Anda di halaman 1dari 12

POTENSI KEBUDAYAAN BETAWI SEBAGAI PENDEKATAN KEARIFAN

LOKAL DAN BUDAYA DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI

Fajar Adinugraha1*, Andriyan Ino Ponto2, Teresa RM Munthe3


1)
Dosen Pendidikan Biologi Universitas Kristen Indonesia, Jakarta
2,3)
Mahasiswa Pendidikan Biologi Universitas Kristen Indonesia, Jakarta
*Email: fadinugraha@yahoo.co.id, fajar.adinugraha@uki.ac.id

ABSTRAK
Tujuan artikel ini, yaitu untuk mengkaji kearifan lokal dan budaya Betawi (upacara adat perkawinan dan kuliner
Betawi) serta mengetahui implementasi Pendekatan Kearifan Lokal dan Budaya Betawi dalam pembelajaran
Biologi. Pendekatan ini selanjutnya disingkat Pendekatan KALBU. Metode penelitian menggunakan kajian
studi pustaka dan observasi langsung di Perkampungan Budaya Setu Babakan. Kompetensi pengetahuan
Kebudayaan Betawi yang dapat diintegrasikan dalam Biologi Kelas X, yaitu topik Kingdom Plantae dan
Kingdom Animalia. Hal ini karena kearifan lokal dan budaya Betawi memanfaatkan tumbuhan dan hewan dalam
kebudayaannya. Pemanfaatan tumbuhan dan hewan tampak pada upacara perkawinan adat Betawi dan kuliner
Betawi. Species yang digunakan sebagian besar adalah tumbuhan dari kelompok Eudicots, Monocots, dan
Magnoliids. Species hewan biasanya digunakan sebagai pelengkap, seperti dari kelompok Aves dan Crustacea.
Pendekatan KALBU dapat diintegrasikan dengan model pembelajaran berbasis proyek. Salah satu proyek yang
dapat diterapkan adalah video pembelajaran mengenai kearifan lokal dan budaya Betawi di mana berkaitan
dengan materi Kingdom Plantae dan Kingdom Animalia. Potensi kebudayaan Betawi dapat dijadikan alternatif
pendekatan pembelajaran Kearifan Lokal dan Budaya (KALBU) pada Kurikulum 2013 karena pendekatan ini
dapat mengukur kompetensi, antara lain sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan.

Kata Kunci: Betawi, Pendekatan Kearifan Lokal dan Budaya, KALBU, Biologi SMA/MA, etnobiologi

