Anda di halaman 1dari 48

MAKALAH

AKUNTANSI FORENSIK DAN AUDIT


INVESTIGASI TENTANG “INVESTIGASI DAN
AUDIT INVESTIGATIF”

Disusun :
Bagaskara Suwandana (1862175)
Moch.Karim Amrulloh (1862075)
Puji Hartono (1862059)
Mohamad Fakhrudin (1862098)
Depri Romadhon (1862049)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE)
PGRI DEWANTARA JOMBANG TAHUN 2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayahnya
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun
isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah
satu acuan, petunjuk maupun pedoman. Harapan saya semoga makalah ini membantu
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
kami miliki sangat kurang. Oleh karena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan saran dan kritikan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini sebagai pembelajaran buat kami.

12 November 2021

penyusun

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………….....................2
DAFTAR ISI…………………………………………………………………...................3
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………...................4
LATAR BELAKANG.............................................................................................4
RUMUSAN MASALAH.........................................................................................4
TUJUAN..................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................................5
RUANG LINGKUP BIAYA .............................................................................................17
BAB III PENUTUP.............................................................................................................18
KESIMPULAN.......................................................................................................18
SARAN....................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................19

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Seiring perkembangan dunia usaha yang semakin kompleks, berkembang pula praktik
kejahatan dalam bentuk kecurangan (fraud) ekonomi. Jenis fraud yang terjadi pada
berbagainegara bisa berbeda, karena dalam hal ini praktik fraud antara lain dipengaruhi
kondisi hukum di negara yang bersangkutan. Pada negara-negara maju dengan kehidupan
ekonomi yang stabil, praktik fraud cenderung memiliki modus yang sedikit dilakukan.
Adapun pada negara-negara berkembang seperti Indonesia, praktik fraud cenderung memiliki
modus banyak untuk dilakukan.
Peran akuntansi forensik dalam mengungkap kecurangan di Indonesia dari waktu ke
waktusemakin terus meningkat. Akuntansi forensik banyak diterapkan ketika Komisi
Pemeberantasan Korupsi (KPK) mengumpulkan bukti-bukti hukum yang diperlukan untuk
menangani kasus-kasus korupsi yang dilaporkan kepada instansi tersebut. Akuntansi forensik
juga digunakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Kepolisian, Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta Inspektorat Jenderal Kementerian untuk
menggaliinformasi selama proses pelaksanaan audit investigasi.
Tuanakotta (2010) dalam Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif mengemukakan bahwa
akuntansi forensik mempunyai ruang lingkup yang spesifik untuk lembaga yang
menerapkannya atau untuk tujuan melakukan audit investigatif. Selain itu dalam
melaksanakan pekerjaannya seorang akuntan forensik harus memenuhi atribut dan kode etik
serta.

B. TUJUAN
1. Memahami Akuntansi Forensik
2. Mengetahui Peran Akuntansi Forensik
3. Memahami Indikasi Terjadinya Fraud

4
BAB II

PEMBAHASAN

Audit Investigatif
Audit Investigasi adalah proses pengumpulan dan pengujian bukti-bukti terkait
kasus penyimpangan yang berindikasi merugikan keuangan Negara dan / atau
perekonomian Negara, untuk memperoleh kesimpulan yang mendukung tindakan litigasi
dan/atau tidakan korektif manajemen. Audit Investigasi dapat dilaksanakan atas
permintaan Kepala Daerah dan Aparat Penegak Hukum. Audit Investigasi termasuk
didalamnya audit dalam rangka menghitung kerugian keuangan Negara, audit hambatan
kelancaran pembagunan, audit eskalasi audit klaim.

Tujuan Audit Investigatif

Tujuan dari dilakukannya Audit Investigatif antara lain untuk:

 Memberhentikan manajemen

 Memeriksa mengumpulkan dan menilai cukupnya dan relevannya bukti.

 Melindungi reputasi dari karyawan yang tidak bersalah

 Menemukan dan mengamankan dokumen yang relevan untuk investigasi.

 Menemukan asset yang digelapkan dan mengupayakan pemulihan dari kerugian


yang terjadi
 Memastikan bahwa semua orang, terutama mereka yang diduga menjadi pelaku
kejahatan, mengerti kerangka acuan dari investigasi tersebut, harapannya adalah
bahwa mereka bersikap kooperatif dalam investigasi itu.
 Memastikan bahwa pelaku kejahatan tidak bias lolos dari perbuatannya.

 Menyapu bersih semua karyawan pelaku kejahatan

 Memastikan bahwa perusahaan tidak lagi menjadi sasaran penjarahan.

 Menentukan bagaimana investigasi akan dilanjutkan.

5
 Melaksanakan investigasi sesuai standar, sesuai dengan peraturan perusahaan,
sesuai dengan buku pedoman
 Menyediakan laporan kemajuan secara tertatur untuk membantu pengambilan
keputusan mengenai investigasi di tahap berikutnya.
 Memastikan pelakunya tidak melarikan diri atau menghilang sebelum tindak lanjut
yang tepat dapat diambil.
 Mengumpulkan cukup bukti yang dapat diterima pengadilan, dengan sumber daya
dan terhentinya kegiatan perusahaan seminimal mungkin.

6
 Memperoleh gambaran yang wajar tentang kecurangan yang terjadi dan membuat
keputusan yang tepat mengenai tindakan yang harus diambil
 Mendalami tuduhan untuk menanggapinya secara tepat.

 Memastikan bahwa hubungan dan suasana kerja tetap baik

 Melindungi nama baik perusahaan atau lembaga

 Mengikuti seluruh kewajiban hokum dan mematuhi semua ketentuan due


diligence dan diklaim kepada pihak ketiga
 Melaksanakan investigasi dalam koridor kode etik

 Menemukan siapa pelaku dan mengumpulkan bukti mengenai niatnya.

 Mengumpulkan bukti yang cukup untuk menindak pelaku dalam perbuatan yang
tidak terpuji.
 Mengidentifikasi praktek manajemen yang tidak dapat dipertanggungjawabkan
atau perilaku yang melalaikan tanggung jawab.
 Mempertahankan kerahasiaan dan memastikan bahwa perusahaan atau lembaga ini
tidak terperangkap dalam ancaman tuntutan pencemaran nama baik
 Mengidentifikasi saksi yang melihat atau mengetahui terjadinya kecurangan dan
memastikan bahwa mereka memberikan bukti yang mendukung tuduhan atas
dakwaan terhadap si pelaku.
 Memberikan rekomendasi mengenai bagaimana mengelola risiko terjadinya
kecurangan ini dengan tepat.

Teknik Audit Investigasi

1. Memeriksa Fisik

Pengamatan fisik dari alat bukti atau petunjuk fraud menolong investigator untuk
menemukan kemungkinan korupsi yang telah dilakukan.

