Anda di halaman 1dari 29

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/350619992

ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK

Book · April 2021

CITATIONS READS

0 1,190

2 authors, including:

Andi Cudai Nur


Universitas Negeri Makassar
41 PUBLICATIONS   4 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Usaha Mikro Kecil Menengah View project

Keduanya View project

All content following this page was uploaded by Andi Cudai Nur on 24 April 2021.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK

Andi Cudai Nur


Muhammad Guntur

i
ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK

Hak Cipta @2019 oleh


Andi Cudai Nur & Muhammad Guntur
Hak cipta dilindungi undang-undang
Cetakan pertama, 2019

Diterbitkan oleh Badan Penerbit Universitas Negeri Makassar


Gedung Perpustakaan Lt. 1 Kampus UNM Gunungsari
Jl. Raya Pendidikan 90222
Tlp./Fax. (0411) 865677 / (0411) 861377
Email. badanpenerbitunm@gmail.com

ANGGOTA IKAPI No. 011/SSL/2010


ANGGOTA APPTI No.006.063.1.10.2018

Dilarang memperbanyak modul ini dalam bentuk apapun tanpa


izin tertulis dari penerbit

Makassar: Badan Penerbit Universitas Negeri Makassar


Makassar 2019
vi, 153 hlm; 23 cm

ISBN : 978-602-5554-88-9

ii
Kata Pengantar
Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillahirabbila’a’lamin.
Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Aza Wajalla yang
telah memberikan rakhmat, hidayah, dan limpahan sebagian dari ilmu-
Nya, sehingga modul ini dapat terselesaikan.
Penyusun pun sadar bahwa buku ini bukanlah semata-mata
karena hasil usaha sendiri melainkan juga hasil dari berbagai bantuan
pihak lain, buku ini adalah hasil kajian berbagai referensi, literatur
buku, sumber on-line sumbangan pikiran, dan masukan yang berharga
dari berbagai pihak.
Harapan penyusun, semoga buku ini dapat bermanfaat dan
menambah wawasan pembaca, khususnya mahasiswa yang
memprogramkan mata kuliah Analisis Kebijakan Publik serta menjadi
referensi dalam kajian ilmu administrasi publik. Buku ini membahas
tentang konsep kebijakan, pengertian analisis kebijakan, proses
kebijakan, implementasi kebijakan, dan analisis implementasi
kebijakan publik.
Akhirnya penyusun mengharapkan saran, sumbangan
pemikiran, dan kritik yang membangun untuk melengkapi modul ini
yang mana nantinya dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan kebijakan khususnya kebijakan publik, dan ilmu
administrasi publik maupun kepentingan umum lainnya, dan agar ini
dapat bernilai ibadah serta mendapatkan ridho dari Allah Aza Wajalla.
Amin.

Makassar, 24 OKTOBER 2021

Penyusun

DAFTAR ISI
iii
Halaman Sampul........................................................................... i
Kata Pengantar .............................................................................. iii
Daftar isi ...................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN ............................................................ 1
LATAR BELAKANG .................................................................. 1
A. Konsep Dasar Kebijakan Publik ..................................... 1
B. Pengertian Analisis Kebijakan Publik ............................ 9
C. Analisis Kebijakan Publik .............................................. 15
BAB II KEBIJAKAN PUBLIK ................................................... 23
A. Pentingnya Kebijakan Publik ......................................... 21
B. Stratifikasi Kebijakan Publik .......................................... 23
C. Jenis-jenis Kebijakan ...................................................... 28
D. Lingkungan Kebijakan .................................................... 31
E. Makna Kebijakan Publik ................................................ 35
F. Beberapa Istilah Penting ................................................. 38
BAB III PROSES KEBIJAKAN PUBLIK DI INDONESIA ...... 39
A. Proses Pembuatan Kebijakan ......................................... 39
B. Tahapan Proses Pembuatan Kebijakan ........................... 46
BAB IV MODEL ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK ............... 49
A. Model dalam Kebijakan Publik ..................................... 49
B. Proses Analisis Kebijakan Publik .................................. 52
C. Model dalam Kebijakan Publik R.Slamet Santoso ........ 55
D. Konsep Model Dalam Kebijakan .................................. 70
E. Agenda Perumusan Kegiatan ......................................... 79
F. Teori Perumusan Kebijakan Publik ............................... 83
G. Aktor-aktor Perumus Kebijakan .................................... 85
H. Formulasi Kebijakan Publik .......................................... 93
I. Proses Legitimasi dan Komunikasi Kebijakan .............. 96
J. Perumusan Kebijakan Publik ......................................... 99
BAB V IMPLEMENTASI KEBIJAKAN ................................... 105
A. Sekitar Implementasi Kebijakan .................................... 105
B. Beberapa Teori Implementasi Kebijakan ...................... 110
C. Langkah-langkah Implementasi Kebijakan ................... 115
D. Pendekatan dalam Implementasi Kebijakan .................. 117
E. Faktor Penentu Implementasi Kebijakan Publik ........... 119

iv
F. Kendala dan Perspektif Keberhasilan Implementasi ..... 122
G. Monitoring dan Evaluasi Kebijakan .............................. 126
H. Format dan Sistem Monitoring dan Evaluasi
Berbeda, Baik Scara Substantif Maupun Secara
Fisik ................................................................................ 133
I. Evaluasi Kebijakan ......................................................... 134
DAFTAR PUSTAKA .................................................................. 147

v
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kebijakan selalu menjadi polemik yang tak pernah berhenti
dipermasalahkan baik itu kebijakan yang dibuat oleh pemerintah
maupun kebijakan yang dikeluarkan oleh pihak dunia usaha,
instansi atau organisasi profit maupun non profit. Masyarakat
senantiasa aktif membahas kebijakan baik kebijakan ke dalam
organisasi maupun kebijakan keluar organisasi, serta menyoroti
secara berkelanjutan setiap masalah yang timbul untuk
mendapatkan kebijakan yang baik dan benar. Sebelum membahas
lebih jauh tentang analisis kebijakan publik, sangat diperlukan
untuk terlebih dahulu memahami konsep kebijakan. Hal ini perlu
dilakukan karena begitu luasnya penggunaan konsep dan istilah
kebijakan, sehingga akan menimbulkan sudut pandang yang
berbeda dalam memahami konsep dan istilah kebijakan serta
melahirkan paradigma baru.
Secara etimologis, istilah kebijakan atau policy berasal dari
bahasa Yunani “polis” berarti negara, kota yang kemudian masuk