PENDAHULUAN

Kearifan lokal dan budaya menjadi Kearifan lokal dan budaya lambat
bagian yang tidak terpisahkan dari laun dapat tergerus oleh modernisasi
kekhasan sebuah daerah. Setiap daerah terutama di kota-kota besar, seperti
memiliki karakteristik yang kuat karena Jakarta. Masuknya warga dari luar Jakarta
adanya kearifan lokal dan budaya. bahkan dari luar negeri menambah
Kearifan lokal tidak bisa dipisahkan dari keanekaragaman kearifan lokal dan
sebuah budaya. Kartawinata dalam budaya. Kebudayaan Betawi yang menjadi
Nasruddin et al., (2011), jika dilihat dari karakteristik wilayah DKI Jakarta dan
sisi antropologi maka munculnya sekitarnya telah berdampingan dengan
kebudayaan (cultural identity) didasari kebudayaan-kebudayaan yang berasal dari
oleh adanya pengetahuan setempat luar Jakarta. BPS Jakarta (2019),
(indegenous or local knowledge) yang menuliskan bahwa jumlah penduduk DKI
biasa disebut sebagai kecerdasan setempat Jakarta 10.467.629 jiwa, yang terdiria atas
(local genius). Kearifan lokal juga dapat laki-laki 5.244.690 jiwa dan perempuan
dikatakan sebagai gagasan yang muncul di 5.222.939 jiwa. Selanjutnya, Jayani (2019)
suatu daerah yang berisi nilai-nilai mengatakan bahwa berdasarkan jumlah
pengetahuan dan moral sebagai dasar penduduk DKI Jakarta tahun 2018 dengan
terbentuknya kebudayaan suatu daerah jumlah 10,4 juta jiwa dapat diproyeksikan
tertentu. pada tahun 2019 akan mencapai 10,5 juta
EDUPROXIMA VOL. 2 NO. 2 55
jiwa. Apabila hari kerja (Senin-Jumat), Budaya Condet dan Setu Babakan
maka jumlah orang yang berada di Jakarta (Windarsih, 2013).
mengalami peningkatan. Para migran Jakarta sebagai daerah tujuan migran
sirkuler ini muncul karena kesempatan dengan berbagai suku yang mendiaminya,
ekonomi di Jakarta. Menurut Hidayati perlu mampu menguatkan karakter
(2018), BPS tahun 2017 mencatat jumlah daerahnya. Salah satu cara penguatan
penduduk Jakarta 10,1 juta jiwa dan pada karakter adalah melalui pendidikan
siang hari dapat mencapai 14,5 juta jiwa. terutama pembelajaran. Pendekatan
Hal ini terekam dalam Statistik Komuter Kearifan Lokal dan Budaya menjadi salah
Jabodetabek pada tahun 2014. satu pendekatan yang bisa dilakukan untuk
DKI Jakarta yang selanjutnya dalam mengatasi hal tersebut. Pendekatan
artikel ini disebut Jakarta didiami oleh Kearifan Lokal dan Budaya yang
berbagai suku. Berdasarkan data BPS selanjutnya disingkat KALBU merupakan
(2010) dalam Pitoyo & Hari Triwahyudi pendekatan pembelajaran yang
(2017), 3 (tiga) suku yang berada di menintegrasikan nilai-nilai kearifan lokal
Jakarta pada tahun 2010 secara berurutan dan budaya di sekitar sekolah (tempat
jumlahya, yaitu Suku Jawa (36,17%), tinggal siswa). Menurut Adinugraha
Suku Betawi 28,29 %, dan Suku Sunda (2019), pendekatan kearifan lokal dan
14,61%. Selain itu, terdapat suku lain, budaya ini memiliki kelebihan, antara lain
seperti Tionghoa, Batak, Minangkabau, 1) pengetahuan berupa kearifan lokal dan
Melayu, Bugis, Madura, Banten, dan budaya di sekitar tempat tinggal dapat
Banjar. Selanjutnya, menurut Pitoyo & dipahami oleh siswa dan guru; 2) nilai-
Hari Triwahyudi (2017:71), Suku Betawi nilai kearifan lokal dan budaya dapat
dan Sunda lebih mencitrakan suku asli dijadikan sebagai salah satu pedoman
yang ada di Jakarta. dalam kehidupan sehari-hari; 3) kajian
Pada artikel ini yang akan dibahas etnobiologi dan etnopedagogi dapat
adalah kearifan lokal dan budaya Suku mengintegrasikan kearifan lokal dan
Betawi. Selain di Jakarta, menurut BPS budaya ke dalam pembelajaran Biologi.
(2010) dalam Pitoyo & Hari Triwahyudi Salah satu karakteristik dari
(2017), Suku Betawi juga mendiami Jawa Pendekatan Kearifan Lokal dan Budaya
Barat (6,20 %) dan Banten (9,62 %). Hal adalah adanya proses sains (Adinugraha,
ini menunjukkan bahwa Suku Betawi juga 2019). Hal ini selaras dengan Kurikulum
mendiami daerah-daerah penyangga 2013. Apabila guru dan siswa dalam
sekitar Jakarta. Sebenarnya, Pemerintah melakukan pembelajaran dengan memilih
Jakarta sudah mulai menggalakkan citra pendekatan pembelajaran yang tepat sesuai
kebudayaan Betawi di Jakarta. Hal ini potensi siswa dan lingkungan sekitar maka
dapat dilihat dari arsitektur dan aksesoris pembelajaran akan lebih mengena dan
kota yang bercirikan kebudayaan Betawi. bermakna bagi siswa. Biologi menjadi
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan juga salah satu pelajaran yang mengkaji
beberapa sudah memasukkan unsur budaya mengenai Keanekaragaman Hayati.
Betawi dalam pelaksanaanya. Hal ini Keanekaragaman Hayati yang dimaksud
dibuktikan juga dengan adanya daerah adalah topik yang dipelajari di Kelas X
konservasi budaya Betawi, yaitu Cagar SMA mengenai keanekaragaman species
(biodiversitas) terutama di Indonesia, yang

EDUPROXIMA VOL. 2 NO. 2 56


berkaitan dengan topik-topik lain, antara dan budaya yang menggunakan
lain Biologi sebagai Ilmu Pengetahuan, pemanfaatan tumbuhan dan hewan adalah
Klasifikasi Organisme, Enam Kingdom Budaya Betawi.
(terutama Kingdom Plantae dan Animalia), Budaya Betawi yang syarat dengan
Ekosistem, dan Isu Lingkungan. Pada filosofi dan makna ini harus perlu terus
artikel ini, topik biologi dibatasi pada dilestarikan. Oleh karena itu, tujuan dari
pemanfaatan organisme (tumbuhan dan penelitian ini, yaitu 1) mendeskripsikan
hewan) pada Kebudayaan Betawi. Hal ini identifikasi tumbuhan dan hewan pada
sesuai dengan kompetensi dasar yang upacara adat perkawinan dan kuliner
tercantum pada Kompetensi Dasar (KD) Betawi dan 2) mendeskripsikan bentuk
Kingdom Plantae dan Kingdom Animalia. Pendekatan Kearifan Lokal dan Budaya
Tumbuhan dan hewan biasanya tampak Kebudayaan Betawi pada pembelajaran
dalam upacara adat dan keagamaan. Selain Biologi. Bentuk Pendekatan Kearifan
itu, dalam beberapa kebudayaan nama Lokal dan Budaya yang dimaksud dalam
tumbuhan dan hewan ini selalu muncul di artikel ini dibatasi untuk ranah Kompetensi
beberapa syair lagu daerah atau falsafah- Pengetahuan (KI 3) dan Kompetensi
falsafah lokal. Salah satu kearifan lokal Keterampilan (KI 4).