2. Meminta informasi dan konfirmasi

7
Meminta informasi dari auditee dalam audit investigatif harus disertai dengan
informasi dari sumber lain agar dapat meminimalkan peluang auditee untuk
berbohong. Meminta konfirmasi adalah meminta pihak lain (selain auditee) untuk
menegaskan kebenaran atau ketidakbenaran suatu informasi. Meminta konfirmasi

8
dapat diterapkan untuk berbagai informasi, baik keuangan maupun nonkeuangan.
Harus diperhatikan apakah pihak ketiga yang dimintai konfirmasi punya
kepentingan dalam audit investigatif. Jika ada, konfirmasi harus diperkuat
dengan konfirmasi kepada pihak ketiga lainnya.

3. Memeriksa dokumen

Tidak ada audit investigatif tanpa pemeriksaan dokumen. Definisi dokumen


menjadi lebih luas akibat kemajuan teknologi, meliputi informasi yang diolah,
disimpan, dan dipindahkan secara elektronis. Karena itu, teknik memeriksa
dokumen mencakup komputer forensik.

4. Review Analitikal

Dalam review analitikal, yang penting adalah: kuasai gambaran


besarnya dulu (think analytical first!). Review analitikal adalah suatu
bentuk penalaran yang membawa auditor pada gambaran mengenai
wajar atau pantasnya suatu data individual disimpulkan dari gambaran
yang diperoleh secara global. Kesimpulan wajar atau tidak diperoleh
dari perbandingan terhadap benchmark. Kesenjangan antara apa yang
dihadapi denganbenchmark: apakah ada kesalahan (error), fraud, atau
salah merumuskan patokan. Kenali pola hubungan (relationship
pattern) data keuangan yang satu dengan data keuangan yang lain atau
data non-keuangan yang satu dengan data non-keuangan yang lain.

5. Menghitung Kembali (Reperform)

Reperform dalam audit investigatif harus disupervisi oleh auditor yang


berpengalaman karena perhitungan yang dihadapi dalam audit
investigatif umumnya sangat kompleks, didasarkan atas kontrak yang
sangat rumit, dan kemungkinan terjadi perubahan dan renegosiasi
berkali-kali.

9
6. Net Worth Method

Membuktikan adanya penghasilan yang tidak sah dan melawan hukum.


Pemerikasan dapat dihubungkan dengan besarnya pajak yang
dilaporkan dan dibayar setiap tahunnya. Laporan harta kekayaan
pejabat merupakan dasar dari penyelidikan. Pembalikan beban
pembukitian kepada yang bersangkutan.

10
7. Follow The Money

Berarti mengikuti jejak yang ditinggalkan dari arus uang sampai arus
uang tersebut berakhir. Naluri penjahat selalu menutup rapat identitas
pelaku, berupaya memberi kesan tidak terlihat atau tidak di tempat saat
kejadian berlangsung. Dana bisa mengalir secara bertahap dan
berjenjang, tapi akhirnya akan berhenti di satu atau beberapa tempat
penghentian terakhir. Tempat inilah yang memberikan petunjuk kuat
mengenai pelaku fraud.

Kunci Keberhasilan Investigasi Dengan Teknik Audit

1. Mengerti dengan baik persoalan yang akan dipecahkan, apa yang akan
diinvestigasi.

2. Kuasai dengan baik tehnik-tehnik investigasi

3. Cermat dalam menerapkan tehnik yang dipilih

4. Cermat dalam menarik kesimpulan dari hasil penerapan tehnik yang kita
pilih.

Investigasi dan Audit Investigasi

Investigasi secara sedehana dapat didefinisikan sebagai upaya


pembuktian.Umumnya pembuktian ini berakhir di pengadilan dan ketentuan
hukum (acara) yang berlaku.

Aksioma dalam Investigasi

Dalam pandangan para filsuf Yunani, aksioma adalah klaim atau


pernyataan yang dapat dianggap benar, tanpa perlu pembuktian lebih

11
lanjut.Aksioma atau postulate adalah pernyataan (propostion) yang tidak
dibuktikan atau tidak diperagakan, dan dianggap sudah jelas dengan sendirinya
(self-evident).Kebenaran dari proposisi ini tidak dipertanyakan (taken of
granted). Aksioma merupakan titik tolak untuk menarik kesimpulan tentang
suatu kebenaran yang harus dibuktikan (melalui pembentukan teori).

Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) menyebut tiga


aksioma dalam melakukan investigasi atau pemeriksaan fraud. Ketiga aksioma
ini oleh ACFE diistilahkan fraud axioms (aksioma fraud), yang terdiri atas :

a. Aksioma 1 ; Fraud is hidden


b. Aksioma 2 ; Reverse proof
c. Aksioma 3 ; Existence of Fraud

12
Aksioma tentang fraud sangat gamblang (self-evident). Ketiga aksioma
tentang fraud ini pun tidak memerlukan pembuktian mengenai
kebenarannya.Namun, kadang pemeriksa berpengalaman pun sering kali
menghadapi berbagai masalah ketika ia mengabaikan aksioma-aksioma ini.

a. Fraud is Hidden

“Fraud is Hidden” atau “fraud selalu tersembunyi”.

Berbeda dengan kejahatan lain, sifat perbuatan fraud adalah tersembunyi


atau mengandung tipuan (yang terlihat di permukaan bukanlah yang
sebenarnya terjadi atau berlangsung). Bayangkan sejenak perampokan bank
yang dilakukan segerombolan penjahat. Mereka masuk ke lobby bank,
menodongkan senjata api kepada teller (juru bayar) dan manajer bank, minta
para teller mengisi kantong-kantong mereka dengan uang dan barang berharga
lain yang ada dalam kasanah (vault,kluis), kemudian meninggalkan bank
dengan kecepatan tinggi. Semuanya disaksikan oleh pelanggan bank yang
sedang atau akan bertransaksi.

Bandingkan adegan tadi dengan adegan lain di mana kepala cabang


suatu bank besar memfasilitasi “pelanggannya” dengan membuka L/C fiktif
atau memberikan kredit bodong yang segera menjadi NPL (non-performing
loan). Dalam adegan kedua, terjadi dua scenario. Skenario pertama yang
terjadi di permukaan, seolah-olah ini transaksi normal antara banker dan
pelanggan “terhormat”. Transaksi ini didukung dengan segala macam berkas
resmi dari perusahaan sang pelanggan, bank, notaries, kantor akuntan,
pengacara, bermacam-macam legitimasi (termasuk surat-surat keputusan dari
lurah sampai petinggi Negara lainnya) dan entah berkas apalagi. Dalam
scenario kedua, pihak-pihak yang terlibat menutup rapat-rapat kebusukan
mereka; penyuapan aparat penegak hukum dan instansi lain merupakan biaya
penutup kebusukan ini. Kedua scenario ini tidak terpisah, satu menguatkan
yang lain dalam jalinan ayau packaging yang rapi. Karena itu, dirigennya juga

13
mempunyai nama terhormat, arranger.