Pendahuluan | 1
ke dalam bahasa Latin menjadi “politia” yang berarti negara.
Kemudian di terjemahkan ke dalam bahasa Inggris “policie” yang
artinya berkenaan dengan pengendalian masalah-masalah publik
atau administrasi pemerintahan. Istilah “kebijakan” atau “policy”
dipergunakan untuk menunjuk perilaku seorang aktor (misalnya
seorang pejabat, suatu kelompok maupun suatu badan
pemerintah) atau sejumlah aktor dalam suatu bidang kegiatan
tertentu. Stephen R. Covey mengatakan bahwa kebijaksanaan
adalah anak dari integritas yaitu integritas terhadap prinsip, dan
ibunya adalah kerendahan hati dan ayahnya adalah keberanian.
(Stephen R. Covey, 2005 : 442)
Kemudian kebijakan yang lebih bersifat ilmiah dan
sistematis menyangkut analisis kebijakan publik, dimana kata
publik (public) sendiri sebagian ahli mengartikan negara.
Misalnya saja Islami (2007) dan Wahab (2008) tetap
mempertahankan istilah negara ketika menerjemahkan kata
publik. Kata “publik” dalam kebijakan publik dapat dipahami
ketika dikaitkan dengan istilah “privat”. Istilah publik dapat
dirunut dari sejarah negara Yunani dan Romawi Kuno. Bangsa
Yunani Kuno mengekspresikan kata publik sebagai koinion dan
privat disamakan dengan idion. Bangsa Romawi Kuno menyebut
publik dalam bahasa Romawi res-publica dan privat sebagai res-
priva. Dengan menelusuri literatur sejarah Romawi, Gobetti
(2007) memilah istilah privat dalam kaitannya dengan individu

Pendahuluan | 2
atau person; sedangkan publik merujuk pada komunitas atau
negara.
A. Konsep Dasar Kebijakan Publik
Kebijakan selalu menjadi polemik yang tak pernah berhenti
dipermasalahkan baik itu kebijakan yang dibuat oleh pemerintah
maupun kebijakan yang dikeluarkan oleh pihak dunia usaha, instansi
atau organisasi profit maupun non profit masyarakat pada umunya.
Selalu aktif membahas kebijakan baik kebijakan ke dalam organisasi
maupun kebijakan keluar organisasi. Sehingga sebelum membahas
lebih jauh tentang analisis kebijakan publik, sangat diperlukan untuk
terlebih dahulu memahami konsep kebijakan. Hal ini perlu dilakukan
karena begitu luasnya penggunaan konsep dan istilah kebijakan,
sehingga akan menimbulkan sudut pandang yang berbeda dalam
memahami konsep kebijakan.
Secara etimologis, istilah kebijakan atau policy berasal dari bahasa
Yunani “polis”berarti negara, kota yang kemudian masuk ke dalam
bahasa Latin menjadi “politia” yang berarti negara. Kemudian di
terjemahkan ke dalam bahasa Inggris “policie” yang artinya berkenaan
dengan pengendalian masalah-masalah publik atau administrasi
pemerintahan. Istilah “kebijakan” atau “policy” dipergunakan untuk
menunjuk perilaku seorang aktor (misalnya seorang pejabat, suatu
kelompok maupun suatu badan pemerintah) atau sejumlah aktor dalam
suatu bidang kegiatan tertentu. Stephen R. Covey mengatakan bahwa
kebijaksanaan adalah anak dari integritas yaitu integritas terhadap
prinsip, dan ibunya adalah kerendahan hati dan ayahnya adalah
keberanian. (Stephen R. Covey, 2005: 442).
Kemudian kebijakan yang lebih bersifat ilmiah dan sistematis
menyangkut analisis kebijakan publik. Sedangkan kata publik (public)
sendiri sebagian mengartikan negara. Misalnya saja Islami (2007) dan
Wahab (2008) tetap mempertahankan istilah negara ketika
menerjemahkan kata publik. Kata “publik” dalam kebijakan publik
dapat dipahami ketika dikaitkan dengan istilah “privat”. Istilah publik
dapat dirunut dari sejarah negara Yunani dan Romawi Kuno. Bangsa
Yunani Kuno mengekspresikan kata publik sebagai koinion dan privat
Pendahuluan | 3
disamakan dengan idion. Bangsa Romawi Kuno menyebut publik
dalam bahasa Romawi res-publica dan privat sebagai res-priva.
Dengan menelusuri literatur sejarah Romawi, Gobetti (2007) memilah
istilah privat dalam kaitannya dengan individu atau person; sedangkan
publik merujuk pada komunitas atau negara.
Dalam analisis Gobetti, John Locke termasuk pemikir politik yang
lebih menekankan pada kepentingan privat atau individu, sedangkan
Thomas Hobbes meyakini urusan publik atau negara lebih penting.
Saxonhouse sebagaimana dikutip Parsons (2005:4) melakukan
pemilahan antara kata publik dan privat sebagai berikut.
Tabel 1. Pembedaan Publik dan Privat
Publik Privat
Polis Rumah tangga
Kebebasan Keharusan (necessity)
Pria Wanita
Kesetaraan Kesenjangan
Keabadiaan Kesementaraan
Terbuka Tertutup

Pemilahan publik dan privat dalam konteks ruang, dalam praktik


kehidupan tidaklah mudah. Saxonhouse (dalam Parsons, 2005),
menyadari bahwa batas-batas keduanya tidaklah absolut. Hubungan
antara ruang publik dengan ruang privat sangat kompleks dan
mencerminkan interdependensi. Kepentingan publik dan privat pun
bisa saling bertentangan. Untuk memecahkan ketegangan antara
kepentingan publik dan privat adalah dengan memasukkan gagasan
pasar. Sebagaimana dikemukakan Habermas, bahwa pada awal abad
19, ruang publik yang berkembang di Inggris, berasal dari perbedaan
antara kekuasaan publik dan dunia privat.
Cara memaksimalkan kepentingan individu dan sekaligus
mempromosikan kepentingan publik adalah dengan menggunakan
kekuatan pasar (Parsons, 2005). Berfungsinya kebebasan individu
dalam menentukan pilihan dapat memenuhi kepentingan individu
sekaligus meningkatkan ketersediaan barang publik dan kesejahteraan