METODE

Metode penelitian menggunakan Kawasan Perkampungan Budaya


studi literatur dan observasi lapangan. Setu Babakan atau dalam artikel ini
Studi literatur menggunakan referensi- selanjutnya disebut Setu Babakan, berdiri
referensi yang berkaitan dengan budaya di atas lahan 289 Ha di mana 30% lahan
Betawi, antara lain skripsi (1 skripsi miliki Pemda Provinsi DKI Jakarta dan
utama), artikel ilmiah (3 artikel utama dan 70% lahan milik masyarakat (Perda No. 03
beberapa artikel ilmiah lainnya), serta tahun 2005 dalam tautan
buku (3 buku utama dan beberapa buku http://www.setubabakanbetawi.com/).
lainnya). Sumber pustaka dapat dilihat di Data diambil dengan
Referensi/Daftar Pustaka. Pencarian mengidentifikasi pemanfaatan hewan dan
referensi dari mesin pencarian google tumbuhan dalam berbagai sumber dan
menggunakan kata kunci, yaitu kearifan pengamatan langsung.
lokal, budaya, budaya Betawi, dan kearifan
lokal Betawi. Observasi lapangan
dilakukan pada Sabtu, 16 Maret 2019 di
Kawasan Perkampungan Budaya Setu
Babakan. Setu Babakan terletak di Jalan
Moch Kahfi II, RT.13/RW.8, Srengseng
Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Kota Jakarta
Selatan, Daerah Khusus Ibukota, Jakarta
12640. Peta lokasi ditunjukkan pada Gambar 1. Peta lokasi Perkampungan Budaya
Gambar 1. Setu Babakan
Sumber: googleimages dan googlemaps

EDUPROXIMA VOL. 2 NO. 2 57


Selanjutnya, data tersebut ditabulasi dengan perkembangan kognitif siswa
dan dikelompokkan ke dalam kelompok SMA. Identifikasi kelompok dalam
setingkat class yang disesuaikan dengan tumbuhan dan hewan dengan melihat pada
materi Kelas X SMA Semester 2. Data artikel dan buku, terutama buku SMA
kemudian dianalisis secara kualitatif Kelas X terbitan Puskurbuk Kemdkibud
dengan tetap berpedoman pada tahun 2019. Oleh karena itu, pembahasan
Kompetensi Dasar Kingdom Plantae dan pemanfaatan tumbuhan dan hewan tidak
Animalia Kelas X. Analisis dilakukan terlalu mendalam hanya sebatas nama
dengan mengaitkan kompetensi dasar yang species dan bagian dari tumbuhan atau
diperlukan bagi siswa SMA dan sesuai hewan yang digunakan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Materi Kingdom Plantae merupakan evaluasi ilmiah, yaitu berupa pengetahuan


materi yang diajarkan di Kelas X penduduk, meliputi tetumbuhan (botani),
SMA/MA Semester 2 dengan Kompetensi hewan (zoologi), dan lingkungan alam
Dasar Pengetahuan (KD) 3.8, yaitu (ekologi). Pada dasarnya, etnobiologi
mengelompokkan tumbuhan ke dalam merupakan kajian yang mendalam
division (phylum) berdasarkan ciri-ciri termasuk kegunaan-kegunaan organisme
umum, dan mengaitkan peranannya dalam yang dikaitkan dengan pengetahuan
kehidupan. Selain itu, Kompetensi Dasar ilmiah. Namun, artikel ini hanya dibatasi
Keterampilan (KD) 4.8, yaitu menyajikan pada identifikasi tumbuhan dan hewan
laporan hasil pengamatan dan analisis yang digunakan termasuk nama lokal,
fenetik dan filogeneteik serta peranannya nama ilmiah, dan kelompok (class).
bagi kehidupan (Permendikbud Nomor 21 Pengelompokkan species tumbuhan
tahun 2016). pada Kebudayaan Betawi didasarkan pada
Materi Kingdom Animalia menjadi buku Urry et al. (2017) yang sudah
salah satu materi di Kelas X SMA/MA disesuaikan dengan materi kelas X
Semester 2 dengan Kompetensi Dasar SMA/MA. Species yang sebagian besar
Pengetahuan (KD 3.9), yaitu dari kelompok Angiospermae tersebut,
mengelompokkan hewan ke dalam phylum dikelompokkan ke dalam kelompok, yaitu
berdasarkan lapisan tubuh, rongga tubuh, Amborella, Water lilies, Star Anise,
simetri tubuh, dan reproduksi. Selanjutnya, Magnoliids, Monocots, dan Eudicots.
Kompetensi Dasar Keterampilan (KD 4.9, Selanjutnya, pengelompokkan
yaitu menyajikan laporan perbandingan species hewan pada Kebudayaan Betawi
kompleksitas lapisan penyusun tubuh didasarkan pada Raven et al. (2011) yang
hewan (diploblastik dan triploblastik), sudah disesuaikan dengan materi kelas X
simetri tubuh, rongga tubuh, dan SMA/MA. Berdasarkan pengamatan,
reproduksinya. species hewan yang digunakan merupakan
Artikel ini menggunakan pendekatan dari kelompok Chordata Vertebrata. Oleh
etnobiologi, yaitu pemanfaatan organisme karena itu, hewan tersebut dikelompokkan
yang berkaitan dengan kearifan lokal dan ke dalam, Chondrictyes, Osteichtyes,
budaya. Menurut Iskandar (2016), Amphibia, Reptilia, Aves, dan Mammalia.
etnobiologi diartikan sebagai bentuk Selain itu, terdapat kelompok Invertebrata,

