Anda di halaman 1dari 39

INFERENSIA FUZZY

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Logika Fuzzy
yang dibina oleh Bapak Dr. Hery Susanto, M.Si

oleh
1. Karisma Chicha Widya Putri (160312601926)
2. Labbaika Rahma Ababil (160312601920)
3. Moh. Ridwan (160312604834)
4. Rizky Dwi Safitri (160312604829)
5. Suci Dinda Maulidah (160312604847)
6. Yusup Akbar Gunawan (160312604853)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN MATEMATIKA
PRODI S1 MATEMATIKA
Oktober 2019
9. FUZZY INFERENCE (INFERENSIA FUZZY)
Dalam bab ini, akan ditinjau konsep prinsip perluasan dan relasi fuzzy,
yang memperluas gagasan dan penerapan himpunan fuzzy. Dengan menafsirkan
aturan fuzzy sebagai relasi fuzzy yang sesuai, dengan menyelidiki skema
penalaran fuzzy yang berbeda. Skema inferensia ini, didasarkan pada aturan
komposisi inferensia, dan hasilnya diturunkan dari aturan himpunan fuzzy dan
input yang diberikan. Dua masalah penting (menentukan relasi implikasi dan
pemilihan operator komposisi) akan dibahas dan empat metode inferensi berbeda
yang akan diperkenalkan.

9.1 COMPOSITION OF RULES (ATURAN KOMPOSISI)


9.1.1 Prinsip Perluasan dan Komposisi
Prinsip perluasan adalah konsep dasar dari teori himpunan fuzzy, terdapat
prosedur umum untuk memperpanjang domain crisp dari ekpresi matematis ke
domain fuzzy. Prosedur ini menggeneralisasikan pemetaan fungsi biasa ke
pemetaan himpunan fuzzy. Misalkan g adalah fungsi dari X ke Y, dan A adalah
himpunan fuzzy pada X yang didefinisikan sebagai berikut :

𝐴 = {(𝑥1, 𝜇𝐴 (𝑥1 )) , (𝑥2, 𝜇𝐴 (𝑥2 )) , … … , (𝑥𝑛, 𝜇𝐴 (𝑥𝑛 )) }

maka prinsip perluasan menyatakan bahwa image dari himpunan fuzzy A di


bawah pemetaan f dapat dinyatakan sebagai himpunan fuzzy B ⊆ Y.
𝐵 = 𝑓(𝐴) = {(𝑦, 𝜇𝐵 (𝑦)) } dimana 𝜇𝐵 (𝑦) = max 𝜇𝐴 (𝑥)
𝑥=𝑓 −1 (𝑦)

Diketahui bahwa himpunan dari komposisi diperoleh dari himpunan hasil kali
Kartesius.
1) Komposisi himpunan crisp A dan B dapat direpresentasikan dengan relasi
R antara himpunan A dan B, yaitu :
R = {(𝑥, 𝑦)| 𝑥 ∈ 𝐴, 𝑦 ∈ 𝐵}, 𝑅 ⊆ 𝐴 × 𝐵
Contoh: A= {𝑎, 𝑏, 𝑐} dan B= {1,2}
𝐴 × 𝐵 = {(𝑎, 1), (𝑎, 2), (𝑏, 1), (𝑏, 2), (𝑐, 1), (𝑐, 2)}
𝑅 = {(𝑎, 1), (𝑏, 2), (𝑐, 1)}
2) Komposisi himpunan fuzzy A dan B, adalah relasi R antara A dan B

R = {((𝑥, 𝑦), ( 𝜇𝑅 (𝑥, 𝑦))) | 𝜇𝑅 (𝑥, 𝑦) = min[𝜇𝐴 (𝑥), 𝜇𝐵 (𝑦)] }

2
Atau 𝜇𝑅 (𝑥, 𝑦) = 𝜇𝐴 (𝑥) ∙ 𝜇𝐵 (𝑦)
Contoh:
A = {(𝑎, 0.3), (𝑏, 0.2), (𝑐, 0.1)} dan B = {(1, 0.6), (2, 0.1), (3, 0.5)}
𝑅 ⊆𝐴×𝐵
0.3 0.1 0.3 0.2 0.1 0.2 0.1 0.1
𝑅= + + + + + + +
(𝑎, 1) (𝑎, 2) (𝑎. 3) (𝑏, 1) (𝑏, 2) (𝑏, 3) (𝑐, 1) (𝑐, 2)
0.1
+
(𝑐, 3)
3) Komposisi relasi crisp R dan S
𝑆 ∘ 𝑅 = {(𝑥, 𝑧)| (𝑥, 𝑦) ∈ 𝑅, (𝑦, 𝑧) ∈ 𝑆}
dimana, 𝑅 ⊆ 𝐴 × 𝐵, 𝑆 ⊆ 𝐵 × 𝐶, 𝑑𝑎𝑛 𝑆 ∘ 𝑅 ⊆ 𝐴 × 𝐶
Contoh:
A = {1,2,3}, B = {a, b, c}, C = {𝛼, 𝛽, 𝛾}
𝑅 ⊆ 𝐴 × 𝐵, 𝑆 ⊆ 𝐵 × 𝐶
R= {(1,a), (2,b), (3,c)}, S= {(a,𝛽),(b,𝛼),(c,𝛾)}
𝑆 ∘ 𝑅 = {(1, 𝛽), (2, 𝛼), (3, 𝛾)}
4) Komposisi dari relasi fuzzy R dan S
SR = 𝑆 ∘ 𝑅 = {((𝑥, 𝑦), 𝜇𝑆𝑅 (𝑥, 𝑧))}
dimana 𝜇𝑆𝑅 (𝑥, 𝑧) = max min[𝜇𝑅 (𝑥, 𝑦), 𝜇𝑆 (𝑦, 𝑧)]
𝑦

Contoh: 𝑅 ⊆ 𝐴 × 𝐵, 𝑆 ⊆ 𝐵 × 𝐶
R A b c d
1 0.1 0.2 0.0 1.0
2 0.3 0.3 0.0 0.2
3 0.8 0.9 1.0 0.4

S 𝛼 𝛽 𝛾
a 0.9 0.0 0.3
b 0.2 1.0 0.8
c 0.8 0.0 0.7
d 0.4 0.2 0.3

3
𝑆∘𝑅 𝛼 𝛽 𝛾
1 0.4 0.2 0.3
2 0.3 0.3 0.3
3 0.8 0.9 0.8

Komposisi himpunan fuzzy dan relasinya akan diuraikan lebih detail pada
bagian selanjutnya.

9.1.2 Komposisi Himpunan Fuzzy


Komposisi himpunan fuzzy diperoleh dari hasilkali Kartesius. Untuk
ruang hasilkali pada himpunan fuzzy X dan Y, ada dua jenis operasi : “konjungsi
fuzzy ” dan “disjungsi fuzzy”
1) Konjungsi fuzzy: hasilkali Kartesius pada X dan Y diinterpretasikan
sebagai konjungsi fuzzy yang didefinisikan dengan

𝐴 × 𝐵 = ∫𝑋×𝑌 𝜇𝐴 (𝑥) ∗ 𝜇𝐵 (𝑦)/(𝑥, 𝑦)


dimana operator * mewakili sebuah t – norm (triangle-norm), 𝑥 ∈ 𝑋, 𝑦 ∈
𝑌, A ⊂ 𝑋, 𝑑𝑎𝑛 𝐵 ⊂ 𝑌.
2) Disjungsi fuzzy: hasilkali Kartesius pada 𝑋 × 𝑌 adalah intrepretasi sebagai
disjungsi fuzzy yang didefinisikan dengan

𝐴 × 𝐵 = ∫ 𝜇𝐴 (𝑥) ∔ 𝜇𝐵 (𝑦)/(𝑥, 𝑦)
𝑋×𝑌

dimana operator ∔ adalah operator t – conorm (s-norm), 𝑥 ∈ 𝑋, 𝑦 ∈


𝑌, A ⊂ 𝑋, 𝑑𝑎𝑛 𝐵 ⊂ 𝑌 .
Minimum dan operator perkalian aljabar adalah operator t-norm, dan
operator maksimum adalah t – conorm one.

9.1.3 Komposisi Relasi Fuzzy


Relasi fuzzy unary adalah himpunan fuzzy dengan fungsi keanggotaan
satu dimensi, dan relasi fuzzy binary adalah himpunan fuzzy dengan fungsi
keanggotaan dua dimensi. Aplikasi dari relasi fuzzy mencakup bidang-bidang

4
seperti kontrol fuzzy dan pengambilan keputusan. Relasi fuzzy pada R ⊆ X × Y
didefinisikan pada ruang hasilkali Kartesius X × Y ditentukan oleh
R = {(𝑥, 𝑦), ( 𝜇𝑅 (𝑥, 𝑦))|(𝑥, 𝑦) ∈ 𝑋 × 𝑌}
Relasi fuzzy dalam ruang hasilkali yang berbeda dapat dikombinasikan
melalui “operasi komposisi” yang dilambangkan dengan notasi “∘”. Operasi
komposisi yang berbeda untuk relasi fuzzy, dengan dua operasi yaitu:
1) Komposisi Max – Min didefinisikan dengan
𝑅1 ∘ 𝑅2 = {((𝑥, 𝑧), 𝜇𝑅1 ∘ 𝑅2 (𝑥, 𝑧))}
dimana, 𝜇𝑅1 ∘ 𝑅2 (𝑥, 𝑧) = max min[𝜇𝑅1 (𝑥, 𝑦), 𝜇 𝑅2 (𝑦, 𝑧)]
𝑦

= ⋁[𝜇𝑅1 (𝑥, 𝑦) ∧ 𝜇𝑅2 (𝑦, 𝑧)]


𝑦

𝑥 ∈ 𝑋, 𝑦 ∈ 𝑌, 𝑧 ∈ 𝑍, 𝑅1 ⊆ 𝑋 × 𝑌, 𝑅2 ⊆ 𝑌 × 𝑍

2) Hasilkali Komposisi Maximum didefinisikan dengan


𝑅1 ∘ 𝑅2 = {((𝑥, 𝑧), 𝜇𝑅1 ∘ 𝑅2 (𝑥, 𝑧))}
dimana, 𝜇𝑅1 ∘ 𝑅2 (𝑥, 𝑧) = max[𝜇𝑅1 (𝑥, 𝑦) ∙ 𝜇𝑅2 (𝑦, 𝑧)]
𝑦

𝑥 ∈ 𝑋, 𝑦 ∈ 𝑌, 𝑧 ∈ 𝑍, 𝑅1 ⊆ 𝑋 × 𝑌, 𝑅2 ⊆ 𝑌 × 𝑍
Operator “.” merepresentasikan operasi hasilkali pada aljabar.