Pendahuluan | 4
publik. Dalam kaitan ini, peran negara dan politik adalah menciptakan
kondisi di mana kepentingan publik dapat dijamin. Itulah sebabnya,
pemerintah tidak boleh banyak mencampuri urusan individu.
Kepentingan publik dalam hal ini akan terlayani dengan baik jika
kepentingan kebebasan ekonomi dan pasar difasilitasi oleh negara,
tetapi tidak diatur dan dikendalikan oleh negara. Intervensi negara bisa
dipahami sejauh intervensi tersebut untuk menjamin penegakan hukum
dan hak asasi manusia, namun tidak mencampuri keseimbangan alami
yang muncul dari kepentingan diri.
Dalam kaitan dengan posisi dan peran negara di dalamnya, sektor
publik dapat dibedakan dari sektor privat. Baber sebagaimana dikutip
Parsons (2005) dari Masey, menyebutkan sepuluh ciri penting dari
sektor publik, yaitu:
(1) sektor publik lebih kompleks dan mengemban tugas-tugas yang
lebih mendua,
(2) sektor publik lebih banyak problem dalam
mengimplementasikan keputusan-keputusannya,
(3) sektor publik memanfaatkan lebih banyak orang yang
memiliki motivasi yang sangat beragam,
(4) sektor publik lebih banyak memperhatikan usaha mem-
pertahankan peluang dan kapasitas,
(5) sektor publik lebih memperhatikan kompensasi atas
kegagalan pasar,
(6) sektor publik melakukan aktivitas yang lebih banyak
mengandung signifikansi simbolik,
(7) sektor publik lebih ketat dalam menjaga standar komitmen dan
legalitas,
(8) sektor publik mempunyai peluang yang lebih besar untuk
merespon isu-isu keadilan dan kejujuran,
(9) sektor publik harus beroperasi demi kepentingan publik,
(10) sektor publik harus mempertahankan level dukungan publik
minimal di atas level yang dibutuhkan dalam industri swasta.
Sektor publik tidak selalu hanya mengejar keuntungan finansial.
Sektor ini bisa mengejar keuntungan finansial, tetapi dapat juga

Pendahuluan | 5
mengutamakan kesejahteraan sosial. Jika yang dikejar adalah
kesejahteraan sosial, maka sektor publik ini tergolong sektor nonprofit,
yang ciri-cirinya adalah (1) sektor ini tidak mengejar keuntungan, (2)
cenderung menjadi organisasi pelayanan, (3) ada batasan yang lebih
besar dalam tujuan dan strategi yang mereka susun, (4) lebih tergantung
kepada klien untuk mendapatkan sumberdaya finansialnya, (5) lebih
didominasi oleh kelompok profesional, (6) akuntabilitasnya berbeda
dengan akuntabilitas organisasi privat atau provit, (7) manajemen
puncak tidak mempunyai tanggung jawab yang sama atau imbalan
finansial yang sama, (8) organisasi sektor publik bertanggung jawab
kepada elektorat dan proses politik, dan (9) tradisi kontrol
manajemennya kurang (Parsons, 2005). Istilah kebijakan atau
kebijaksanaan memiliki banyak makna. Hogwood dan Gunn, seperti
dikutip Parsons (2005:15) menyebutkan 10 penggunaan istilah
kebijakan, yaitu sebagai label untuk sebuah bidang aktivitas, sebagai
ekspresi tujuan umum atau aktivitas negara yang diharapkan, sebagai
proposal spesifik, sebagai keputusan pemerintah, sebagai otorisasi
formal, sebagai sebuah program, sebagai output, sebagai hasil
(outcome), sebagai teori atau model, dan sebagai sebuah proses. Makna
modern dari gagasan kebijakan dalam bahasa Inggris adalah
seperangkat aksi atau rencana yang mengandung tujuan politik.
Kebijakan melibatkan perilaku seperti halnya maksud- maksud,
bisa berupa tindakan dan bukan tindakan. Kebijakan menunjuk pada
serangkaian tindakan yang bertujuan. Kebijakan memiliki outcomes di
masa depan. Kebijakan juga menunjuk pada serangkaian tindakan,
muncul dari proses yang melibatkan hubungan organisasional.
Kebijakan juga melibatkan peran dari para agen kebijakan.
Anderson (dalam Hill & Hupe, 2002) memahami kebijakan
sebagai serangkaian tindakan yang dilakukan oleh aktor atau sejumlah
aktor berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi. Kebijakan
berkaitan dengan tindakan. Sebagaimana diungkapkan Suskind,
seorang penulis yang dekat dengan pejabat gedung putih masa George
W. Bush, “ketika kita melakukan tindakan berarti kita telah membuat
suatu realitas dan ketika kita membuat tindakan baru, maka kita juga
membuat realitas baru” (Fischer, et al (ed), 2007).

Pendahuluan | 6
Istilah kebijaksanaan memiliki makna yang tidak jauh berbeda
dengan kata kebijakan. Kebijaksanaan dipahami sebagai suatu
kumpulan keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau oleh
kelompok politik dalam usaha memilih tujuan-tujuan dan cara-cara
untuk mencapai tujuan-tujuan itu (Budiardjo, 2009).
Friedrich mengartikan kebijakan sebagai suatu tindakan yang
mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau
pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya
hambatan seraya mencari peluang untuk mencapai tujuan atau sasaran
yang dinginkan (Widodo, 2007:13). Post, et al (1999) memaknai
kebijakan sebagai rencana tindakan yang dilakukan oleh pejabat
pemerintah untuk mencapai tujuan yang lebih luas yang memengaruhi
kehidupan penduduk negara secara substansial. Dari beberapa
pandangan tentang kebijakan, dapat ditarik benang merah bahwa suatu
kebijakan pasti berkaitan dengan rencana tindakan yang diarahkan
untuk mewujudkan tujuan tertentu.
Kebijakan memiliki arti umum dan spesifik. Dalam arti umum,
kebijakan menunjuk pada jaringan keputusan atau sejumlah tindakan
yang memberikan arah, koherensi, dan kontinuitas. Dalam kaitan ini,
Greer and Paul Hoggett (1999) memaknai kebijakan sebagai sejumlah
tindakan atau bukan tindakan yang lebih dari sekadar keputusan
spesifik. Dalam arti spesifik, ide kebijakan berkaitan dengan cara
atau alat (means) dan tujuan (ends), dengan fokus pada seleksi tujuan
dan sarana untuk mencapai sasaran yang diinginkan.
Namun demikian, kebijakan publik (public policy) merupakan
konsep tersendiri yang mempunyai arti dan definisi khusus akademik.
Definisi kebijakan publik menurut para ahli sangat beragam. Salah satu
definisi mengenai kebijakan publik diberikan oleh Eyestone. Ia
mengatakan bahwa “secara luas” kebijakan publik dapat didefinisikan
sebagai “hubungan satu unit pemerintah dengan lingkungannya”.
Menurut Anderson “kebijakan merupakan arah tindakan yang
mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah
aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan”.
Raksasataya mengemukakan “kebijakan sebagai suatu taktik dan

