Anda di halaman 1dari 18

KAIN JUMPUTAN YANG DIUNGGULKAN KAMPUNG TAHUNAN

Dosen pengampu:
KURNIAWAN ADI SAPUTRO, M.A., Ph.D.
KUSRINI, S.Sos., M.Sn.
AJI SUSANTO ANOM PURNOMO, S.Sn., M.Sn.

Disusun oleh:

NABILATUL FIKROH 1710163131


PUTRI INDAH SARI 1710838031
FATAHILLAH AL ABI 1710842031
RIKI MAULANA 1810862031
EKY RIMA NURYA GANDA 1810866031
FIRSTA HANNY NOVIANA PUTRI 1810871031
MASAGUS MUHAMMAD KHALID BURLIAN 1810876032
MUHAMMAD AZIZ AL HAKIM 1810883031

PROGRAM STUDI S-1 FOTOGRAFI

FAKULTAS SENI MEDIA REKAM

INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA

YOGYAKARTA

2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Batik dan Jumputan merupakan hasil dari kebudayaan yang ada di Kampung Wisata
Tahunan yang berada di Kelurahan Tahunan, Kecamatan Umbulharjo, Yogyakarta.
Seperti kampung wisata pada umumnya, Kampung Wisata Tahunan juga memiliki suatu
sumber kerajinan yang ada dan dikelola oleh warga setempat, dan merupakan ciri khas
yang memang lahir disitu. Sejarah awal kemunculan para perajin kain jumputan di
Kampung Tahunan dimulai dari berdirinya sebuah koperasi yang bernama Penanaman
Ekonomi Wilayah (PEW) di Celeban, Tahunan, Umbulharjo pada tahun 2011 di awal
kemunculannya bahkan hanya beberapa Ibu rumah tangga yang mengelola saja dan
belum banyak, hingga dinas Perindag dan Pemerintah menyetujui pengajuan penciptaan
usaha Batik dan Jumputan tersebut.

Alasan pemilihan subjek di Kampung Wisata Tahunan ini karena dari hasil
pengamatan kelompok kami menemukan suatu kerajinan yang berbeda yakni Batik dan
Jumputan, tidak hanya Batik saja, dinamakan Batik dan Jumputan, karena memang di
Kampung wisata Tahunan juga menciptakan kain Jumputan. Masyarakat lokal maupun
luar negeri bahkan yang berkunjung di Yogyakarta juga sempat mampir ke Kampung
Tahunan untuk membeli Batik dan Jumputan nya tersebut, harga dari Batik dan
Jumputan juga berkisar antara Rp200.000,00 ke atas hal ini memang karena motif dan
pengerjaan yang lama dan juga menghasilkan batik yang berbeda menjadikan Batik dan
Jumputan ini memiliki tingkat pembeli yang banyak, bahkan setiap tahunya Kampung
Tahunan juga terbiasa mengikuti Pagelaran batik, seperti yang kelompok kami temui
kemarin saat melakukan riset yakni rangkaian acara "Jogja Heboh", di tahun 2020 bulan
Februari tanggal 29, Kelurahan Tahunan akan menggelar acara festival yang bernama
"The Jumputan”.

Perbedaan Batik dengan Jumputan dapat diketahui dari teknik pembuatan dan
penggunaan malam saat proses pembuatan kedua jenis kain tersebut. Kain batik pada
umumnya dibuat menggunakan canting dan malam, sedangkan jumputan menggunakan
ikatan-ikatan dan tidak menggunakan malam. Kebanyakan orang sering menyebut nama
kain jumputan dengan nama batik jumputan yang sebenarnya sebutan batik jumputan itu