9.1.4 Contoh Komposisi Fuzzy


Example 9.1 Perhatikan aturan fuzzy sebagai berikut :
“𝑥 and 𝑦 are approximately equal.”
Untuk aturan ini, diberikan premis :
“𝑥 is small”
Dari fakta di atas, akan diketahui tentang 𝑦. Pertama, mendefinisikan
predikat yang dimuat dalam premis dan aturan. Diketahui relasi R adalah
himpunan sehingga premis dapat direpresentasikan oleh bentuk relasi 𝑅(𝑥).
Diasumsikan bahwa variabel 𝑥 dan 𝑦 adalah bilangan bulat positif dalam [1,4],
dan
𝑅(𝑥, 𝑦) = 𝐴𝑝𝑝𝑟𝑜𝑥𝑖𝑚𝑎𝑡𝑒𝑙𝑦_𝐸𝑞𝑢𝑎𝑙(𝑥, 𝑦)
𝑅 (𝑥) = 𝑆𝑚𝑎𝑙𝑙(𝑥)

5
Asumsikan derajat keanggotaan dari 𝑅(𝑥) dan 𝑅(𝑥, 𝑦) diberikan pada Tabel 9.1
dan 9.2. Untuk penalaran fuzzy, gunakan operator komposisi max – min
𝑅(𝑦) = 𝑅(𝑥) ∘ 𝑅(𝑥, 𝑦)
𝜇𝑅 (𝑦) = ⋁𝑦[𝜇𝑅 (𝑥) ∧ 𝜇𝑅 (𝑥, 𝑦)]

Tabel 9.1 Derajat Keanggotaan 𝑅(𝑥)


𝑥 1 2 3 4
𝜇𝑅 (𝑥) 1 0.6 0.2 0

Tabel 9.2 Derajat Keanggotaan 𝑅(𝑥, 𝑦)


𝑥 𝑦 1 2 3 4
1 1 0.5 0 0
2 0.5 1 0.5 0
3 0 0.5 1 0.5
4 0 0 0.5 1

Melalui operasi komposisi, didapatkan hasil 𝑅(𝑦) seperti yang


ditunjukkan pada tabel 9.3. Prosedur penalaran ini disebut inferensia fuzzy oleh
modus ponen umum. Yaitu,
Modus ponen umum (GMP)
Input : 𝑅(𝑥) pada (tabel 9.1)
Aturan : 𝑅(𝑥, 𝑦) pada (tabel 9.2)
Hasil : 𝑅(𝑦) pada (tabel 9.3)

Tabel 9.3 Derajat keanggotaan dari R(y)


𝑦 1 2 3 4
𝜇𝑅 (𝑦) 1 0.6 0.5 0.2

Contoh 9.2 Misalkan derajat keanggotaan 𝑅(𝑥) diberikan seperti yang


ditunjukkan pada tabel 9.4, yaitu inputnya dalam bentuk nilai singleton, 𝑥 = 2.
Hasil inferensi diberikan dalam tabel 9.5 ketika input diberikan 𝑥 = 2. Hasilnya
diperoleh dalam bentuk himpunan fuzzy.

6
Tabel 9.4 nilai input tunggal 𝑥 = 2
X 1 2 3 4
𝜇𝑅 (𝑥) 0 1 0 0

Tabel 9.5 hasil inferensia ketika 𝑥 = 2


y 1 2 3 4
𝜇𝑅 (𝑦) 0.5 1 0.5 0

Untuk menentukan closest, menggunakan teknik pengukuran jarak antara


himpunan fuzzy, prosedur ini disebut "pendekatan linguistik". Pada pendekatan
linguistik, mencoba untuk menemukan bentuk linguistik yang memiliki jarak
minimum dari himpunan fuzzy yang diberikan.

9.2 Aturan Fuzzy dan Implikasi


9.2.1 Aturan Fuzzy Jika-Maka
Bentuk umum aturan fuzzy
R:jika 𝑥 adalah A, maka 𝑦 adalah B
dimana A dan B adalah nilai linguistik yang didefinisikan oleh himpunan fuzzy ,
masing-masing di semesta X dan Y. Aturan ini juga disebut “fuzzy implikasi”
atau pernyataan bersyarat fuzzy. Bagian "𝑥 adalah A" disebut "anteseden" atau
"premis", sedangkan "𝑦 adalah B" disebut "akibat" atau "kesimpulan". Secara
umum, anteseden dan akibatnya direpresentasikan oleh bentuk variabel linguistik
yang dibahas pada bab sebelumnya.
Sebelum menggunakan aturan fuzzy jika-maka untuk memodelkan dan
menganalisis suatu sistem, pertama memformalkan apa yang dimaksud dengan
pernyataan.
R: “jika 𝑥 adalah A, maka 𝑦 adalah B”
Disingkat
𝑅: 𝐴 → 𝐵

7
Pada intinya, pernyataan mendeskripsikan relasi antara dua variabel 𝑥 dan
𝑦. Hal ini menunjukkan bahwa aturan fuzzy dapat didefinisikan sebagai relasi
biner 𝑅 pada ruang hasilkali 𝑋 × 𝑌.

9.2.2 Implikasi Fuzzy


Berdasarkan interpretasi hasilkali Kartesius dan berbagai operator t-norm
dan t-conorm, sejumlah metode yang memenuhi syarat dapat dirumuskan untuk
menghitung relasi fuzzy
𝑅=𝐴→𝐵
R dapat dipandang sebagai himpunan fuzzy dengan fungsi keanggotaan dua
dimensi
𝜇𝑅 (𝑥, 𝑦) = 𝑓(𝜇𝐴 (𝑥), 𝜇𝐵 (𝑦))
dimana fungsi 𝑓, disebut "fungsi implikasi fuzzy", mengubah derajat keanggotaan
𝑥 di A dan 𝑦 di B menjadi (𝑥, 𝑦) pada 𝐴 × 𝐵. Diperkenalkan dua fungsi implikasi
fuzzy
1. Aturan operasi minimum pada implikasi fuzzy [Mamdani].
Menginterpretasikan implikasi fuzzy sebagai operasi minimum
𝑅𝐶 = 𝐴 × 𝐵

= ∫𝑋×𝑌 𝜇𝐴 (𝑥) ∧ 𝜇𝐵 (𝑦)/(𝑥, 𝑦)


dimana ∧ adalah operator minimum
2. Aturan operasi hasilkali dari implikasi fuzzy [Larsen].
Mengimplementasikan implikasi oleh operasi hasilkali.
𝑅𝑃 = 𝐴 × 𝐵

= ∫𝑋×𝑌 𝜇𝐴 (𝑥). 𝜇𝐵 (𝑦)/(𝑥, 𝑦)


dimana ∙ adalah operasi hasilkali aljabar
Ketika menggunakan konjungsi untuk hasilkali Kartesius pada X dan Y,
implikasi fuzzy minimum Mamdani, 𝑅𝐶 diperoleh jika operator minimum
digunakan untuk konjungsi; Hasilkali implikasi fuzzy Larsen 𝑅𝑃 diperoleh jika
menggunakan hasilkali aljabar. Dua fungsi implikasi 𝑅𝐶 dan 𝑅𝑃 sering
mengadopsi fungsi pada penalaran fuzzy.

8
9.2.3 Contoh Implikasi Fuzzy
Contoh 9.3 Terdapat aturan fuzzy di bawah ini.
Jika suhu tinggi, maka kelembabannya cukup tinggi
Ini adalah aturan fuzzy dan relasi fuzzy. Akan ditentukan fungsi keanggotaan dari
aturan. Misalkan T dan H masing-masing adalah semesta dari suhu dan
kelembaban, dan tentukan variabel 𝑡 ∈ 𝑇 dan ℎ ∈ 𝐻. Merepresentasikan bentuk
fuzzy "tinggi" dan "cukup tinggi" masing-masing oleh A dan B:
A=”Tinggi", 𝐴 ⊆ 𝑇
B=”Cukup Tinggi”, 𝐵 ⊆ 𝐻
Tabel 9.6 Derajat keanggotaan dari A di T (Suhu)
T 20 30 40
𝜇𝐴 (𝑡) 0,1 0,5 0,9

Tabel 9.7 Derajat keanggotaan B di H (kelembaban)


H 20 50 70 90
𝜇𝐵 (ℎ) 0,2 0,6 0,7 1

maka aturan di atas dapat ditulis ulang sebagai


𝑅(𝑡, ℎ): jika 𝑡 adalah A, maka ℎ adalah B
Dalam aturan (relasi), dapat diperoleh dua proposisi predikat:
𝑅(𝑡):t adalah A
𝑅(ℎ):h adalah B
Menjadi
𝑅(𝑡, ℎ): 𝑅(𝑡) → 𝑅(ℎ)
jika diketahui fungsi keanggotaan A dan B, dapat ditentukan 𝑅(𝑡,ℎ) = 𝐴 × 𝐵
dengan menggunakan fungsi implikasi fuzzy dimana 𝑅(𝑡,ℎ) ⊆ 𝑇 × 𝐻 asumsikan
fungsi anggota 𝜇𝐴 (𝑡)dan 𝜇𝐵 (ℎ) masing-masing diberikan pada (Tabel 9.6, 9.7).
Untuk mendapatkan relasi untuk implikasi padA aturan fuzzy di atas,
dipilih fungsi implikasi antara A dan B. Sederhananya, ambil operasi min
Mamdani di bagian sebelumnya

𝑅𝐶 (𝑡, ℎ) = 𝐴 × 𝐵 = ∫ 𝜇𝐴 (𝑡) ∧ 𝜇𝐵 (ℎ)/(𝑡, ℎ)

9
Ketika menerapkan operasi minimum pada hasilkali Kartesius 𝐴 × 𝐵, didapatkan
relasi 𝑅𝐶 seperti yang ditunjukkan pada (Tabel 9.8.) keanggotaan 𝑅𝐶
merepresentasikan aturan fuzzy. Dimana 𝜇𝑅𝐶 (20,50) = 0,1 diperoleh dari
minimum 𝜇𝐴 (20) = 0,1 dan 𝜇𝐵 (50) = 0,6 dengan cara yang sama 𝜇𝑅𝐶 (30,20) =
0,2 diperoleh dari minimum 𝜇𝐴 (30) = 0,5 dan 𝜇𝐵 (20) = 0,2.

Contoh 9.4 Misalkan, jika ingin mendapatkan informasi kelembaban ketika


diketahui premis berikut.
"Temperaturnya cukup tinggi"
Ditulis ulang sebagai
𝑅(𝑡): "𝑡 adalah 𝐴′" dimana 𝐴′ = cukup tinggi
dimana pernyataan fuzzy 𝐴′ ⊆ 𝑇 didefinisikan di (tabel 9.9)
Tabel 9.8 Keanggotaan dari aturan 𝑅𝑐 = 𝐴 × 𝐵
ℎ 𝑡 20 50 70 90
20 0,1 0,1 0,1 0,1
30 0,2 0,5 0,5 0,5
40 0,2 0,6 0,7 0,9

Tabel 9.9 Derajat keanggotaan fungsi 𝐴′ di 𝑇 (Suhu)


T 20 30 40
𝜇𝐴′ (𝑡) 0,01 0,25 0,81

𝐴′ ≠ 𝐴 dengan demikian menerapkan metode inferensi fuzzy modus ponens


umum. Menggunakan aturan komposisi inferensi dengan komposisi maximum-
minimum
𝑅(ℎ) = 𝑅(𝑡) ∘ 𝑅𝐶 (𝑡, ℎ)
dimana 𝑅(𝑡) di (Tabel 9.9) dan 𝑅𝐶 (𝑡, ℎ) di (Tabel 9.8)
Jika kita menyatakan hasil inferensia sebagai 𝐵′, 𝐵′ adalah informasi tentang
kelembaban saat "suhu cukup tinggi" (Tabel 9.10).

10
9.2.4 Contoh Tambahan
Contoh 9.4.1 Terdapat aturan fuzzy dan himpunan fuzzy

R: Jika x adalah A maka y adalah C

atau

R: A(x)→ C(y)

A 𝑎1 𝑎2 𝑎3 𝑎4

𝜇𝐴 0.2 0.4 0.6 0.8

C 𝑦1 𝑦2 𝑦3

𝜇𝐶 0.4 0.6 0.9

Hitung relasi implikasi R(x, y) dengan menggunakan operator min dan perkalian.