Adegan pembobolan pertama (oleh perampok) terlihat kasar dan kasat


mata. Adegan pembobolan kedua (oleh kelompok yang disebut atau
menamakan diri mereka “professional”) terlihat bersih; karena bagian yang
kotor sudah tersembunyi dlam pembungkusan atau packaging yang rapi.

14
Metode pembungkusannnya begitu rapi sehingga pemeriksa fraud atau
investigator yang berpengalaman sekalipun seringkali terkecoh. Karena itu
pemeriksa fraud atau investigator harus menolak memberikan pernyataan
bahwa hasil pemeriksaannya membuktikan tidakada fraud. Pernyataan yang
mengandung risiko yang sangat besar. Fraud tersembunyi (atau lebih
tepat,”disembunyikan”), fraud dibungkus rapi.

b. Reverse Proof

Pembuktian fraud secara timbal balik

Pembuktian ada atau telah terjadinya fraud meliputi upaya untuk


membuktikan fraud itu tidak terjadi. Dan sebaliknya, untuk membuktikan
fraud tidak terjadi, kita harus berupaya membuktikan fraud itu terjadi harus
ada upaya pembuktian timbale balik atau reverse proof. Kedua sisi fraud
(terjadi dan tidak terjadi) harus diperiksa. Dalam hukum Amerika Serikat,
“proof of fraud must preclude any explanation other than guilt” artinya
pembuktian fraud harus mengabaikan setiap penjelasan, kecuali pengakuan
kesalahan.

c. Existence of Fraud

Pemeriksa fraud berupaya membuktikan fraud memang terjadi. Hanya


pengadilan yang mempunyai kewenangan untuk menetapkan hal itu. Di
Amerika Serikat wewenang itu ada pada pengadilan (majelis hakim) dan para
jury.
Diatas dikatakan: pemeriksa Fraud harus menolak memberikan
pernyataan bahwa hasil pemeriksaannya membuktikan tidak ada fraud. Disini
harus ditegaskan: pemeriksa fraud harus menolak memberikan pernyataan
bahwa pemeriksanya membuktikan adanya fraud.
Dalam upaya menyelidiki adanya fraud, pemeriksa membuat dugaan
mengenai apakah seseorang bersalah (guilty) atau tidak (innocent). Bersalah

15
atau tidaknya seseorang merupakan dugaan atau bagian dari “teori”, sampai
pengadilan memberikan keputusannya.

Pertemuan Pendahuluan

Akuntan forensik melakukan pertemuan pendahuluan dengan calon klien


(pimpinan peusahaan di sekto swasta). Ia bisa bertemu dengan dan
memwawancarai komite audit (atau pejabat perusahaan lainnya) dan
menanyakan hal-hal sebagai berikut.

16
1. Mengapa pimpinan menduga atau mencurigai adanya fraud?
2. Pada Unit usaha (cabang,departemen,bagian) atau transaksi apa yang
menduga terjadi

fraud sehingga audit investigatif diperlukan?


3. Apa sifat (nature) dai fraud tersebut?
4. Kapan fraud diduga atau dicurigai terjadi?
5. Bagaimana masalahnya ditemukan?
6. Siapa yang menemukan maslahnya?
7. Bagaimana fraud tersebut dilakukan (modus operandi?)
8. Barapa banyak jumlah yang dijarah?
9. Siapa yang diduga menjadi pelaku fraud?
10. Apakah ada pekerjaan pendahuluan yang sudah dilakukan sebagai
persiapan untuk audit investigatif?

Setelah mendapatkan jawaban atas pertanyaan diatas, Akuntan Forensik


kemudian merumuskan lingkup dan tujuan audit investigatif yang memenuhi
harapan klien.

Setelah ditunjuk sebagai auditor investigatif, akuntan forensik melakukan


persiapan berdasarkan informasi sementara yag diperoleh. Diantaranya, ia
membuat prediction.

Prediction

Langkah pertaman akutan dalam audit investigatifnya adalah menyusun


prediction. Fraud Examiners Manual (2006) menjelaskan Prediction sebagai
berikut: “Prediction adalah keseluruhan dari peristiwa, keadaan pada saat
peristiwa itu, dan segala hal terkait atau berkaitan yang membawa seseorang
yang cukup terlatih dan berpengalaman dengan kehati- hatin yang memadai,
kepada kesimpulan bahwa fraud telah, sedang atau akan berlangsung.
Prediction adalah dasar untuk memulai investigasi. Investigasi atau
pemeriksaan atau pemeriksaan fraud jangan dilaksanakan tanpa adanya

17
prediction yang tepat.

Setiap investigasi dimulai dengan keinginan atau harapan bahwa kasus


ini berakhir dengan litigasi.Padahal ketika memulai investigasi, pemeriksa
belum memiliki bukti yang cukup. Ia bau mempunyai dugaan atas dasar
prediction yang dijelaskan di atas. Keadaan ini tidak berbeda sengan ilmuan
yang mebuat “dugaan” atas dasar pengamatannya terhadap berbagai fakta,
kemudian “dugaan” ini diujinya. Seperti hoptesis yang haus terjadi;
selanjutnya akan disebut teori fraud. Teoi ini tidak lain dari rekaan atau
perkiraan yang harus dibuktikan.

Investigasi dengan pendekatan teori fraud meliputi langkah-langkah sebagai


berikut :

1. Analisis yang tersedia


2. Ciptakan (atau kembangkan) hipotesis berdasarkan analisis diatas

18
3. Uji atau tes hipotesis tersebut
4. Perhalusan atau ubah hipotesis berdasarkan hasil pengujian sebelumnya.

Pemeriksaan dalam hukum acara pidana

Pembahasan mengenai pemeriksaan fraud di atas adalah dari kaidah-


kaidah auditing. Istilah yang digunakan dalam pembahasan sebelumnya adalah
istilah auditing. Padahal pemeriksaan fraud dimaksudkan untuk pembuktian di
pengadilan. Idealnya, pendekatan auditing dan hukum berjalan seiring.
Namun, latar belakang kedua bidang ilmu ini berbeda.
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1981) mengatur tahapan hukum acara pidana sebagai berikut:
1. Penyelidikan
2. Penyidikan
3. Penuntutan
4. Pemeriksaan di sidang pengadilan
5. Putusan pengadilan
6. Upaya hukum
7. Pelaksanaan putusan pengadilan
8. Pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pengadilan

Tahap 1(penyelidikan) sampai dengan Tahap 6 (Upaya Hukum)


merupakan satu rangkaian pemeriksaan yang merupakan upaya pembuktian.
Hal ini dijelaskan dalam setiap tahap dari Tahap 1 sampai dengan Tahap 6.