1
Kain Jumputan Kampung Tahunan
Antropologi Seni
adalah kurang tepat, karena batik dengan jumputan adalah dua hal yang berbeda. Ada
inovasi lain dari hasil pengolahan batik dan jumputan tersebut yang diberi nama batik
mix jumputan yaitu selembar kain yang memiliki kombinasi motif dari hasil membatik
dan hasil menjumput.
Proses pembuatan jumputan ini menggunakan teknik jelujur benang dan ikatan
manik-manik. Tahap awal pembuatan kain ini dimulai dengan mendesain motif di
selembar kertas untuk dijiplakkan ke bahan baku kain yang digunakan. Selesai menjiplak
di kain, proses selanjutnya adalah penjumputan, dan dilanjutkan dengan pewarnaan.
Berdasarkan objek yang diriset kelompok kami memilih Kampung Wisata Tahunan,
dalam penugasan Antropologi ini sebagai subjek yang diriset, untuk mengetahui tentang
Batik dan Jumputan yang berada di Kampung Wisata tahunan serta sejarah berdirinya
dan proses pembuatannya.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana suatu unsur dan kebudayaan melekat dalam sekelompok masyarakat


yang diteliti?
2. Bagaimana penjelasan masyarakat dalam antropologi dari segi konteks kelompok
perajin batik jumputan?
3. Bagaimana wujud artefak yang ada dalam kelompok masyarakata tersebut?
4. Bagaimana pendidikan seni yang ada pada kelompok masyarakat perajin batik
jumputan?

C. Tujuan dan Manfaat


1. Adanya pembuktian dan penjelasan mengenai kebudayaan dan unsur-unsurnya.
2. Adanya pembuktian dan penjelasan mengenai suatu ketentuan masyarakat yang
ditinjau dari segi antropologi.
3. Adanya pembuktian dan penjelasan mengenai keberadaan suatu benda hasil dari cipta
karya kelompok masyarakat tersebut.
4. Adanya pembuktian dan penjelasan mengenai kelompok masyarakat tersebut saat
mengadakan suatu pendidikan seni dalam konteks batik jumputan.

2
Kain Jumputan Kampung Tahunan
Antropologi Seni
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kebudayaan dan Unsur-Unsur


Perhatian ahli antropologi mengenai seni bermula dari penelitian etnografi
mengenai aktivitas kesenian suatu masyarakat, aktivitas biasanya terjadi dan
membudaya dalam suatu tatanan masyarakat sehingga hal tersebut menjadi suatu
kebiasaan atau kebudayaan. Pada dasarnya Clyde Kay Maben Kluckhohn seorang ahli
antropologi menyimpulkan bahwa adanya unsur besar dalam kebudayaan yang
disebut unsur kultural universal, terdapat 7 unsur kebudayaan yang universal antara
lain bahasa, sistem pengetahuan, sistem teknologi dan peralatan, sistem kesenian,
sistem mata pencarian hidup, sistem religi, serta sistem kekerabatan dan organisasi
kemasyarakatan. Dalam konteks pembahasan ini 7 unsur-unsur kebudayaan yang
terkait dengan hasil penelitian dengan metode observasi dan wawancara, antara lain
adalah sebagai berikut:
1) Bahasa
Menurut Ensiklopedi Nasional Indonesia, bahasa merupakan suatu
sistem tanda bunyi yang secara harfiah digunakan oleh sekelmpok anggota
sosial untuk bekerjasama dan lain sebagainya sesuai dengan kebutuhannya.
Pemahaman dari antropologi, bahas merupaan perlambangan dari manusia
yang ada dalam bentuk lisan maupun tulisan.
Dalam penelitian yang dilakukan dengan observasi dan wawancara
sekelompok masyarakat perajin batik jumputan menggunakan bahasa Jawa
sebagai alat untuk berkomunikasi dalam bentuk lisan, akan tetapi informan
yang hendak di wawancarai bisa saja menggunakan bahasa indonesia sebab
selain bahasa persatuan, informan mengetahui bahwa yang mewawancara
tidak bisa berbahasa Jawa seperti yang dilakukan sekelompok masyarakat
tersebut untuk berkomunikasi.