Jawab

𝑅𝑐 = 𝐴 × 𝐶

𝜇𝐴 (𝑎) ∧ 𝜇𝐵 (𝑦)
𝑅𝑐 = ∫
𝑎×𝑦 (𝑎, 𝑦)

0.2 0.2 0.2 0.4 0.4 0.4 0.4


= + + + + + +
(𝑎1 , 𝑦1 ) (𝑎1 , 𝑦2 ) (𝑎1 , 𝑦3 ) (𝑎2 , 𝑦1 ) (𝑎2 , 𝑦2 ) (𝑎2 , 𝑦3 ) (𝑎3 , 𝑦1 )
0.6 0.6 0.4 0.6 0.8
+ + + + +
(𝑎3 , 𝑦2 ) (𝑎3 , 𝑦3 ) (𝑎4 , 𝑦1 ) (𝑎4 , 𝑦2 ) (𝑎4 , 𝑦3 )

𝑅𝑃 = 𝐴 × 𝐶

𝜇𝐴 (𝑎) ⋅ 𝜇𝐵 (𝑦)
𝑅𝑐 = ∫
𝑎×𝑦 (𝑎, 𝑦)

0.08 0.12 0.18 0.16 0.24 0.36 0.24


= + + + + + +
(𝑎1 , 𝑦1 ) (𝑎1 , 𝑦2 ) (𝑎1 , 𝑦3 ) (𝑎2 , 𝑦1 ) (𝑎2 , 𝑦2 ) (𝑎2 , 𝑦3 ) (𝑎3 , 𝑦1 )
0.36 0.54 0.32 0.48 0.72
+ + + + +
(𝑎3 , 𝑦2 ) (𝑎3 , 𝑦3 ) (𝑎4 , 𝑦1 ) (𝑎4 , 𝑦2 ) (𝑎4 , 𝑦3 )

11
Contoh 9.4.2 Fakta 𝐴′ diberikan untuk aturan contoh sebelumnya

𝐴′ 𝑎1 𝑎2 𝑎3 𝑎4

𝜇𝐴′ 0.5 0.6 0.7 1.0

Hitung output 𝐶′ ketika mengaplikasi operasi komposisi untuk fakta 𝐴′ dan aturan
R(x,y)

Jawaban

Dengan menggunakan operasi min-max sebagai operasi komposisi diperoleh

a) untuk operator min pada implikasi

𝐶𝑐′ 𝑦1 𝑦2 𝑦3

𝜇𝐶𝑐′ 0.4 0.6 0.8

b) untuk operator perkalian pada implikasi

𝐶𝑝′ 𝑦1 𝑦2 𝑦3

𝜇𝐶𝑝′ 0.4 0.6 0.8

9.3 Mekanisme Inferensia


9.3.1 Dekomposisi Aturan Dasar
Ketika memodelkan sistem pengetahuan, sering direpresentasikan oleh
bentuk "Aturan dasar fuzzy". Aturan dasar fuzzy terdiri dari aturan fuzzy jika-
maka. Dalam banyak kasus, penalaran fuzzy pada aturan dasar fuzzy didasarkan
pada data inferensia (GNP: modus ponens umum). Aturan dasar memiliki bentuk
sistem MIMO (multiple input multiple output).
Jika ingin memperoleh hasil inferensia (𝐵’) berdasarkan contoh 9.3,
𝐵’ merupakan informasi tentang kelembaban saat "suhu cukup tinggi".
𝑅(ℎ) = 𝑅(𝑡) ∘ 𝑅𝐶 (𝑡, ℎ)

𝜇𝐵′ (ℎ) = 𝑚𝑎𝑥 {𝑚𝑖𝑛{𝜇𝐴′ (𝑡), 𝜇𝑅𝐶 (𝑡, ℎ)}}

𝜇𝐵′ (20) = 𝑚𝑎𝑥 {𝑚𝑖𝑛{𝜇𝐴′ (𝑡), 𝜇𝑅𝐶 (20)}} = 𝑚𝑎𝑥{0.01, 0.2, 0.2} = 0.2

12
𝜇𝐵′ (50) = 𝑚𝑎𝑥 {𝑚𝑖𝑛{𝜇𝐴′ (𝑡), 𝜇𝑅𝐶 (50)}} = 𝑚𝑎𝑥{0.01, 0.25, 0.6} = 0.6

𝜇𝐵′ (70) = 𝑚𝑎𝑥 {𝑚𝑖𝑛{𝜇𝐴′ (𝑡), 𝜇𝑅𝐶 (70)}} = 𝑚𝑎𝑥{0.01, 0.25, 0.7} = 0.2

𝜇𝐵′ (90) = 𝑚𝑎𝑥 {𝑚𝑖𝑛{𝜇𝐴′ (𝑡), 𝜇𝑅𝐶 (90)}} = 𝑚𝑎𝑥{0.01, 0.25, 0.81} = 0.81

Tabel 9.10 Hasil Inferensia Fuzzy


h 20 50 70 90
𝜇𝐵′ (ℎ) 0.2 0.6 0.7 0.81

1 2 𝑛
𝑅 = {𝑅𝑀𝐼𝑀𝑂 , 𝑅𝑀𝐼𝑀𝑂 , … , 𝑅𝑀𝐼𝑀𝑂 }

𝑖
Dimana 𝑅𝑀𝐼𝑀𝑂 merepresentasikan aturan :
Jika 𝑥 adalah 𝐴𝑖 dan 𝑦 adalah 𝐵𝑖 maka 𝑧1 adalah 𝐶𝑖 , … . . , 𝑧𝑞 adalah 𝐷𝑖 ,
𝑖
Anteseden dari 𝑅𝑀𝐼𝑀𝑂 membentuk himpunan fuzzy 𝐴𝑖 𝑥 … … 𝑥 𝐵𝑖 pada “Ruang
produk” 𝑈 × … × 𝑉 . Akibatnya adalah “gabungan” pada aturan 𝑞 bebas (𝑧1 +
𝑖
𝑧2 + ⋯ + 𝑧𝑞 ). Demikian aturan ke-i 𝑅𝑀𝐼𝑀𝑂 dapat direpresentasikan sebagai
implikasi dari fuzzy
𝑖
𝑅𝑀𝐼𝑀𝑂 : (𝐴𝑖 × … × 𝐵𝑖 ) → (𝑧1 + ⋯ + 𝑧𝑞 )

Dari pernyataan di atas, dapat dikatakan bahwa aturan dasar 𝑅 dapat


direpresentasikan sebagai gabungan
𝑛
𝑖
𝑅 = {⋃ 𝑅𝑀𝐼𝑀𝑂 }
𝑖=1

= {⋃[(𝐴𝑖 × … × 𝐵𝑖 ) → (𝑧1 + ⋯ + 𝑧𝑞 )]}


𝑖=1

𝑛 𝑛 𝑛

= {⋃[(𝐴𝑖 × … × 𝐵𝑖 ) → 𝑧1 ], ⋃[(𝐴𝑖 × … × 𝐵𝑖 ) → 𝑧2 ], … , ⋃[(𝐴𝑖 × … × 𝐵𝑖 ) → 𝑧𝑞 ]}


𝑖=1 𝑖=1 𝑖=1

𝑞 𝑛

= {⋃ ⋃[(𝐴𝑖 × … × 𝐵𝑖 ) → 𝑧𝑘 ]}
𝑘=1 𝑖=1

𝑞
𝑘 𝑘
= {⋃ 𝑅𝐵𝑀𝐼𝑆𝑂 } 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑛𝑎 𝑅𝐵𝑀𝐼𝑆𝑂 = [(𝐴𝑖 × … × 𝐵𝑖 ) → 𝑧𝑖 ]
𝑘=1

13
1 2 𝑘 𝑞
= {𝑅𝐵𝑀𝐼𝑆𝑂 , 𝑅𝐵𝑀𝐼𝑆𝑂 , … , 𝑅𝐵𝑀𝐼𝑆𝑂 , … , 𝑅𝐵𝑀𝐼𝑆𝑂 }

𝑘
Akibatnya, aturan dasar 𝑅 terdiri dari himpunan sub-aturan dasar 𝑅𝐵𝑀𝐼𝑆𝑂
𝑘
dimana 𝑘 = 1,2, … , 𝑞. Sub-aturan dasar 𝑅𝐵𝑀𝐼𝑀𝑂 mempunyai variabel “multiple
input” dan variabel “single control”. Sehingga struktur aturan umum dari sistem
fuzzy MIMO dapat direpresentasikan sebagai kumpulan dari sistem fuzzy MISO
1 2 𝑘 𝑞
𝑅 = {𝑅𝐵𝑀𝐼𝑆𝑂 , 𝑅𝐵𝑀𝐼𝑆𝑂 , … , 𝑅𝐵𝑀𝐼𝑆𝑂 , … , 𝑅𝐵𝑀𝐼𝑆𝑂 }

𝑘
dimana 𝑅𝐵𝑀𝐼𝑆𝑂 merepresentasikan aturan :
jika 𝑥 adalah 𝐴𝑖 dan … , 𝑦 adalah 𝐵𝑖 maka 𝑧𝑘 adalah 𝐶𝑖 , untuk 𝑖 = 1,2, … . , 𝑛

9.3.2 Aturan Dasar Two-Input/Single-Output


Bentuk umum dari aturan fuzzy kontrol MISO pada kasus sistem Two-
Input/Single-Output,
𝐼𝑛𝑝𝑢𝑡 ∶ 𝑢 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 𝐴′ 𝑑𝑎𝑛 𝑣 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 𝐵′

𝑅1 : 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑢 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 𝐴1 𝑑𝑎𝑛 𝑣 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 𝐵1 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝑤 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 𝐶1

𝑅2 : 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑢 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 𝐴2 𝑑𝑎𝑛 𝑣 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 𝐵2 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝑤 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 𝐶2

𝑅𝑛 : 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑢 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 𝐴𝑛 𝑑𝑎𝑛 𝑣 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 𝐵𝑛 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝑤 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 𝐶𝑛

𝑎𝑘𝑖𝑏𝑎𝑡𝑛𝑦𝑎 ∶ 𝑤 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 𝐶′

dimana 𝑢, 𝑣, dan 𝑤 adalah variabel linguistik yang masing-masing


merepresentasikan proses variabel dan variabel kontrol. 𝐴𝑖 , 𝐵𝑖 , dan 𝐶𝑖 adalah nilai
linguistik dari variabel linguistik 𝑢, 𝑣, 𝑑𝑎𝑛 𝑤 pada masing-masing semesta
𝑈, 𝑉, dan 𝑊 untuk 𝑖 = 1,2, … . , 𝑛.
Aturan fuzzy kontrol
𝑅𝑖 : 𝐽𝑖𝑘𝑎 𝑢 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 𝐴𝑖 𝑑𝑎𝑛 𝑣 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 𝐵𝑖 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝑤 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 𝐶𝑖
adalah diimplementasikan sebagai relasi fuzzy 𝑅𝑖 dan didefiniskan sebagai
𝑅𝑖 : (𝐴𝑖 𝑑𝑎𝑛 𝐵𝑖 ) → 𝐶𝑖 atau

𝜇𝑅𝑖 = 𝜇(𝐴𝑖𝑑𝑎𝑛 𝐵𝑖→𝐶𝑖) (𝑢, 𝑣, 𝑤)

= [𝜇𝐴𝑖 (𝑢)𝑑𝑎𝑛 𝜇𝐵𝑖 (𝑣)] → 𝜇𝐶𝑖 (𝑤)

14
dimana “𝐴𝑖 dan 𝐵𝑖 ” adalah himpunan fuzzy 𝐴𝑖 × 𝐵𝑖 pada 𝑈 × 𝑉.
𝑅𝑖 : (𝐴𝑖 dan 𝐵𝑖 ) → 𝐶𝑖 adalah relasi implikasi fuzzy pada 𝑈 × 𝑉 × 𝑊, dan →
melambangkan fungsi implikasi fuzzy.

