Anda di halaman 1dari 13

Teknik Modelling Hidrologi

Daerah Aliran Sungai

Oleh:
Ida Bagus Putu Bhayunagiri

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2016
Teknik Modelling Hidrologi Daerah Aliran Sungai

1. Pendahuluan

Sumber daya lahan, air dan udara sebagai sumber daya alam utama merupakan komponen-
komonen lingkungan fisik penting dekat permukaan bumi yang saling terkait dan berinteraksi
sesamanya, sehingga perubahan pada salah satunya akan berakibat pada perubahan pada
komponen lainnya. Intervensi manusia terhadap proses-proses alami di dekat permukaan bumi
terus meningkat sejalan dengan derap langkah pembangunan, yaitu berupa lahan-lahan
terbangun, baik berupa lahan pertanian maupun lahan-lahan pemukiman, industri serta lahan
untuk infrastruktur seperti jalan, saluran air, gorong-gorong, lapangan parkir sampai pada
bandara. Pembangunan nasional di Indonesia selama empat dasawarsa terakhir dengan
pembangunan fisik yang pesat, juga telah menghasilkan perubahan tataguna lahan yang cepat
berupa konversi lahan bervegetasi menjadi kawasan budidaya untuk berbagai keperluan
pembangunan. Gejala erosi dan sedimentasi sebagai salah satu manifestasi intervensi manusia
tersebut merupakan aspek penting dalam menetapkan strategi pengelolaan suatu daerah aliran
sungai (DAS). Hal ini terjadi karena meningkatnya tuntutan manusia atas sumber daya alam
air, tanah, lahan dan hutan. Intervensi ini masih terus berlanjut dengan semakin luasnya
kawasan budidaya, yang memberi dampak diantaranya pada perubahan fungsi hidrologi DAS.
Oleh karena itu, sejak beberapa waktu yang lalu telah dirasakan kebutuhan yang terus
meningkat akan teknik pemodelan hidrologi yang mampu mengevaluasi dengan cepat serta
mampu menduga dampak hidrologi dari perubahan-perubahan yang mungkin terjadi, baik
alami maupun buatan manusia, pada tataguna lahan. Model hidrologi demikian akan
merupakan dasar bagi teknologi pengelolaan DAS yang rasional, efektif dan efisien.

Perkembangan teknik pemodelan hidrologi mutakhir dicirikan oleh perkembangan teknik


komputasi digital (dengan teknik-teknik numerik dalam menyelesaikan persamaan tranfer
massa dan energi), teknologi pengukuran dan instrumentasi modern (dengan telemetri,
inderaja dan automatic recording and logging), serta kemajuan teknologi informasi,
komunikasi dan komputer termasuk teknik komputer grafik serta Geographic information
system (GIS). Dan sebagai tantangan penelitian hidrologi DAS di Indonesia saat ini
adalah kebutuhan akan data dasar yang menyangkut identifikasi dan karakterisasi DAS
serta kalibrasi parameter-parameter berbagai model yang ada, di samping kebutuhan
evaluasi kelayakan model hidrologi yang ada terhadap kesesuaiannya dengan kondisi
DAS di Indonesia, sehingga penggunaan model-model tersebut di berbagai wilayah
Indonesia lebih dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam tulisan ini, melengkapi tulisan sebelumnya mengenai metoda analisis hidrologi
DAS, akan dibahas perkembangan mutakhir dari teknik modeling hidrologi DAS serta
sajian beberapa model hidrologi DAS akan diperkenalkan secara singkat. Untuk latihan
akan diperkenalkan lebih lanjut model hidrologi ANSWERS (Agricultural Nonpoint
Source Watershed Environment Response Simulation) dengan contoh data di Indonesia.