Penyelidikan

Penyelidikan adalah serangkaian kegiatan penyelidik untuk mencari dan


menemukan suatu perbuatan yang diduga merupakan tindak pidana guna
menentukan dapat/tidaknya penyelidikan dilakukan.

19
Penyelidikan tidaklah berdiri sendiri atau terpisah dari penyidikan,
melainkan merupakan satu rangkaian yang mendahului tindakan penyidikan
lainnya, yakni penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan.
Penyelidik mempunyai wewenang sebagai berikut:

 Menerima laporan atau pengaduan tentang adanya dugaan tindak pidana


 Mencari keterangan dan barang bukti
 Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta
memeriksa tanda pengenal diri
Atas perintah penyidik, penyelidik dapat melakukan tindakan berupa:

 Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan


penyitaan;

20
 Pemeriksaan dan penyitaan surat;
 Membawa dan menghadapkan seseorang kepada penyidik.

Wewenang penyelidik seperti mencari keterangan dan barang bukti


sudah memasuki ruang lingkup pembuktian. Kalau keterangan yang diperoleh
dari beberapa orang saling bersesuaian satu sama lain, apalagi kalau ada
keterkaitan dengan barang bukti yang ditemukan, maka penyelidik dapat
menduga telah terjadi suatu tindak pidana. Selanjutnya penyidikan dapat
dilakukan.
Apabila Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penyelidikan
dan dari penyelidikan itu tidak ditemukan sekurang-kurangnya dua bukti,
maka penyelidik melaporkan kepada KPK untuk menghentikan penyelidikan.
Sedangkan apabila Kejaksaan dan Kepolisian yang melakukan penyelidikan,
tidak dikenal penghentian penyelidikan. Dalam hal penyelidik (Kejaksaan dan
Kepolisian) berpendapat perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana
maka penyelidikan tidak dilanjutkan, tanpa proses.

Penyidikan

Penyidikan adalah serangkaian kegiatan penyidik untuk mencari dan


mengumpulkan bukti, dan dengan bukti itu membuat terang tindak pidana
yang terjadi untuk menemukan tersangkanya. Untuk mencari dan
mengumpulkan bukti, undang-undang memberi wewenang kepada penyidik
untuk:
 Menggeledah dan menyita surat dan barang bukti.
 Memanggil dan memeriksa saksi, yang keterangannya dituangkan
dalam berita acara

pemeriksaan saksi.
 Memanggil dan memeriksa tersangka, yang keterangannya dituangkan
dalam berita

21
acara pemeriksaan tersangka.
 Mendatangkan ahli untuk memperoleh keterangan ahli yang dapat juga
diberikan

dalam bentuk laporan ahli.


 Menahan tersangka, dalam hal tersangka dikuatirkan akan
melarikan diri, menghilangkan barang bukti atau mengulangi
melakukan tindak pidana.

Apabila dari bukti-bukti yang terkumpul diperoleh persesuaian antara


yang satu dengan yang lainnya, dan dari persesuaian itu diyakini bahwa
memang telah terjadi tindak pidana dan tersangka itulah yang melakukannya,
maka penyidik menyerahkan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum.
Hasil penyidikan ini tertuang dalam berkas perkara yang didalamnya terdapat
bukti-bukti.

22
Dalam hal Penyidik (Kepolisian atau Kejaksaan) berpendapat bahwa
dari bukti-bukti yang dikumpulkan secara maksimal ternyata tidak cukup bukti
atau terbukti tapi bukan merupakan tindak pidana (korupsi) maka mereka
berwenang menghentikan penyidikan. KPK tidak dibenarkan menghentikan
penyidikannya, karena kewenangannya ada pada penghentian penyelidikan.

Prapenuntutan

Prapenuntutan adalah tindakan jaksa (Penuntut Umum) untuk memantau


perkembangan penyidikan setelah menerima pemberitahuan dimulainya
penyidikan dari penyidik, mempelajari atau meneliti kelengkapan berkas
perkara hasil penyidikan yang diterima dari penyidik serta memberikan
petunjuk guna dilengkapi oleh penyidik untuk dapat menentukan apakah
berkas perkara tersebut dapat dilimpahkan atau tidak ke tahap penuntutan.
Penuntut Umum tidak akan menerima berkas perkara hasil penyelidikan
yang buktinya tidak lengkap. Karena bukti ini akan dijadikan alat bukti di
sidang pengadilan untuk membuktikan tindak pidana yang didakwakan. Di
tahap prapenuntutan, pembuktian merupakan focus utama dalam meneliti
berkas perkara hasil penyidikan.

Penuntutan

Penuntutan adalah tindakan Penuntut Umum yang melimpahkan perkara


ke Pengadilan Negeri yang berwenang, sesuai dengan cara yang diatur dalam
hukum acara pidana, dengan permintaan agar diperiksa dan diputus oleh
Hakim di sidang pengadilan.
Setelah Penuntut Umum menerima atau menerima kembali hasil
penyidikan yang lengkap dari penyidik, ia segera menentukan apakah berkas
perkara itu sudah/ belum memenuhi syarat untuk dilimpahkan ke pengadilan.
Pemeriksaan di pengadilan

Seperti pada tahap-tahap sebelumnya, acara pemeriksaan di sidang


pengadilan utidak lain berkenaan dengan pembuktian. Bukti-bukti yang

23
diperoleh di tingkat penyidikan diperiksa kembali di sidang pengadilan untuk
dijadikan alat bukti:
 Saksi-saksi yang telah diperiksa oleh penyidik dipanggil kembali ke
sidang

pengadilan untuk memperoleh alat bukti keterangan saksi.


 Tersangka yang sudah diperiksa di tahap penyidikan, diperiksa kembali
disidang pengadilan, untuk mendapat alat bukti keterangan terdakwa.

24
 Ahli yang telah memberikan keterangan di penyidikan atau yang telah
membuat
laporan ahli, dipanggil kembali untuk didengar pendapatnya atau
dibacakan laporannya di sidang pengadilan, agar diperoleh alat bukti
keterangan ahli.
 Surat dan barang bukti yang telah disita oleh penyidik diajukan ke
sidang pengadilan untuk dijadikan alat bukti surat dan petunjuk.

Itulah cara memperoleh alat bukti di sidang pengadilan. Hanya alat bukti
yang sah yang diperoleh di sidang pengadilan, yang dapat meyakinkan hakim
tentang kesalahan terdakwa. Alat bukti yang sah ini terdiri atas:
1. Keterangan saksi
2. Keterangan ahli
3. Surat
4. Keterangan terdakwa
5. Petunjuk

Pemeriksaan di sidang pengadilan mempunyai satu tujuan saja, yaitu


mencari alat bukti yang membentuk keyakinan hakim tentang bersalah atau
tidaknya terdakwa.