9.3.3 Aturan Komposisi Inferensia

Perhatikan aturan single fuzzy tunggal dan inferensianya (GMP :


generalized modus ponens)
𝑅1 : 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑣 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 𝐴 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝑤 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 𝐶

𝑖𝑛𝑝𝑢𝑡 ∶ 𝑣 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 𝐴′

𝑅𝑒𝑠𝑢𝑙𝑡 ∶ 𝐶′

𝐴 ⊂ 𝑈 , 𝐶 ⊂ 𝑊, 𝑣 ∈ 𝑈, 𝑑𝑎𝑛 𝑤 ∈ 𝐶. Aturan fuzzy diinterpretasikan sebagai implikasi


(𝐴 → 𝐶) dan didefinisikan pada ruang hasilkali 𝑈 × 𝑊
𝑅1 : 𝐴 → 𝐶 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑅1 : 𝐴 × 𝐶

𝑅1 ⊂ 𝑈 × 𝑊

ketika input 𝐴′ diberikan ke sistem inferensia, output 𝐶 ′ diperoleh dari operasi


inferensia yang dinotasikan dengan operator komposisi " ∘ "
𝐶 ′ = 𝐴′ ∘ 𝑅1

Prosedur inferensia ini disebut “aturan komposisi dari inferensia”. Oleh karena
itu, inferensia ditentukan oleh dua faktor yaitu : “operator implikasi” dan
“operator komposisi”. Seperti yang telah diketahui sebelumnya, untuk implikasi
pada ruang hasilkali Kartesius 𝑅 = 𝐴 𝑋 𝐶 dua operator yang sering digunakan :
𝐼𝑚𝑝𝑙𝑖𝑘𝑎𝑠𝑖 𝑀𝑎𝑚𝑑𝑎𝑛𝑖 (𝑅𝐶 ): 𝑜𝑝𝑒𝑟𝑎𝑡𝑜𝑟 𝑚𝑖𝑛

𝐼𝑚𝑝𝑙𝑖𝑘𝑎𝑠𝑖 𝐿𝑎𝑟𝑠𝑒𝑛 (𝑅𝑃 ): ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑘𝑎𝑙𝑖 𝑜𝑝𝑒𝑟𝑎𝑡𝑜𝑟 𝑎𝑙𝑗𝑎𝑏𝑎𝑟


untuk komposisi, dikenalkan dengan dua operator
𝐾𝑜𝑚𝑝𝑜𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑀𝑎𝑚𝑑𝑎𝑛𝑖 ∶ 𝑚𝑎𝑥 − 𝑚𝑖𝑛

𝐾𝑜𝑚𝑝𝑜𝑠𝑖𝑠𝑖 𝐿𝑎𝑟𝑠𝑒𝑛 ∶ ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑘𝑎𝑙𝑖 − 𝑚𝑎𝑥

Lemma berikut menunnjukkan mekanisme inferensia ketika aturan fuzzy


sederhana diberikan.

15
Lemma 1 (untuk 1 input singleton, hasil C’ diperoleh dari C dan derajat
kesesuaian 𝛼1 , Gambar 9.1)
ketika aturan fuzzy 𝑅1 dan input singleton 𝑢0 diberikan
𝑅1 : 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑢 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 𝐴 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝑤 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 𝐶,

𝐴𝑡𝑎𝑢 𝑅1 : 𝐴 → 𝐶

hasil inferensia 𝐶’ didefinisikan dengan fungsi keanggotaan 𝜇𝐶 (𝑤)

𝜇𝑐 (𝑤) = 𝛼1 ∧ 𝜇𝑐 (𝑤) 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑅𝑐 (𝐼𝑚𝑝𝑙𝑖𝑘𝑎𝑠𝑖 𝑀𝑎𝑚𝑑𝑎𝑛𝑖)

𝜇𝑐 (𝑤) = 𝛼1 ∙ 𝜇𝑐 (𝑤) 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑅𝑝 (𝐼𝑚𝑝𝑙𝑖𝑘𝑎𝑠𝑖 𝐿𝑎𝑟𝑠𝑒𝑛)

(Bukti) 𝜇𝑅1 (𝑢, 𝑤) = 𝜇𝐴 (𝑢) → 𝜇𝑐 (𝑤)

Dengan aturan komposisi dari inferensia,


𝐶 ′ = 𝐴′ ⋄ (𝐴 → 𝐶) = 𝐴′ ⋄ 𝑅1
pada kasus 𝑨’ = 𝑢0
𝜇𝑐 (𝑤) = 𝜇0 ⋄ (𝜇𝐴 (𝑢) → 𝜇𝑐 (𝑤))

= 𝜇𝐴 (𝑢0 ) → 𝜇𝑐 (𝑤)
i) jika diterapkan operator minimum untuk implikasinya,
𝜇𝑐′ (𝑤) = min [𝜇𝐴 (𝑢0 ), 𝜇𝑐 (𝑤)]
= 𝛼1 ∧ 𝜇𝑐 (𝑤) 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑛𝑎 𝛼1 = 𝜇𝐴 (𝑢0 )

ii) jika kita menggunakan operator hasilkali Larsen untuk implikasinya,


𝜇𝐶 ′ (𝑤) = 𝜇𝐴 (𝑢0 ) → 𝜇𝐶 (𝑤)

= 𝜇𝐴 (𝑢0 ) ∙ 𝜇𝐶 (𝑤)

= 𝛼1 ∙ 𝜇𝐶 (𝑤) 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑛𝑎 𝛼1 = 𝜇𝐴 (𝑢0 )

𝛼1 disebut “derajat kesesuaian” , “derajat kepuasan”, atau “kekuatan


penembakan”.

Lemma 2 (untuk 1 input fuzzy, hasil C’ diperoleh dari C dan derajat kesesuaian
𝛼1 , Gambar 9.2)
Ketika aturan fuzzy 𝑅1 : 𝐴 → 𝐶 dan input 𝐴’ diberikan , hasil inferensia 𝐶’
didefinisikan dengan fungsi keanggotaan 𝜇𝑐′ .

16
Gambar 9.1 Grafik representasi Lemma 1 dengan 𝑅𝐶
(ketika input singleton diberikan, 𝐶′ diperoleh dari 𝐶 dan 𝛼1 )
𝜇𝐶 ′ (𝑤) = 𝛼1 ∧ 𝜇𝐶 (𝑤) untuk 𝑅𝐶
𝜇𝐶 ′ (𝑤) = 𝛼1 ∙ 𝜇𝐶 (𝑤) untuk 𝑅𝑃
dimana 𝛼1 = max[𝜇𝐴′ (𝑢) ∧ 𝜇𝐴 (𝑢)]
𝑢

(Bukti)
a) 𝑅𝐶 , dengan menerapkan operator minimum untuk implikasi dan max-min untuk
komposisi
𝐶 ′ = 𝐴′ ∘ (𝐴 → 𝐶)

= 𝐴′ ∘ (𝐴 × 𝐶)

= 𝐴′ ∘ 𝑅1

𝜇𝑅1 (𝑢, 𝑤) = min[𝜇𝐴 (𝑢), 𝜇𝐶 (𝑤)] = [𝜇𝐴 (𝑢) ∧ 𝜇𝐶 (𝑤)]

𝜇𝐶 ′ (𝑤) = {𝜇𝐴′ (𝑢) ∘ (𝜇𝐴 (𝑢) → 𝜇𝐶 (𝑤))} = {𝜇𝐴′ (𝑢) ∘ 𝜇𝑅1 (𝑢, 𝑤)}

= max{𝜇𝐴′ (𝑢) ∧ 𝜇𝑅1 (𝑢, 𝑤)}


𝑢

= max{𝜇𝐴′ (𝑢) ∧ [𝜇𝐴 (𝑢) ∧ 𝜇𝐶 (𝑤)]}


𝑢
operator max dan min bersifat asosiatif sehingga

𝜇𝐶 ′ (𝑤) = max{[𝜇𝐴′ (𝑢) ∧ 𝜇𝐴 (𝑢)] ∧ 𝜇𝐶 (𝑤)}


𝑢

= max[𝜇𝐴′ (𝑢) ∧ 𝜇𝐴 (𝑢)] ∧ 𝜇𝐶 (𝑤)]


𝑢

= 𝛼1 ∧ 𝜇𝐶 (𝑤) 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑛𝑎 𝛼1 = max[𝜇𝐴′ (𝑢) ∧ 𝜇𝐴 (𝑢)]


𝑢

b) 𝑅𝑃 , dengan menerapkan operator perkalian untuk implikasi dan max-min untuk


komposisi

17
𝐶 ′ = 𝐴′ ∘ (𝐴 → 𝐶)

= 𝐴′ ∘ (𝐴 × 𝐶)

= 𝐴′ ∘ 𝑅1

𝜇𝑅1 (𝑢, 𝑤) = 𝜇𝐴 (𝑢) ∙ 𝜇𝐶 (𝑤)

𝜇𝐶 ′ (𝑤) = {𝜇𝐴′ (𝑢) ∘ (𝜇𝐴 (𝑢) → 𝜇𝐶 (𝑤))} = {𝜇𝐴′ (𝑢) ∘ 𝜇𝑅1 (𝑢, 𝑤)}

= max{𝜇𝐴′ (𝑢) ∙ 𝜇𝑅1 (𝑢, 𝑤)}


𝑢

= max{𝜇𝐴′ (𝑢) ∧ [𝜇𝐴 (𝑢) ∙ 𝜇𝐶 (𝑤)]}


𝑢
operator max dan min bersifat asosiatif sehingga

𝜇𝐶 ′ (𝑤) = max{[𝜇𝐴′ (𝑢) ∧ 𝜇𝐴 (𝑢)] ∙ 𝜇𝐶 (𝑤)}


𝑢

= max[𝜇𝐴′ (𝑢) ∧ 𝜇𝐴 (𝑢)] ∙ 𝜇𝐶 (𝑤)]


𝑢

= 𝛼1 ∙ 𝜇𝐶 (𝑤) 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑛𝑎 𝛼1 = max[𝜇𝐴′ (𝑢) ∧ 𝜇𝐴 (𝑢)]


𝑢

9.3.4 Inferensia fuzzy dengan aturan dasar


Akan dibahas sifat-sifat aturan komposisi dari inferensia secara umum
yang telah dibahas pada bab sebelumnya pada kasus:

Grafik 9.2 Grafik representasi Lemma 2 dengan 𝑅𝑐


(dimana input himpunan fuzzy diberikan, 𝐶′ diperoleh dari 𝐶 dan 𝛼1 )

𝑅: ⋃𝑛𝑖=1 𝑅𝑖

𝑅𝑖 : 𝐴𝑖 → 𝐶𝑖

Ada penghubung “juga (also)” atau “lain (else)” antar aturan. Penghubung
tersebut digunakan ketika memperhatikan max-min untuk operator komposisi.
Operator tersebut bersifat komutatif dan kontrol fuzzy dianggap sebagai hasil

18
yang agregat dari aturan kontrol individu. Sehingga penghubung
diimplementasikan sebagai operasi max. Sehingga, akan dilihat sifat yang sama
menggunakan operator hasilkali max untuk komposisi.