2. Landasan Penyusunan Model Hidrologi

Model pada dasarnya merupakan gambaran atau representasi sederhana atau


disederhanakan dari sistem sesungguhnya. Jadi model hidrologi akan merupakan
penyederhanaan dari sistem hidrologi DAS sesungguhnya. Model seringkali hanya
membataskan sifat tertentu dari sistem sesungguhnya yang sering sangat kompleks,
sehingga suatu model hidrologi mungkin hanya memberikan gambaran sebagian dari
sistem sesungguhnya atau bahkan dapat menyimpang dari keadaan sebenarnya. Tujuan
utama dari pemodelan hidrologi adalah untuk menerangkan atau merepresentasikan gejala
hidrologi untuk menduga atau memprakirakan status hubungan masukan curah hujan-
proses sistem hidrologi-keluaran debit aliran sungai yang akan terjadi, yang diberikan
oleh sejumlah peubah dan parameter hidrologi DAS, serta untuk memberikan pemahaman
atas gejala bersangkutan.

Setelah suatu sistem hidrologi diidentifikasi dari kondisi lapang, proses-proses hidrologi
yang direpresentasikan oleh parameter-parameter tertentu dapat dinyatakan secara
konseptual dengan model-model matematik. Saat ini telah banyak dikembangkan model
matematik dari yang sederhana sampai yang relatif canggih, yang mampu mensimulasi
berbagai gejala hidrologi. Pedoman umum dalam penyusunan model hidrologi adalah
yang disebut dengan parsimony atau hemat parameter. Sedang dari struktur pemodelan
dapat dikenali dua kelas model hidrologi: (i) model konseptual dan (ii) model

berdasarkan hukum fisika (physically based model). Model konseptual umumnya


merupakan 'lumped model' yang dibentuk berdasarkan suatu konsep sistem tampungan
DAS (Model tanki dari Sugawara dan metode fungsi storage), sedang model berdasar
konsep fisika dibangun untuk menjelaskan proses hidrologi sesuai suatu teori atau konsep
hukum fisika yang dapat menerangkan gejala yang disimulasi, dan dikembangan menjadi
model terdistribusi, khususnya dengan bantuan digital elevation modeling (DEM).
Dalam kajian hidrologi, daur hidrologi merupakan pokok bahasan utama yang menjadi
landasan bagi berkembangnya kajian secara ilmiah. Pada awal perkembangan hidrologi
sebagai ilmu, yang terjadi adalah kajian dilakukan secara terpisah terhadap komponen-
komponen proses hidrologi yang menyusun daur hidrologi tersebut dan kajian
menyeluruh hanya diberikan secara kualitatif saja, atau bila kajian kuantitatif ingin
dilakukan, maka wilayah geografis yang dicakup haruslah sangat luas, yaitu dalam skala
benua. Hal ini baru disadari setelah pendekatan sistem diperkenalkan dalam hidrologi
sehingga bagian-bagian sistem dibatasi secara tegas, dan interaksi antar bagian-bagian
sistem ini berupa aliran massa dan energi dinyatakan oleh hubungan determinstik. Dari
sini nampak bahwa dalam kajian hidrologi umumnya, kita hanya atau lebih tertarik
dengan proses-proses hidrologi yang berlangsung pada fasa lahan, dan bagian sistem daur
hidrologi ini dikenal sebagai daur limpasan, yang merupakan suatu sistem terbuka yang
menerima masukan curah hujan dan menghasilkan luaran debit sungai. Bagaimana
hubungan luaran-masukan ini merupakan pokok kajian hidrologi muthakir, khususnya
dengan pemodelan hubungan hujan-limpasan DAS.

Proses Alami

Atmosfer Permukaan Bumi Manusia


A
t

Kegiatan Manusia

Gambar 2. Peran manusia dalam daur hidrologi (Dikutip dari Eagleson, 1991)
3. Identifikasi Parameter dan Persamaan Dasar

Pengujian keabsahan model merupakan tahapan penting dalam pemodelan dan simulasi
sembarang sistem hidrologi DAS, karena harus selalu disadari bahwa tidak ada model
simulasi yang berlaku untuk segala keadaan. Sebagai persamaan dasar untuk
menjelaskan aliran di permukaan lahan lazim digunakan persamaan kontinuiti dan

∂A ∂Q m
+ ∂x =ql (x,t) Q(x,t) = βA(x,t)
∂t dan
persamaan debit aliran dari Manning atau Chezy, sebagai berikut:

Masukan

+ Gangguan

Sistem Prototipe Sistem Model

+ Gangguan
Minimize!