Pendahuluan | 7
strategi yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan”. Oleh karena itu,
suatu kebijakan memuat tiga elemen, yaitu: (1) identifikasi dari tujuan
yang ingin dicapai, (2) taktik atau strategi dari berbagai langkah untuk
mencapai tujuan yang diinginkan, (3) penyediaan berbagai masukan
untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata dari taktik atau strategi
kebijakan publik.
Studi kebijakan merupakan hasil kontribusi dari empat tokoh
besar, yaitu: Lasswell (1956) dengan mendirikan, “think-tank”, dan
mendekati persoalan menggunakan pendekatan multidisipliner melalui
tahap-tahap dalam proses kebijakan publik. Simon dengan menekankan
pada proses pengambilan keputusan dipusatkan pada ide rasionalitas,
Lindblom (1959) mendukung pendekatan “incrementalism”, dan
Easton (1965) yang mengonseptualisasikan hubungan antara masukan,
pembuatan kebijakan, luaran kebijakan, dan lingkungannya yang lebih
luas.
Perkembangan kata “kebijakan” lebih jauh merupakan
terjemahan dari kata “policy” dalam bahasa Inggris, yang berarti
mengurus masalah atau kepentingan umum, atau berarti juga
administrasi pemerintah. Kebijakan lebih berat penekanannya pada
tindakan (produk) yaitu kebijakan yang ditetapkan secara subjektif.
Dalam pengertian operatifnya, kebijakan dapat diartikan sebagai:
1. Suatu penggarisan ketentuan-ketentuan;
2. Yang bersifat sebagai pedoman, pegangan atau bimbingan
untuk mencapai kesepahaman dalam maksud, cara dan atau
sarana;
3. Bagi setiap usaha dan kegiatan sekelompok manusia yang
berorganisasi;
4. Sehingga terjadi dinamisasi gerak tindak yang terpadu,
sehaluan dan seirama mencapai tujuan bersama tertentu.
Policy diartikan juga hal-hal mengenai kebijakan pemerintah, atau
sebuah instrumen pemerintahan, bukan saja dalam arti government
yang hanya menyangkut aparatur negara, melainkan juga governance
yang menyentuh pengelolaan sumber daya publik. Kebijakan pada

Pendahuluan | 8
intinya merupakan keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan tindakan
yang secara langsung mengatur pengelolaan dan pendistribusian
sumber daya alam, finansial, dan manusia demi kepentingan publik,
yakni rakyat banyak, penduduk, masyarakat atau warga negara.
Kebijakan merupakan hasil dari sinergi, kompromi, kemitraan atau
bahkan kompetisi antara berbagai gagasan, teori, ideologi, dan
kepentingan-kepentingan yang mewakili sistem politik suatu negara.
Secara konseptual, ada beragam pengertian yang diberikan para
ahli tentang kebijakan. Namun secara umum “kebijakan” dapat
dikatakan suatu rumusan keputusan pemerintah yang menjadi pedoman
tingkah laku guna mengatasi masalah atau persoalan yang di dalamnya
terdapat tujuan, rencana, keputusan, solusi, kegiatan dan program yang
akan dilaksanakan.
Menurut Eulau dan Prewitt yang dikutip oleh Jones (1995), bahwa
kebijakan adalah keputusan tetap yang dicirikan oleh konsisten dan
pengulangan tingkah laku dari mereka yang membuat dan dari mereka
yang mematuhi keputusan tersebut. Selanjutnya Jones menganalisis
komponen-komponen pengertian kebijakan yang terdiri dari:

1. Goal, atau tujuan yang diinginkan;


2. Plan atau proposal, yaitu pengertian yang spesifik untuk
mencapai tujuan;
3. Program, yaitu uapaya yang berwenang untuk mencapai
tujuan;
4. Decision, ialah tindakan-tindakan untuk menentukan tujuan,
membuat rencana, melaksanakan, dan menilai rencana;
5. Effect, yaitu akibat-akibat dari rencana (disengaja atau tidak,
primer atau sekunder, diperhitungkan sebelumnya atau tidak,
diestimasi sebelumnya atau tidak).
Solichin Abdul Wahab (1990), menjelaskan mengenai ragam
penggunaan istilah kebijakan yaitu: (1) merek bagi suatu bidang
kegiatan tertentu, (2) pernyataan mengenai tujuan umum atau keadaan