Lemma 3 (total hasil 𝐶′ adalah agregasi dari hasil tunggal 𝐶𝑖′ , Gambar 9.3)
Hasil dari inferensia C adalah agregasi dari hasil 𝐶𝑖′ yang diperoleh dari aturan
tunggal.
𝑛 𝑛 𝑛

𝐶 = 𝐴 ∘ ⋃ 𝑅𝑖 = ⋃ 𝐴 ∘ 𝑅𝑖 = ⋃ 𝐶𝑖′
′ ′ ′

𝑖=1 𝑖=1 𝑖=1

(Bukti)

𝑛 𝑛
′ ′
𝐶 = 𝐴 ∘ ⋃ 𝑅𝑖 = 𝐴′ ⋃∘ (𝐴𝑖 → 𝐶𝑖 )
𝑖=1 𝑖=1

𝑅𝑖 = 𝐴𝑖 → 𝐶𝑖 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑅𝑖 = 𝐴𝑖 × 𝐶𝑖 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑖 = 1,2, … , 𝑛

Fungsi keanggotaan 𝜇𝑐′ dari himpunan fuzzy 𝐶’ adalah titik demi titik yang
didefinisikan ∀𝑤 ∈ 𝑊 dengan
𝜇𝐶 ′ (𝑤) = 𝜇𝐴′ (𝑢) ∘ max[𝜇𝑅1 (𝑢, 𝑤), 𝜇𝑅2 (𝑢, 𝑤), … , 𝜇𝑅𝑛 (𝑢, 𝑤)]
𝑢,𝑤

Dengan mengganti operator ∘ dengan operator max-min, maka

𝜇𝑐 ′ (𝑤) = max min {𝜇𝐴′ (𝑢), max[𝜇𝑅1 (𝑢, 𝑤), 𝜇𝑅2 (𝑢, 𝑤), … , 𝜇𝑅𝑛 (𝑢, 𝑤)] }
𝑢 𝑢 𝑢,𝑤
𝑚𝑎𝑥 𝑚𝑎𝑥
= {min[𝜇𝐴′ (𝑢), 𝜇𝑅1 (𝑢, 𝑤)],
𝑢 𝑢, 𝑤 𝑢
min[𝜇𝐴′ (𝑢), 𝜇𝑅2 (𝑢, 𝑤)] , …,
𝑢

min[𝜇𝐴′ (𝑢), 𝜇𝑅𝑛 (𝑢, 𝑤)]


𝑢

Karena [𝜇𝐴′ (𝑢) ∘ 𝜇𝑅𝑖 (𝑢, 𝑤)] = max min[𝜇𝐴′ (𝑢), 𝜇𝑅𝑖 (𝑢, 𝑤)],
𝑢 𝑢

𝜇𝑐 ′ (𝑤) = max{[𝜇𝐴′ (𝑢) ∘ 𝜇𝑅1 (𝑢, 𝑤)],


𝑢,𝑤

[𝜇𝐴′ (𝑢) ∘ 𝜇𝑅2 (𝑢, 𝑤)], …,


[𝜇𝐴′ (𝑢) ∘ 𝜇𝑅𝑛 (𝑢, 𝑤)]}
karena

19
𝜇𝐶𝑖′ = [𝜇𝐴′ (𝑢) ∘ 𝜇𝑅𝑖 (𝑢, 𝑤)]

𝐶𝑖′ = 𝐴′ ∘ 𝑅𝑖
maka
𝐶 ′ = [𝐴′ ∘ 𝑅1 ] ∪ [𝐴′ ∘ 𝑅2 ] ∪ … ∪ [𝐴′ ∘ 𝑅𝑛 ]
𝑛

= ⋃ 𝐴′ ∘ 𝑅𝑖
𝑖=1
𝑛

= ⋃ 𝐴′ ∘ (𝐴𝑖 → 𝐶𝑖 )
𝑖=1
𝑛

= ⋃ 𝐶𝑖′
𝑖=1

Hasil 𝐶 adalah gabungan (agregasi) hasil 𝐶𝑖′ dari aturan tunggal, yaitu,

𝜇𝐶 ′ (𝑤) = ⋁ 𝜇𝐶𝑖′
𝑖=1

𝑅1 : 𝐴1 → 𝐶1

𝑅2 : 𝐴2 → 𝐶2

20
Gambar 9.3 Lemma 3 (Total hasil 𝐶 ′ adalah gabungan dari hasil individu 𝐶𝑖′ )
Dengan menggeneralisasi Lemma 3 untuk kasus variabel multiple input seperti
𝑛

𝑅: ⋃ 𝑅𝑖
𝑖=1

𝑅𝑖 : 𝐴𝑖 dan 𝐵𝑖 → 𝐶𝑖
Corollary dari Lemma 3 : (Lemma 3 dalam kasus multiple input)
Hasil inferensia 𝐶 adalah agregasi hasil 𝐶𝑖′ yang berasal dari aturan tunggal.
𝑛 𝑛 𝑛

𝐶 ′ = (𝐴′ , 𝐵 ′ ) ∘ ⋃ 𝑅𝑖 = ⋃(𝐴′ , 𝐵 ′ ) ∘ 𝑅𝑖 = ⋃ 𝐶𝑖′


𝑖=1 𝑖=1 𝑖=1

(Bukti)
𝐶 ′ = (𝐴′ , 𝐵 ′ ) ∘ ⋃𝑛𝑖=1 𝑅𝑖 = (𝐴′ , 𝐵 ′ ) ∘ ⋃𝑛𝑖=1(𝐴𝑖 dan 𝐵𝑖 → 𝐶𝑖 )
𝑅𝑖 = 𝐴𝑖 dan 𝐵𝑖 → 𝐶𝑖 atau 𝑅𝑖 = 𝐴𝑖 × 𝐵𝑖 × 𝐶𝑖 untuk 𝑖 = 1, 2, … , 𝑛
Fungsi keanggotaan 𝜇𝐶 ′ dari himpunan fuzzy 𝐶 ′ adalah titik demi titik
didefinisikan ∀𝑤 ∈ 𝑊 oleh
𝜇𝐶 ′ (𝑤) = [𝜇𝐴′ (𝑢), 𝜇𝐵′ (𝑣)] ∘ max[𝜇𝑅1 (𝑢, 𝑣, 𝑤), 𝜇𝑅2 (𝑢, 𝑣, 𝑤), … 𝜇𝑅𝑛 (𝑢, 𝑣, 𝑤)]
𝑢,𝑣,𝑤

Mengganti operator ∘ dengan operator min-max, maka


𝜇𝐶 ′ (𝑤) = max min{[𝜇𝐴′ (𝑢), 𝜇𝐵′ (𝑣)], max[𝜇𝑅1 (𝑢, 𝑣, 𝑤) ,
𝑢,𝑣 𝑢,𝑣 𝑢,𝑣,𝑤

𝜇𝑅2 (𝑢, 𝑣, 𝑤), … 𝜇𝑅𝑛 (𝑢, 𝑣, 𝑤)]}


= max max{min[(𝜇𝐴′ (𝑢), 𝜇𝐵′ (𝑣)), 𝜇𝑅1 (𝑢, 𝑣, 𝑤)],
𝑢,𝑣 𝑢,𝑣,𝑤 𝑢,𝑣

min [(𝜇𝐴′ (𝑢), 𝜇𝐵′ (𝑣)), 𝜇𝑅2 (𝑢, 𝑣, 𝑤)], …,


min [(𝜇𝐴′ (𝑢), 𝜇𝐵′ (𝑣)), 𝜇𝑅𝑛 (𝑢, 𝑣, 𝑤)]}
karena [(𝜇𝐴′ (𝑢), 𝜇𝐵′ (𝑣)) ∘ 𝜇𝑅𝑖 (𝑢, 𝑣, 𝑤)]
= max min[𝜇𝐴′ (𝑢), 𝜇𝐵′ (𝑣), 𝜇𝑅𝑖 (𝑢, 𝑣, 𝑤)],
𝑢,𝑣 𝑢,𝑣

𝜇𝐶 ′ (𝑤) = max{[(𝜇𝐴′ (𝑢), 𝜇𝐵′ (𝑣)) ∘ 𝜇𝑅1 (𝑢, 𝑣, 𝑤)],


𝑢,𝑣,𝑤

[(𝜇𝐴′ (𝑢), 𝜇𝐵′ (𝑣)) ∘ 𝜇𝑅2 (𝑢, 𝑣, 𝑤)], …,


[(𝜇𝐴′ (𝑢), 𝜇𝐵′ (𝑣)) ∘ 𝜇𝑅𝑛 (𝑢, 𝑣, 𝑤)]}
karena
𝜇𝐶𝑖′ = [(𝜇𝐴′ (𝑢), 𝜇𝐵′ (𝑣)) ∘ 𝜇𝑅𝑖 (𝑢, 𝑣, 𝑤)]

𝐶𝑖′ = (𝐴′ , 𝐵 ′ ) ∘ 𝑅𝑖

21
maka
𝐶 ′ = [(𝐴′ , 𝐵 ′ ) ∘ 𝑅1 ] ∪ [(𝐴′ , 𝐵 ′ ) ∘ 𝑅2 ] ∪ … ∪ [(𝐴′ , 𝐵 ′ ) ∘ 𝑅𝑛 ]
𝑛

= ⋃(𝐴′ , 𝐵 ′ ) ∘ 𝑅𝑖
𝑖=1

= ⋃𝑛𝑖=1(𝐴′ , 𝐵 ′ ) ∘ (𝐴𝑖 dan 𝐵𝑖 → 𝐶𝑖 )


𝑛

= ⋃ 𝐶𝑖′
𝑖=1

sehingga,
𝑛

𝜇𝐶 ′ (𝑤) = ⋁ 𝜇𝐶𝑖′
𝑖=1

Lemma 4: (𝑅𝑖 : (𝐴𝑖 × 𝐵𝑖 → 𝐶𝑖 ) memuat 𝑅𝑖1 : (𝐴𝑖 → 𝐶𝑖 ) dan 𝑅𝑖2 : (𝐵𝑖 → 𝐶𝑖 ),


Gambar 9.4)
Ketika ada aturan 𝑅𝑖 dengan dua variabel input 𝐴𝑖 dan 𝐵𝑖 , hasil inferensia
𝐶𝑖′ diperoleh dari inferensia tunggal 𝑅𝑖1 : (𝐴𝑖 → 𝐶𝑖 ) dan 𝑅𝑖2 : (𝐵𝑖 → 𝐶𝑖 ).
𝐶𝑖′ = (𝐴′ , 𝐵 ′ ) ∘ (𝐴𝑖 dan 𝐵𝑖 → 𝐶𝑖 )
= [𝐴′ ∘ (𝐴𝑖 → 𝐶𝑖 )] ∩ [𝐵 ′ ∘ (𝐵𝑖 → 𝐶𝑖 )] jika 𝜇𝐴1 ×𝐵1 = 𝜇𝐴1 ∧ 𝜇𝐵1 (untuk
𝑅𝐶 )
= [𝐴′ ∘ 𝑅𝑖1 ] ∩ [𝐵 ′ ∘ 𝑅𝑖2 ] dimana 𝑅𝑖1 = 𝐴𝑖 → 𝐶𝑖 dan 𝑅𝑖2 = 𝐵𝑖 → 𝐶𝑖
= 𝐶𝑖1 ∩ 𝐶𝑖2 dimana 𝐶𝑖1 = 𝐴′ ∘ 𝑅𝑖1 dan 𝐶𝑖2 = 𝐴′ ∘ 𝑅𝑖2
𝐶𝑖′ = (𝐴′ , 𝐵 ′ ) ∘ (𝐴𝑖 dan 𝐵𝑖 → 𝐶𝑖 )
= [𝐴′ ∘ (𝐴𝑖 → 𝐶𝑖 )] ∙ [𝐵 ′ ∘ (𝐵𝑖 → 𝐶𝑖 )] jika 𝜇𝐴1×𝐵1 = 𝜇𝐴1 ∙ 𝜇𝐵1 (untuk
𝑅𝑃 )

(Bukti) Membuktikan lemma pada kasus 𝑅𝐶 .