Keluaran Beda Keluaran

Kriteria Adjust
Keabsahan Parameter

Gambar 4. Konsep model matematik suatu sistem hidrologi.


Model selalu dikembangkan berdasarkan sejumlah asumsi yang membatasi keabsahan
model. Dan pertimbangan akhir dari model yang teruji adalah model yang memenuhi
kriteria: (i) model konseptual yang memberikan representasi baik bagi proses
sesungguhnya; dan (ii) lulus pengujian yang dilakukan dengan membandingkan hasil
simulasi model dengan hasil pengamatan eksperimental dan pengukuran lapang.

4. Terapan Teknik Modeling dalam Hidrologi DAS

Arah perkembangan terakhir dari teknik pemodelan sistem hidrologi dalam dasawarsa
terakhir tidak lepas dari perkembangan ilmu dan teknologi secara umum, khususnya
dalam tiga bidang berikut: (i) pengetahuan yang lebih menyeluruh mengenai sistem fisik
alam dan teknik matematik pendukung; (ii) teknik pengukuran dan instrumentasi
mutakhir; dan (iii) ketersediaan komputer yang semakin ampuh dan terjangkau. Moore et
al. (1991) dan Hutchinson dan Dowling (1991) menjelaskan analisis dan terapan dari
prosedur komputasi menggunakan model elevasi digital (DEM) yang menjadi masukan
dasar dari sistem parameter tersebar. Teknik pengukuran modern baik berupa telemetri,
termasuk teknologi inderaja, maupun sistem komunikasi data dan data logger telah
mampu memenuhi kebutuhan data yang besar dari model tersebar, dan komputer yang
bekerja semakin cepat, ampuh dan murah telah memungkinkan dilakukannya teknik
komputasi numerik intensif.

Akan tetapi, kemajuan ini jangan sampai mengabaikan kebutuhan akan data faktual
mengenai proses komponen-komponen hidrologi yang menginginkan nilai parameter
yang 'benar', yang lebih wajar dijumpai dengan model konvensional seperti model-model
empirik ataupun model kotak hitam. Oleh karena itu perkembangan model hidrologi
konseptual semi-tersebar juga masih diminati sebagaimana ditunjukkan oleh Schuman
(1993).

Pengembangan model hidrologi berawal dari pemilihan kerangka dasar yang membatasi
proses-proses utama dari suatu daur limpasan dan saling hubungannya dalam bentuk
gugus persamaan matematik. Untuk mengenali model hidrologi dapat dibayangkan
spektrum mulai dari model mental yang melandasi tindakan para praktisi lapang,
meningkat ke model-model empirik sebagai abstraksi dari pengamatan; sampai pada
model stokhastik dan model-model deterministik. Tentunya ini sekedar pengelompokkan
umum, di mana kombinasi antar kelompok ini mungkin lebih sering dijumpai, seperti
model empirik-deterministik; model stokhastik-empirik; serta model deterministik-
stokhastik. Model stokhastik dicirikan oleh digunakannya teknik Monte Carlo, sering
karena keterbatasan pengetahuan empirik atas proses yang dikaji. Dalam pembahasan
selanjutnya akan dibatasi hanya pada model deterministik, sesuai dengan pengertian
simulasi yang telah dibahas dimuka dan dibataskan sebagai metoda sintesis sistem secara
konseptual.