Putusan Pengadilan

Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali


apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh
keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa
terdakwalah yang bersalah. Kesalahan terdakwa ditentukan oleh keyakinan
hakim, namun keyakinan itu harus didasarkan atas sekurang- kurangnya dua
alat bukti yang sah, yang harus ada persesuaian satu dengan yang lain.

25
Berdasarkan alat bukti yang diperoleh di sidang pengadilan, hakim
menjatuhkan putusan:
 Putusan pemidanaan, apabila pengadilan berpendapat bahwa terdakwa
terbukti bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan
kepadanya.
 Putusan bebas, apabila pengadilan berpendapat bahwa dari hasil
pemeriksaan di
sidang kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan tidak
terbukti secara sah dan meyakinkan.
 Putusan lepas dari segala tuntutan hukum, apabila pengadilan
berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa
terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana atau
terbukti akan tetapi terdakwa tidak dapat dipertanggung jawabkan
terhadap perbuatannya.

26
Upaya Hukum

Upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak
menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau
kasasi, atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali,
atau hak Jaksa Agung untuk mengajukan kasasi demi kepentingan hukum
dalam hal seta menurut cara yang diatur dalam undang- undang.
Upaya hukum ada dua macam, yaitu Upaya Hukum Biasa dan Upaya
Hukum Luar Biasa. Upaya Hukum Biasa terdiri atas Pemeriksaan Tingkat
Banding dan Pemeriksaan Kasasi. Upaya Hukum Luar Biasa Terdiri atas
Pemeriksaan Kasasi Demi Kepentingan Hukum dan Peninjauan Kembali
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Bukti Dan Pembuktian – Auditing Dan Hukum

Dari penjelasan di bagian terdahulu, jelas bahwa keenam tahapan


dalam KUHAP (mulai tahap Penyelidikan sampai Tahap Upaya Hukum baik
upaya hukum biasa maupun upaya hukum luar biasa) berkenaan dengan
pembuktian. Juga penjelasan Mengenai Fraud Theory tidak lain dari proses
mengumpulkan bukti yang dapat diterima di pengadilan.
Para auditor yang berlatar belakang pendidikan akuntansi mengenal
istilah bukti audit. Mereka bahkan mengira bahwa pengertian bukti dalam
auditing sama dengan pengertian yang digunakan di pengadilan atau dalam
bidang hukum.

Tabel 12.1

Comparative Classification of Evidence


In Two Fields

27
Significant Characteristics Law Auditing
 Special purpose of Maintenance of justice Protection of statement
area to which readers
evidence is
pertinent.
 Subject matter to Occurrences at given times Financial Statement
which evidence is and places propositions
pertinent
 Method of Presentation by opposing Submission by interested

collection or parties and disinterested parties

28
development Rational deduction and Collected and developed by
inference independent party
Rationalization
Passive Both positive and passive
 Role of judgement-
maker in collection
or development
Logical presumptions Professional standards

Nature of rules Rules of admissibility and
governing the study relevance
 of evidence A controlling factor A controlling factor
Importance of time
in judgement
formation and
 evidence collection
Persuasive Varies from absolute to
persuasive
Compulsiveness of
evidence in
judgement
formation

Dalam bidang mereka sendiri para akuntan dan auditor di Indonesia


sering terkecoh dengan “bukti” dan sesuatu yang mengandung unsur-unsur
pembuktian (evidential matter). Audit harus menghimpun evidential matter
(hal-hal yang bersifat membuktikan) dan tidak sekedar evident atau bukti
konkrit sebagai dasar untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan klien.
Yang dimaksud dengan evidential matter misalnya pengetahuan yang ada di
pikiran auditor mengenai uang yang sebenarnya dikeluarkan untuk membeli
suatu aktiva. Ukuran keabsahan (validitas) bukti tersebut untuk tujuan audit
tergantung pada pertimbangan auditor. Dalam hal ini bukti audit berbeda
dengan bukti hukum yang diatur secara tegas oleh peraturan yang ketat. Bukti
audit sangat bervariasi pengaruhnya terhadap kesimpulan yang ditarik oleh

29
auditor dalam rangka memberikan pendapat atas laporan keuangan yang
diauditnya. Ketepatan sasaran, obyektif, ketepatan waktu, dan keberadaan
bukti audit lain yang menguatkan kesimpulan, seluruhnya berpengaruh
terhadap kompetensi bukti.

Perbandingan antara evidence dan evidential matter

No Evidence Evidential Matter

.
1 Ada di luar benak atau kesadaran Ada di dalam benak atau kesadaran

auditor intelektual dan mental auditor


2 Bersifat konkrit, empiris Bersifat abstrak

30
3 Realitas obyektif Realitas subjektif
4 Realitas substantif Realitas bentuk

Investigasi Pengadaan

Pengadaan barang dan jasa pemerintah adalah kegiatan untuk


memperoleh barang dan jasa oleh kementrian/lembaga/Satuan Kerja Perangkat
Daerah/institusi lainnya yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan
sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh barang dan jasa.
Ketentuan perundang-undangan mengenai pengadaan barang dan jasa
yang dibiayai APBN dan APBD terdapat pada Keputusan Presiden Nomor 80
Tahun 2003. Dikutip dari Kepres 80/2003, tujuan dikeluarkannya ketentuan
perundangan ini adalah: “Agar pengadaan barang dan jasa yang dibiayai
dengan APBN dan APBD dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien
dengan prinsip persaingan sehat, transparan, terbuka, dan perlakuan yang adil
bagi semua pihak, sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan baik dari
segi fisik, keuangan maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas pemerintah
dan pelayanan masyarakat.”
Dalam proses pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemborongan atau
jasa lainnya yang memerlukan penyedia barang dan jasa dibedakan menjadi
empat cara berikut:
1. Pelelangan umum
2. Pelelangan terbatas
3. Pemilihan langsung
4. Penunjukan langsung

Pelelangan terbatas umumnya sama dengan pelelangan umum, kecuali


dalam pengumuman dicantumkan kriteria peserta dan nama-nama penyedia
barang dan jasa yang akan diundang. Apabila setelah diumumkan terdapat
penyedia barang dan jasa yang tidak tercantum dalam pengumuman dan
berminat serta memenuhi kualifikasi, maka wajib untuk diikutsertakan dalam
pelelangan terbatas.

31
Terdapat dua istilah yang sering muncul dalam proses pelelangan umum,
yaitu prakualifikasi dan pascakualifikasi. Prakualifikasi adalah proses
penilaian kompetensi dan kemampuan usaha serta pemenuhan persyaratan
tertentu lainnya dari penyedia barang dan jasa sebelum memasukkan
penawaran. Pascakualifikasi adalah proses penilaian kompetensi dan
kemampuan usaha serta pemenuhan persyaratan tertentu lainnya dari penyedia
barang dan jasa setelah memasukkan penawaran.
Salah satu kewajiban dalam pengadaan barang dan jasa adalag
penyusunan HPS (Harga Perkiraan Sendiri). Berikut data yang digunakan
sebagai dasar penyusunan HPS:
1. Harga pasar setempat menjelang dilaksanakannya pengadaan.

