah mampu melakukan upaya-upaya pemberdayaan terhadap
potensi yang ada di masyarakat. Dalam kasus penanggulangan DBD ini, salah satu contohnya
adalah pemberdayaan kelompok ibu rumah tangga. Sebab kelompok ibu rumah tangga ini sangat
besar perannya dalam kegiatan PSN dan menjaga kebersihan lingkungan rumahnya. Serta
dengan adanya peraturan Berdasarkan Kebijakan Nasional untuk P2DBD sesuai KEPMENKES
No. 581/MENKES/SK/VII/1992 Tentang Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue,
kebijakan umum pengendalian penyakit DBD meliputi :

(a) Meningkatkan perilaku dalam hidup sehat dan kemandirian terhadap P2DBD
(b) Meningkatkan perlindungan kesehatan masyarakat terhadap penyakit DBD
(c) Meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi program DBD
(d) Memantapkan kerjasama lintas sektor/lintas program
(e) Pembangunan berwawasan lingkungan
Demam berdarah biasanya penyakit pemulihan sendiri. Tidak ada pengobatan
antivirus spesifik yang tersedia saat ini untuk demam berdarah. Perawatan suportif dengan
analgesik, penggantian cairan, dan istirahat di tempat tidur biasanya cukup. Acetaminophen
dapat digunakan untuk mengobati demam dan meredakan gejala lainnya. Aspirin, obat
anti‐inflamasi (NSAID), dan kortikosteroid harus dihindari. Pengelolaan dengue yang parah
memerlukan perhatian untuk manajemen cairan dan pengobatan proaktif dari perdarahan.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Wabah Demam Berdarah Dengue pada tahun 2016 sudah menyebar di seluruh dunia.
Data dari seluruh dunia, asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita demam
berdarah dengue ( DBD ) setiap tahunnya. Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dan mengakibatkan spektrum manifestasi klinis
yang bervariasi antara yang paling ringan, demam dengue (DD), DBD dan demam dengue
yang disertai renjatan atau dengue shock syndrome (DSS), dimana ditularkan nyamuk Aedes
aegypti dan Aedes albopictus yang terinfeksi. Munculnya kejadian DBD, dikarenakan
penyebab majemuk, artinya munculnya kesakitan karena berbagai faktor yang saling berinteraksi,
diantaranya agent (virus dengue), host yang rentan serta lingkungan yang memungkinkan
tumbuh dan berkembang biaknya nyamuk Aedes spp.

Nyamuk infektif ini akan menggigit orang lain pada siklus gonotrofik berikutnya sambil
menularkan virus. Dalam tubuh manusia,virus ini akan berkembang selama 4-6 hari dan orang
tersebut akan mengalami sakit demam berdarah dengue. WHO membuat kriteria diagnose DBD
ditegakkan jika memenuhi 2 kriteria klinis ditambah dengan 2 kriteria laboratorium. Agar seseorang
dapat terhidar dari segala penyakit salah satunya DBD yang ada di sekitar kita maka perlu usaha-
usaha kesehatan yang dapat ditransfer dalam sistem unit keluarga maupun masyarakat, sebagai
acuan kegiatan kesehatan yang diaplikasikan dalam usaha kesehatan pribadi. Pada konteks
penanggulangan DBD ini, kita perlu melakukan kegiatan yang dikenal sebagai 3-M.

B. Saran

Seharusnya kita harus dapat melakukan pencegahan dan penanggulangan dari DBD agar
tidak terjangkit penyakit tersebut. Serta bisa menurunkan angka kasus DBD akibat gigitan dari
nyamuk Aedes aegypti.
DAFTAR PUSTAKA

Candra, Aryu. 2010. Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan Faktor Risiko
Penularan. Aspirator. 2(2) : 110 –119.

Arvinth Ganesan, 2014. PREVALENSI KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE DI RUMAH


SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PERIODE JUNI‐NOVEMBER 2014.
ISM. 2(1): 39-48.

https://media.neliti.com/media/publications/153763-ID-implementasi-kebijakan-pengendalian-
peny.pdf. Diakses Pada 27 Agustus 2021.

http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1045/7/4%20BAB%202%20OK.pdf. Diakses Pada 27 Agustus


2021.

https://media.neliti.com/media/publications/242650-strategi-penanggulangan-dbd15702830.pdf.
Diakses Pada 27 Agustus 2021.

Irwan. 2017. Epidemiologi Penyakit Menular. Yogyakarta : CV. ABSOLUTE MEDIA


Raveendran, Shobana., & Budiarta, Gede. DENGUE SYOK SINDROM. FK. UNUD.

https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_ penelitian_1_ dir / a96c726a15ad91180c42ebb45a1ebb30.


pdf. Diakses Pada 27 Agustus 2021

Anda mungkin juga menyukai