2) Sistem pengetahuan
Pengetahuan merupakan segala bentuk sesuatu yang diketahui oleh
manusia tentang benda, sifat, dan lain sebagainya. Dalam sistem pengetahuan

3
Kain Jumputan Kampung Tahunan
Antropologi Seni
ini biasanya meliputi pengetahuan tentang alam sekitar, ruang dan bilangan,
sifat-sifat manusia, bahkan sampai pengetahuan mengenai flora dan fauna.
Dalam penelitian, sekelompok masyarakat perajin jumputan
menggunakan sistem pengetahuannya untuk berkarya. Salah satu contoh,
perajin batik jumputan ini bisa menggunakan bahan untuk membatik yang
diberikan dalam bahan-bahan alami yang di gunakan bisa menggunakan daun
mangga, kayu-kayuan, daun kersen dan lain-lain tergantung pemakainya .
Biasanya bahan yang digunakan dari bahan alam warnanya tidak sekontras
dengan bahan yang menggunakan bahan tekstil, apabila dibandingkan dengan
harga batik jumputan dengan tekstil lebih murah dari pada bahan alam.oleh
karena itu, sistem pengetahuan inilah dalam sebuah kelompok perajin batik
jumputan ini menggunakan bahan alam dari flora untuk membuat suatu karya
seni.

3) Sistem teknologi dan peralatan


Biasanya dalam sistem teknologi sebuah kelompok masyarakat
menggunakan peralatan canggih yang dibutuhkan untuk melengkapi dalam
kehidupan sehari-hari. Teknologi biasanya mencakup cara-cara atau teknik
memproduksi, memakai, serta memelihara segala peralatan dan perlengkapan
yang digunakan.
Dalam penelitian. Sekelompok masyarakat menggunakan suatu
teknologi untuk mengolah limbah hasil dari proses pembuatan batik. Suatu
kelompok masyarakat perajin batik jumputan sudah di danakan alat pengolah
limbah yang di bantu oleh Universitas Janabrada Yogyakarta yang membantu
mengajukan proposal kepada Dikti untuk membuat alat pengolah limbah
sebanyak 3 alat. Proses menetralisir limbah yng di hasilkan dengan proses
yang dicampuri bahan penetralisir lalu naik ke atas dengan menggunakan
dinamo dan berikutnya menghasikkan endapan dari limbah tersebut, setelah
melalui tiga tahap tersebut limbah bisa di buang dengan terakhir proses
penyaringan. Hal ini berkait bahwa sekelompok masyarakat mampu
menggunakan teknologi yang mencakup dalam cara-cara atau teknik
memproduksi, memakai, serta memelihara segala peralatan dan perlengkapan
yang digunakan.

4
Kain Jumputan Kampung Tahunan
Antropologi Seni
5
Kain Jumputan Kampung Tahunan
Antropologi Seni
4) Sistem kesenian
Kesenian merupakan sarana manusia dalam mengekspresikan
kebebasan dan kreativitasnya. Kesenian merujuk pada unsur keindahan yang
berasa dari hati manusia.
Dalam penelitian, terdapat suatu rangkaian acara biasa dinamakan
"Jogja Heboh", di tahun 2020 bulan Februari tanggal 29 kemarin, Kelurahan
Tahunan akan menggelar acara festival yang bernama "The Jumputan".
Festival ini akan diadakan pada hari Sabtu dan Minggu di Jalan Batikan,
Tahunan, Umbulharjo. Di dalam festival tersebut, Kelurahan Tahunan akan
mempersembahkan Fashion Show Jumputan, bazar UMKM (Jumputan,
kuliner, kerajinan) , penyuluhan, sosialisasi, pentas seni dan budaya, pasar
tani, Genk Cobra, dan pertunjukan Wayang Cakruk. Berdasarkan informasi
yang kami terima dari festival tersebut juga menyediakan panggung kesenian
untuk acara-acara pementasan dan pertunjukan seperti tari, hadrah, dan
karawitan. Hal ini merupakn bentuk kesenian dimana manusia
mampumengekspresikan kebebasan dan kreativitasnya.