32
2. Informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh Badan
Pusat Statistik

asosiasi terkai, dan sumber data lain yang dapat


dipertanggungjawabkan.
3. Daftar biaya/tarif barang dan jasa yang dikeluarkan oleh agen tunggal
atau pabrikan.
4. Biaya kontrak sebelumnya yang sedang berjalan dengan
mempertimbangkan faktor

perubahan biaya apabila terjadi perubahan biaya.


5. Daftar biaya standar yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang.

HPS disusun oleh panitia atau pejabat pengadaan dan ditetapkan oleh
pengguna barang dan jasa. HPS digunakan sebagai alat untuk menilai
kewajaran harga penawaran termasuk perinciannya dan untuk menetapkan
besaran tambahan nilai jaminan pelaksanaan bagi penawaran yang dinilai
terlalu rendah, tetapi tidak dapat dijadikan dasar untuk menggugurkan
penawaran.
Pelanggaran terhadap ketentuan pengadaan barang dan jasa bisa berupa
sanksi administrasi, tuntutan ganti rugi atau gugatan perdata, dan pemrosesan
secara pidana. Berikut perbuatan penyedia barang dan jasa yang dapat
dikenakan sanksi:
1. Berusaha memengaruhi panitia pengadaan atau pejabat yang
berwenang dalam bentuk dan cara apapun, baik langsung maupun tidak
langsung guna memenuhi keinginannya yang bertentangan dengan
ketentuan dan prosedur yang ditetapkan dalam dokumen pengadaan
atau kontrak, dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
2. Melakukan persengkongkolan dengan penyedia barang dan jasa lain
untuk mengatur harga penawaran di luar prosedur pelaksana pengadaan
barang dan jasa sehingga mengurangi/menghambat/memperkecil
dan/atau meniadakan persaingan yang sehat

33
dan/atau merugikan pihak lain.
3. Membuat dan/atau menyampaikan dokumen dan/atau keterangan lain
yang tidak benar untuk memenuhi persyaratan pengadaan barang dan
jasa yang ditentukan dalam
dokumen pengadaan.
4. Mengundurkan diri dengan berbagai alasan yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan

dan/atau tidak dapat diterima oleh panitia pengadaan.


5. Tidak dapat menyelesaikan pekerjaannya sesuai kontrak secara
bertanggung jawab.

Secara luas, sistem pengadaan publik Indonesia diyakini merupakan


sumber utama bagi kebocoran anggaran yang memungkinkan korupsi dan
kolusi yang memberikan sumbangan besar terhadap kemerosotan pelayanan
jasa bagi rakyat miskin Indonesia. Besarnya pengadaan mengesankan skala
potensial masalah tersebut.
Suatu sistem pengadaan efektif harus dipusatkan pada upaya untuk
memastikan bahwa dana publik dibelanjakan dengan baik guna meningkatkan
efektivitas pembangunan. Apabila suatu sistem pengadaan berfungsi dengan
baik, dipastikan pembelian barang akan bersaing dan

34
efektif. Melihat ke depan, suatu sistem pengadaan publik kelas dunia dan
bukannya sistem dengan reputasi global untuk mendorong korupsi akan
menjadi semakin penting bagi Indonesia dengan munculnya zona perdagangan
bebas Asia dan pelaksanaan ketentuan- ketentuan World Trade Organization
pada waktunya, yang mewajibkan pada negara-negara anggotanya memberi
akses kepada pengadaan pemerintah bagi perusahaan-perusahaan dari mitra
dagang.
Apa saja yang membuat sistem pengadaan menjadi baik? Supaya
berfungsi efektif, suatu rezim pengadaan perlu mencakup ciri-ciri berikut:
1. Kerangka hukum yang jelas, komprehensif, dan transparan,
Antara lain, mewajibkan pemasangan iklan yang luas tentang
kesempatan-kesempatan penawaran, pengungkapan sebelumnya
tentang semua kriteria untuk mendapatkan kontrak, pemberian kontrak
yang didasarkan atas kriteria yang objektif bagi penawar yang dinilai
paling rendah, pemaparan publik bagi penawaran-penawaran itu, akses
terhadap mekanisme peninjauan untuk keluhan penawar,
pengungkapan publik dari hasil-hasil proses pengadaan, dan
pemeliharaan catatan lengkap tentang seluruh
proses tersebut.
2. Kejelasan tentang tanggung jawab dan akuntabilitas fungsional,
Termasuk penunjukan tanggung jawab yang jelas atas pengelolaan
proses pengadaan,
memastikan bahwa aturan-aturan ditaati, dan mengenakan sanksi-
sanksi jika aturan- aturan itu dilanggar.
3. Suatu organisasi yang bertanggung jawab untuk kebijakan pengadaan
dan

pengawasan penerapan tepat dari kebijakan tersebut.


Secara ideal, badan ini tidak boleh bertanggung jawab pula untuk
mengelola proses pengadaan. Badan tersebut harus memiliki wewenang
dan independensi untuk

35
bertindak tanpa takut atau pilih kasih dalam menjalankan tanggung
jawabnya.
4. Suatu mekanisme penegakan.
Tanpa penegakan, kejelasan aturan, dan fungsi tidak ada artinya.
Badan audit pemerintah harus dilatih untuk mengaudit pengadaan
publik dan memulai tindakan terhadap mereka yang melanggar aturan-
aturan. Pemerintah perlu menetapkan
mekanisme-mekanisme yang memiliki kepercayaan penuh dari para
penawar.
5. Staf pengadaan yang terlatih dengan baik,
Merupakan suatu kunci untuk memastikan sistem pengadaan yang sehat.

Investigasi Pengadaan

Terdapat tiga tahapan dalam pengadaan yang menggunakan sistem tender atau
penawaran terbuka:
1. Tahap pratender (presolicitation phase)

36
2. Tahap penawaran dan negosiasi (solicitation and negotiation phase)
3. Tahap pelaksanaan dan penyelesaian administratif (performance and
administration phase)
Auditor harus menguasai seluk beluk dan potensi fraud dalam setiap tahap.
Yang dapat membantunya adalah gejala-gejala yang sering muncul ke
permukaan pada setiap tahan tersebut di atas yang akan dijelaskan lebih lanjut
di bawah ini.

Tahap Pratender

Dalam tahap ini, umumnya terjadi kejadian berikut:


1. Pemahaman mengenai kebutuhan perusahaan atau lembaga akan
barang dan jasa yang akan dibeli.
2. Pengumuman mengenai niat perusahaan atau lembaga itu untuk
membuat kontrak.
3. Penyusunan spesifikasi.
4. Penentuan mengenai kriteria pemenang.