Pendahuluan | 9
tertentu yang dikehendaki, (3) usulan khusus, (4) keputusan
pemerintah, (5) bentuk pengesahan formal, (6) program, (7) keluaran,
(8) hasil akhir, (9) teori atau model, dan (10) proses.
Thomas R. Dye (1998), mendefinisikan kebijakan pemerintah
sebagai “is whaterver governments choose to do or not to do”.
Dikemukakan bahwa apabila pemerintah memilih untuk melakukan
sesuatu, maka harus ada tujuannya, dan kebijakan itu harus meliputi
semua tindakan pemerintah, jadi bukan semata-mata merupakan
pernyataan keinginan pemerintah atau pemerintah semata.
Sedangkan James E. Anderson yang dikutip oleh Hessel Nogi S.
(2009:3-4), mengemukakan bahwa (1) kebijakan pemerintah selalu
mempunyai tujuan tertentu atau merupakan tindakan yang berorientasi
pada tujuan, (2) kebijakan itu berisi tindakan-tindakan atau pola-pola
tindakan pejabat-pejabat pemerintah, (3) kebijakan itu merupakan apa
yang benar-benar dilakukan pemerintah, jadi bukan merupakan apa
yang baru menjadi maksud atau pernyataan pemerintah untuk
melakukan sesuatu, (4) kebijakan pemerintah itu bersifat positif dalam
arti merupakan keputusan pemerintah untuk melakukan sesuatu atau
tidak melakukan, dan (5) kebijakan pemerintah dalam arti yang positif
didasarkan atau selalu dilandaskan pada peraturan perundang-undangan
dan bersifat memaksa atau otoritatif.
Kenyataan-kenyataan tersebut di atas membawa implikasi tertentu
terhadap konsep kebijakan negara, di antaranya:
1. Kebijakan negara lebih merupakan tindakan yang mengarah
pada tujuan daripada sebagai perilaku atau tindakan yang serba
acak atau kebetulan. Kebijakan negara dalam sistem politik
modern pada umumnya bukan merupakan tindakan yang serba
kebetulan, tetapi merupakan tindakan yang direncanakan
terlebih dahulu;
2. Kebijakan pada hakikatnya terdiri atas tindakan yang saling
berkait dan berpola yang mengarah pada tujuan tertentu yang
dilakukan oleh pejabat-pejabat pemerintah dan bukan
merupakan keputusan-keputusan yang berdiri sendiri:

Pendahuluan | 10
3. Kebijakan bersangkut paut dengan apa yang senyatanya
dilakukan pemerintah dan bidang-bidang tertentu, misalnya
dalam mengatur penyelenggaraan pendidikan, ekonomi,
perumahan rakyat, pengentasan kemiskinan, dan sebagainya;
Kebijakan negara mungkin berbentuk positif, mungkin juga
negatif. Dalam bentuknya yang positif, kebijakan negara mungkin akan
mencakup beberapa bentuk tindakan pemerintah yang dimaksudkan
untuk memengaruhi masalah tertentu. Sedangkan yang dalam bentuk
negatif, kemungkinan meliputi keputusan-keputusan pejabat
pemerintah untuk tidak bertindak, atau tidak melakukan tindakan
apapun dalam masalah-masalah di mana sangat diperlukannya campur
tangan pemerintah.

B. Pengertian Analisis Kebijakan Publik


William N. Dunn (2000) mengemukakan bahwa analisis
kebijakan adalah suatu disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan
berbagai macam metode penelitian dan argumen untuk menghasilkan
dan memindahkan informasi yang relevan dengan kebijakan, sehingga
dapat dimanfaatkan di tingkat politik dalam rangka memecahkan
masalah-masalah kebijakan. Weimer and Vining, (1998:1): The
product of policy analysis is advice. Specifically, it is advice that inform
some public policy decision. Jadi analisis kebijakan publik lebih
merupakan nasehat atau bahan pertimbangan pembuat kebijakan publik
yang berisi tentang masalah yang dihadapi, tugas yang mesti dilakukan
oleh organisasi publik berkaitan dengan masalah tersebut, dan juga
berbagai alternatif kebijakan yang mungkin bisa diambil dengan
berbagai penilaiannya berdasarkan tujuan kebijakan. Analisis kebijakan
publik bertujuan memberikan rekomendasi untuk membantu para
pembuat kebijakan dalam upaya memecahkan masalah-masalah publik.
Di dalam analisis kebijakan publik terdapat informasi-informasi
berkaitan dengan masalah-masalah publik serta argumen-argumen
tentang berbagai alternatif kebijakan, sebagai bahan pertimbangan atau
masukan kepada pihak pembuat kebijakan.

Pendahuluan | 11
Analisis kebijakan publik berdasarkan kajian kebijakannya
dapat dibedakan antara analisis kebijakan sebelum adanya kebijakan
publik tertentu dan sesudah adanya kebijakan publik tertentu. Analisis
kebijakan sebelum adanya kebijakan publik berpijak pada
permasalahan publik semata sehingga hasilnya benar-benar sebuah
rekomendasi kebijakan publik yang baru. Keduanya baik analisis
kebijakan sebelum maupun sesudah adanya kebijakan mempunyai
tujuan yang sama yakni memberikan rekomendasi kebijakan kepada
penentu kebijakan agar didapat kebijakan yang lebih berkualitas.
Dunn (2000: 117) membedakan tiga bentuk utama analisis
kebijakan publik, yaitu.
1. Analisis Kebijakan Prospektif
Analisis Kebijakan Prospektif yang berupa produksi dan
transformasi informasi sebelum aksi kebijakan dimulai dan
diimplementasikan. Analisis kebijakan disini merupakan suatu alat
untuk mensintesakan informasi untuk dipakai dalam merumuskan
alternatif dan preferensi kebijakan yang dinyatakan secara
komparatif, diramalkan dalam bahasa kuantitatif dan kualitatif
sebagai landasan atau penuntun dalam pengambilan keputusan
kebijakan.
2. Analisis Kebijakan Retrospektif
Analisis kebijakan retrospektif adalah sebagai penciptaan dan
transformasi informasi sesudah aksi kebijakan dilakukan. Terdapat
3 tipe analis berdasarkan kegiatan yang dikembangkan oleh
kelompok analis ini yakni analis yang berorientasi pada disiplin,
analis yang berorientasi pada masalah dan analis yang berorientasi
pada aplikasi. Tentu saja ketiga tipe analisis retrospektif ini terdapat
kelebihan dan kelemahan.