𝐶𝑖′ = (𝐴′ , 𝐵 ′ ) ∘ (𝐴𝑖 dan 𝐵𝑖 → 𝐶𝑖 )
𝜇𝐶𝑖′ = (𝜇𝐴′ , 𝜇𝐵′ ) ∘ 𝜇𝐴𝑖 ×𝐵𝑖 → 𝜇𝐶

= (𝜇𝐴′ , 𝜇𝐵′ ) ∘ (min ( 𝜇𝐴𝑖 , 𝜇𝐵𝑖 ) → 𝜇𝐶𝑖 )


= (𝜇𝐴′ , 𝜇𝐵′ ) ∘ min[ ( 𝜇𝐴𝑖 → 𝜇𝐶𝑖 ), (𝜇𝐵𝑖 → 𝜇𝐶𝑖 )]
Jika mengganti operator ∘ dengan operator max-min,

22
𝜇𝐶𝑖′ = max min{(𝜇𝐴′ , 𝜇𝐵′ ), min[( 𝜇𝐴𝑖 → 𝜇𝐶𝑖 ), (𝜇𝐵𝑖 → 𝜇𝐶𝑖 )]}
𝑢,𝑣

= max min{min[ 𝜇𝐴′ , ( 𝜇𝐴𝑖 → 𝜇𝐶𝑖 )], min[𝜇𝐵′ , (𝜇𝐵𝑖 → 𝜇𝐶𝑖 )]}
𝑢,𝑣

= min{[𝜇𝐴′ ∘ ( 𝜇𝐴𝑖 → 𝜇𝐶𝑖 )], [𝜇𝐵′ ∘ ( 𝜇𝐵𝑖 → 𝜇𝐶𝑖 )]}


Oleh karena itu diperoleh
𝐶𝑖′ = [𝐴′ ∘ (𝐴𝑖 → 𝐶𝑖 )] ∩ [𝐵 ′ ∘ (𝐵𝑖 → 𝐶𝑖 )]
= [𝐴′ ∘ 𝑅𝑖1 ] ∩ [𝐵 ′ ∘ 𝑅𝑖2 ]
= 𝐶𝑖1 ∩ 𝐶𝑖2
Ini berarti bahwa hasil inferensia 𝐶𝑖′ diperoleh dengan irisan antara inferensi
tunggal.
𝐴′ ∘ (𝐴𝑖 → 𝐶𝑖 ) dan 𝐵 ′ ∘ (𝐵𝑖 → 𝐶𝑖 ). Lemma selanjutnya menunjukkan bahwa
bisa diterapkan operator min di antara 𝜇𝐴𝑖 (𝑢0 ) dan 𝜇𝐵𝑖 (𝑣0 ) dimana ada 2
input singleton 𝑢0 dan 𝑣0 .
Lemma 5: (Untuk input singleton, 𝐶𝑖′ ditentukan oleh derajat kesesuaian
minimum dari 𝐴𝑖 dan 𝐵𝑖 , gambar 9.5)
Jika input adalah fuzzy singleton, yaitu 𝐴′ = 𝑢0 , 𝐵 ′ = 𝑣0 , derajat
kesesuaian 𝛼𝑖 adalah nilai minimum antara 𝜇𝐴𝑖 (𝑢0 ) dan 𝜇𝐵𝑖 (𝑣0 ) dari lemma 1,
hasil inferensia dapat diturunkan dengan menggunakan Aturan Operasi Minimum
Mamdani, 𝑅𝑐 dan Aturan Operasi Hasilkali Larsen 𝑅𝑃 untuk implikasinya.

23
Gambar 9.4 Lemma 4 (Aturan 𝑅𝑖 dapat diuraikan menjadi 𝑅𝑖1 dan 𝑅𝑖2 dan hasil 𝐶𝑖′
dari 𝑅𝑖 adalah irisan hasil 𝐶𝑖1 dan 𝐶𝑖2 masing-masing dari 𝑅𝑖1 dan 𝑅𝑖2 ).
𝜇𝐶𝑖′ (𝑤) = 𝛼𝑖 ∧ 𝜇𝐶𝑖 (𝑤) untuk 𝑅𝐶

𝜇𝐶𝑖′ (𝑤) = 𝛼𝑖 ∙ 𝜇𝐶𝑖 (𝑤) untuk 𝑅𝑃

Dimana 𝛼𝑖 = 𝜇𝐴𝑖 (𝑢0 ) ∧ 𝜇𝐵𝑖 (𝑣0 ) = min[𝜇𝐴𝑖 (𝑢0 ), 𝜇𝐵𝑖 (𝑣0 )]


(Bukti)
𝐶𝑖′ = [𝐴′ ∘ (𝐴𝑖 → 𝐶𝑖 )] ∩ [𝐵′ ∘ (𝐵𝑖 → 𝐶𝑖 )]

𝜇𝐶𝑖′ = min {[𝑢0 ∘ (𝜇𝐴𝑖 (𝑢) → 𝜇𝐶𝑖 (𝑤))] , [𝑣0 ∘ (𝜇𝐵𝑖 (𝑣) → 𝜇𝐶𝑖 (𝑤))] }

= min{[𝜇𝐴𝑖 (𝑢0 ) → 𝜇𝐶𝑖 (𝑤)], [𝜇𝐵𝑖 (𝑣0 ) → 𝜇𝐶𝑖 (𝑤)]}


1. Jika menggunakan operasi minimum Mamdani untuk implikasi,
𝜇𝐶𝑖′ = min{min[𝜇𝐴𝑖 (𝑢0 ), 𝜇𝐶𝑖 (𝑤)], min[𝜇𝐵𝑖 (𝑣0 ), 𝜇𝐶𝑖 (𝑤)]}

= min{min[𝜇𝐴𝑖 (𝑢0 ), 𝜇𝐵𝑖 (𝑣0 ), 𝜇𝐶𝑖 (𝑤)]}


= min{min[𝜇𝐴𝑖 (𝑢0 ), 𝜇𝐵𝑖 (𝑣0 )], 𝜇𝐶𝑖 (𝑤)}
Karena 𝛼𝑖 = min[𝜇𝐴𝑖 (𝑢0 ), 𝜇𝐵𝑖 (𝑣0 )],
𝜇𝐶𝑖′ = min{𝛼𝑖 , 𝜇𝐶𝑖 (𝑤)}

= 𝛼𝑖 ∧ 𝜇𝐶𝑖 (𝑤)
2. Jika menggunakan operator hasilkali Larsen untuk implikasi,
𝜇𝐶𝑖′ = min{[𝜇𝐴𝑖 (𝑢0 ) • 𝜇𝐶𝑖 (𝑤)], [𝜇𝐵𝑖 (𝑣0 ) • 𝜇𝐶𝑖 (𝑤)]}

= {min[𝜇𝐴𝑖 (𝑢0 ), 𝜇𝐵𝑖 (𝑣0 )]} • 𝜇𝐶𝑖 (𝑤)


= 𝛼𝑖 • 𝜇𝐶𝑖 (𝑤)

24
Contoh 9.4.3
Terdapat aturan dasar fuzzy dengan hanya satu aturan:

R: jika x adalah A dan y adalah B maka z adalah C,

Dimana A=(0,1,2), B=(1,2,3) dan C=(5,6,7)

merupakan himpunan fuzzy segitiga. Hitung output himpunan fuzzy ketika input
yang diberikan sebagai 𝑥0 = 1 dan 𝑦0 = 1.5

Jawaban

Perhatikan

𝑧−0 𝑦−1
=
1−0 2−1
𝑧 =𝑦−1

Untuk 𝑦0 = 1.5, 𝑧 = 1.5 − 1 = 0.5

Gambar 9.4.1 Grafik output himpunan fuzzy


Lemma 6 (untuk input fuzzy, 𝐶𝑖′ ditentukan oleh derajat kesesuaian minimum dari
(𝐴′ dan 𝐴𝑖 ) dan (𝐵 ′ dan 𝐵𝑖 ), Gambar 9.6)
Jika input yang diberikan merupakan himpunan fuzzy 𝐴′ dan 𝐵 ′ , derajat
kesesuaian 𝛼𝑖 ditentukan oleh minimum antara (𝐴′ dan 𝐴𝑖 ) dan (𝐵 ′ dan 𝐵𝑖 ). Dari
lemma 2, hasilnya dapat diturunkan dari operasi minimum untuk 𝑅𝐶 dan operasi
hasilkali untuk 𝑅𝑃 .

25
Gambar 9.5 Lemma 5 (𝛼𝑖 adalah derajat kesesuaian minimum antara 𝐴𝑖 (𝑢0 ) dan
𝐵𝑖 (𝑣0 ))
𝜇𝐶𝑖′ (𝑤) = 𝛼𝑖 ∧ 𝜇𝐶𝑖 (𝑤) 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑅𝐶

𝜇𝐶𝑖′ (𝑤) = 𝛼𝑖 • 𝜇𝐶𝑖 (𝑤) 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑅𝑃

dimana 𝛼𝑖 = min [max (𝜇𝐴′ (𝑢) ∧ 𝜇𝐴𝑖 (𝑢)) , max (𝜇𝐵′ (𝑣) ∧ 𝜇𝐵𝑖 (𝑣))]
𝑢 𝑣

(Bukti) Dari Lemma 5,


𝐶𝑖′ = [𝐴′ ∘ (𝐴𝑖 → 𝐶𝑖 )] ∩ [𝐵′ ∘ (𝐵𝑖 → 𝐶𝑖 )]
𝜇𝐶𝑖′ = min{[𝜇𝐴′ ∘ (𝜇𝐴𝑖 → 𝜇𝐶𝑖 )], [𝜇𝐵′ ∘ (𝜇𝐵𝑖 → 𝜇𝐶𝑖 )] }

= min{(𝜇𝐴𝑖 ∘ 𝜇𝑅𝐴𝐶 ), (𝜇𝐵𝑖 ∘ 𝜇𝑅𝐵𝐶 ) }


dimana 𝑅𝐴𝐶 = 𝐴𝑖 × 𝐶𝑖 , 𝑅𝐵𝐶 = 𝐵𝑖 × 𝐶𝑖
Jika menggunakan minimum untuk implikasi (hasilkali Kartesius untuk 𝑅𝐴𝐶 dan
𝑅𝐵𝐶 ) dan max-min untuk komposisi, dari Lemma 2, diperoleh

