Anda di halaman 1dari 20

PERANAN LEMBAGA KEUANGAN LPD UNTUK MENDORONG PENDAPATAN

PEREKONOMIAN MASYARAKAT DI KAWASAN EKOWISATA DESA ADAT


KEROBOKAN

FILSAFAT ILMU MANAJEMEN

Oleh

Nama : I Ketut Endranata SE

NPM : 2132125056

UNIVERSITAS WARMADEWA

PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN

DENPASAR

2021

1
ASPEK ONTOLOGI

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Seperti yang kita ketahui perkembangan sektor perbankan sangat melaju dengan
pesat, hal ini ditandai dengan banyaknya lembaga – lembaga keuangan baik lembaga
keuangan bank maupun lembaga keuangan non bank. Adapun fungsi utama lembaga
keuangan bank yang berasaskan demokrasi ekonomi adalah sebagai penghimpun dan
penyalur dana masyarakat, memiliki perananan yang strategis untuk menunjang
pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan
dan hasil – hasilnya, serta pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional kearah peningkatan
pembangunan taraf hidup masyarakat banyak.
Lembaga keuangan merupakan badan usaha yang bergerak dalam bidang keuangan
seperti menghimpun dan menyalurkan dana. Salah satu lembaga keuangan yang ada di
masyarakat adalah LPD. Lembaga Perkreditan Desa adalah merupakan badan usaha milik
desa yang melaksanakan tugas dan kegiatan usahanya di lingkungan desa dan untuk desa
adat. LPD merupakan lembaga keuangan tradisional yang dicetuskan dan didirikan oleh
Gubernur Bali, Ida Bagus Mantra yang bersifat otonom yang pendiriannya didasarkan
kepada kebijakan lokal, yakni dengan peraturan daerah dan awig-awig desa setempat yang
bertujuan dapat membantu Desa Pakraman dalam menjalankan fungsi sosio-kulturalnya.
Lembaga Perkreditan Desa sendiri memiliki karakteristik yang unik yang membedakan
LPD dengan lembaga keuangan. Kegiatan utama dari LPD yaitu menerima atau
menghimpun dana dari krama desa dalam bentuk tabungan dan deposito, memberikan
pinjaman hanya kepada krama desa, menerima pinjaman dan memberikan pelayanan yang
maksimal kepada masyarakat dengan memberikan pelayanan sistem jemput sehingga
masyarakat tidak perlu ke kantor, termasuk cadangan dan laba ditahan, kecuali batasan lain
dalam jumlah pinjaman atau dukungan/bantuan modal, menyimpan kelebihan likuiditasnya
pada Bank BPD Bali dengan imbalan bunga bersaing dan pelayanan yang memadai (Pera,
2014).

Desa Adat Kerobokan merupakan salah satu dari 122 desa adat yang ada di
Kabupaten Badung dan Desa Adat Kerobokan juga membawahi 50 Banjar Adat yang
merupakan jumlah terbesar di Kabupaten Badung. Majunya sebuah Desa Adat di
Kapubaten Badung, tentunya dikarenakan faktor-faktor pendukung kemajuan Desa Adat

2
tersebut, contohnya saja Lembaga Perkreditan Desa (LPD). Seperti desa pada umunya yang
ada di Bali, Desa Adat Kerobokan didukung oleh Lembaga Perkreditan Desa (LPD) dalam
sektor ekonomi. Dibuktikan dengan disetorkannya Dana Pembangunan Desa sebesar 20%
dari Laba bersih setiap tahun ke kas Desa Adat. Dana tersebut dibagikan ke Pura Kahyangan
Tiga, Banjar Adat, Sekaha Teruna, Sekeha Gong dan dipergunakan kegiatan adat lainnya.
Secara tidak langsung LPD Desa Adat Kerobokan mempunyai peran yang sentral dalam
kegiatan adat diwilayahnya.
Kehadiran Lembaga Keuangan ini belum dirasakan perannya bagi seluruh krama
adat dalam meningkatkan pendapatan perekonomian di Desa Kerobokan dimana
masyarakat mendapatakan modal pinjaman untuk membuat /menyediakan tempat
penginapan bagi wisatawan. Mengingat di daerah kerobokan sangat strategis untuk
pengembangan tempat menginap, maka perlu dilakukan analisis SWOT mengenai peran
lembaga dalam mendorong pendapatan ekonomi di Desa Kerobokan Kecamatan Kuta utara
Kabupaten Badung.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas maka menjadi rumusan
masalah diantaranya :

1. Bagaimanakah peranan Lembaga Keuangan LPD untuk mendorong pendapatan


perekonomian di Desa Adat Kerobokan
2. Bagiamana upaya mendorong masyarakat untuk menyediakan tempat penginapan/villa
bagi wisatawan baik asing maupun domestik
3. Bagaimana upaya pemberian modal kerja yang tepat bagi masyarakat

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui peranan Lembaga Keuangan LPD untuk mendorong pendapatan


perekonomian di Desa Adat Kerobokan
2. Untuk mengetahui upaya mendorong masyarakat untuk menyediakan tempat
penginapan/villa bagi wisatawan baik asing maupun domestik
3. Untuk mengetahui upaya pemberian modal kerja yang tepat bagi masyarakat

3
A. Landasan Teori
Pada landasan teori akan dikemukakan berbagai teori tentang variabel yang
bersangkutan dalam penelitian ini. Dimulai dari penjelasan teori kinerja sebagai berikut:
1. LPD
Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2007, LPD adalah
suatu badan simpan pinjam yang dimiliki oleh desa adat dan merupakan unit
operasional serta berfungsi sebagai wadah kekayaan desa yang berupa uang atau
surat-surat berharga lainnya, menjalankan fungsinya dalam bentuk usahausaha ke
arah peningkatan taraf hidup krama desa, dan dalam kegiatannya banyak menunjang
pembangunan desa. Adapun tujuan didirikannya LPD adalah sebagai berikut.
- Mendorong pembangunan ekonomi masyarakat desa melalui kegiatan
menghimpun tabungan dan deposito dari krama desa
- Memberantas ijin, gadai gelap dan lain-lain yang dapat dipersamakan dengan
itu
- Menciptakan pemerataan kesempatan berusaha dan perluasan kesempatan kerja
bagi krama desa
- Meningkatkan daya beli dan melancarkan lalu lintas pembayaran dan peredaran
uang di desa.

Sesuai Ketentuan Peralihan Undang-undang Perbankan No. 7 Tahun 1992 Pasal


58 yang telah dirubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998 8 dinyatakan
bahwa: Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, Lumbung Putih
Nagari (LPN), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Bank Kredit Desa (BKD), Kredit
Usaha Rakyat Kecil (KURK), Bank Kredit Kecamatan (BKK), Lembaga
Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Produk Desa (BKPD), dan lembaga-
lembaga yang disamakan dengan itu diberikan status sebagai Bank Perkreditan
Rakyat (BPR) dengan memenuhi persyaratan tata cara yang ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah. Dengan kedudukan yang sama dengan BPR, LPD
mempunyai fungsi strategis dalam mengembangkan dan memajukan perekonomian
masyarakat yang berada di sekitarnya.

2. Pengertian Ekowisata
Banyak pendapat dari para ahli mengenai pengertian ekowisata. Suprayitno
(2008) mengatakan bahwa ekowisata merupakan suatu model wisata alam yang

4
bertanggungjawab di daerah yang masih alami atau daerah yang dikelola secara
alami yang memilik tujuan untuk menikmati keindahan alam dengan melibatkan
unsur pendidikan serta dukungan terhadap usaha konservasi dan meningkatkan
pendapatan perekonomian masyarakat setempat (Suprayitno,2008). Lebih lanjut
Latupapua (2007) berpendapat bahwa ekowisata merupakan istilah dan konsep yang
menghubungkan antara pariwisata dengan konservasi. Hal ini dikarenakan
ekowisata sering dipahami sebagai pariwisata yang berwawasan lingkungan dan
merupakan jenis wisata yang mengutamakan tanggungjawab wisatawan terhadap
lingkungan. Wood (2002) mendefinisikan bahwa ekowisata merupakan kegiatan
wisata bertanggungjawab yang berbasis utama pada kegiatan wisata alam, dengan
mengikutsertakan pula sebagian kegiatan wisata pedesaan dan wisata budaya.
Kemudian Fennel (1999) mendefinisikan ekowisata sebagai wisata berbasis
alam yang berkelanjutan dengan fokus pengalaman dan pendidikan tentang alam,
di kelola dengan sistem pengelolaan tertentu dan memberi dampak negatif paling
rendah pada lingkungan serta tidak bersifat konsumtif dan berorientasi lokal.
Berdasarkan beberapa definisi tersebut, ekowisata dapat di lihat dari tiga
perspektif, yakni:
a. Ekowisata sebagai produk Ekowisata sebagai produk artinya ekowisata
merupakan semua atraksi yang berbasis pada sumber alam.
b. Ekowisata sebagai pasar Ekowisata sebagai pasar artinya ekowisata merupakan
perjalanan yang di arahkan pada upaya-upaya pelestarian lingkungan.
c. Ekowisata sebagai pendekatan pengembangan.

Ekowisata merupakan metode pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya


pariwisata secara lingkungan. Kegiatan wisata yang bertanggung jawab terhadap
kesejahteraan masyarakat lokal dan pelestarian lingkungan sangat ditekankan dan
merupakan ciri khas ekowisata. Pihak yang berperan penting dalam ekowisata
bukan hanya wisatawan akan tetapi juga pelaku wisata lain (tour operator) yang
memfasilitasi wisatawan untuk menunjukkan tanggungjawab tersebut (Danamik et
al.,2006).

Menurut Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia


(2009), ekowisata memiliki banyak definisi yang seluruhnya berprinsip pada
pariwisata yang kegiatannya mengacu pada lima elemen penting, yaitu :

5
a. Memberikan pengalaman dan pendidikan kepada wisatawan sehingga dapat
meningkatkan pemahaman serta apresiasi terhadap daerah tujuan wisata
yang berkelanjutan. Pendidikan di berikan melalui pemahaman terkait
betapa pentingnya pelestarian lingkungan, sedangkan pengalaman di
berikan melalui kegiatan-kegiatan wisata yang kreatif disertai dengan
pelayanan yang prima.
b. Memperkecil dampak negatif yang bisa merusak karakteristik lingkungan
dan kebudayaan pada daerah yang di kungjungi.
c. Mengikutsertakan masyarakat dalam pengelolaan dan pelaksanaannya.
d. Memberikan keuntungan ekonomi terutama pada msyarakat lokal. Oleh
karena itu, ekowisata bersifat menguntungkan (profit).
e. Dapat terus bertahan dan berkelanjutan.

Berdasarkan dari elemen-elemen ekowisata, terdapat beberapa


cangkupan ekowisata yaitu untuk edukasi, pemberdayaan masyarakat,
peningkatan ekonomi, dan upaya dalam kegiatan konservasi. Pengembangan
ekowisata harus mengacu pada prinsip-prinsip ekowisata untuk mencapai
keberhasilan ekowisata dalam mempertahankan kelestarian dan pemanfaatan
(Fandeli, 2000). Lebih lanjut Danamik et al.,(2006) menyatakan bahwa terdapat
tujuh prinsip-prinsip ekowisata. Ketujuh prinsip ekowisata tersebut antara lain :

a. Mengurangi dampak negatif beberapa kerusakan atau pencemaran


lingkungan dan budaya lokal akibat kegiatan wisata.
b. Membangun kesadaran serta penghargaan atas lingkungan dan budaya
dengan tujuan wisata, baik pada diri wisatawan, maysrakat lokal, ataupun
pelaku wisata lainnya.
c. Menwarkan pengalaman-pengalaman positif bagi wisatawan maupun
masyarakat lokal melalui kontak budaya yang lebih intensif dan
kerjamasama dalam pemeliharaan atau konservasi daerah tujuan objek
wisata.
d. Memberikan keuntungan finansial secara langsung bagi keperluan
konservasi melalui kontribusi atau pengeluaran ekstra wisatawan.
e. Memberikan keuntungan finansial serta pemberdayaan masyrakat lokal
dengan menciptakan produk wisata yang mengedepankan nilai-nilai lokal.

6
f. Memberikan kepekaan terhadap situasi sosial, lingkungan, dan politik
daerah tujuan wisata.
g. Menghormati hak asasi manusia dn perjanjian kerja dalam arti memberikan
kebebasan kepada wisatawan dan masyarakat lokal untuk menikmati atraksi
wisata sebagai wujud hak asasi, serta tunduk kepada aturan main yang adil
dan disepakati berama dalam pelaksanaan transaksi-transaksi wisata.

Pembangunan ekowisata harus memperhatikan pelestarian lingkungan.


Dengan adanya perhatian terhadap kelestarian lingkungan tersebut dapat
meminimalisir kerusakan terhadap lingkungan yang diakibatkan oleh
pembangunan yang berlebihan sehingga suatu ekowisata akan berkelanjutan
dan pembangunan tersebut bukan untuk dimanfaatkan dimasa sekarang akan
tetapi juga dimanfaatkan dan dirasakan oleh masa depan. Boo (1992)
mengatakan beberapa batasan ekowisata yaitu ekowisata sebagai wisata alam
yang mendorong usaha pelestarian dan pembangunan yang berkelanjutan,
memadukan antara pelestarian dengan pembangunan ekonomi, membukan
lahan kerja baru bagi masyarakat setempat serta memberikan pendidikan
lingkungan terhadap wisatawan (Boo, 1992).

3. Ekowisata Berbasis Lembaga Keuangan.

Keberadaan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) pada masing-masing


desa adat atau desa pakraman di Bali dirintis oleh Pemerintah Daerah Tingkat I
Bali pada tahun 1984, perkembangan jumlah LPD dari tahun ke tahun. Awalnya,
tahun 1984, hanya ada 8 LPD di Bali. Selanjutnya, tahun 1985 (24 LPD), tahun
1986 (71 LPD). Empat tahun kemudian, tahun 1990, jumlah LPD membengkak
menjadi 341 LPD. Jumlahnya terus mengalami peningkatan yang signifikan.
Tahun 1995, sudah terdapat 849 LPD, tahun 2000 (930 LPD), tahun 2005 (1.304
LPD), tahun 2015 (1.423 LPD), dan pada tahun 2016 total LPD di Bali mencapai
1.433 LPD. Pendirian LPD sejak awal dimaksudkan oleh para perintisnya untuk
meningkatkan kualitas kehidupan perekonomian warga desa pakraman.

LPD menjadi alternatif yang sangat membantu karena memiliki


beberapa keunggulan jika dibandingkan lembaga keuangan formal, yaitu:

1. Pemberian kredit/pinjaman diprioritaskan bagi masyarakat Desa Adat


Kerobokan

7
2. Bunga pinjaman ringan dan prosesnya sangat cepat
3. Jangka waktu pengembalian 1-5 tahun tergantung besar kecilnya pinjaman,
dengan system bunga menurun
4. Bagi masyarakat diluar Desa Adat Kerobokan kalau ingin meminjam harus
memiliki penanggungjawab warga Desa Adat Kerobokan
5. Bagi pengusaha kecil (UMKM), diberikan kredit dengan tanpa anggunan
berdasarkan aturan yang ada

Sampai saat ini lembaga yang masih berdiri dan berkembang tanpa beralih
menjadi Bank Perkreditan Rakyat yaitu Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Bali yang
mana lembaga ini LPD sebagai salah satu Lembaga Keuangan Mikro yang berkembang
pesat di Provinsi Bali, Pada awalnya keberadaan dan aktivitas LPD diatur berdasarkan
Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Bali Nomor 972 Tahun 1984
tertanggal 1 November 1984 tentang Pendirian Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Bali.
Peraturan ini kemudian diperkuat dengan Peraturan Daerah Provinsi Daerah Tingkat I
Bali Nomor 2 Tahun 1988 tentang Lembaga Perkreditan Desa dan diperbaharui dengan
Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2007 tentang LPD, ada perubahan lagi
yaitu dengan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perubahan
Kedua Atas Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2002 tentang Lembaga
Perkreditan Desa. Terakhir yang terbaru yaitu Peraturan Pemerintah Daerah Provinsi
Bali Nomor 3 Tahun 2017 tentang Lembaga Perkreditan Desa yaitu :

(1) LPD mempunyai hak untuk mendapat pembinaan dan menjalankan


operasional LPD.
(2) LPD mempunyai kewajiban menjalankan operasional sesuai awig - awig,
Pararem Desa dan Peraturan Daerah ini

Selain berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Bali, keberadaan dan aktivitas


LPD juga diatur berdasarkan awig-awig dan/atau pararem yang hanya berlaku pada
desa pakraman setempat. Yang mana menurut Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor
3 Tahun 2001 yaitu : “Awig-awig adalah aturan yang dibuat oleh karma desa pakraman
dan atau krama banjar pakraman yang dipakai sebagai pedoman dalam pelaksanaan Tri
Hita Karana sesuai dengan desa mawacara dan dharma agama di desa pakramanAianjar
pakraman masing-masing.

8
Lembaga Perkreditan Desa diadopsi dari Lumbung Pitih Nagari, sebuah
Lembaga Keuangan Adat diSumatra Barat yang dikelola berdasarkan syariah Islam
(Hukum Islam). Lembaga Keuangan ini tidak hanya memiliki fungsi sebagai Lembaga
Keuangan Adat yang merupakan salah satu bentuk aktualisasi kerukunan masyarakat
adatnya saja, namun juga bertujuan untuk menciptakan suatu system perekonomian
yang dipengaruhi oleh ajaran agama Islam. Begitu pula dengan LPD di Bali.
Keberadaannya sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai agama Hindu sebagai agama
mayoritas penduduknya, dimana telah menyatu dalam kehidupan mereka sebagai suatu
adat dan budaya yang selalu dilestarikan hingga kini. Lembaga Perkreditan Desa sendiri
menurut Perda Provinsi Bali yaitu: “Lembaga Perkreditan Desa yang selanjutnya
disebut LPD adalah lembaga keuangan milik Desa Pakraman yang berkedudukan di
wewidangan Desa Pakraman. Pada dasarnya adanya LPD untuk pembangunan di tiap –
tiap desa adat atau desa pekraman sebagai kekuatan untuk menjaga adat dan budaya
Bali yang merupakan suatu strategi baru dalam meningkatkan sumber pendanaan
khususnya terhadap anggota masyarakat setempat.

Desa pekraman merupakan kesatuan masyarakat hukum adat di Provinsi Bali


yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan hidup masyarakat umat
Hindu secara turun temurun dalam ikatan Kahyangan Tiga atau Kahyangan Desa yang
mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaaan sendiri serta berhak mengurus rumah
tangganya sendiri. Awig-awig dan/atau pararem dimaksud dibuat oleh desa pakraman
setempat dengan didampingi dan dibina oleh tim pembina penulisan awig-awig dari
Pemerintah Provinsi Bali dan/atau Pemerintah Kabupaten/Kota se-Bali. Walaupun
demikian, substansi awig-awig dan/atau pararem tentang LPD bagi satu desa pakraman
tidaklah persis sama dengan awig-awig dan/atau pararem desa pakraman lainnya. Hal
ini memang dimungkinkan sesuai dengan asas desa mawacara (membuat awig-awig
dan/atau pararem yang sesuai dengan kondisi dan situasi desa pakraman setempat). Hal
ini menandakan bahwa keberadaan dan aktivitas LPD belum diatur berdasarkan awig-
awig dan/atau pararem atau hukum adat Bali sebagai satu kesatuan sistem hukum yang
berlaku sama di seluruh Bali. Di Provinsi Bali terdapat istilah dua desa yaitu desa dinas
dengan desa pakraman atau desa adat yang dimaksudkan dengan istilah “pemerintahan
desa dinas” disini adalah apa yang pada masa pemerintahan kolonial Belanda dahulu
oleh Hunger disebut”Gouvernements desa” yang artinya desa pemerintahan. Desa dinas
adalah organisasi pemerintahan di desa yang menyelenggarakan fungsi administrative,

9
seperti mengurus kartu tanda penduduk, dan lain-lain persoalan kedinasan
(pemerintahan). Desa dinas dibentuk dengan jalan menggabungkan beberapa desa
pakraman kecil menjadi satu, sedangkan desa pakraman yang relatif besar besar,
langsung ''dibaliknama'' menjadi desa dinas.

10
ASPEK EPISTIMOLOGI
METODELOGI PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian


1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di kantor Pusat Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa
Adat Kerobokan yang beralamat di Jl. Raya Semer, Lingkungan Peliatan, Kelurahan
Kerobokan, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada hari dan jam kerja yang berlaku di lokasi penelitian
agar tidak mengganggu kegiatan lainnya diluar ini.

B. Sumber Data
1. Data Primer
Data primer ialah data yang diperoleh dan dikumpulkan langsung dari objek
penelitian. Data primer diperoleh dari sumber informan, yaitu individu atau
perseorangan seperti hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti, hasil observasi
lapangan, dan data mengenai informan.
2. Data Sekunder
Data sekunder didapat dari pihak atau sumber lain yang telah ada. Maksudnya,
penulis tidak mendapat informasi langsung dari narasumber atau objek yang diteliti,
melainkan dari data yang telah ada, seperti grafik, tabel, diagram, dan tulisan dari
peneliti sebelumnya. Data sekunder digunakan untuk mendukung informasi primer
yang telah diperoleh, yakni dari bahan pustaka, literatur, penelitian terdahulu, buku dan
lain sebagainya.

C. Metode Pengumpulan Data


Metode yang digunakan dalam pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi,
wawancara atau interview, angket atau kuisoner dan studi dokumentasi.
1. Observasi
Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mengamati
secara langsung hal yang ingin diteliti.

11
2. Wawancara atau Interview
Wawancara atau interview adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
mengajukan pertanyaan secara langsung kepada responden atau narasumber.
3. Angket atau Kuisoner
Angket atau kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
memberikan beberapa pertanyaan atau pernyataan kepada responden untuk
dijawab.
4. Studi Dokumentasi
Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi adalah metode yang lebih mudah
daripada metode-metode lain karena jika ada kekeliruan, sumber datanya masih
tetap.

D. Teknik Analis Data (SWOT)


Strength, Weakness, Opportunities, Threats adalah kepanjangan dari SWOT.
Analisis SWOT merupakan suatu teknik perencanaan strategi yang bermanfaat untuk
mengevaluasi kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness), peluang (opportunities),
dan ancaman (threats) dalam suatu proyek. Namun pastinya, baik analisis untuk sebuah
project yang sedang berlangsung maupun yang memang sedang dalam perencanaan
baru.
Analisis SWOT yang dilaksanakan pada penelitian ini, diantaranya:
1. Strength (Kekuatan)
Kekuatan merupakan sumber daya/kapabilitas yang dikendalikan oleh
perusahaan atau tersedia bagi suatu perusahaan yang membuat perusahaan relatif lebih
unggul dibanding dengan pesaingnya dalam memenuhi kebutuhan pelanggan yang
dilayaninya. Kekuatan muncul dari sumber daya dan kompetensi yang tersedia bagi
perusahaan. Kekuatan dapat terkandung dalam sumber daya keuangan, citra,
kepemimpinan pasar, hubungan pembeli dan pemasok dan faktor- faktor lain. Faktor-
faktor kekuatan yang dimiliki perusahaan atau organisasi adalah kompetensi khusus
yang terdapat dalam organisasi yang berakibat pada pemilikan keunggulan komparatif
oleh unit usaha di pasaran. Dikatakan demikian karena satuan bisnis memiliki sumber
keterampilan, produk andalan dan sebagainya yang membuatnya lebih kuat dari pada
pesaing dalam memuaskan kebutuhan pasar yang sudah direncanakan akan dilayani
oleh satuan usaha yang bersangkutan.

12
2. Weakness (Kelemahan)
Kelemahan merupakan keterbatasan/ kekurangan dalam satu atau lebih sumber
daya/ kapabilitas suatu perusahaan relatif terhadap pesaingnya, yang menjadi
hambatan dalam memenuhi kebutuhan pelanggan secara efektif. Dalam praktek
keterbatasan dan kelemahan -kelemahan tersebut bisa terlihat pada sarana dan
prasarana yang dimiliki atau tidak dimiliki, kemampuan manajerial yang rendah,
keterampilan pemasaran yang tidak sesuai dengan tuntutan pasar, produk yang tidak
atau kurang diminati oleh
konsumen atau calon pengguna dan tingkat perolehan keuntungan yang kurang
memadai. Kekuatan dan kelemahan internal merupakan aktivitas terkontrol suatu
organisasi yang mampu dijalankan dengan sangat baik atau buruk. Hal ini muncul
dalam manajemen, pemasaran, keuangan atau akuntansi, produksi, penelitian dan
pengembangan dan sebagainya.
3. Opportunities (Peluang)
Peluang merupakan situasi utama yang menguntungkan dalam lingkungan suatu
perusahaan. Kecenderungan utama merupakan salah satu sumber peluang. Identifikasi
atas segmen pasar yang sebelumnya terlewatkan, perubahan dalam kondisi persaingan/
regulasi, perubahan teknologi, dan membaiknya hubungan dengan pembeli/ pemasok
dapat menjadi peluang bagi perusahaan.
4. Threats (Ancaman)
Ancaman merupakan situasi utama yang tidak menguntungkan dalam
lingkungan suatu perusahaan. Ancaman merupakan penghalang utama bagi
perusahaan dalam mencapai posisi saat ini atau yang diinginkan. Masuknya pesaing
baru, pertumbuhan pasar yang lamban, meningkatnya kekuatan tawar-menawar dari
pembeli/ pemasok utama, perubahan teknologi, dan direvisinya atau pembaharuan
peraturan, dapat menjadi penghalang bagi keberhasilan perusahaan.
Faktor kekuatan dan kelemahan dalam suatu perusahaan, sedang peluang dan ancaman
merupakan faktro- faktor lingkungan yang dihadapi oleh perusahaan yang
bersangkutan. Analisis SWOT merupakan instrument yang ampuh dalam melakukan
analisis strategi, keampuhan tersebut terletak pada kemampuan para penentu strategi
perusahaan untuk memaksimalkan peranan faktor kekuatan dan pemanfaatan peluang
sehingga berperan sebagai alat untuk meminimalisasi kelemahan yang terdapat dalam
tubuh perusahaan dan menekan dampak ancaman yang timbul dan harus dihadapi.

13
a. Skema

Penetapan Tujuan

Fakta Masalah

1. Ada beberapa jenis 1. Kurangnya pengawasan baik


penginapan/villa. dari pelaku wisata untuk
2. Terdapat view yang sangat menentukan harga yang
bagus dan strategis. bersaing.
3. Terdapat penataan kawasan 2. Kurangnya peran dari
wisata seperti daerah masyarakat desa untuk
petitenget. mempromosikan tempat
wisatawan menginap.
3.
B

Tujuan

1. Mengembangkan daerah pariwisata dalam penyediaan tempat seperti


peninapan ,villa dan guest house.
2. Adanya kerja sama dengan masyarakat desa untuk mempromisikan
keunggulan tempat hunian.
3. Mengkaji seberapa besar peran lembaga keuangan dalam mendorong
pendapatan perekonomian masyarakat di kerobokan melalui analisis
SWOT

E. Matriks SWOT
Untuk membuat suatu rencana harus mengevaluasi faktor eksternal maupun faktor
internal. Analisis faktor-faktor haruslah menghasilkan adanya kekuatan (strength) yang
dimiliki oleh suatu organisasi, serta mengetahui kelemahan (weakness) yang terdapat
pada organisasi itu. Sedangkan analisis terhadap faktor eksternal harus dapat
mengetahui peluang (opportunity) yang terbuka bagi organisasi serta dapat mengetahui
pula ancaman (threath) yang dialami oleh organisasi yang bersangkutan. Untuk
menganalisis secara lebih dalam tentang SWOT, maka perlu dilihat faktor eksternal dan
internal sebagai bagian penting dalam analisis SWOT, yaitu:
1. Faktor eksternal ini mempengaruhi opportunities and threats (O dan T). Dimana
faktor ini menyangkut dengan kondisi- kondisi yang terjadi di luar perusahaan
yang mempengaruhi dalam pembuatan keputusan perusahaan. Faktor ini

14
mencangkup lingkungan industri (industry environment) dan lingkungan bisnis
makro (macro environment), ekonomi, politik, hukum, teknologi, kependudukan
dan sosial budaya.
2. Faktor internal ini mempengaruhi terbentuknya strengths and weaknesses (S dan
W). Dimana faktor ini menyangkut dengan kondisi yang terjadi dalam
perusahaan, yang mana ini turut mempengaruhi terbentuknya pembuatan
keputusan (decision making) perusahaan. Faktor internal ini meliputi semua
macam manajemen fungsional: pemasaran, keuangan, operasi, sumberdaya
manusia, penelitian dan pengembangan, sistem informasi manajemen dan
budaya perusahaan (corporate culture).
Matriks SWOT dapat menggambarkan bagaimana peluang dan ancaman dari
lingkungan eksternal perusahaan diantisipasi dengan kekuatan dan kelemahan yang
dimilikinya. Matriks SWOT akan mempermudah merumuskan berbagai strategi. Pada
dasarnya alternatif strategi yang diambil harus di arahkan pada usaha-usaha untuk
menggunakan kekuatan dan memperbaiki kelemahan, menanfaatkan peluang- peluang
bisnis serta mengatasi ancaman. Sehingga dari
matriks SWOT tersebut akan memperoleh empat kelompok alternatif strategi yang
disebut strategi SO, strategi ST, strategi WO, dan strategi WT. Masing- masing
alternatif strategi tersebut adalah:
1. Strategi SO (Strenght- Opportunity)
Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan
memanfaatkan seluruh kekuatan yang dimiliki untuk merebut dan memanfaatkan
peluang sebesar- besarnya.
2. Strategi ST (Strenght- Threath)
Strategi ini dibuat berdasarkan kekuatan-kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk
mengantisipasi ancaman-ancaman yang ada.
3. Strategi WO (Weakness- Opportunity)
Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara
meminimalkan kelemahan yang ada.
4. Strategi WT (Weakness- Threath)
Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif, berusaha
meminimalkan kelemahan-kelemahan perusahaan serta sekaligus mengindari
ancaman-ancaman.

15
Tabel Matriks SWOT
Internal Strength (Kekuatan) Weakness (Kelemahan)
1. Banyak masyrakat desa yg 1. Karena situasi pandemi masih
bergerat dalam pengembnagan sedikit wisatawan asing.
villa 2. Kurangnya aturan yg mengatur
2. Banyak bentuk banguanan dan tarif /harga yg turun dratis.
vasilitas seperti hotel 3. Untuk pergerakan promosi
Eskternal 3. View sngat bagus apalagi yg belum bisa dilakukan dengan
dekat dgn pantai. baik.

Opportunities (Peluang) Strategi SO Strategi WO


1. Bilaman situasi sudah membaik 1. Melakukan kerjasma dengan 1. Tetap menjaga keamanan dan
masyarakat perlu meningkatan lembaga keuangan untuk kebersihan lingkungan wisatanya
tarif harga yang layak permodalannya. 2. Membangun kerjasama antara
2. Pembangunan penginapan / villa 2. Memberikan pelayanan terhadap pemilik penginapan anatara yang
harus diberikan sport oleh wisatawan secara baik satu dengan yang lainya.
pemerintah. 3. Melakukan kerjasama dengan 3. Memanfaatkan prasarana yg
3. Bentuk bangunan agar bisa pihak terkait baik desa maupun dibangun oleh pemerintah
disesuaikan dgn harga pasaran pemerintah. misalnya fasum.
saat sekarang

Threats (Ancaman) Strategi ST Strategi WT


1. Masyarakat yg memiliki usaha 1. Menerapkan aturan prokes yg 1. Memaksimalkan sosialisai
penginapan tidak akan bisa ketat bagi pengunjung. pelayanan dan promosi bagi
menjual bilamana situasi 2. Memberikan pemahaman bagi masyarakat .
pandemi berkepanjangan masyarakat yg memiliki rumah 2. Memaksimalkan pendapatan bila
2. Masyarakat belum bisa beralih /villa. masyarakat mampu mengatur
ke sektor lain /memanag pengeluan saat
3. Pembangunan yg belum pandemi.
terselesaikan sebelumnya masih
banyak yg tesendat.

16
ASPEK AKSIOLOGI

KESIMPULAN DAN MANFAAT

A. Kesimpulan

Peningkatan peran LPD dalam membangun pendapatan perekonomian


masyarakat di Kecamatan Kuta Utara khususnya Desa Kerobokan bertujuan agar
peserta mendapatkan pengetahuan peran UKM dalam perekonomian dan mengerti
mengenai peluang–peluang yang bisa dimanfaatkan pengurus LPD dan jajarannya
untuk mengembangkan Ekonomi khususnya di Desa Kerobokan.

B. Manfaat Penulisan
Dengan adanya penelitian ini berharap dapat memberikan kontribusi kepada beberapa
pihak yakni sebagai berikut :
Bagi Penulis
1. Dapat menambah pengetahuan dan ketrampilan dalam menganalisis peranan
lembaga keuangan Desa Kerobokan untuk mendorong pendapatan
perekonomian masyarakat.
2. Memperkenalkan dan menyediakan tempat – tempat menginapan bagi
wisatawan domestik maupun asing.
3. Memberikan informasi kepada masyarakat desa adat kerobokan yang ingin
mengembangkan usahanya untuk mendapat modal kerja.
Bagi Universitas
Dapat memberikan sumbangan akademi sebagai bahan referensi untuk mengetahui
informasi yang terkait dengan peranan lembaga keuangan Desa Kerobokan untuk
mendorong pendapatan perekonomian masyarakat.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Adelia A. 2012. Persepsi Masyarakat terhadap Pengembangan Kawasan Ekowisata


Islami Curug Cigangsa [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
2. Bungin B. 2007. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik,
dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta (ID): Kencana.
3. Hasan I. 2004. Analisis Data Penelitian dengan Statistik. Jakarta (ID): Bumi
Aksara.
4. Tafalas M. 2010. Dampak Pengembangan Ekowisata terhadap Kehidupan Sosial
dan Ekonomi Masyarakat lokal studi kasus ekowisata bahari Pulau Mansuar
Kabupaten Raja Ampat [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Tuwo A.
2011. Pengelolaan Ekowisata Pesisir dan Laut. Surabaya (ID): Brilian
Internasional.
5. I Gusti Wayan Murjanayasa, 2008, Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Dalam
Membangun Ekonomi Rakyat di Kecamatan Denpasar Barat.
6. Brata, A. G. 2003. Distribusi SpasiaL UKM di Masa Krisis Ekonomi. Jurnal
Ekonomi Rakyat, Th. I No. 8.

18
LAMPIRAN-LAMPIRAN

19
20

Anda mungkin juga menyukai