EDUPROXIMA VOL. 2 NO. 2 58


seperti Arthropoda dari kelompok Arab, India, Portugis, dan Sunda. Hal ini
Crustacea. juga termasuk salah satunya dalam upacara
Pada bagian hasil dan pembahasan perkawinan yaitu baju pengantin Betawi
ini, mencakup 2 (dua) subtopik, antara lain yang berwana merah mendapat pengaruh
1) Kebudayaan Betawi (Upacara budaya Cina, warna hijau mendapat
Perkawinan Betawi dan Kuliner Betawi) pengaruh budaya Arab (Islam).
dan 2) bentuk Pendekatan Kearifan Lokal Dalam sebuh upacara adat
dan Budaya Kebudayaan Betawi pada Perkawinan terdapat tahap-tahap yang
pembelajaran Biologi. mungkin sedikit berbeda tergantung dari
Kebudayaan Betawi (Upacara kondisi dan keinginan keluarga. Namun,
Perkawinan Betawi dan Kuliner dapat dipastikan terdapat runtutan acara
Betawi) yang tidak jauh berbeda dari pakem
Kebudayaan Betawi yang ditulis adatnya. Menurut Pathoni (2008), terdapat
dalam artikel ini, antara lain upacara tahapan-tahanapan dalam perkawinan
perkawinan Betawi, dan kuliner Betawi. Betawi sebagai berikut.
Penjelasan kedua subtopik tersebut 1. Masa Sebelum Upacara Perkawinan,
disajikan sebagai berikut. meliputi a) ngelamar, b) masa
1. Upacara Perkawinan Betawi dipiare, c) dimandiin, d) ditangas,
Salah satu identitas atau karakteristik serta e) dikerik, potong centong, dan
suatu suku dapat dilihat dari upacara adat pakai pacar.
dalam Perkawinan. Selain pantun yang 2. Masa Upacara Perkawinan, meliputi
menjadi ciri khas perkawinan Betawi, a) serahan, dan b) akad nikah
perkawinan adat Betawi membutuhkan 3. Masa Sesudah Upacara Perkawinan,
sarana dan simbol-simbol untuk meliputi a) malam negor, b) ngambil
mendukung upacara tersebut. Menurut tiga hari, dan c) pesta di rumah
Purbasari (2010:2), kebudayan Betawi pengantin pria.
mendapat pengaruh dari Belanda, Cina,

Tabel 1. Pemanfaatan Species Tumbuhan yang digunakan pada Perkawinan Adat Betawi
Kelompok
No Tahapan Nama Lokal Nama Ilmiah
(Class)
1 Ngelamar Sirih Piper betle Magnoliids
Bunga 7 rupa* - -
Tembakau Nicotiana sp. L. Eudicots
Pisang Raja Musa acuminata Monocots
2 Ditangas Jeruk Purut Citrus x hysteric DC. Eudicots
(rempah-rempah) Pandan Pandanus amaryllifolius Monocots
Akar Wangi Chrysopogon zizanioides (L) Roberty Monocots
Serai Cymbopogon citratus (DC.) Stapf Monocots
Melati Jasminum sambac Eudicots
Mawar Rosa sinensis Eudicots
Cempaka Magnolia alba Magnoliids
Kelapa Cocos nucifera L. Monocots
3 Dikerik, potong Bunga 7 rupa* - -
centong, dan
pakai pacar
4 Serahan Sirih Piper betle Magnoliids
5 Malam negor Pisang (pelepah) Musa acuminata Monocots

EDUPROXIMA VOL. 2 NO. 2 59


* Bunga 7 (tujuh) rupa biasanya meliputi species, antara lain Mawar (Rosa sinensis), Cempaka (Magnolia alba), Kamboja
(Plumeria acuminata), Kenanga (Canangaium odaratum), Melati (Jasminum sambac), Soka (Ixora stricta) (Hasanuddin,
2015:108)
Pemanfaatan tumbuhan ditemukan makanan tradisional juga bisa menjadi ciri
pada tahapan upacara, yaitu ngelamar, dari identitas suatu daerah. Purbasari
ditangas, dikerik, potong centong, pakai (2010), kuliner Betawi juga mendapat
pacar, serahan, dan malam negor. pengaruh dari budaya Arab, Portugis,
Pemanfaatan species tumbuhan yang India, Cina, dan Belanda. Kuliner betawi,
digunakan dalam perkawinan adat Betawi antara lain laksa, soto Betawi, sayur asem
disajikan pada Tabel 1. Pemanfaatan Betawi, pecak gurame, ketoprak, asinan,
hewan dalam upacara perkawinan Betawi dan nasi uduk. Terdapat pula jajanan
biasanya tampak pada tahapan upacara Betawi, antara lain kue rangi, kue
serahan. Seperti pada upacara adat pancong, kue cucur, dan kerak telor.
lainnya, sebagian besar sarana atau simbol Untari et al. (2018), telah
menggunakan tumbuhan. Pada upacara ini mengidentifikasi sekitar 150 jenis kuliner
digunakan sepasang ayam (Gallus gallus tradisional Betawi, di mana 59 jenis
domesticus L.) yang merupakan kelompok makanan termasuk hidangan pokok, 79
Aves. jenis makanan ringan, 3 jenis sambal, dan
2. Kuliner Betawi 9 jenis minuman. Kuliner yang dikaji
Suatu kebudayaan muncul karena dalam artikel ini adalah laksa Betawi,
akulturasi dan asimilasi budaya. Salah kerak telor, dan bir pletok. Hal ini
satunya adalah kuliner tradisional, seperti merupakan kuliner yang paling menonjol
kuliner Betawi. Kuliner tradisional atau di antara kuliner lainnya.

Tabel 2. Pemanfaatan Species Tumbuhan yang digunakan pada Kuliner Betawi*


Kelompok
No Nama Kuliner Nama Lokal Nama Ilmiah
(Class)
1 Laksa Betawi Padi (ketupat dan Oryza sativa Monocots
bihun)
Kunyit Curcuma longa Monocots
Lengkuas Alpinia galangan (L.) Wild. Monocots
Serai Cymbopogon citratus (DC.) Stapf. Monocots
Salam (daun) Syzigium polyanthum (Wight) Eudicots
Walpers
Jeruk (daun) Citrus x hysteric DC. Eudicots
Jintan Trachyspermum roxburghianum Eudicots
(DC.) Craib
Lada Piper nigrum L. Magnoliids
Temu kunci Boesenbergia rotunda (L.) Mansf. Monocots
Kemangi Ocimum x citriodorum Vis. Eudicots
Kacang hijau Vigna radiata (L.) R. Wilczek Eudicots
(tauge)
Kucai Allium tuberosum Monocots
2 Kerak Telor Padi (beras ketan) Oryza sativa Monocots
Kelapa (parutan) Cocos nucifera L. Monocots
Bawang merah Allium cepa var. aggregatum L. Monocots
Cabai merah Capsicum annum L. Eudicots
Kencur Kaempferia galangan (Linn.) Monocots
Jahe Zingiber officinale Roscoe Monocots
Lada Piper nigrum L. Magnoliids
3 Bir Pletok Kayu manis Cinnamomum verum J.Presi Magnoliids
Serai Cymbopogon citratus (DC.) Stapf. Monocots

EDUPROXIMA VOL. 2 NO. 2 60


Kelompok
No Nama Kuliner Nama Lokal Nama Ilmiah
(Class)
Jahe Zingiber officinale Roscoe Monocots
Secang Caesalpinia sappan L. Eudicots
Kopi (bubuk) Coffea sp. Eudicots
* Berdasarkan wawancara pedagang kuliner di Setu Babakan dan berbagai sumber
Laksa Betawi merupakan kuliner Bir Pletok merupakan minuman khas
Betawi yang berkuah santan encer dengan Betawi yang terbuat dari sari jahe, gula,
isian ayam suwir, bihun, udang, taoge, sari bunga selasih, dan akar-akaran yang
telur, ditaburi bawang goreng dan kemangi apabila diminum akan terasa pedas dan
(Habsari, 2007). Erwin & Abang Erwin membuat badan menjadi hangat (Erwin &
(2008), mengatakan bahwa asal mula laksa A Erwin, 2008). Menurut Gilitasha (2018),
dari Cibinong yang kemudian merambah kata “bir pletok” terinspirasi dari suara
ke Jakarta dan menjadi popular dengan letupan botol ketika orang Belanda
nama Laksa Betawi, di mana penganan ini membuka tutup botol wine, di mana bir
berkuah dengan isian bihun, telur, pletok ini terbat dari lada, jahe, dan kulit
perkedel, daun kemangi, dan daun kucai. kayu secang. Menurut Ishartani et al.
Senada dengan hal ini, Gardjito et al. (2012), Bir Pletok merupakan minuman
(2016), mengatakan bahwa Laksa Betawi yang menggabungkan beberapa rempah
mempunyai warna kuah santan kekuningan rempah yang tiap daerah bervariasi
yang memiliki pekat rasa dan aroma ebi ramuannya tetapi yang dipastikan memiliki
atau juga bisa rebon di mana dengan isi komponen jahe dan secang. Pemanfaatan
racikan berupa ketupat, taoge, telur rebus, tanaman atau bahan pangan yang
daun kemangi, dan kucai yang bisa digunakan dalam pembuatan Bir Pletok
ditambahkan bihun, suwiran daging ayam, disajikan pada Tabel 2.
udang dan tahu. Pemanfaatan tanaman atau Pemanfaatan hewan pada kuliner
bahan pangan yang digunakan dalam Betawi (Laksa Betawi dan Kerak Telor)
pembuatan laksa Betawi disajikan pada biasanya berupa suwiran ayam. Ayam
Tabel 2. (Gallus gallus domesticus L.) merupakan
Kerak Telor merupakan jajanan khas kelompok Aves. Bagian lain dari ayam
Betawi yang berupa beras ketan yang yang dimanfaatkan adalah telurnya. Bisa
didadar menggunakan telur dengan bumbu juga telur yang digunakan adalah telur
ebi, kelapa pedas, rasa kencur, dan jahe bebek (Anas platyrhyncho) yang
(Habsari, 2007). Menurut Gardjito et al. merupakan kelompok Aves. Selain itu, ada
(2016), Kerak Telor terbuat dari beras udang rebon (Mysis relicta) dari kelompok
ketan yang disangrai sebentar dan dituangi Crustacea dan ebi atau udang kecil kecil
kocokan telur ayam atau bebek. juga dari kelompok Crustacea.
Selanjutnya, ditaburi serundeng, ebi
(udang kering), yang dibumbui cabai Bentuk Pendekatan Kearifan Lokal dan
merah, kencur, jahe, merica, serta ditaburi Budaya Kebudayaan Betawi pada
bawang merah goreng. Pemanfaatan pembelajaran Biologi
tanaman atau bahan pangan yang Uraian pada poin 3.1 merupakan
digunakan dalam pembuatan Kerak Telor identifikasi pemanfaatan tumbuhan dan
disajikan pada Tabel 2. hewan dalam beberapa kearifan lokal dan
budaya, terutama nama species dan