𝜇𝐶𝑖′ = min {max 𝜇𝐴′𝑖 ∧ 𝜇𝑅𝐴𝐶 , max 𝜇𝐵𝑖′ ∧ 𝜇𝑅𝐵𝐶 }


𝑢 𝑣

= min {max 𝜇𝐴′𝑖 ∧ (𝜇𝐴𝑖 ∧ 𝜇𝐶𝑖 ) , max 𝜇𝐵𝑖′ ∧ (𝜇𝐵𝑖 ∧ 𝜇𝐶𝑖 )}


𝑢 𝑣

= min {max (𝜇𝐴′𝑖 ∧ 𝜇𝐴𝑖 ) ∧ 𝜇𝐶𝑖 , max (𝜇𝐵𝑖′ ∧ 𝜇𝐵𝑖 ) ∧ 𝜇𝐶𝑖 }


𝑢 𝑣

= min{𝛼𝐴 ∧ 𝜇𝐶𝑖 , 𝛼𝐵 ∧ 𝜇𝐶𝑖 }

dimana 𝛼𝐴 = max (𝜇𝐴′𝑖 ∧ 𝜇𝐴𝑖 ) , 𝛼𝐵 = max (𝜇𝐵𝑖′ ∧ 𝜇𝐵𝑖 )


𝑢 𝑣

= min[𝛼𝐴 , 𝛼𝐵 ] ∧ 𝜇𝐶𝑖 = 𝛼𝑖 ∧ 𝜇𝐶𝑖

dimana 𝛼𝑖 = min[𝛼𝐴 , 𝛼𝐵 ] = min [max (𝜇𝐴′𝑖 ∧ 𝜇𝐴𝑖 ) , max (𝜇𝐵𝑖′ ∧ 𝜇𝐵𝑖 )]


𝑢 𝑣

Dengan cara yang sama, dapat dibuktikan lemma ketika hasilkali digunakan
untuk implikasi dan hasilkali max untuk komposisi (𝑅𝑃 ).

26
Sehingga, dari lemma, dapat dinyatakan
𝑛

𝜇𝐶𝑖′ = ⋃ 𝛼𝑖 ∧ 𝜇𝐶𝑖 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑅𝐶


𝑖=1
𝑛

𝜇𝐶𝑖′ = ⋃ 𝛼𝑖 • 𝜇𝐶𝑖 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑅𝑃


𝑖=1

dimana derajat kesesuaian (faktor bobot, faktor kepuasan, firing strength) 𝛼𝑖


adalah ukuran dari kontribusi aturan aksi kontrol fuzzy.
Contoh 9.4.4
Terdapat aturan dasar fuzzy dengan hanya satu aturan:

R: jika x adalah A dan y adalah B maka z adalah C,

Dimana A=(0,1,2), B=(1,2,3) dan C=(5,6,7)

merupakan himpunan fuzzy segitiga. Tentukan output himpunan fuzzy ketika


input yang diberikan A’=(1,2,3) dan B’=(1.5,2.5,3.5)

Jawaban

Perhatikan untuk
𝑟−1 𝑥−1
=
0−1 1
𝑟−1= 1−𝑥
𝑟 =2−𝑥
Perhatikan untuk
𝑟−0 𝑥−1
=
1 1
𝑟 =𝑥−1
Sehingga
𝑥−1= 2−𝑥
2𝑥 = 3
3
𝑥=
2
Substitusikan ke persamaan 𝑟 = 𝑥 − 1
3
𝑟= − 1 = 0.5
2
Perhatikan untuk

27
𝑧−1 𝑦−2
=
−1 1
𝑧−1 =2−𝑦
𝑧 = 3−𝑦
Perhatikan untuk

𝑧 − 0 𝑦 − 1.5
=
1 1
𝑧 = 𝑦 − 1.5
Sehingga

3 − 𝑦 = 𝑦 − 1.5
2𝑦 = 4.5
𝑥 = 2.25
Substitusikan ke persamaan 𝑧 = 𝑦 − 1.5

𝑧 = 2.25 − 1.5 = 0.75

𝛼 = min{0.5, 0.75} = 0.5

Gambar 9.5.1 Grafik output himpunan fuzzy

Berdasarka uraian tersebut dapat diperoleh perbedaan derajat kesesuaian


dari inferensia masing-masing kasus.
Tabel 9.11 Perbedaan Derajat Kesedsuaian setiap Kasus
Kasus Derajat Kesesuaian 𝛼𝑖
𝑅𝑖 : 𝐴𝑖 → 𝐶𝑖 𝛼1 = 𝜇𝐴 (𝑢0 )
Diberikan input singleton 𝑢0
𝑅𝑖 : 𝐴𝑖 → 𝐶𝑖 𝛼1 = max[𝜇𝐴′ (𝑢) ∧ 𝜇𝐴 (𝑢)]
𝑢

28
Diberikan input himpunan
fuzzy 𝐴′
𝑅𝑖 : 𝐴𝑖 × 𝐵𝑖 → 𝐶𝑖 𝛼𝑖 = min[𝜇𝐴𝑖 (𝑢0 ), 𝜇𝐵𝑖 (𝑣0 )]
Diberikan input singleton 𝑢0
dan 𝑣0
𝑅𝑖 : 𝐴𝑖 × 𝐵𝑖 → 𝐶𝑖
𝛼𝑖 = min [max (𝜇𝐴′ (𝑢) ∧ 𝜇𝐴𝑖 (𝑢)), max (𝜇𝐵′ (𝑣)
𝑣
Diberikan input himpunan 𝑢

fuzzy 𝐴′ dan B′
∧ 𝜇𝐵𝑖 (𝑣))]

9.4 Metode Inferensia

Gambar 9.6 Lemma 6 (𝛼𝑖 adalah derajat kesesuaian minimum antara (𝐴′ dan A)
dan (𝐵 ′ dan B) )
untuk contoh, perhatikan dua aturan kontrol fuzzy.
𝑅1 : jika 𝑢 adalah 𝐴1 dan 𝑣 adalah 𝐵1 maka 𝑤 adalah 𝐶1
𝑅2 : jika 𝑢 adalah 𝐴2 dan 𝑣 adalah 𝐵2 maka 𝑤 adalah 𝐶2
𝐴𝑖 , 𝐵𝑖 , dan 𝐶𝑖 didefinisikan pada 𝑈, 𝑉, dan 𝑊, masing-masing, untuk 𝑖 = 1, 2, 𝑢 ∈
𝑈, 𝑣 ∈ 𝑉, dan 𝑤 ∈ 𝑊.
Input selalu diukur dengan sensor dan tegas. Pada beberapa kasus
mengonversi data input ke dalam himpunan fuzzy. Secara umum, nilai tegas dapat
diperlakukan sebagai fuzzy singleton.
(1) Singleton input
Jika input diberikan sebagai nilai singleton, derajat kesesuaian (firing strength) 𝛼1
dan 𝛼2 dari aturan pertama dan kedua dapat diekspresikan sebagai

29
𝛼1 = 𝜇𝐴1 (𝑢0 ) ∧ 𝜇𝐵1 (𝑣0 )
𝛼2 = 𝜇𝐴2 (𝑢0 ) ∧ 𝜇𝐵2 (𝑣0 )
dimana 𝜇𝐴1 (𝑢0 ) dan 𝜇𝐵2 (𝑣0 ) adalah derajat parsial kesesuaian antara user-
supplied data (𝑢0 dan 𝑣0 ) dan data (𝐴𝑖 dan 𝐵𝑖 ) pada aturan dasar.
(2) Fuzzy input
Jika input yang diberikan sebagai himpunan fuzzy 𝐴′ dan 𝐵′, derajat kesesuaian 𝛼𝑖
dari aturan adalah
𝛼𝑖 = 𝑚𝑖𝑛 [𝑚𝑎𝑥 (𝜇𝐴′ (𝑢) ∧ 𝜇𝐴𝑖 (𝑢)), 𝑚𝑎𝑥 (𝜇𝐵′ (𝑣) ∧ 𝜇𝐵𝑖 (𝑣))]
𝑢 𝑣

untuk 𝑖 = 1,2
Terlihat bahwa derajat kesesuaian diperoleh melalui operasi minimum
pada hasilkali Kartesius.

9.4.1 Metode Mamdani


Metode ini menggunakan operasi minimum 𝑅𝐶 sebagai implikasi fuzzy dan
operator max-min untuk komposisi. Misalkan aturan dasar diberikan seperti
bentuk di bawah ini.
𝑅𝑖 : jika 𝑢 adalah 𝐴1 dan 𝑣 adalah 𝐵1 maka 𝑤 adalah 𝐶𝑖 , 𝑖 = 1, 2, … , 𝑛
untuk 𝑢 ∈ 𝑈, 𝑣 ∈ 𝑉, dan 𝑤 ∈ 𝑊.
maka, 𝑅𝑖 = (𝐴𝑖 dan 𝐵𝑖 ) → 𝐶𝑖 didefinisikan dengan
𝜇𝑅𝑖 = 𝜇(𝐴𝑖 dan 𝐵𝑖 →𝐶𝑖 ) (𝑢, 𝑣, 𝑤)
(1) Ketika data input singleton 𝑢 = 𝑢0 , 𝑣 = 𝑣0
𝜇𝐶𝑖′ (𝑤) = [𝜇𝐴𝑖 (𝑢0 ) 𝑑𝑎𝑛 𝜇𝐵𝑖 (𝑣0 )] → 𝜇𝐶𝑖 (𝑤)

Metode Mamdani menggunakan operasi minimum (∧) untuk implikasi


fuzzy (→). Dari Lemma 5,
𝜇𝐶𝑖′ (𝑤) = 𝛼𝑖 ∧ 𝜇𝐶𝑖 (𝑤)

dimana 𝛼𝑖 = 𝜇𝐴𝑖 (𝑢0 ) ∧ 𝜇𝐵𝑖 (𝑣0 )


Dari Lemma 3 sebelumnya, diketahui fungsi keanggotaan 𝜇𝐶
mengakibatkan kesimpulan C yang diberikan dengan hasil agregat yang
diturunkan dari aturan kontrol tunggal. Jadi, ketika ada dua aturan 𝑅1 dan 𝑅2 ,
𝜇𝐶𝑖′ (𝑤) = 𝜇𝐶1′ ∨ 𝜇𝐶2′

= [𝛼1 ∧ 𝜇𝐶1 (𝑤)] ∨ [𝛼2 ∧ 𝜇𝐶2 (𝑤)]

30
Prosedur inferensia fuzzy Mamdani ketika input diberikan sebagai
singleton direpresentasikan dalam (Gambar 9.7).

Gambar 9.7 Grafik representasi metode Mamdani dengan input singleton


Sehingga secara umum, dari Lemma 3,
𝑛 𝑛

𝜇𝐶′ (𝑤) = ⋁[𝛼𝑖 ∧ 𝜇𝐶𝑖 (𝑤)] = ⋁ 𝜇𝐶𝑖′ (𝑤)


𝑖=1 𝑖=1
𝑛

𝐶 ′ = ⋃ 𝐶𝑖′
𝑖=1

(2) Ketika data input merupakan himpunan fuzzy, 𝐴′ dan 𝐵′


Dari Lemma 6,
𝜇𝐶𝑖′ (𝑤) = 𝛼𝑖 ∧ 𝜇𝐶𝑖 (𝑤)

dimana 𝛼𝑖 = 𝑚𝑖𝑛 [𝑚𝑎𝑥 (𝜇𝐴′ (𝑢) ∧ 𝜇𝐴𝑖 (𝑢)), 𝑚𝑎𝑥 (𝜇𝐵′ (𝑣) ∧ 𝜇𝐵𝑖 (𝑣))]
𝑢 𝑣

Dari Lemma 3, diperoleh hasil keseluruhan


𝑛 𝑛

𝜇𝐶′ (𝑤) = ⋁[𝛼𝑖 ∧ 𝜇𝐶𝑖 (𝑤)] = ⋁ 𝜇𝐶𝑖′ (𝑤)


𝑖=1 𝑖=1
𝑛

𝐶 ′ = ⋃ 𝐶𝑖′
𝑖=1

Grafik interpretasi dari inferensia ini diberikan pada Gambar 9.8.