Auditor harus mengenali penyimpangan dari prosedur baku dan harus


mewaspadai ketidaklengkapan dokumen. Terdapat dua skema fraud yang
utama, yaitu penentuan kebutuhan dan penentuan spek.
Dalam menentukan kebutuhan, sering kali terjadi persengkongkolan
antara pejabat atau pegawai dari lembaga yang membeli dengan kontraktor
atau penyuplai. Penyuplai memberikan uang suap pada pejabat atau pegawai
dari lembaga yang membeli sebagai ungkapan terima kasihnya karena pejabat
atau pegawai itu berhasil menentukan kebutuhan akan barang dan jasa yang
akan dipasok. Hal ini akan menyebabkan perusahaan korban membeli barang
atau jasa yang sebenarnya tidak dibutuhkan perusahaan persebut.
Dalam menentukan spesifikasi, terdapat persyaratan tertentu mengenai
elemen, material, dimensi, dan lain-lain yang harus dipenuhi dalam suatu

37
proyek. Spesifikasi dibutuhkan untuk memberi informasi mengenai kebutuhan
perusahaan dan digunakan sebagai dasar dalam penerimaan tender. Dalam
kasus ini, vendor menyuap karyawan dari perusahaan pembeli yang terlibat
dalam persiapan spesifikasi kontrak. Sebagai gantinya, karyawan mengatur
spesifikasi kontrak yang dapat menampung kemampuan penyuap.

Tahap Penawaran dan Negosiasi

Tahap ini melakukan kegiatan sebagai berikut:

a. Sebelum klarifikasi dan negosiasi dilakukan, panitia/pejabat pengada-


an membuat pedoman klarifikasi dan negosiasi teknis dan harga.
Dalam pedoman klarifikasi dan

38
negosiasi teknis dan harga di-cantumkan hal-hal teknis dan item
pekerjaan yang akan

diklarifikasi dan dinegosiasi, tetapi tidak boleh mencantumkan rincian


HPS;
b. Klarifikasi dan negosiasi dilakukan kepada peserta pemilihan langsung
yang
menawarkan harga terendah sampai terjadi kesepakatan. Klarifikasi
dan negosiasi tidak boleh dihadiri oleh peserta pemilihan langsung
lainnya;
c. Klarifikasi dan negosiasi teknis dilakukan untuk mendapatkan
barang/jasa yang sesuai dengan spesifikasi yang tercantum dalam
dokumen pemilihan penyedia barang/jasa
atau spesifikasi yang lebih tinggi;
d. Bagi pengadaan barang/jasa berdasarkan kontrak harga satuan,
panitia/pejabat pengadaan melakukan klarifikasi dan negosiasi
terutama terhadap harga satuan item- item pekerjaan yang harga
satuan penawarannya lebih tinggi dari harga satuan yang
tercantum dalam HPS;
e. Bagi pengadaan barang/jasa berdasarkan kontrak lumpsum,
panitia/pejabat pengadaan

melakukan negosiasi hanya pada harga total saja;


f. Setelah klarifikasi dan negosiasi, panitia/pejabat pengadaan meminta
kepada peserta pemilihan langsung yang akan diusulkan untuk
menandatangani berita acara hasil klarifikasi dan negosiasi. Apabila
tidak terjadi kesepakatan dengan urutan pertama,
maka klarifikasi dan negosiasi dilakukan kepada urutan penawar
terendah berikutnya;
g. Berdasarkan berita acara tersebut, panitia/pejabat pengadaan membuat
surat usulan penetapan penyedia barang/jasa kepada pejabat yang
berwenang menetapkan.

39
Skema fraud dalam tahap ini umumnya berupa persengkongkolan antara
pembeli dan kontraktor yang diunggulkan dan kontraktor “pendamping” atau
“pemantas” yang meramaikan proses penawaran.
Terdapat beberapa skema fraud sebagai berikut:
1. Permainan yang berkenaan dengan pemasukan dokumen penawaran.
Misalnya, membuka dokumen penawaran lebih awal, menerima
dokumen penawaran meskipun sudah melewati batas waktu, mengubah
dokumen penawaran secara tidak sah (setelah berhasil “mengintip”
dokumen saingan), mengatur harga penawaran, memalsukan berita
acara dan dokumen proses tender lainnya.
2. Permainan yang berkenaan dengan manipulasi dalam proses
persaingan terbuka yang disebut dengan bid-rigging. Hal ini dilakukan
dengan cara bersengkongkol antara
pembeli dan sebagian peserta tender.
3. Tender arisan (bid rotation) dilakukan untuk menentukan pemenang
(kontraktor

dengan persyaratan atau terms terbaik) sebelum dokumen penawaran


dibuka.
4. Menghalangi penyampaian dokumen penawaran. Misalnya, peserta
tender yang tiba- tiba mengundurkan diri dengan atau tanpa alasan,
peserta tender yang ditolak karena

40
menggunakan ‘formulir’ yang salah atau ‘lupa’ merekatkan materai,
peserta tender

yang mengatur persyaratan tambahan, dan lain-lain.


5. Menyampaikan dokumen penawaran pura-pura (complementary bids)
yang berisi harga yang relatif lebih tinggi atau persyaratan yang sudah
pasti akan mengalahkannya. Penyampaian complementary bids
dimaksudkan untuk
“meramaikan bursa” agar tender terlihat lebih sahih.
6. Memasukkan dokumen penawaran “hantu” (phantom bids).
Perusahaan menciptakan perusahaan palsu yang masuk dalam arena
tender. Biasanya mereka terkait pada seorang pemilik yang sama.
Tanda yang cepat dikenali adalah alamat dan nomor telepon yang
sama, akta notaris (akta pendirian) dibuat pada hari yang sama di
notaris
yang sama dengan nomor urut yang teratur.
7. Kontraktor dengan sengaja memainkan harga. Sesudah terpilih dalam
proses negosiasi, ia “menafsirkan kembali” data harganya. Hal ini akan
berakhir dengan harga yang lebih mahal dari kontraktor yang
dikalahkannya. Bentuk lain adalah penggantian subkontraktor atau
konsultan yang lebih rendah mutu atau kualifikasinya, atau tidak
mengungkapkan nilai dari barang-barang proyek sesudah proyek
berakhir.

