Oleh:
Ida Bagus Putu Bhayunagiri
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2016
Teknik Modelling Hidrologi Daerah Aliran Sungai
1. Pendahuluan
Sumber daya lahan, air dan udara sebagai sumber daya alam utama merupakan komponen-
komonen lingkungan fisik penting dekat permukaan bumi yang saling terkait dan berinteraksi
sesamanya, sehingga perubahan pada salah satunya akan berakibat pada perubahan pada
komponen lainnya. Intervensi manusia terhadap proses-proses alami di dekat permukaan bumi
terus meningkat sejalan dengan derap langkah pembangunan, yaitu berupa lahan-lahan
terbangun, baik berupa lahan pertanian maupun lahan-lahan pemukiman, industri serta lahan
untuk infrastruktur seperti jalan, saluran air, gorong-gorong, lapangan parkir sampai pada
bandara. Pembangunan nasional di Indonesia selama empat dasawarsa terakhir dengan
pembangunan fisik yang pesat, juga telah menghasilkan perubahan tataguna lahan yang cepat
berupa konversi lahan bervegetasi menjadi kawasan budidaya untuk berbagai keperluan
pembangunan. Gejala erosi dan sedimentasi sebagai salah satu manifestasi intervensi manusia
tersebut merupakan aspek penting dalam menetapkan strategi pengelolaan suatu daerah aliran
sungai (DAS). Hal ini terjadi karena meningkatnya tuntutan manusia atas sumber daya alam
air, tanah, lahan dan hutan. Intervensi ini masih terus berlanjut dengan semakin luasnya
kawasan budidaya, yang memberi dampak diantaranya pada perubahan fungsi hidrologi DAS.
Oleh karena itu, sejak beberapa waktu yang lalu telah dirasakan kebutuhan yang terus
meningkat akan teknik pemodelan hidrologi yang mampu mengevaluasi dengan cepat serta
mampu menduga dampak hidrologi dari perubahan-perubahan yang mungkin terjadi, baik
alami maupun buatan manusia, pada tataguna lahan. Model hidrologi demikian akan
merupakan dasar bagi teknologi pengelolaan DAS yang rasional, efektif dan efisien.
Setelah suatu sistem hidrologi diidentifikasi dari kondisi lapang, proses-proses hidrologi
yang direpresentasikan oleh parameter-parameter tertentu dapat dinyatakan secara
konseptual dengan model-model matematik. Saat ini telah banyak dikembangkan model
matematik dari yang sederhana sampai yang relatif canggih, yang mampu mensimulasi
berbagai gejala hidrologi. Pedoman umum dalam penyusunan model hidrologi adalah
yang disebut dengan parsimony atau hemat parameter. Sedang dari struktur pemodelan
dapat dikenali dua kelas model hidrologi: (i) model konseptual dan (ii) model
Proses Alami
Kegiatan Manusia
Gambar 2. Peran manusia dalam daur hidrologi (Dikutip dari Eagleson, 1991)
3. Identifikasi Parameter dan Persamaan Dasar
Pengujian keabsahan model merupakan tahapan penting dalam pemodelan dan simulasi
sembarang sistem hidrologi DAS, karena harus selalu disadari bahwa tidak ada model
simulasi yang berlaku untuk segala keadaan. Sebagai persamaan dasar untuk
menjelaskan aliran di permukaan lahan lazim digunakan persamaan kontinuiti dan
∂A ∂Q m
+ ∂x =ql (x,t) Q(x,t) = βA(x,t)
∂t dan
persamaan debit aliran dari Manning atau Chezy, sebagai berikut:
Masukan
+ Gangguan
+ Gangguan
Minimize!
Kriteria Adjust
Keabsahan Parameter
Arah perkembangan terakhir dari teknik pemodelan sistem hidrologi dalam dasawarsa
terakhir tidak lepas dari perkembangan ilmu dan teknologi secara umum, khususnya
dalam tiga bidang berikut: (i) pengetahuan yang lebih menyeluruh mengenai sistem fisik
alam dan teknik matematik pendukung; (ii) teknik pengukuran dan instrumentasi
mutakhir; dan (iii) ketersediaan komputer yang semakin ampuh dan terjangkau. Moore et
al. (1991) dan Hutchinson dan Dowling (1991) menjelaskan analisis dan terapan dari
prosedur komputasi menggunakan model elevasi digital (DEM) yang menjadi masukan
dasar dari sistem parameter tersebar. Teknik pengukuran modern baik berupa telemetri,
termasuk teknologi inderaja, maupun sistem komunikasi data dan data logger telah
mampu memenuhi kebutuhan data yang besar dari model tersebar, dan komputer yang
bekerja semakin cepat, ampuh dan murah telah memungkinkan dilakukannya teknik
komputasi numerik intensif.