EDUPROXIMA VOL. 2 NO. 2 61


kelompoknya (class). Dalam pembelajaran buku, dan website yang terpercaya untuk
Biologi, species-species tersebut dapat menggali informasi. Hal ini perlu
diuraikan kembali, seperti kandungan zat dilakukan agar siswa dan guru memiliki
dan manfaat yang terdapat di dalamnya. kemampuan literasi sehingga dapat
Hal ini dapat membuat siswa berpikir mengurangi informasi hoaks yang beredar
kritis dan kreatif. Sebagai contoh, di masyarakat. Salah satu informasi hoaks
ditemukan rempah-rempah dalam yaitu hoaks mengenai medis dan ilmu
pembuatan kuliner Betawi. Siswa dan guru Biologi.
dapat mendiskusikan bagian-bagian Sebagai contoh, ketika ada wabah
tumbuhannya dan kandungan apa yang sebuah penyakit banyak bermunculan
terdapat pada species tersebut sehingga berita hoaks dengan memunculkan
bermanfaat bagi kehidupan. informasi mengenai rempah-rempah
Salah satu species yang digunakan tertentu yang membuat panik masyarakat.
adalah jahe (Zingiber officinale Roscoe). Hal ini penting agar siswa dan guru dapat
Bagian dari jahe yang dimanfaatkan adalah berpikir kritis termasuk menjaga kesehatan
rimpang Jahe. Rimpang atau ada yang dan bertindak rasional. Padahal, beberapa
menyebut rhizome merupakan dari informasi keampuhan rempah-rempah itu
modifikasi batang pada Jahe. Jahe dapat memang benar adanya untuk menjaga
dimanfaatkan dalam bentuk jahe segar imunitas tubuh yang itu sudah dilakukan
dipanen pada umur 8-10 bulan atau dapat dari zaman nenek moyang.
juga dipanen ± 4 bulan untuk jahe muda, Pendekatan kearifan lokal dan
simplisia jahe (jahe kering), jahe bubuk, budaya dapat diterapkan dengan model
dan minyak jahe (Melati et al., 2015). Jahe pembelajaran, yaitu model pembelajaran
dapat digunakan untuk terapi non berbasis proyek. Model pembelajaran
medikamentosa untuk penyakit lambungm berbasis proyek merupakan model
seperti mual, muntah, dyspepsia, spasme pembelajaran di mana dihasilkan luaran
abdomen, dan ulkus peptikum karena berupa produk (tulisan, karya 3 dimensi,
mengandung Gingerol, Zingerone, multimedia, atau produk lainnya) yang
Flavonoid, Aseton, Metanol dan minyak melalui tahap perencanaan, pelaksanaan,
atsiri (Pairul et al., 2017). dan evaluasi.
Guru dan siswa dapat mencari
informasi dari artikel ilmiah, media cetak,