3. Analisis Kebijakan yang Terintegrasi


Analisis kebijakan yang terintegrasi merupakan bentuk analisis yang
mengkombinasikan gaya operasi para praktisi yang menaruh
perhatian pada penciptaan dan transformasi informasi sebelum dan
sesudah tindakan kebijakan diambil. Analisis kebijakan yang
Pendahuluan | 12
terintegrasi tidak hanya mengharuskan para analis untuk
mengkaitkan tahap penyelidikan retrospektif dan perspektif, tetapi
juga menuntut para analis untuk terus menerus menghasilkan dan
mentransformasikan informasi setiap saat.
Beberapa konsep analisis kebijakan publik:
a. Disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan multi-metode
penelitian dan argumen untuk menghasilkan dan
mentransformasikan informasi yang policy relevant buat
memecahkan masalah kebijakan (W.N. Dunn).
b. Proses mengevaluasi beberapa alternatif kebijakan dengan
menggunakan kriteriakriteria yang relevan agar diperoleh
alternatif terbaik untuk dijadikan tindakan kebijakan (D.L.
Weimer dan A.R. Vining)
c. Cara untuk mensintesakan informasi, termasuk hasil penelitian,
untuk menghasilkan format keputusan kebijakan (penentuan
pilihan-pillihan alternatif) dan untuk menentukan kebutuhan
masa depan akan informasi yang policy relevant (Walter
Williams, 1971)
d. Wildasky: Policy analysis is an activity creating problems that
can be solved. (Analisis kebijakan adalah sebuah aktivitas
menciptakan masalah yang dapat dipecahkan).
e. Dunn: The process of producing knowledge of and in policy
process. (Proses memproduksi ilmu pengetahuan tentang proses
kebijakan dan pengetahuan dalam proses kebijakan).
f. Leslie A. Pal: Policy analysis will be defined as the disciplined
application of intellect to public problems. (Analisis kebijakan
didefinisikan sebagai penerapan disiplin ilmu dari kaum
intelektual pada masalah-masalah publik).
Dari beberapa pengertian di atas, dikemukakan beberapa ciri
analisis kebijakan:
a. Analisis kebijakan sebagai aktivitas kognitif (cognitive activity),
yakni aktivitas yang berkaitan dengan learning and thinking.
Aktivitas tersebut hanya sebagai salah satu aspek dari proses
kebijakan (policy process), artinya masalah kebijakan
didefinisikan, ditetapkan, dipecahkan, dan ditinjau kembali.

Pendahuluan | 13
Proses tersebut akan melibatkan berbagai pihak, baik pihak yang
setuju maupun yang tidak, baik mereka sebagai pemilih maupun
sebagai yang dipilih. Selain itu, juga melibatkan kelompok
kepentingan dan legislator, birokrat dan media massa. Elemen
kognitif memiliki peran sentral dalam proses tersebut, sekalipun
tidak dominant. Dikatakan memiliki peran sentral, karena
menurut Leslie A. Pal bahwa proses kebijakan sesungguhnya,
hanyalah merupaka proses diskusi dan debat (discussing and
debating) ide-ide mereka tentang prioritas, masalah, dan
solusinya. Aspek kognitif yakni memikirkan tentnag posisi
seseorang pada masalah kebijakan tertentu yang dilakukan oleh
semua orang yang terlibat sejauh mereka dibutuhkan dalam
klarifikasi atau justifikasi dan rasionalisasi pandangan atau
pendapat mereka. Sungguhpun demikian, analisis kebijakan
yang baik dan argumentasi kebijakan yang jelas dan meyakinkan
tidak pernah dilakukan. Hal tersebut disebabkan jarang sekali
bisa sampai pada kesimpulan, sekalipun hal tersebut menjadi
lebih penting, karena proses kebijakan sebagai proses politik
yang berusaha memadukan kekuasaan dan kepentingan.
b. Analisis kebijakan sebagai bagian dari proses kebijakan secara
kolektif sehingga merupakan hasil aktivitas kolektif. Misalnya
seorang menteri meminta kepada penasehatnya untuk melakukan
analisis dan melaporkan tentang suatu isu kebijakan. Laporan
penasehat tadi tidak akan menjadi dasar keputusan mereka. Hal
tersebut disebabkan karena masalah kebijakan publik
sesungguhnya adalah public itu sendiri. Mereka akan
menghasilkan arus informasi hasil analisis dari berbagai sumber,
seperti dari laporan surat kabar, representasi kelompok
kepentingan, buku dan artikel ilmiah, komite parlementaria dan
sebagainya. Jika demikian, ketika analisis dilakukan secara
individual, pembuatan kebijakan biasanya dibuat didasarkan
pada pengetahuan kolektif dan terorganisasi terhadap masalah-
masalah kebijakan. Setiap analis profesional harus memahami
fakta tersebut dan implikasinya.
c. Analisis kebijakan sebagai disiplin intelektual terapan. Hal ini
berarti masalah kebijakan yang harus dikaji melalui aktivitas dari
Pendahuluan | 14
sejumlah analisis. Analisis kebijakan adalah reflektif, kreatif,
imajinatif, dan eksploratori sekalis sebagai kontrol diri pada
tataran terbaik. Analisis kebijakan tidak akan pernah membuang
semua asumsi dan beberapa latar yang diperlukan untuk tetap
memperkuat hasil analisis. Namun demikian, analisis individual
membutuhkannya bukan untuk memperlemah masalah tersebut
dan apa yang telah tersedia menunjukkan bahwa analisis
kebijakan sebagai bagian yang terorganisasi. Asumsi-asumsi dan
bias setiap studi tunggal (single study) akan diungkap dan diteliti
secara cermat atau seksama oleh orang lain dalam proses
kebijakan. Tanggung jawab setiap analis sekedar ”memperjelas”
dan merefleksikan diri sebaik mungkin untuk membantu
meningkatkan kejelasan, namun tidak mengamati sampai pada
sasarannya.
d. Analisis kebijakan berkaitan dengan masalah-masalah publik
(public problems). Tidak semua masalah masuk ranah publik
bahkan ketika masalah tersebut melibatkan sejumlah besar
orang. Masalah publik memiliki dampak pada masyarakat atau
beberapa orang berkepentingan sebagai anggota masyarakat.
Oleh karena itu, tidak mengherankan manakala memperdepatkan
kebijakan yang berkaitan dengan apakah masalah-masalah
tersebut merupakan masalah publikdalam pengertian ini dan
dalam hal ini menjadi target dari aksi kebijakan (policy action).
Analisis kebijakan publik berdasarkan kajian kebijakannya dapat
dibedakan antara analisis kebijakan sebelum adanya kebijakan
publik tertentu dan sesudah adanya kebijakan publik tertentu.
Analisis kebijakan sebelum adanya kebijakan publik berpijak
pada permasalahan publik semata sehingga hasilnya benar-benar
sebuah rekomendasi kebijakan publik yang baru. Keduanya baik
analisis kebijakan sebelum maupun sesudah adanya kebijakan
mempunyai tujuan yang sama yakni memberikan rekomendasi
kebijakan kepada penentu kebijakan agar didapat kebijakan yang
lebih berkualitas. Analisis kebijakan publik lebih merupakan
nasehat atau bahan pertimbangan pembuat kebijakan publik yang
berisi tentang masalah yang dihadapi, tugas yang mesti dilakukan
oleh organisasi publik berkaitan dengan masalah tersebut, dan
Pendahuluan | 15
juga berbagai alternatif kebijakan yang mungkin bisa diambil
dengan berbagai penilaiannya berdasarkan tujuan kebijakan.
Kebijakan publik merupakan pondasi untuk melaksanakan
pembangunan dalam berbagai bidang lainnya mengingat secara
hakiki upaya pembangunan adalah untuk membangun potensi
manusianya yang kelak akan menjadi pelaku pembangunan di
berbagai bidang pembangunan lainnya. Filosofis dalam
kebijakan pendidikan pada dasarnya dijiwai oleh cita-cita luhur
sebagaimana rumusan yang termaktub dalam amanat
konstitusi. Dalam konteks inilah filosofis tersebut harus
dijadikan pedoman dalam mengimplementasikan setiap
kebijakan publik. Untuk itulah kebijakan yang berpihak sangat
diperlukan dari semua pihak, terutama pemerintah khususnya
menyangkut dana atau anggaran.