Akan tetapi, kemajuan ini jangan sampai mengabaikan kebutuhan akan data faktual
mengenai proses komponen-komponen hidrologi yang menginginkan nilai parameter
yang 'benar', yang lebih wajar dijumpai dengan model konvensional seperti model-model
empirik ataupun model kotak hitam. Oleh karena itu perkembangan model hidrologi
konseptual semi-tersebar juga masih diminati sebagaimana ditunjukkan oleh Schuman
(1993).
Pengembangan model hidrologi berawal dari pemilihan kerangka dasar yang membatasi
proses-proses utama dari suatu daur limpasan dan saling hubungannya dalam bentuk
gugus persamaan matematik. Untuk mengenali model hidrologi dapat dibayangkan
spektrum mulai dari model mental yang melandasi tindakan para praktisi lapang,
meningkat ke model-model empirik sebagai abstraksi dari pengamatan; sampai pada
model stokhastik dan model-model deterministik. Tentunya ini sekedar pengelompokkan
umum, di mana kombinasi antar kelompok ini mungkin lebih sering dijumpai, seperti
model empirik-deterministik; model stokhastik-empirik; serta model deterministik-
stokhastik. Model stokhastik dicirikan oleh digunakannya teknik Monte Carlo, sering
karena keterbatasan pengetahuan empirik atas proses yang dikaji. Dalam pembahasan
selanjutnya akan dibatasi hanya pada model deterministik, sesuai dengan pengertian
simulasi yang telah dibahas dimuka dan dibataskan sebagai metoda sintesis sistem secara
konseptual.
Dari sasaran pengembangannya, model deterministik dapat sebagai model umum atau
model khas, dan menurut representasi parameternya, model dibedakan menjadi model
lumped dan model terdistribusi. Model umum akan mencoba mencakup semua proses
utama dari daur limpasan, sedang model khas dikembangkan terbatas untuk menjawab
suatu masalah tertentu. Beberapa model umum diantaranya adalah: model SSARR,
Stanford Model IV, model Dawdy-O’Donnell, model SCS, model Sacramento, model
SHE, model TOPOG, dan banyak lagi. Model khas misalnya model-model yang
dikembangkan oleh HEC, dengan HEC-1 yang luas digunakan. Pada bab berikut akan
dibahas beberapa model hidrologi DAS yang dikenal di Indonesia.
Model HEC-1 adalah model hidrologi dengan parameter ‘lumped’ yang dirancang untuk
mampu mensimulasikan respons limpasan permukaan dari suatu DAS karena input hujan
dengan merepresentasikan DAS sebagai suatu sistem hidrologi dengan komponen-
komponen hidrolika saling-berhubungan (topologic tree diagram). Setiap komponen
memodel suatu aspek dari proses hujan-limpasan untuk suatu subDAS dari keseluruhan
DAS. Suatu komponen dapat merepresentasikan suatu limpasan permukaan subDAS,
suatu saluran sungai, atau suatu waduk. Representasi suatu komponen mensyaratkan satu
set parameter model yang menyatakan ciri-ciri tertentu dari komponen tersebut dan
hubungan-hubungan matematik yang menerangkan proses-proses fisik yang berlangsung.
Hasil dari proses modeling adalah komputasi dari hidrograf aliran sungai pada lokasi
yang dikehendaki dalam DAS.
Model HEC-1 telah dikembangkan oleh Hydrology Engineering Center di Davis
California sejak tahun 1960-an dan sampai saat ini termasuk model yang paling populer
digunakan dalam praktek. Perkembangan dalam modeling terakhir adalah mengadopsi
model HEC-1 ini ke dalam suatu sistem modeling yang dikenal dengan Watershed
Modeling System atau WMS. WMS sendiri merupakan suatu paket modeling hidrologi
yang sepenuhnya menggunakan kemampuan grafik interface sehingga mampu men-
deliniasi batas DAS dan subDAS, dan bantaran banjir secara otomatis dari triangulated
irregular networks (TINs). TINs dapat dibangun dari data tinggi maupun menggunakan
data elevasi digital dari USGS ataupun Arc/Info sebagai peta latar belakang. Model HEC-
1 dapat dijalankan dalam sistem WMS dan menghasilkan hidrograf yang dapat
ditampilkan dalam lingkungan sistem grafis WMS.
Model-model Hidrologi:
SHE, TOPOG, TOPMODEL, ANSWERS, dan AGNPS
Pada bagian berikut disajikan secara singkat beberapa contoh model hidrologi dengan
sistem parameter tersebar. Untuk penjelasan lebih rinci mengenai model-model ini dapat
dibaca Beven et al. (1994) untuk TOPMODEL, Abbott et al. (1986, 1986a) dan Bathurst
(1986, 1986a) untuk model SHE, dan buku panduan untuk AGNPS, ANSWERS dan
TOPOG.
Model SHE (Systeme Hydrologique Europeen): Model SHE merupakan suatu model
umum sistem hidrologi tersebar berdasarkan hukum-hukum fisika untuk seluruh atau
sebagian dari daur limpasan. Model ini dikembangkan bersama oleh Institut Hidrolika
Denmark (DHI), Institut Hidrologi Inggris, dan SOGREAH Perancis, dengan dukungan
dana dari Komisi Masyarakat Eropa. Versi awal dari model ini dijelaskan oleh Abbott et
al. (1986, 1986a) dan Bathurst (1986, 1986a) yang telah mengujinya dalam sejumlah
kajian. Model sistem terbukti berhasil mensimulasi kondisi hidrologi dari DAS berbukit
dengan kedalaman tanah bervariasi dari kurang dari satu meter sampai lebih dari 10
meter, dengan kejadian hujan dengan intensiti tinggi. Versi yang dikembangkan lebih
lanjut oleh DHI, yang diperkenalkan sebagai versi MIKE SHE, telah dilengkapi dengan
paket pre-processor yang memungkinkan penyimpanan informasi deret waktu dan spatial
dalam internal database, dan berfungsi sebagai suatu sistem GIS.
Struktur model yang fleksibel digabung dengan sistem parameter tersebar dan
berlandaskan hukum fisika untuk proses-proses hidrologi, model ini diharapkan dapat
menyediakan berbagai keunggulan dibandingkan dengan model-model lumped
parameter, khususnya untuk permasalahan DAS yang lebih kompleks seperti halnya
dalam mengkaji dampak perubahan DAS, variabiliti spatial dari masukan dan keluaran
DAS, serta pergerakan dari sedimen dan polutan.
Model TOPOG: TOPOG merupakan paket model hidrologi yang didasarkan atas
analisis terrain yang dikembangkan oleh CRC Catchment Hydrology - CSIRO Canberra.
Simulasi model memungkinkan evaluasi pengaruh tataguna dan pengelolaan lahan
terhadap respons hidrologi DAS. Hal ini dicapai melalui representasi jejaring elemen
DAS mengikuti kontur dan lintasan aliran, dan simulasi aliran permukaan dan bawah
permukaan mengikuti konsep contributing area.
Dari data hasil survei topografi, TOPOG menginterpolasi garis-garis kontur serta
menentukan batas DAS, alur sungai, punggung bukit, dan lintasan aliran. DAS kemudian
dibagi menjadi elemen-elemen yang dibatasi oleh garis kontur dan lintasan aliran menurut
resolusi yang dipilih, yang menghasilkan jejaring elemen DAS yang tidak sama besar
maupun bentuknya, tetapi teratur menurut bundles of flow tubes yang membatasi aliran
air di permukaan maupun di bawah permukaan. Lebih lanjut, untuk setiap elemen,
TOPOG menghitung sejumlah atribut topografi seperti kelerengan, aspek, radiasi solar
potensial sepanjang tahun, dan upslope contributing area. Masukan penting lainnya yang
diperlukan model termasuk informasi transmisiviti tanah dan hujan lebihan atau intensiti
hujan.
Dari prosedur di atas, ada empat variasi simulasi dari respons hidrologi DAS terhadap
masukan hujan berikut:
1. simulasi steady state untuk memperkirakan sebaran spatial dari waterlogging dan
bahaya erosi;
2. simulasi transien menggunakan data harian dan tutupan vegetasi statis untuk
mengkaji perilaku hidrologi dari DAS menurut iklim, jenis tanah dan vegetasi;
3. simulasi transien menggunakan data harian dan menyertakan suatu model
pertumbuhan tanaman; dan
4. simulasi kejadian badai, yang pada dasarnya sama dengan butir 2 di atas, tetapi
untuk selang waktu yang jauh lebih singkat, misalnya 5-menitan. Model transien
dapat digunakan untuk memperoleh perkiraan dari lengas tanah awal untuk
penggunaan dalam simulasi kejadian badai untuk suatu kejadian hujan.
TOPMODEL: TOPMODEL merupakan seperangkat alat konseptual yang dapat
digunakan untuk menghasilkan respons hidrologi DAS secara parameter tersebar ataupun
semi-tersebar, khususnya dinamika dari daerah-daerah penyumbang (contributing area)
aliran permukaan dan bawah permukaan. Dua sasaran pengembangan model ini adalah
suatu model simulasi kontinyu untuk prakiraan praktis dan kerangka teoritis untuk
mengkaji proses-proses hidrologi DAS. Dalam pengembangan model ini
dipertimbangkan kelemahan dalam mengukur nilai peubah status sistem hidrologi dan
kharakteristik DAS, yaitu dengan representasi fungsional dari respons hidrologi DAS
serta menjaga jumlah parameter yang perlu dikalibrasi tetap minimal (Beven, 1994).