Dari sasaran pengembangannya, model deterministik dapat sebagai model umum atau
model khas, dan menurut representasi parameternya, model dibedakan menjadi model
lumped dan model terdistribusi. Model umum akan mencoba mencakup semua proses
utama dari daur limpasan, sedang model khas dikembangkan terbatas untuk menjawab
suatu masalah tertentu. Beberapa model umum diantaranya adalah: model SSARR,
Stanford Model IV, model Dawdy-O’Donnell, model SCS, model Sacramento, model
SHE, model TOPOG, dan banyak lagi. Model khas misalnya model-model yang
dikembangkan oleh HEC, dengan HEC-1 yang luas digunakan. Pada bab berikut akan
dibahas beberapa model hidrologi DAS yang dikenal di Indonesia.

5. Beberapa Model Hidrologi DAS

Model HEC-1 dengan WMS (Watershed Modelling System)

Model HEC-1 adalah model hidrologi dengan parameter ‘lumped’ yang dirancang untuk
mampu mensimulasikan respons limpasan permukaan dari suatu DAS karena input hujan
dengan merepresentasikan DAS sebagai suatu sistem hidrologi dengan komponen-
komponen hidrolika saling-berhubungan (topologic tree diagram). Setiap komponen
memodel suatu aspek dari proses hujan-limpasan untuk suatu subDAS dari keseluruhan
DAS. Suatu komponen dapat merepresentasikan suatu limpasan permukaan subDAS,
suatu saluran sungai, atau suatu waduk. Representasi suatu komponen mensyaratkan satu
set parameter model yang menyatakan ciri-ciri tertentu dari komponen tersebut dan
hubungan-hubungan matematik yang menerangkan proses-proses fisik yang berlangsung.
Hasil dari proses modeling adalah komputasi dari hidrograf aliran sungai pada lokasi
yang dikehendaki dalam DAS.
Model HEC-1 telah dikembangkan oleh Hydrology Engineering Center di Davis
California sejak tahun 1960-an dan sampai saat ini termasuk model yang paling populer
digunakan dalam praktek. Perkembangan dalam modeling terakhir adalah mengadopsi
model HEC-1 ini ke dalam suatu sistem modeling yang dikenal dengan Watershed
Modeling System atau WMS. WMS sendiri merupakan suatu paket modeling hidrologi
yang sepenuhnya menggunakan kemampuan grafik interface sehingga mampu men-
deliniasi batas DAS dan subDAS, dan bantaran banjir secara otomatis dari triangulated
irregular networks (TINs). TINs dapat dibangun dari data tinggi maupun menggunakan
data elevasi digital dari USGS ataupun Arc/Info sebagai peta latar belakang. Model HEC-
1 dapat dijalankan dalam sistem WMS dan menghasilkan hidrograf yang dapat
ditampilkan dalam lingkungan sistem grafis WMS.

Model-model Hidrologi:
SHE, TOPOG, TOPMODEL, ANSWERS, dan AGNPS

Pada bagian berikut disajikan secara singkat beberapa contoh model hidrologi dengan
sistem parameter tersebar. Untuk penjelasan lebih rinci mengenai model-model ini dapat
dibaca Beven et al. (1994) untuk TOPMODEL, Abbott et al. (1986, 1986a) dan Bathurst
(1986, 1986a) untuk model SHE, dan buku panduan untuk AGNPS, ANSWERS dan
TOPOG.

Model SHE (Systeme Hydrologique Europeen): Model SHE merupakan suatu model
umum sistem hidrologi tersebar berdasarkan hukum-hukum fisika untuk seluruh atau
sebagian dari daur limpasan. Model ini dikembangkan bersama oleh Institut Hidrolika
Denmark (DHI), Institut Hidrologi Inggris, dan SOGREAH Perancis, dengan dukungan
dana dari Komisi Masyarakat Eropa. Versi awal dari model ini dijelaskan oleh Abbott et
al. (1986, 1986a) dan Bathurst (1986, 1986a) yang telah mengujinya dalam sejumlah
kajian. Model sistem terbukti berhasil mensimulasi kondisi hidrologi dari DAS berbukit
dengan kedalaman tanah bervariasi dari kurang dari satu meter sampai lebih dari 10
meter, dengan kejadian hujan dengan intensiti tinggi. Versi yang dikembangkan lebih
lanjut oleh DHI, yang diperkenalkan sebagai versi MIKE SHE, telah dilengkapi dengan
paket pre-processor yang memungkinkan penyimpanan informasi deret waktu dan spatial
dalam internal database, dan berfungsi sebagai suatu sistem GIS.

Struktur model yang fleksibel digabung dengan sistem parameter tersebar dan
berlandaskan hukum fisika untuk proses-proses hidrologi, model ini diharapkan dapat
menyediakan berbagai keunggulan dibandingkan dengan model-model lumped
parameter, khususnya untuk permasalahan DAS yang lebih kompleks seperti halnya
dalam mengkaji dampak perubahan DAS, variabiliti spatial dari masukan dan keluaran
DAS, serta pergerakan dari sedimen dan polutan.

Model TOPOG: TOPOG merupakan paket model hidrologi yang didasarkan atas
analisis terrain yang dikembangkan oleh CRC Catchment Hydrology - CSIRO Canberra.
Simulasi model memungkinkan evaluasi pengaruh tataguna dan pengelolaan lahan
terhadap respons hidrologi DAS. Hal ini dicapai melalui representasi jejaring elemen
DAS mengikuti kontur dan lintasan aliran, dan simulasi aliran permukaan dan bawah
permukaan mengikuti konsep contributing area.

Dari data hasil survei topografi, TOPOG menginterpolasi garis-garis kontur serta
menentukan batas DAS, alur sungai, punggung bukit, dan lintasan aliran. DAS kemudian
dibagi menjadi elemen-elemen yang dibatasi oleh garis kontur dan lintasan aliran menurut
resolusi yang dipilih, yang menghasilkan jejaring elemen DAS yang tidak sama besar
maupun bentuknya, tetapi teratur menurut bundles of flow tubes yang membatasi aliran
air di permukaan maupun di bawah permukaan. Lebih lanjut, untuk setiap elemen,
TOPOG menghitung sejumlah atribut topografi seperti kelerengan, aspek, radiasi solar
potensial sepanjang tahun, dan upslope contributing area. Masukan penting lainnya yang
diperlukan model termasuk informasi transmisiviti tanah dan hujan lebihan atau intensiti
hujan.

Dari prosedur di atas, ada empat variasi simulasi dari respons hidrologi DAS terhadap
masukan hujan berikut:

1. simulasi steady state untuk memperkirakan sebaran spatial dari waterlogging dan
bahaya erosi;
2. simulasi transien menggunakan data harian dan tutupan vegetasi statis untuk
mengkaji perilaku hidrologi dari DAS menurut iklim, jenis tanah dan vegetasi;
3. simulasi transien menggunakan data harian dan menyertakan suatu model
pertumbuhan tanaman; dan
4. simulasi kejadian badai, yang pada dasarnya sama dengan butir 2 di atas, tetapi
untuk selang waktu yang jauh lebih singkat, misalnya 5-menitan. Model transien
dapat digunakan untuk memperoleh perkiraan dari lengas tanah awal untuk
penggunaan dalam simulasi kejadian badai untuk suatu kejadian hujan.
TOPMODEL: TOPMODEL merupakan seperangkat alat konseptual yang dapat
digunakan untuk menghasilkan respons hidrologi DAS secara parameter tersebar ataupun
semi-tersebar, khususnya dinamika dari daerah-daerah penyumbang (contributing area)
aliran permukaan dan bawah permukaan. Dua sasaran pengembangan model ini adalah
suatu model simulasi kontinyu untuk prakiraan praktis dan kerangka teoritis untuk
mengkaji proses-proses hidrologi DAS. Dalam pengembangan model ini
dipertimbangkan kelemahan dalam mengukur nilai peubah status sistem hidrologi dan
kharakteristik DAS, yaitu dengan representasi fungsional dari respons hidrologi DAS
serta menjaga jumlah parameter yang perlu dikalibrasi tetap minimal (Beven, 1994).
TOPMODEL dinyatakan paling sesuai untuk DAS dengan kedalaman tanah relatif
dangkal, tanah homogen, dan basah, yang menunjukkan mekanisme limpasan variable
source area yang disimulasi model TOPMODEL.