C. Analisis Kebijakan
Bernadus Luankali dalam bukunya Analisis Kebijakan Publik
dalam Proses Pengambilan Keputusan mengungkapkan bahwa analisis
didefinisikan sebagai “penyerapan, pengkajian serta penggunaan
informasi guna membuat kesimpulan”. (Luankali, 2007:114). Hal ini
berarti bahwa dalam menganalisis peneliti melakukan kajian terhadap
suatu objek riset dengan terlebih dahulu memecahnya ke dalam
beberapa bagian, kemudian dilakukan pengujian atas bagian-bagian itu.
Menurut Dale Yoder seperti yang dikutip oleh A. A. Anwar
Prabu Mangkunegara dalam bukunya Manajemen Sumber Daya
Manusia Perusahaan, analisis didefinisikan sebagai “Prosedur melalui
fakta-fakta yang berhubungan dengan setiap pengamatan yang
diperoleh dan dicatat secara sistematis” (dalam Mangkunegara,
2001:13). Berdasarkan pendapat di atas, kegiatan analisis merupakan
proses kerja dari rentetan tahapan pekerjaan sebelum riset
didokumentasikan melalui tahapan penulisan laporan. Analisis dapat
dilihat dari berbagai perspektif. Halim dalam bukunya Analisis
Investasi menjelaskan analisis dapat dilihat dari:
1. Secara mekanis, dalam tahapan analisis akan terjadi:

Pendahuluan | 16
a. Perubahan angka dan catatan hasil pengumpulan data jadi
informasi yang lebih mudah dipahami
b. Penggunaan alat analisis yang bermanfaat untuk membuktikan
hipotesis ataupun pendeskripsian variabel riset secara benar,
bukan kebetulan saja.
c. Penginterprestasian berbagai informasi dalam kerangka yang
lebih luas, atau inferensi ke populasi, untuk menjawab
pertanyaan- pertanyaan yang muncul.
2. Secara substantif, dalam tahapan analisis dilakukan proses:
a. Membandingkan dan mengetes teori atau konsep dengan
informasi yang ditemukan.
b. Mencari dan menentukan konsep baru dari data yang
dikumpulkan.
c. Mencari penjelasan apakah konsep baru itu berlaku umum, atau
baru terjadi bila ada kondisi tertentu (Halim, 2002: 35).
Perspektif analisis baik dilihat secara mekanis atau substantif
akan lebih memudahkan dalam menganalisis. Perspektif analisis juga
dapat menentukan dari sisi mana kita akan menganalisis. Secara
substantif dalam pembuatan kebijakan SIM Lingkungan, BPLH dan
Bapapsi menggunakan perspektif tersebut.
1. Macam-macam analisis
Analisis merupakan aktivitas untuk menciptakan pengetahuan.
Analisis diperlukan untuk mengetahui kekurangan apa saja yang
dihadapi dalam suatu aktivitas. Menurut Halim dalam bukunya
Analisis Investasi, menguraikan bahwa analisis dapat dilihat sesuai
dengan kegunaannya yaitu:
a. Analisis teknikal adalah analisis yang dimulai dengan cara
memperhatikan instansi itu sendiri dari waktu ke waktu.
b. Analisis kekuatan relatif (Relative strength analysis)
adalah analisis yang berupaya mengidentifikasikan masalah
yang memiliki kekuatan relative terhadap masalah lain.
c. Analisis fundamental adalah suatu sekuritas memiliki nilai
intrinsik tertentu (nilai tingkah lakunya). Nilai intrinsik suatu
sekuritas ditentukan oleh faktor-faktor fundamental yang
mempengaruhinya. Faktor tersebut dapat dari instansi.
Pendahuluan | 17
Analisis ini akan membandingkan nilai intrinsik suatu
sekuritas dengan tingkah laku pegawai guna menentukan
apakah sudah dapat diterapkan atau belum. Analisis ini akan
memahami dan akhirnya mengevaluasi kinerja pegawai yang
diterapkan.
d. Analisis instansi individual adalah analisis yang dilakukan
dengan mengamati kinerja fungsi-fungsi instansi dan
kepemimpinan para pegawai. Analisis ini akan mengetahui
perkembangan dan kondisi kinerja pegawai (Halim, 2002:
40). Berdasarkan kegunaan analisis di atas, maka kita dapat
mengetahui apakah tujuan analisis tersebut. Kegunaan
analisis di atas merupakan tolak ukur dalam pembuatan
kebijakan SIM Lingkungan di BPLH dan Bapapsi Kabupaten
Bandung. Adapun analisis teknikal dan analisis instansi
individual menjadi gambaran BPLH dan Bapapsi dalam
pembuatan kebijakan SIM lingkungan itu sendiri.
2. Analisis kebijakan
Dunn mengemukakan pengertian analisis kebijakan dalam
bukunya yang berjudul Analisis Kebijakan Publik. Menurutnya
analisis kebijakan adalah ”suatu aktivitas intelektual yang
dilakukan dalam proses politik”. (Dunn, 2003:43). Sehubungan
dengan hal-hal yang dikemukakan oleh pendapat para ahli di atas,
maka analisis kebijakan merupakan aktivitas menciptakan
pengetahuan tentang dan dalam proses pembuatan kebijakan.
Dunn mengatakan keberhasilan analisis pembuatan kebijakan
dapat dikembangkan melalui tiga proses, yaitu:
a. Proses pengkajian kebijakan, menyajikan metodologi untuk
analisis kebijakan. Metodologi di sini adalah sistem standar,
aturan, dan prosedur untuk menciptakan, menilai secara kritis,
dan mengkomunikasikan pengetahuan yang relevan dengan
kebijakan.
b. Proses pembuatan kebijakan adalah serangkaian tahap yang
saling bergantung yang diatur menurut urutan waktu:
penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan,
implementasi kebijakan, dan penilaian kebijakan.