5) Sistem mata pencarian hidup


Suatu ekonomi yang biasa disebut sebagai sistem mata pencaharian,
dalam sistem ini manusia memenuhi kebutuhan mulai dari produksi, distribusi,
dan komunikasi. Mata pencaharian biasanya identik dengan sekelompok
masyarakat yang mencari sesuatu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Dalam penelitian, Proses pendirian usahayang dilakukan oleh informan
dan sekelompok masyarakat, dengan melakukan pembelian bahan-bahan baku
seperti kain dan pewarna tekstil, melakukan produksi kain jumputan setiap
hari, dan juga mengadakan pelatihan pembuatan jumputan. Informan yang
diwawancarai menerima permintaan magang dari seseorang, hal ini diketahui
saat sesi wawancara 28 Februari 2020, yang dimana kebetulan ada orang yang
menjalani masa magangnya. Terdapat suatu tujuan dari sekelompok
masyarakat perajin batik jumputan ini, dimana isi kelompok tersebut ibu-ibu
rumah tangga. Tujuannya ialah menjadikan perajin jumputan agar dapat
mengesejahterakan sesama kelompok, serta dapat meningkatkan penghasilan
untuk digunakan sebagai keperluan sehari-hari seperti menyekolahkan anak
dan modal untuk usaha jumputan ini. Dalam konteks ini perajin batik

6
Kain Jumputan Kampung Tahunan
Antropologi Seni
jumputan ini membuat karya batik,lalu menjadikan karya tersebut sebagai
mata pencaharia dan kebutuhan hidup sehari-hari bagi sekelompok masyarakat
tersebut.

6) Sistem religi
Religi dibutuhkan dalam suatu kelompok masyrakat, mengapa
demikian, hal ini di sebabkan karena religi dibutuhkan untuk menjawab
ketidakberdayaan manusia dalam menghadapi berbagai masalah kehidupan
yang sulit diterima akal. Sistem religi merupakan suatu sistem kepercayaan
antara manusia dn penciptanya.
Dalam penelitaian dan observasi yang dilakukan, rata-rata sekelompok
masyarakat yang di teliti memiliki kepercayaan dalam agama Islam. Hal ini
terlihat ketika peneliti melakukan observasi di dalam daerah yang di teliti. Dan
hasil mengatakan bahwasannya sekelompok penrajin batik jumputan,
menganut kepercayaan agama Islam.

7) Sistem kekerabatan dan organisasi kemasyarakatan


Dalasm sistem ini memudahkan suatu kelompok dalam mencapai suatu
tujuan masyarakat itu sendiri. Sistem ini merupakan kesadaran manusia
bahwasannya manusia yang hidup pasti memerlukan bentuk sosial dimana
dalam konteks ini manusia membutuhkan bantuan dari manusia lainnya.
Sistem ini dibutuhkan juga karena manusia memiliki kecenderungan untuk
berkelompok.
Dalam penelitaian dan observasi yang dilakuka, masyarakat perajin
jumputan merupakan suatu masyarakat yang membentuk suatu kelompok
untuk mencapai tujuan mereka bersama. Suatu kelompok perajin yang
memiliki kelompok yang bernama PEW. Kelompok masyarakat memiliki
suatu dana modal, kemudian para anggotanya yang keseluruhan ibu-ibu
bermusyawarah untuk menciptakan suatu kegiatan yang positif sekaligus dapat
menambah penghasilan, yang pada akhirnya terciptalah sebuah bentuk produk
bernilai jual berupa kain jumputan. Hal ini sekilas sekelompok masyarakat
tersebut memiliki tujuan yang sama, dengan bermusyawarah dan mendapatkan
keputusan untuk membuat sesuatu hal untuk mendapatkan penghasilan.