EDUPROXIMA VOL. 2 NO. 2 62


A B

C D

Gambar 2. Contoh bagian video pembelajaran Biologi dengan Pendekatan Kearifan Lokal dan Budaya Betawi.
(A) Bagian pembuka video: kompetensi dasar dan tujuan pembuatan video; (B) Pemanfaatan
tumbuhan dan hewan pada Upacara Perkawinan Betawi; (C) Pemanfaatan tumbuhan dan hewan
pada Kuliner Betawi; (D) Bagian penutup video: simpulan dari video pembelajaran Biologi
Sumber: Ponto & Munthe (2019)
Salah satu produk yang dapat & S Agustina, 2018), serta meningkatkan
dihasilkan adalah pembuatan media keterampilan berpikir kreatif (Fatmawati,
pembelajaran mengenai kearifan lokal dan 2011). Menurut Adinugraha (2018),
budaya di Jakarta (Betawi). Contoh proyek pembelajaran berbasis proyek dapat
video pembelajaran dapat dilihat pada memotivasi siswa karena bersifat student
Gambar 2. centered leaning tetapi harus didukung
Selain itu, Kompentensi oleh fasilitator (guru) dalam memotivasi
Pengetahuan (KI3) dengan proyek video dan memfasilitasi siswa.
pembelajaran dapat digunakan untuk Kelebihan-kelebihan pendekatan
mengukur Kompetensi Keterampilan siswa kearifan lokal dan budaya yang
(KI 4). Hal ini karena dalam diintegrasikan dengan model pembelajaran
pembuatannya dapat diukur melaui berbasis proyek dapat dijadikan alternatif
keterampilan proses sains, seperti dalam pembelajaran Biologi sesuai dengan
mengamati, mengidentifikasi, Kurikulum 2013. Hal ini karena dalam
menganalisis, dan mengkreasikan. pendekatan pembelajaran tersebut mampu
Pembelajaran berbasis proyek mengukur kompentesi sikap spiritual,
dengan pendekatan kearifan lokal dapat sikap sosial, pengetahuan, dan
membuat pembelajaran menjadi aktif dan keterampilan. Pendekatan kearifan lokal
meningkatkan kemampuan literasi. Hal ini dan budaya juga dapat membuat guru dan
karena model pembelajaran berbasis siswa lebih peduli dengan kebudayaan
proyek dapat meningkatkan hasil belajar setempat sehingga karakter dari sebuah
(Jagantara et al., 2014) dan sikap (Annafi daerah tetap terjaga dengan baik.

EDUPROXIMA VOL. 2 NO. 2 63


KESIMPULAN

Potensi kebudayaan Betawi perkawinan adat Betawi dan kuliner


berpotensi sebagai alternatif Pendekatan Betawi. Species yang digunakan sebagian
Kearifan Lokal dan Budaya (KALBU) besar adalah tumbuhan dari kelompok
pada pembelajaran Biologi Kurikulum Eudicots, Monocots, dan Magnoliids.
2013. Hal ini karena pendekatan kearifan Species hewan biasanya digunakan sebagai
lokal dan budaya sesuai dengan Kurikulum pelengkap, seperti dari kelompok Aves dan
2013 yang berbasis kompetensi, yaitu Crustacea. Pendekatan kearifan lokal dan
mengukur kompetensi sikap spiritual, budaya dapat diintegrasikan dengan
sikap sosial, pengetahuan, dan model pembelajaran berbasis proyek.
keterampilan. Kompetensi pengetahuan Salah satu bentuk proyek yang dapat
pada Kebudayaan Betawi yang dapat diterapkan adalah video pembelajaran
diintegrasikan dalam Biologi Kelas X mengenai kearifan lokal dan budaya
adalah topik Kingdom Plantae dan Betawi di mana berkaitan dengan materi
Kingdom Animalia. Hal ini karena kearifan Kingdom Plantae dan Kingdom Animalia.
lokal dan budaya Betawi memanfaatkan Video pembelajaran juga dapat digunakan
tumbuhan dan hewan dalam sebagai alternatif mengukur Kompetensi
kebudayaannya. Pemanfaatan tumbuhan Keterampilan siswa.
dan hewan tampak pada upacara

DAFTAR PUSTAKA

Adinugraha, F. (2019). Buku Siswa Biologi yang berbudaya. Quantum: Jurnal


Kelas X SMA/MA. Jakarta: Puskurbuk Inovasi Pendidikan Sains, 9 (1): 1-10.
Kemdikbud. Badan Pusat Statistik (BPS) Jakarta.
Adinugraha, F. (2019). Buku Guru Biologi (2019). Jumlah penduduk Provinsi
Kelas X SMA/MA. Jakarta: Puskurbuk DKI Jakarta menurut kelompok umur
Kemdikbud. dan jenis lelamin, 2018. Online at
Adinugraha, F. (2018). Model https://jakarta.bps.go.id/ [diakses 03
pembelajaran berbasis proyek pada Maret 2020, pukul 11.21 WIB].
mata kuliah media pembelajaran. Erwin, L. T., & Erwin, A. (2008). Peta
Jurnal SAP, 3 (1): 1-9. 100 tempat makan makanan khas
Adinugraha, F. (2019). Pendekatan Betawi di Jakarta, Bekasi, Depok,
kearifan lokal dan budaya (KALBU) Tangerang. Jakarta: PT Gramedia
dalam pembelajaran Biologi di Pustaka Utama.
Purworejo. Jurnal Pendidikan, 20 (1): Fatmawati, B. (2011). Pembelajaran
1-17. berbasis proyek untuk meningkatkan
Annafi, H., & Agustina, S. (2018). keterampilan berpikir kreatif
Pengembangan model pembelajaran mahasiswa. Jurnal Pengajaran MIPA,
Project Based Learning (PBL) 16 (2): 85-92.
berbasis kearifan lokal untuk Gardjito, M., Palupi, S., & Adimidjaja, L.
mempersiapkan calon pendidikan F. (2016). Kuliner Betawi: Selaksa