31
Gambar 9.8 Grafik interpretasi metode Mamdani dengan input himpunan fuzzy
Hasil 𝐶′ adalah himpunan fuzzy dan sehingga jika ingin mendapatkan aksi
kontrol deterministik, metode defuzzyfikasi dibahas pada bab selanjutnya.
Contoh 9.5 Ada aturan dasar fuzzy yang memuat satu aturan seperti:
𝑅: Jika 𝑢 adalah 𝐴 maka 𝑣 adalah 𝐵
dimana 𝐴 = (0, 2, 4) dan 𝐵 = (3, 4, 5) adalah himpunan fuzzy triangular.
Jika suatu input diberikan sebagai nilai singleton 𝑢0 = 3, cara menghitung
output B’ menggunakan metode Mamdani dapat dimulai dengan menghitung
derajat kesesuaian antara A dan 𝑢0 adalah 𝛼 = 0.5, oleh karena itu output B’
diperoleh dengan irisan antara B dan 𝛼 = 0.5. B’ diekspresikan oleh area di
bawah 0.5 di B (Gambar 9.9).
Berdasarkan kasus ini, input yang diberikan sebagai himpunan triangular
A’= (0, 1, 2).
𝜇𝐴′ (𝑥) = 𝑥 untuk 0 ≤ 𝑥 ≤ 1
= −𝑥 + 2 untuk 1 ≤ 𝑥 ≤ 2
= 0 untuk nilai 𝑥 yang lain
Diperoleh derajat kesesuaian 𝛼 = 2/3 maka B’ adalah area yang berada di bawah
dari 2/3 di B (Gambar 9.10).

32
Gambar 9.9. Inferensi fuzzy dengan input 𝑢0 = 3

Gambar 9.10. Inferensi fuzzy dengan input A’ = (0, 1, 2)

9.4.2 Metode Larsen


Metode ini menggunakan operator hasilkali 𝑅𝑝 untuk implikasi fuzzy dan
operator hasilkali max untuk komposisi. Berdasarkan aturan dasar tersebut,
𝑅𝑖 : jika 𝑢 adalah 𝐴𝑖 dan 𝑣 adalah 𝐵𝑖 maka 𝑤 adalah 𝐶𝑖 , I = 1, 2, …, n
maka
𝑅𝑖 = (𝐴𝑖 dan 𝐵𝑖 ) → 𝐶𝑖 didefinisikan dengan
𝜇𝑅𝑖 = 𝜇(𝐴𝑖 dan 𝐵𝑖 )→ 𝐶𝑖 (𝑢, 𝑣, 𝑤)
(1) Ketika data input singleton diberikan sebagai 𝑢 = 𝑢0 , 𝑣 = 𝑣0, berdasarkan
Lemma 5 diperoleh
𝜇𝐶𝑖′ (𝑤) = [𝜇𝐴𝑖 (𝑢0 ) 𝑑𝑎𝑛 𝜇𝐵𝑖 (𝑣0 )] → 𝜇𝐶𝑖 (𝑤)

= [𝜇𝐴𝑖 (𝑢0 ) ∧ 𝜇𝐵𝑖 (𝑣0 )] ⋅ 𝜇𝐶𝑖 (𝑤)


= 𝛼𝑖 ⋅ 𝜇𝐶𝑖 (𝑤) dimana 𝛼𝑖 = 𝜇𝐴𝑖 (𝑢0 ) ∧ 𝜇𝐵𝑖 (𝑣0 )
Berdasarkan Lemma 3,

33
𝑛 𝑛

𝜇𝐶 ′ (𝑤) = ⋁[𝛼𝑖 ⋅ 𝜇𝐶𝑖 (𝑤)] = ⋁ 𝜇𝐶𝑖′ (𝑤)


𝑖=1 𝑖=1
𝑛

𝐶 ′ = ⋃ 𝐶𝑖′
𝑖=1

Representasi grafik dari metode ini dengan input singleton diberikan pada Gambar
9.11
(2) Ketika data input diberikan sebagai bentuk himpunan fuzzy 𝐴′ dan 𝐵 ′ , dari
Lemma 6, diketahui
𝜇𝐶𝑖′ (𝑤) = 𝛼𝑖 ⋅ 𝜇𝐶𝑖 (𝑤)

dimana 𝛼𝑖 = min[max (𝜇𝐴′ (𝑢) ∧ 𝜇𝐴𝑖 (𝑢)) , max (𝜇𝐵′ (𝑣) ∧ 𝜇𝐵𝑖 (𝑣))]
𝑢 𝑣

Berdasarkan Lemma 3 didapatkan


𝑛 𝑛

𝜇𝐶 ′ (𝑤) = 𝜇𝐶 ′ (𝑤) = ⋁[𝛼𝑖 ⋅ 𝜇𝐶𝑖 (𝑤)] = ⋁ 𝜇𝐶𝑖′ (𝑤)


𝑖=1 𝑖=1
𝑛

𝐶 = ⋃ 𝐶𝑖′

𝑖=1

Interpretasi grafik dari inferensia ini ditunjukkan pada Gambar 9.12

Gambar 9.11 Representasi grafik dari metode Larsen dengan input tunggal

34
Gambar 9.12 Representasi grafik dari metode Larsen dengan input himpunan
fuzzy
Contoh 9.6 Diberikan suatu aturan fuzzy
R : jika u adalah A dan v adalah B maka w adalah C
dimana A=(0, 2, 4), B=(3, 4, 5) dan C=(3, 4, 5)
i) Tentukan hasil inferensia C’ ketika input 𝜇0 = 3, 𝑣0 = 4 dengan menggunakan
metode Larsen
ii) Tentukan hasil inferensia C’ ketika input A’=(0, 1, 2), B’=(2, 3, 4).
Solusi diilustrasikan pada Gambar 9.13 dan Gambar 9.14.

Gambar 9.13 Metode Larsen dengan input 𝜇0 = 3, 𝑣0 = 4

35
Gambar 9.14 Metode Larsen dengan input A’=(0, 1, 2), B’=(2, 3, 4)

9.4.3 Metode Tsukamoto


Pada metode ini, mengakibatkan setiap aturan fuzzy direpresentasikan oleh
himpunan fuzzy dengan fungsi keanggotaan monoton, seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 9.15. Aturan dasar memiliki bentuk seperti:
R 𝑖 : jika u adalah 𝐴𝑖 dan v adalah 𝐵𝑖 , maka w adalah 𝐶𝑖 , i = 1,2,…,n
dimana 𝜇𝐶𝑖 (𝑤) adalah fungsi monoton.
Hasilnya, output yang dihasilkan dari setiap aturan didefinisikan sebagai
nilai tegas yang diinduksi dengan aturan derajat kesesuaian. Secara keseluruhan
output diambil sebagai bobot rata-rata dari setiap aturan output.
Misalkan himpunan 𝐶𝑖 mempunyai fungsi keanggotaan monoton 𝜇𝐶𝑖 (𝑤)
dan 𝛼𝑖 adalah derajat kesesuaian dari aturan.
1) Untuk input singleton (𝑢0 , 𝑣0 )
[𝜇𝐴𝑖 (𝑢0 ) ∧ 𝜇𝐵𝑖 (𝑣0 )]
2) Untuk input himpunan fuzzy (𝐴′ , 𝐵 ′ )

𝛼𝑖 = min[max (𝜇𝐴′ (𝑢) ∧ 𝜇𝐴𝑖 (𝑢)) , max (𝜇𝐵′ (𝑣) ∧ 𝜇𝐵𝑖 (𝑣))]
𝑢 𝑣

Maka hasil dari aturan diperoleh


−1
𝑤𝑖 = 𝜇 (𝛼 )
𝐶1 1

36
Gambar 9.15 Representasi grafik dari metode Tsukamoto
Hasil akhir diturunkan dari rata-rata bobot seperti berikut, ketika ada dua
aturan.
𝛼1 𝑤1 + 𝛼2 𝑤2
𝑤0 =
𝛼1 + 𝛼2
Karena masing-masing aturan menyimpulkan hasil tegas, model fuzzy
Tsukamoto mengagregasi masing-masing output aturan dengan metode rata-rata
bobot. Hal tersebut meghindari proses defuzzyfikasi yang memakan waktu.

9.4.4 Metode TSK


Metode ini diusulkan oleh Takagi, Sugeno, dan Kang. Kekhasan aturan
fuzzy pada model ini berbentuk
Jika u adalah A dan v adalah B maka w = f(u, v),
A dan B merupakan himpunan fuzzy pada anteseden ketika 𝑤 = 𝑓(𝑢, 𝑣)
adalah fungsi tegas dalam konsekuensinya. Biasanya 𝑓(𝑢, 𝑣) adalah suatu
polinomial di variabel input u dan v, dan dengan demikian metode ini bekerja
ketika input yang diberikan bernilai singleton (Gambar 9.16). Sederhananya,
asumsikan dua aturan fuzzy sebagai berikut

37
R1 : jika u adalah 𝐴1 dan v adalah 𝐵1 maka 𝑤 = f1 (𝑢, 𝑣) = p1 𝑢 + q1 𝑢 + r1
R 2 : jika u adalah 𝐴2 dan v adalah 𝐵2 maka 𝑤 = f2 (𝑢, 𝑣) = p2 𝑢 + q 2 𝑢 + r2
dimana p1 , p2 , q1 dan q 2 adalah konstan.
Nilai yang disimpulkan dari aksikontrol dari aturan pertama adalah f1 (𝑢0 , 𝑣0 )
dimana 𝑢0 dan 𝑣0 merupakan input singleton, dan 𝛼1 adalah derajat kesesuaian.
Nilai yang disimpulkan dari yang kedua adalah f2 (𝑢0 , 𝑣0 ) dengan derajat
kesesuaian 𝛼2 . Derajat kesesuaian diperoleh seperti metode sebelumnya.
𝛼𝑖 = [𝜇𝐴𝑖 (𝑢0 ) ∧ 𝜇𝐵𝑖 (𝑣0 )]
Semua derajat kesesuaian merupakan nilai tegas. Hasil agregasi diberikan
oleh rata-rata bobot.
𝛼1 f1 (𝑢0 , 𝑣0 ) + 𝛼2 f2 (𝑢0 , 𝑣0 )
𝑤0 =
𝛼1 + 𝛼2
𝛼1 𝑤1 + 𝛼2 𝑤2
=
𝛼1 + 𝛼2
Metode ini juga menghemat waktu defuzzyfikasi karena hasil akhir 𝑤0 adalah
nilai tegas.

Gambar 9.16. Representasi grafik dari metode TSK

38
DAFTAR RUJUKAN

Lee, K.H. 2005. First Course on Fuzzy Theory and Applications. Berlin: Springer.

39

Anda mungkin juga menyukai