TOPMODEL dinyatakan paling sesuai untuk DAS dengan kedalaman tanah relatif
dangkal, tanah homogen, dan basah, yang menunjukkan mekanisme limpasan variable
source area yang disimulasi model TOPMODEL.
Dalam model ANSWERS, variasi spatial dari parameter kendali DAS dinyatakan dalam
banyak elemen grid DAS, sehingga nilai parameter pada sembarang grid tunggal akan
memiliki sedikit atau tidak berpengaruh sama sekali terhadap hubungan fungsional pada
skala DAS. Keluaran model termasuk besar kehilangan tanah karena erosi serta hasil
sedimen dari DAS. Walau pengembangan model ini pertama kali dilakukan di Amerika
Serikat, sampai saat ini sejumlah peneliti Australia telah menerapkan model ini untuk
DAS kecil, mulai skala petak sampai DAS berukuran 978 hektar, dan dengan modifikasi
pada model infiltrasi. Di Indonesia, model ini juga telah dicobakan pada sejumlah DAS
dengan ukuran bervariasi dari kurang dari 10 Ha sampai DAS berukuran lebih dari 10
ribu Ha. Hasil dari model yang diperoleh cukup layak dengan catatan pemilihan nilai-
nilai parameter model dilakukan dengan memadai.
Model AGNPS merupakan gabungan antara model terdistribusi dan model sequential.
Sebagai model terdistribusi, penyelesaian persamaan keseimbangan massa dilakukan
secara serempak untuk semua sel. Sedang sebagai model Sequential, air dan cemaran
ditelusuri dalam rangkaian aliran di permukaan lahan dan di saluran secara berurutan.
Model AGNPS memprediksi menurut satuan luasan bujursangkar sebagai sel atau unsur
model, dengan kapasitas model mencapai 2500 sel dan luas per sel 4 sampai 20 hektar.
Analisis data hidrologi dan modeling data menggunakan GIS (Geographic Information
Syatem) berkembang dengan cepat dalam dekade terakhir ini. Data spatial dari peta
topografi dan peta-peta tematik merupakan masukan baku bagi operasi GIS dan data
demikian dibutuhkan dalam kajian modeling hidrologi dengan paramater terdistribusi
yang mensyaratkan ketersediaan data spatial untuk faktor-faktor lingkungan. Empat
fungsi dasar dari teknologi GIS adalah (i) data acquisition dan pre-processing; (ii) data
management, storage and retrieval; (iii) manipulation and analysis; and (iv) product
generation. Dan fungsi terpenting dari GIS adalah dalam menyajikan hasil analisis
hidrologi dalam format yang mudah dipahami oleh pengambil keputusan. Akan tetapi
berbagai fungsi GIS ini memiiki keterbatasan pada ketakmampuan GIS untuk digunakan
dalam kajian yang berubah dengan waktu, karena tidak tersedia cara dalam sistem GIS
untuk merepresentasikan waktu dalam sturtur datanya. Padahal esensi proses hidrologi
adalah progres dalam waktu. Oleh karena itu, arah penggunaan GIS dalam hidrologi
haruslah berupa coupling antara GIS dan model hidrologi. Penjelasan rinci mengenai
penggunaan GIS untuk hidrologi praktis dapat diperoleh dalam Meijerink dkk (1994) dan
ilustrasi dalam pengembangan model hidrologi dengan bantuan GIS ditunjukkan oleh
Schumann (1993).
7. Penutup
Tulisan ini diharapkan dapat berperan sebagai pemicu awal bagi pembangkitan minat
dalam penelitian hidrologi DAS di Indonesia serta penggunaan model-model hidrologi
DAS yang telah banyak dikembangkan di negara maju dapat dikalibrasi untuk kondisi
alam Indonesia. Kelemahan-kelemahan model yang belum diperhitungkan untuk kondisi
alam Indonesia seyogyanya dapat diperbaiki oleh adanya pengalaman penerapannya di
Indonesia dan model yang sesuai dapat terus dikembangkan.
Daftar Pustaka
Beasley, D.B. and F.L. Huggins, 1991. ANSWERS Users Manual. Second Edition. US
EPA Region V, Chicago, ARS - Purdue University, USDA.
Doll, P, F Kaspar, and B Lehner (2003) A global hydrol model for deriving water
availability indicators: model tuning and validation. J. Hydrol. 270: 105-134.
Gautam, MR, K Watanabe, and H Saegusa (2000) Runoff analysis in humid tropic
catchment with artificial neural network. J Hydrol. 235: 87-136.
Pawitan, Hidayat, 1998. Tinjauan Penelitian dan Pemodelan Hidrologi DAS. Bahan
Diskusi Program Penelitian Balai Teknologi Pengelolaan DAS, Solo, 22 Januari
1998.