Tahap Pelaksanaan dan Penyelesaian Administratif

Tahap ini meliputi kegiatan berikut:

1. Perubahan dalam order pembelian.


2. Review yang tepat waktu atas bagian pekerjaan yang sudah selesai
dikerjakan dan untuk bagian mana kontraktor berhak menerima
pembayaran.
Ada dua bentuk fraud dalam tahap ini, yaitu substitusi atau penggantian

41
produk dan “kekeliruan” dalam perhitungan pembebanan. Untuk menaikkan
keuntungan, kontraktor mengganti barang atau produk atau bahan
baku/pembungkus yang dipasoknya. Substitusi ini bisa berbentuk:
1. Pengiriman barang yang mutunya lebih rendah.
2. Pengiriman bahan yang belum diuji.
3. Pemalsuan hasil pengujian.
4. Pengiriman barang palsu.
5. Pemalsuan sertifikasi, misalnya sertifikasi keaslian barang, mutu,
atau persyaratan

lain.
6. Pembuatan sample yang khusus untuk mengujian dan memang lulus
pengujian, tetapi

sebagian besar produk yang dikirimkan tidak sebaik sample ini.


7. Pemindahan tags yang bertanda “Sudah Diperiksa” dari barang yang
sudah diperiksa

ke barang yang belum diperiksa.


8. Penggantian dengan barang-barang yang kelihatannya sama.

42
Kekeliruan dalam pembebanan biaya bisa berupa kekeliruan perhitungan
(misalnya ada biaya yang boleh dan tidak boleh dibebankan ke proyek),
kekeliruan dalam pembebanan biaya material atau tenaga kerja. Contohnya,
dalam kontrak penggunaan tenaga konsultan yang pembebanannya meliputi
jumlah waktu (man-hours, man-days, dst.) dikalikan tarif per satuan waktu.
Yang bisa dimainkan adalah jumlah waktu, tarif yang seharusnya, dan hasil
perkalian. Selain itu, dalam tahap ini biasanya terjadi penyalahgunaan pada
proses tendering yang telah disegel. Orang yang mempunyai akses pada
penawaran yang telah tersegel biasanya menjadi target vendor tak beretika
yang mencari keuntungan dalam proses ini. Vendor menyuap karyawan untuk
memberikan informasi sehingga vendor dapat mempersiapkan penawarannya.
Vendor yang menyuap karyawan ini dapat mengumpulkan penawarannya yang
paling akhir karena ia telah mengetahui harga yang diberikan kompetitornya
sehingga ia dapat melakukan penyesuaian-penyesuaian tertentu.

Red Flag

Terdapat beberapa hal yang dapat mengindikasikan adanya praktik bid-rigging


antara lain:

1. Harga kontrak yang tinggi secara tidak biasa.


Misalnya, jika dua atau lebih kontraktor bersekongkol dengan
karyawan dalam proses penawaran, atau jika karyawan memasukkan
penawaran dari vendor fiktif untuk menaikkan harga kontrak,
penawaran yang memenangkan kontrak ini akan mempunyai harga
yang sangat tinggi dibandingkan dengan harga yang diekspektasikan,
kontrak sebelumnya, jumlah yang dianggarkan, dsb. Organisasi
harus memonitor trend harga untuk mencegah hal ini.
2. Penawaran rendah diikuti oleh perubahan order atau penyesuaian
yang menaikkan

pembayaran pada kontraktor secara signifikan.


Hal ini dapat mengindikasikan kontraktor bersekongkol dengan

43
seseorang dalam perusahaan yang mempunyai wewenang untuk
menyesuaikan kontrak. Kontraktor mengumpulkan harga penawaran
yang sangat rendah untuk memastikan bahwa penawaran ini akan
memenangkan kontrak, mengetahui bahwa harga akhir akan naik
setelah pemberian suap.
3. Perbedaan harga antar penawar yang tidak dijelaskan.
Perbedaan harga yang signifikan dapat terjadi ketika penawar yang
jujur mengumpulkan penawaran dalam proses penawaran yang
kompetitif di mana proses tersebut didominasi oleh penawar-penawar
yang telah bersekongkol, di mana mereka
mempunyai harga penawaran yang sangat rendah.
4. Terdapat pola tertentu dalam proses penawaran.

44
Jika kontraktor yang paling akhir mengumpulkan penawarannya
memenangkan
kontrak secara berulang, hal ini dapat mengindikasikan bahwa
karyawan memperbolehkan kontraktor ini untuk melihat penawaran
kompetitornya.
5. Penawar yang kalah dalam kontrak sering menjadi subkontraktor
proyek.
Hal ini mengindikasikan vendor-vendor tersebut bersekongkol untuk
membagi proses
kontrak, menyetujui jika salah satu vendor memenangkan kontrak
maka yang lain akan memperoleh bagian tertentu melalui penyusunan
subkontraktor.
6. Terdapat perhitungan atau kesalahan perhitungan yang sama dalam satu
atau dua penawaran, juga terdapat dua atau lebih perusahaan yang
memiliki alamat, nomor
telepon, dll yang sama.
Hal ini dapat mengindikasikan bahwa karyawan atau vendor
membentuk vendor fiktif untuk menciptakan ilusi kompetisi dimana
sebenarnya hal tersebut tidak benar-benar ada.

Komputer sebagai Alat Bantu

Teknologi komputasi membantu auditor dalam mendeteksi fraud dalam


pengadaan barang. Program komputer dapat khusus dibuat untuk
mengidentifikasi:
1. Penyuplai dengan alamat P.O. BOX.
2. Penyuplai dengan alamat yang sama dengan alamat pegawai.
3. Kontrak yang gagal dalam proses tender, tetapi sekarang menjadi
subkontraktor.
4. Pembayaran kepada penyuplai tertentu selama suatu jangka waktu
(untuk mendeteksi

45
kemungkinan pembayaran yang berulang-ulang atau pembayaran
ganda).
5. Pembayaran kepada penyuplai yang tidak melalui sistem yang ada.
6. Pegawai atau konsultan yang dalam hari yang sama menangani
beberapa proyek, atau proyek yang bukan untuk pembeli.

BAB III

46
PENUTUP
Kesimpulan
Biaya merupakan elemen terpenting dalam perusahaan, adapaun
biaya ada yang berupa eksplisit dan implisit dan tak lepas dengan adanya
skala pengeluaran biaya ada yang jangka panjang dan pendek kmudian
perhitungan tersebut beracu pada mekanisme atau konsep jangka panjang
dan pendek dan pada akhirnya bisa terlihat presentase laba yang di
peroleh.
Saran
Perusahaan adalah suatu organisasi yang didirikan untuk memperoleh
keuntungan (income) agar teori biaya berfungsi dengan sangat baik guna
meminimalisir pengeluaran dan setiap pengeluaran sebaiknya mengunakan
konsep eksplisit dan implisit agar perusahan tidak mengalami defisit
keuangan.

DAFTAR PUSTAKA

47
Referensi

Website Kementrian Perindustrian


tkdn.kemenperin.go.id/download.php?id=20 Wells, Joseph T. 2010.
Principles of Fraud Examination Third Edition. Wiley, USA
Tuanakotta, Theodorus M. 2010. Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif
Edisi 2. Penerbit Salemba Empat, Jakarta

48

Anda mungkin juga menyukai