Model Hidrologi ANSWERS: Model ANSWERS (singkatan dari Areal Nonpoint


Source Watershed Environmental Responce Simulation) merupakan sebuah model
hidrologi dengan parameter terdistribusi yang mensimulasi hubungan-hubungan hujan-
limpasan dan juga memberikan dugaan dari hasil sedimen. Model ini pertama kali
dikembangkan oleh D.B. Beasley pada tahun 1977 untuk mensimulasi pengaruh tataguna
lahan dan pengelolaan lahan terhadap kualitas air limpasan. Selanjutnya perkembangan
model ini didukung oleh US EPA dan Dinas Penelitian Pertanian Purdue (Beasley et al.,
1980). ANSWERS sebagai model deterministik didasarkan pada hipotesis:" ... bahwa
pada sembarang titik dalam suatu DAS, akan berlaku hubungan fungsional antara laju
aliran air dan parameter-parameter hidrologi kendali seperti intensiti hujan, infiltrasi,
topografi, jenis tanah, dsb. Lebih lanjut, laju aliran dapat digunakan sebagai dasar untuk
memodel gejala pindah massa seperti erosi dan polusi dalam wilayah DAS." Konsep titik
dalam hipotesis ini dapat dipertimbangkan juga berlaku untuk setiap elemen luasan DAS
yang ditetapkan sebagai luasan dalam batas DAS yang memiliki nilai parameter yang
seragam. Hal ini sah selama nilai-nilai parameter yang dipilih sungguh-sungguh mewakili
kondisi DAS sebenarnya dan model memberikan hasil yang layak.

Dalam model ANSWERS, variasi spatial dari parameter kendali DAS dinyatakan dalam
banyak elemen grid DAS, sehingga nilai parameter pada sembarang grid tunggal akan
memiliki sedikit atau tidak berpengaruh sama sekali terhadap hubungan fungsional pada
skala DAS. Keluaran model termasuk besar kehilangan tanah karena erosi serta hasil
sedimen dari DAS. Walau pengembangan model ini pertama kali dilakukan di Amerika
Serikat, sampai saat ini sejumlah peneliti Australia telah menerapkan model ini untuk
DAS kecil, mulai skala petak sampai DAS berukuran 978 hektar, dan dengan modifikasi
pada model infiltrasi. Di Indonesia, model ini juga telah dicobakan pada sejumlah DAS
dengan ukuran bervariasi dari kurang dari 10 Ha sampai DAS berukuran lebih dari 10
ribu Ha. Hasil dari model yang diperoleh cukup layak dengan catatan pemilihan nilai-
nilai parameter model dilakukan dengan memadai.

Model AGNPS: Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan dalam penggunaan model


USLE diperlukan model alternatif yang mudah terapannya pada skala DAS. Salah satu
model prediksi yang dapat memenuhi harapan demikian adalah model AGNPS
(Agricultural Non Point Source) yang dikembangkan oleh Young dkk. (1987) di North
Central Soil Conservation Research Laboratory, USDA - Agricultural Research Service,
Morris, Minnesota. Kelebihan model ini terletak pada parameter-parameter model yang
terdistribusi di seluruh areal DAS, sehingga nilai-nilai parameter model benar-benar
mencerminkan kondisi biofisik DAS pada setiap satuan luas di dalam DAS. Selain erosi,
model ini mampu menghasilkan keluaran-keluaran seperti: jumlah dan laju aliran
permukaan, hasil sedimen, laju deposisi sedimen, serta jumlah kehilangan hara N, P, dan
COD, baik untuk DAS maupun di setiap sel.

Model AGNPS merupakan gabungan antara model terdistribusi dan model sequential.
Sebagai model terdistribusi, penyelesaian persamaan keseimbangan massa dilakukan
secara serempak untuk semua sel. Sedang sebagai model Sequential, air dan cemaran
ditelusuri dalam rangkaian aliran di permukaan lahan dan di saluran secara berurutan.
Model AGNPS memprediksi menurut satuan luasan bujursangkar sebagai sel atau unsur
model, dengan kapasitas model mencapai 2500 sel dan luas per sel 4 sampai 20 hektar.

6. Terapan SIG dalam Hidrologi

Analisis data hidrologi dan modeling data menggunakan GIS (Geographic Information
Syatem) berkembang dengan cepat dalam dekade terakhir ini. Data spatial dari peta
topografi dan peta-peta tematik merupakan masukan baku bagi operasi GIS dan data
demikian dibutuhkan dalam kajian modeling hidrologi dengan paramater terdistribusi
yang mensyaratkan ketersediaan data spatial untuk faktor-faktor lingkungan. Empat
fungsi dasar dari teknologi GIS adalah (i) data acquisition dan pre-processing; (ii) data
management, storage and retrieval; (iii) manipulation and analysis; and (iv) product
generation. Dan fungsi terpenting dari GIS adalah dalam menyajikan hasil analisis
hidrologi dalam format yang mudah dipahami oleh pengambil keputusan. Akan tetapi
berbagai fungsi GIS ini memiiki keterbatasan pada ketakmampuan GIS untuk digunakan
dalam kajian yang berubah dengan waktu, karena tidak tersedia cara dalam sistem GIS
untuk merepresentasikan waktu dalam sturtur datanya. Padahal esensi proses hidrologi
adalah progres dalam waktu. Oleh karena itu, arah penggunaan GIS dalam hidrologi
haruslah berupa coupling antara GIS dan model hidrologi. Penjelasan rinci mengenai
penggunaan GIS untuk hidrologi praktis dapat diperoleh dalam Meijerink dkk (1994) dan
ilustrasi dalam pengembangan model hidrologi dengan bantuan GIS ditunjukkan oleh
Schumann (1993).

7. Penutup

Tulisan ini diharapkan dapat berperan sebagai pemicu awal bagi pembangkitan minat
dalam penelitian hidrologi DAS di Indonesia serta penggunaan model-model hidrologi
DAS yang telah banyak dikembangkan di negara maju dapat dikalibrasi untuk kondisi
alam Indonesia. Kelemahan-kelemahan model yang belum diperhitungkan untuk kondisi
alam Indonesia seyogyanya dapat diperbaiki oleh adanya pengalaman penerapannya di
Indonesia dan model yang sesuai dapat terus dikembangkan.
Daftar Pustaka

Beasley, D.B. and F.L. Huggins, 1991. ANSWERS Users Manual. Second Edition. US
EPA Region V, Chicago, ARS - Purdue University, USDA.

Beven, KJ (2003) On environmental models of everywhere on the GRID. Hydrol


Processes, 17: 171-174.

Doll, P, F Kaspar, and B Lehner (2003) A global hydrol model for deriving water
availability indicators: model tuning and validation. J. Hydrol. 270: 105-134.

Gautam, MR, K Watanabe, and H Saegusa (2000) Runoff analysis in humid tropic
catchment with artificial neural network. J Hydrol. 235: 87-136.

Meijerink dkk (1994) Application of GIS in Hydrology. ITC.

Pawitan, Hidayat, 1998. Tinjauan Penelitian dan Pemodelan Hidrologi DAS. Bahan
Diskusi Program Penelitian Balai Teknologi Pengelolaan DAS, Solo, 22 Januari
1998.

Schumann, A.H., 1993. Development of conceptual semi -distributed hydrological


models and estimation of their parameters with the aid of GIS. Hydrol. Sci. J.,
38(6): 519-528.

Sun, Shufen and DENG Huiping (2004) A study of rainfall-runoff response in a


catchment using TOPMODEL. Advances in Atmospheric Sciences, Vol.21 (1):
87-95.

Anda mungkin juga menyukai