EDUPROXIMA VOL. 2 NO. 2 64


rasa dan cerita. Jakarta: PT Gramedia korelasinya viabilitas benih jahe putih
Pustaka Utama. besar (Zingiber officinale Rosc.).
Gilitasha, A. (2018). Pembuatan bir pletok Jurnal Littri, 21 (2): 89-98.
dengan menggunakan reverse Nasruddin, N., Kusumah, S. D., Purwana,
spherification method sebagai inovasi B. H. S., & Kartawinata, A. M.
produk berkelanjutan. Skripsi. (2011). Buku kearifan lokal di tengah
Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti, 1- modernisasi. Jakarta: Kementerian
24. Kebudayaan dan Pariwisata Republik
Habsari, R. (2007). Info boga Jakarta. Indonesia.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Pairul, P. P. B., Susianti, S., & Nasution,
Hasanuddin, H. (2015). Etnobotani S. H. (2017). Jahe (Zingiber
tanaman hias di Tanah Jambo Aye officinale) sebagai anti ulserogenik.
Aceh Utara. Prosiding Seminar Medula, 7 (5): 42-46.
Nasional Biotik, 96-111. Pathoni, A. (2008). Tinjauan hukum Islam
Hidayati, I. (2018). Mobilitas sirkuler. terhadap tradisi khutbah penyerahan
Online at dan khutbah penerimaan dalam
http://kependudukan.lipi.go.id/ perkawinan adat Betawi: Studi kasus
[diakses 03 Maret 2020, pukul 13.00]. di Setu Babakan Kelurahan Srengseng
Ishartani, D., Kawiji, K., & Khasanah, L. Sawah. Skripsi UIN Jakarta, 1-59.
U. (2012). Produksi bir pletok kaya Peraturan Menteri Pendidikan dan
antioksidan. Jurnal Teknologi Hasil Kebudayaan Republik Indonesia
Pertanian, 5 (2): 32-39. Nomor 21 tahun 2016 tentang Standar
Iskandar, J. (2016). Etnobiologi dan Isi Pendidikan Dasar dan Menengah
keragaman budaya di Indonesia. [Permendikbud].
UMBARA, Indonesian Journal of Pitoyo, A. J., & Triwahyudi, H. (2017).
Anthropology, 1 (1): 27-42. Dinamika perkembangan etnis di
Jagantara, I. M. W., Adnyana, P. B., & Indonesia dalam konteks persatuan
Widiyanti, N. L. P. M. (2014). negara. Populasi, 25 (1): 64-81.
Pengaruh model pembelajaran Purbasari, M. (2010). Indahnya Betawi.
berbasis proyek (project based Humaniora, 1 (1): 1-10.
learning) terhadap hasil belajar Raven, P. H., Johnson, G. B., Mason, K.
Biologi ditinjau dari gaya belajar A., Losos, J. B., & Singer, S. R.
siswa SMA. E jurnal Program (2011). New York: The Mc-Graw-
Pascasarjan Universitas Pendidikan Hill Companies.
Ganesha, 4 (1): 1-13. Tim Admin. (2019). Perkampungan
Jayani, D. H. (2019). Jumlah penduduk budaya Betawi. Online at
DKI Jakarta 2019 mencapai 10,5 juta http://www.setubabakanbetawi.com/
jiwa. Online at [diakses 02 Maret 2019, pukul 11.20
https://databoks.katadata.co.id/ WIB].
[diakses 03 Maret 2020, pukul 12.30 Untari, D. T, Avenzora, R., Darusman, D.,
WIB]. Arief, H., & Prihatno, J. (2018).
Melati, M., Ilyas, S., Palupi, E. R., & Strategi pengembangan kuliner
Susila, A. D. (2015). Karakteristik tradisional Betawi di DKI Jakarta.
fisik dan fisiologis jenis rimpang serta

EDUPROXIMA VOL. 2 NO. 2 65


Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Windarsih, A. (2013). Memahami
Keuangan, 2 (3): 313-340. “Betawi” dalam konteks cagar budaya
Urry, L. A, Chain, M. L., Wasserman, S. Condet dan Setu Babakan. Jurnal
A., Minorsky, P. V., & Reece, J. B. Masyarakat dan Budaya, 15 (1): 177-
(2017). Biology: Campbell Eleventh 200.
Edition. New York: Pearson.

EDUPROXIMA VOL. 2 NO. 2 66

Anda mungkin juga menyukai