Pendahuluan | 18
c. Proses komunikasi kebijakan, merupakan upaya untuk
meningkatkan proses pembuatan kebijakan berikut hasilnya.
Dalam hal ini sebagai penciptaan dan penilaian kritis,
pengetahuan yang relevan dengan kebijakan. (Dunn, 2003:1).
Analisis kebijakan merupakan suatu proses kognitif, sementara
pembuatan kebijakan bersifat politis. Keberadaan analisis
kebijakan disebabkan banyaknya kebijakan yang tidak
memuaskan. Kebijakan dianggap tidak memecahkan masalah,
bahkan menciptakan masalah baru. Analisis kebijakan, diperlukan
untuk mengetahui kebijakan apa yang cocok dalam proses
pembuatan kebijakan. Kebijakan tersebut dibuat sesuai dengan
masalah yang sedang dihadapi. Analisis dapat dikembangkan di
awal pembuatan suatu kebijakan ataupun di akhir penerapan
kebijakan.
Analisis kebijakan menurut Budi Winarno “berhubungan dengan
penyelidikan dan deskripsi sebab akibat dan konsekuensi -
konsekuensi kebijakan”. (Winarno, 2005:27). Analisis kebijakan
adalah bentuk penelitian terapan yang dijadikan untuk mencapai
tingkat pengetahuan yang lebih mendalam tentang isue-isue teknik
sosial yang membawakan solusi-solusi yang lebih baik.
Definisi analisis kebijakan di atas dapat disimpulkan bahwa
analisis kebijakan merupakan suatu pengetahuan yang diperoleh
melalui penelitian atau penyelidikan sebuah sebab akibat dari
suatu kebijakan yang mampu memberikan jalan keluar dari
berbagai macam alternatif program serta kinerja kebijakan.
Analisis kebijakan dapat menganalisis pembentukan, substansi
dan dampak dari kebijakan-kebijakan tertentu. Analisis kebijakan
dilakukan tanpa mempunyai kecenderungan untuk menyetujui
atau menolak kebijakan-kebijakan. Pada dasarnya terdapat tiga hal
pokok dalam menganalisis kebijakan yaitu:
1) Fokus utama adalah mengenai penjelasan / anjuran
kebijakan yang pantas
2) Sebab-sebab dan konsekunsi dari kebijakan diselidiki
dengan menggunakan metodologi ilmiah

Pendahuluan | 19
3) Analisis dilakukan dalam rangka mengembangkan teori-
teori umum yang dapat diandalkan kebijakan-kebijakan
dan pembentukannya. Sehingga dapat diterapkan kepada
lembaga dan bidang kebijakan yang berbeda. (dalam
Tangkilisan,2003:3). Berdasarkan pemaparan di atas
analisis kebijakan dapat bersifat ilmiah dan relevan bagi
masalah-masalah politik sosial sekarang ini.
3. Ciri-ciri Analisis Kebijakan
Analisis kebijakan memiliki beberapa ciri, seperti yang dikemukakan
oleh Joko Widodo dalam bukunya yang berjudul Analisis Kebijakan
Publik, bahwa ciri-ciri dari analisis kebijakan sebagai berikut:
1) Analisis kebijakan sebagai aktivitas kognitif (cognitive
activity)
2) Analisis kebijakan sebagai bagian dari proses kebijakan
secara kolektif sehingga merupakan hasil aktivitas kolektif.
3) Analisis kebijakan sebagai disiplin intelektual terapan.
4) Analisis kebijakan berkaitan dengan masalah-masalah publik
(Widodo, 2007: 20-22)
Adapun penjelasan dari ciri-ciri analisis kebijakan di atas sebagai
berikut:
Pertama, Analisis kebijakan sebagai aktivitas kognitif (cognitive
activity), yaitu aktivitas yang berkaitan dengan learning and
thinkity. Aktivitas tersebut hanya sebagai salah satu aspek dari
proses kebijakan (policy process), artinya masalah kebijakan
didefinisikan, ditetapkan, dipecahkan, dan ditinjau kembali. Proses
tersebut akan melibatkan berbagai pihak, baik pihak yang setuju
maupun yang tidak, baik mereka sebagai pemilih maupun yang
dipilih.
Kedua, Analisis kebijakan sebagai bagian dari proses kebijakan
secara kolektif sehingga merupakan hasil aktivitas kolektif.
Analisis pada tataran awal hanya bisa dilakukan secara individual.
Analisis lebih tepat dipahami sebagai kontribusi yang terorganisasi
sekaligus sebagai pengetahuan kolektif terhadap masalah
kebijakan tertentu.

Pendahuluan | 20
Ketiga, analisis kebijakan sebagai disiplin intelektual terapan.
Masalah kebijakan harus dikaji melalui aktivitas dari sejumlah
analisis. Aplikasi sederhana berkaitan dengan kebijaksanaan
konvensional sekalipun dalam pengertian ini bukan sebagai
disiplin.
Keempat, analisis kebijakan berkaitan dengan masalah-masalah
publik, tidak semua masalah masuk ranah publik bahkan ketika
masalah tersebut melibatkan sejumlah orang, masalah publik
memiliki dampak pada masyarakat atau beberapa orang yang
berkepentingan sebagai anggota masyarakat.

Pendahuluan | 21
Pendahuluan | 22
Pendahuluan | 23

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai