Anda di halaman 1dari 8

Tugas untuk Mata Kuliah Diplomasi Indonesia

Nama : Rista Sanjaya

NPM : 1006694555

Jurusan: Ilmu Hubungan Internasional

Hubungan Diplomasi Indonesia

dengan Negara-Negara Dunia Ketiga

Deklarasi NAASP dan Makna dari Deklarasi NAASP

NAASP atau The New Asian-African Strategic Partnership adalah bentuk baru forum
antara Asia dan Afrika yang bertujuan untuk membangun jembatan kerjasama antara negara-
negara Asia dan Afrika. Dalam forum kerjasama ini para pemimpin negara Asia dan Afrika
berkumpul di Jakarta pada tanggal 22 hingga 23 April 2005. Inti dari pertemuan ini adalah
memunculkan kembali semangat dari Dasasila Bandung dalam KAA dan dihidupkan dalam
kerjasama kekerabatan selanjutnya antara kedua benua melalui kerjasama NAASP.

Negara-negara menyadari bahwa dibutuhkan semangat dalam Dasasila Bandung, yang


merupakan isi dari prinsip-prinsip solidaritas, kekerabatan, dan kerjasama yang masih relevan
untuk dilaksanakan dalam melaksanakan kerjasama untuk memecahkan problema isu masa
kini. Konferensi Bandung tahun 1955 merupakan sebuah mercusuar dalam membuka
kerjasama antara Asia-Afrika di kemudian hari.

Usaha yang diupayakan dalam KAA tetntu saja tidak sia-sia. Kepuasan dan perbaikan
situsai banyak terjadi setelah diadakannya KAA. Forum itu mempelopori Asia-Afrika untuk
bertarung melawan kolonialisme dan imperialisme dan konsistensi melawan rasisme.
Penghapusan politik apharteid merupakan representasi dalam kerjasama Asia-Afrika dan
upaya bersama untuk menghapuskan segala macam diskriminasi. Sebagai hasilnya, upaya-
upaya yang telah dilancarkan membuahkan kemerdekaan, kedaulatan dan persamaan derajat
bagi negara-negara Asia-Afrika terutama dalam usaha memperkenalkan Hak Asasi Manusia,
konsep demokrasi, dan Rule of Law.

1
Selain itu, dibutuhkan pula kerjasama selain bidang solidaritas politik, yaitu kerjasama
di bidang ekonomi dan sosial-budaya. Negara-negara Asia-Afrika sadar akan kebutuhan
memperkuat pembangunan nasional mereka melalui kerjasama yang berupa integrasi sosial.
Perlu digarisbawahi bahwa perlu adanaya pendekatan multilateral dalam hubungan
internasional. Sebagai bangsa Asia-Afrika yang merepresentasikan mayoritas dalam
komunitas bangsa, Asia-Afrika memerlukan dukungan dan memperkuat hubungan
multilateral dalam rangka memecahkan isu-isu global.

Negara Asia-Afrika sadar bahwa situasi global sekarang dan kondisi Asia- Afrika kini
memerlukan usaha yang aktif dalam memandang secara kolektif untuk membagi keuntungan
dari makna globalisasi. Kemudian, dibutuhkan pertemuan secara internasional untuk
membahas masalah target sasaran dan tujuan untuk di antara negara Asia-Afrika dalam
menyelesaikan masalah kemiskinan, perkembangan, dan pertumbuhan negara. Oleh karena
itu, dibutuhkan kerjasama yang mapan dalam seluruh kawasan. Selain itu, dibutuhkan pula
dialog antar peradaban untuk meningkatkan perdamaian kebudayaan, toleransi dan respek
terhadap agama, budaya, dan perbedaan ras, serta persamaan gender.

Perkembangan positif dalam kawasan intraregional dibutuhkan oleh negara Asia-


Afirka dalam rangka meningkatkan ketahanan regional. Namun, perlu juga dibangun
kerjasama luas interregional di antara dua benua untuk melakukan pertumbuhan dan
membagi pengalaman sehingga terjalin perkembangan yang baik dan berkelanjutan. Oleh
karena itu, diperlukan kedekatan di antara kedua benua dengan cara memadukan persamaan
dan perbedaan.

Negara Asia-Afrika harus membentuk suatu wadah yang damai di dalamnya terjadi
keharmonisan, non-eksklusif, terikat dalam kekerabatan yang dinamis dan sadar akan ikatan
sejarah serta persamaan kultural. Sehingga, masyarakat Asia-Afrika dapat diprediksi di mana
mereka dapat hidup dengan stabil, makmur, nyaman, dan terbebas dari rasa takut akan
kekerasan, pengekangan, dan ketidakadilan.

Oleh karena itu, untuk membentuk suatu kerjasama di bidang solidaritas politik,
koperasi ekonomi, dan hubungan sosio-kultural, negara Asia-Afrika membangun kerjasama
NAASP untuk membangun jembatan antara Asia dan Afrika. Dalam melakukan strategic
partnership cooperation ini terdapat prinsip dan ideal dalam deklarasi NAASP:

1. The Ten Principles of Bandung of the 1955 Asian – African Conference;

2
2. Recognition of diversity between and within the regions, including different social
and economic systems and levels of development;
3. Commitment to open dialogue, based on mutual respect and benefit;
4. Promotion of non-exclusive cooperation by involving all stakeholders;
5. Attainment of practical and sustainable cooperation based on comparative
advantage, equal partnership, common ownership and vision, as well as a firm and
shared conviction to address common challenges;
6. Promotion of sustainable partnership by complementing and building upon existing
regional/sub-regional initiatives in Asia and Africa;
7. Promotion of a just, democratic, transparent, accountable and harmonious society;
8. Promotion and protection of human rights and fundamental freedoms, including the
right to development;
9. Promotion of collective and unified efforts in multilateral fora.

Jadi inti pokok yang dapat kita tarik dari deklarasi NAASP adalah dibutuhkan sebuah
kerjasama multilateral di antara benua Asia-Afrika sesuai dengan semangat dari Dasasila
Bandung. Dalam kerjasama ini tidak hanya mengedepankan kerjasama di bidang solidaritas
politik di antara bangsa Asia-Afrika untuk melawan segala bentuk diskriminasi dan
ketidakadlian di muka bumi, tetapi juga untuk membangun kerjasama yang kokoh di bidang
ekonomi dan sosial-budaya. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan di antara kedua benua di bidang ekonomi, sosial, dan politik internasional.
Posisi Indonesia dalam kerjasama NAASP adalah berperan sebagai tuan rumah dan salah satu
negara yang berperan mencetuskan kerjasama antara benua Asia-Afrika, baik secara historis
pada masa KAA, dan pada saat NAASP, serta kelanjutan hubungan multilateral antar-benua.

Jakarta Message dan Makna dari Jakarta Message

Konferensi Asia-Afrika yang dilaksanakan di Bandung dapat dikatakan sebagai titik


historis dari mulainya sebuah kerjasama yang dinamakan Non-Aligned Movement (NAM).
Konferensi Asia-Afrika diikuti oleh 29 kepala negara dan kepala pemerintahan dari Asia dan
Afrika. KAA memliki peran yang penting dalam pembentukan Gerakan Non Blok yang
dibentuk oleh tokoh sentral, Gamal Abdul Nasser, Kwame Nikrumah, Jawaharlal Nehru,
Soekarno, dan Joseph Broz Tito.

3
Gerakan Non Blok ini secara nyata menetukan sikapnya yang tidak memihak salah
satu pihak mana pun dari kedua blok yang sedang terjadi Perang Dingin. Dalam konferensi
tingkat tinggi yang diadakan oleh Gerakan Non Blok ini menyatakan secara aktif juga
mengupayakan dan menjamin kemerdekaan, kedaulatan, integritas teritorial, dan keamanan
dari negara-negara nonblok. Dalam perjuangan mereka juga menentang segala bentuk
kolonialisme, imperialisme, politik apharteid, zionisme, rasisme, dan betuk agresi militer,
kependudukan, dominasi, interferensi, atau menentang hegemoni serta menentang segala
bentuk blok politik.

Walaupun perang dingin telah usai akibat runtuhnya hegemoni Blok Timur Uni
Soviet, Gerakan Non Blok tetap memiliki eksistensi untuk berdiri. Hal ini dikarenakan
tujuan-tujuan untuk menciptakan perdamaian dan kemajuan internasional masih relevan utnk
tetap dilaksanakan. Maka, tetap ada pertemuan KTT GNB yang kemudian dilaksanakan di
Indonesia. Pada Pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi Gerakan Non Blok ke-10 di Jakarta,
hal yang dibahas adalah peran dan masa depan Gerakan Non Blok ke depannya. Lahirlah
Jakarta Message, yang menjadi dokumen vital yang menjelaskan objektif dan tujuan baru
bagi organisasi Gerakan Non Blok, yaitu:

1. Meningkatkan kerjasama konstruktif sebagai komponen integral dalam hubungan


internasional.
2. Memfokuskan pada kerjasama ekonomi internasional dan pengembangan
keanggotaan negara yang baru merdeka.
3. Meningkatkan potensi ekonomi negara anggota melalui South-South Cooperation.

Jadi, meskipun perang dingin telah berakhir, Gerakan Non Blok masih
mempertahankan eksistensinya dalam forum dunia internasional. Hal ini karena dunia masih
belum bisa dikatakan damai, adil, dan aman. Masih banyak hal yang menjadi rintangan bagi
terciptanya harmoni dunia, seperti konflik kekerasan, agresi, okupasi asing, campur tangan,
kebijakan hegemoni, kejahatan terhadap etnis, permasalahan agama, dan bentuk rasisme.
Prinsip dan tujuan dari Gerakan Non Blok juga secara konsisten masih menjiwai dalam
membangun perkembangan dalam iklim dunia internasional. Oleh karena itu, masih ada
relevansi perjuangan pendekatan Gerakan Non Blok untuk mengatasi permasalahan di dunia
internasional.

4
Kebijakan Luar Negeri Indonesia terhadap Negara-Negara Dunia Ketiga

Hal –hal yang dapat ditarik dari kebijakan luar negeri Indonesia kepada negara-negara dunia
ketiga.

1. Indonesia memiliki sikap politik luar negeri bebas dan aktif. Bebas memiliki makna
bahwa Indonesia tidak memihak pihak-pihak yang bertikai dalam sebuah konstelasi
konflik internasional. Konteks yang terjadi pada masa setelah kemerdekaan (pasca
Perang Dunia II) adalah perebutan hegemoni pengaruh ideologi antara Blok Barat dan
Blok Timur. Indonesia bersikap bebas dan tidak memihak salah satu pihak. Namun, di
sisi lain, Indonesia juga bersikap aktif dalam melaksanakan upaya perdamaian di
dunia Internasional. Hal ini merupakan amanat dari Pembukaan UUD 1945 yang
berisi tujuan Indonesia, yaitu ikut melaksanakan ketertiban dunia.
2. Indonesia melakukan hubungan dengan negara-negara dunia ketiga memiliki makna
bahwa Indonesia, memiliki persamaan sejarah dan pandangan terhadap mereka,
sehingga terjadi persamaan rasa senasib-sepenanggungan di antara Indonesia dan
negara dunia ketiga. Penting bagi Indonesia untuk melaksanakan hubungan dengan
negara dunia berkembang, meskipun mereka bukan negara yang maju dan tidak
menguntungkan secara ekonomis. Indonesia memiliki peran yang cukup berarti dalam
upaya peningkatan kerjasama di antara negara-negara dunia ketiga, melalui hubungan
diplomatis dan forum internasional.
3. Politik luar negeri Indonesia pada masa pemerintahan Soekarno menonjolkan sifat
anti-kolonialisme dan anti-imperialisme. Hal ini dikarenakan Indonesia berupaya
untuk memperjuangkan kemerdekaan bagi negara-negara Dunia Ketiga yang pada
pasca Perang Dunia II ingin merdeka tetapi masih terbelenggu oleh penjajahan.
Makna dari sikap ini tercermin dari Pembukaan UUD 1945 yang berisi bahwa
kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa maka penjajahan di atas dunia harus
dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
4. Pada masa pasca kemerdekaan, ketika masa formative period (1945-1950), Indonesia
melakukan hubungan luar negeri dengan negara-negara yang baru merdeka dan
negara yang masih memperjuangkan kemerdekaannya, seperti India dan Mesir.
Makna dari kebijakan ini adalah perjuangan diplomatis Indonesia untuk mendapat

5
pengakuan kedaulatan dari negara lain dan mendapat dukungan dari dunia
internasional.
5. Pada masa adaptative period (1950-1965), diplomasi Indonesia kental dengan makna
anti-kolonialisme dan anti-imperialisme. Konferensi KAA yang dilaksanakan pada
tahun 1955 merupakan aktualisasi dari sikap anti penjajahan terjadi di dunia.
Indonesia berusaha menggalang suara secara moral dan melakukan kerjasama di
berbagai bidang. Konferensi KAA merupakan prestasi gemilang diplomasi Indonesia
yang mampu membuktikan eksistensi dan peranan Indonesia pada dunia internasional.
6. Pemerintahan Demokrasi Terpimpin yang dijalankan oleh Soekarno berpengaruh
terhadap kebijakan luar negeri Indonesia. Pada masa pemerintahan ini, kegiatan
pemerintahan seolah berpusat pada satu orang, yaitu Soekarno. Banyak terjadi
peristiwa yang berhubungan dengan international relation pada masa ini, seperti
pembentukan Gerakan Non Blok, konfrontasi dengan Malaysia, keluarnya Indonesia
dalam forum PBB, dan perjuangan pengembalian Papua Barat. Semua peristiwa ini
masih terkait dengan sikap Soekarno yang anti-kolonialisme.
7. Soekarno memainkan peranan penting dalam perjuangan pengembalian Papua Barat
kepada Indonesia. Dengan kemampuan Soekarno dalam mengatur strategi diplomasi,
Indonesia dapat meraih kemenangan mendapatkan Papua Barat. Strategi yang
dimainkan oleh Soekarno adalah memanfaatkan situasi Perang Dingin yang sedang
terjadi saat itu. Soekarno mengatur siasat sedemikian rupa sehingga ia mampu
menarik kekuatan besar seperti Uni Soviet dan kemudian Amerika Serikat dalam
perjuangannya. Amerika Serikat menjadi kunci kemenangan diplomasi karena
Amerika memiliki andil dalam melakukan represi terhadap Belanda.
8. Setelah berakhirnya masa pemerintahan Soekarno, diplomasi Indonesia memasuki
babak baru yang disebut dengan consolidation period. Pada masa ini, Indonesia
berupaya untuk memperbaiki citra di mata internasional dan menegakkan kembali
prinsip bebas aktif dalam kebijakan luar negeri Indonesia. Fokus yang diutamakan
dalam diplomasi Indonesia adalah kerjasama di bidang sosial, budaya, dan ekonomi.
Hal ini merupakan usaha Soeharto untuk menciptakan kestabilan yang dibutuhkan
untuk melaksanakan pembangunan nasional.
9. Perbaikan citra Indonesia yang dilakukan oleh Soeharto adalah upaya untuk
memperaiki kepercayaan dunia internasional atas keterbukaan Indonesia dalam
melakukan hubungan Internasional. Hal yang dilakukan adalah pembatalan poros
Jakarta-Beijing-Hanoi-Pyongyang, mengakhiri konfrontasi dan menjalin hubungan

6
dengan Malaysia, membentuk organisasi regional, dan melaksanakan forum
internasional terutama dengan negara-negara dunia ketiga, pada khususnya Asia-
Afrika.
10. Gerakan Non-Blok adalah salah satu perjuangan diplomasi Indonesia dalam rangka
menegakkan prinsip politik luar negeri bebas dan aktif. Indonesia merupakan salah
satu pendiri dalam Gerakan Non Blok ini, sehingga Indonesia memiliki peranan
berarti dalam gerakan ini. Gerakan Non Blok bagi Indonesia merupakan sebuah
komitmen yang nyata dari akutalisasi hubungan yang bebas dan aktif. Hal ini dapat
dilihat dari sustainability dan konsistensi gerakan ini dari masa orde lama dan
kemudain diteruskan oleh Orde Baru.
11. Peristiwa hubungan luar negeri Indonesia pada awal masa Orde Baru adalah ASEAN.
Pertemuan-pertemuan konsultatif dan persuasif yang dilakukan secara intensif antara
para Menteri Luar Negeri Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand
menghasilkan rancangan Joint Declaration, yang mencakup kesadaran akan perlunya
meningkatkan saling pengertian untuk hidup bertetangga secara baik serta membina
kerjasama yang bermanfaat di antara negara-negara yang sudah terikat oleh pertalian
sejarah dan budaya. Kemudian terbentuklah ASEAN yang merupakan kelanjutan dari
Joint Declaration melalui Deklarasi Bangkok pada 8 Agustus 1967. Hal ini
menciptakan menciptakan rasa percaya antara negara-negara dalam satu kawasan
Asia Tenggara yang memudahkan kerjasama antara negara-negara tersebut.
12. “Peble in the shoes” merupakan ungkapan diplomat Ali Alatas mengenai peristiwa
yang terjadi pada masa diplomasi pemerintahan Orde Baru selanjutnya. Peristiwa
tersebut adalah mengenai masalah Timor Timur yang berintegrasi dengan Indonesia.
Pihak internasional berdalih bahwa masuknya Timor Timur merupakan sebuah agresi
paksaan yang melanggar kemerdekaan East Timor. Hal ini merupakan isu kritis yang
mengganjal jalan diplomasi Indonesia. Masalah ini selalu dibahas dalam sidang PBB
dan tentunya menyudutkan pihak Indonesia. Akan tetapi, atas usaha dan kepandaian
diplomasi Ali Alatas, Indonesia mampu melewati permasalahan ini selama masa itu.
13. ASROOC merupakan bentuk kerjasama di antara negara-negara Asia-Afrika dan
terdapat dalam kekerabatan yang strategis di antara dua benua (NAASP). Tujuan
penting dibentuknya kerjasam merupakan landasan dalam membangun jembatan
kooperasi antara Asia dan Afrika dalam bidang solidaritas politik, kerjasama
ekonomi, dan hubungan sosial budaya.

7
14. Indonesia yang dipimpin oleh Soeharto merupakan representasi baik dari negara-
negara berkembang dan belahan bumi selatan. Indonesia telah berhasil meningkatkan
aspek kehidupan mulai dari ekonomi, kependudukan, dan ketahanan pangan. Hingga
pada tahun 1985, Indonesia diakui sebagai negara yang berhasil melaksanakan
kemandirian pangan oleh Badan PBB FAO.
15. Jadi, hal yang dapat ditarik hubungan diplomasi Indonesia dengan negara dunia ketiga
adalah usaha untuk menciptakan kerjasama konstruktif di bidang ekonomi, solidaritas,
dan sosial budaya di antara Indonesia dan negara dunia ketiga. Hal ini dilakukan
melalui diplomasi yang bersifat persuasif. Indonesia juga berusaha untuk memajukan
kerjasama regional yang telah dibentuk seperti ASEAN agar terjalin hubungan
kepercayaan di antara negara anggota. Indonesia juga berupaya untuk menciptakan
kedamaian di antara negara-negara berkonflik melalui forum yang damai. Seperti
halnya masalah perbatasan Thailand-Kamboja melalui forum ASEAN dan
melaksanakan perdamaian di berbagai negara melalui pengiriman misi pasukan
perdamaian.

Daftar pustaka

www.namegypt.org/en/relevantdocuments/pages/default.aspx

http://www.kemlu.go.id/Pages/IFPDisplay.aspx?
Name=RegionalCooperation&IDP=10&P=Regional&l=id

Anda mungkin juga menyukai