7
Kain Jumputan Kampung Tahunan
Antropologi Seni
8
Kain Jumputan Kampung Tahunan
Antropologi Seni
B. Masyarakat dalam Kelompok Perajin Batik Jumputan
Masyarakat dalam pengertian ialah terdapat suatu interaksi sosial dalam
berbagai hubungan sosial, yang berkaitan dengan hubungan atar individu, hubungan
antar kelompok, dan hubungan individu antar kelompok atau sebaliknya. Pada
umumnya bahwasannya interaksi sosial sering mempengaruhi satu sama lain saat dua
orang atau lebih hadir secara bersama. Selain ienteraksi sosial terdapat suatu
perubahan sosial, dimana perubahan yang terjadi sebagai suatu variasi dari cara hidup
yang telah diterima karena adanya perubahan kondisi, ideologi, dan lain sebaginya.
Selain itu juga terdapat perhitungan rasional dimana masyarakat yang rasional
dicirikan dengan pembagian kerja yang rasional, berdasarkan pertimbangan atas
tujuan yang ingin dicapai. Dalam masyarakat juga terdapat suatu hubungan-hubungan
dimana terdapat suatu hal yang menjadi bersifat pamrih dan ekonomis.
Dalam konteks ini peneliti melakukan praktik antropologi pada masyarakat
Tahunan, Umbulharjo sebagai perajin batik jumputan. Peneliti melihat masyarakat
dengan memandang masyarakat sebagi bentuk interpretasi yang kompleks. Selain itu
peneliti melihat fisik para masyarakat ketika sedang melakukan observasi. Terdapat
beberapa ciri fisik sekelompok masyarakat perajin batik jumputan, yaitu:
1. Kulit kuning/ sawo matang
2. Dahi dan mata yang lebar
3. Telinga yang aga besar sedikit
4. Gigi yang relatif besar
5. Rahang lebar
6. Bibir yang berbentuk segitiga
7. Rambut hitam dengan bentuk rata-rata ada yang ikal/keriting dan ada
sebagian yang lurus
8. Tinggi badan yang rata-rata kurang lebih 155 cm, karena perawakan dari
ibu-ibu rumah tangga
9. Bentul badan yang membuncit sedikit

Itulah sebagian ciri-ciri fisik masyrakat yang diteliti, kurang lebihnya peneliti
memandang fisik masyarakat perajin batik jumputan seperti itu.

9
Kain Jumputan Kampung Tahunan
Antropologi Seni
C. Wujud Artefak
Kain Jumputan sebagai artefak unggulan di Kampung Wisata Tahunan yang
merupakan salah satu jenis kerajinan kain yang dikembangkan kali pertama oleh Bu
Tuliswati Sandhi di kampung tersebut. Bu Tuliswati Sandhi adalah pemilik usaha kain
jumputan bernama Dea Modis yang ia dirikan pada tahun 2010. Nama jumputan
diambil dari makna “jumput” yang menggambarkan proses pembuatannya yang
mengikat beberapa jumput kain, yang tiap-tiap ikatan tersebut berisi butiran manik-
manik bulat untuk kemudian kain tersebut dicelupkan ke bahan pewarna tekstil.
Proses lengkap pembuatan jumputan ini menggunakan teknik jelujur benang
dan ikatan manik-manik. Tahap awal pembuatan kain ini dimulai dengan mendesain
motif di selembar kertas untuk dijiplakkan ke bahan baku kain yang digunakan.
Selesai menjiplak di kain, proses selanjutnya adalah penjumputan, dan dilanjutkan
dengan pewarnaan. Perawatan kain jumputan ini kurang lebih sama dengan perawatan
kain-kain yang lain, Untuk patokan harga jual kain jumputan ini tergantung dari
bahan baku kain yang digunakan. Misalnya harga produk kain jumputan berupa jilbab
akan murah karena bahan baku kainnya yang juga murah. Berbeda dengan bahan
baku yang terbuat dari kain sutera yang memang sudah terkenal mahal, maka produk
kain jumputan nantinya juga memliki harga yang mahal. Salah satu contoh yang
diberikan dalam bahan-bahan alami yang di gunakan bisa menggunakan daun
mangga, kayu-kayuan, daun kersen dan lain-lain tergantung pemakainya . Biasanya
bahan yang digunakan dari bahan alam warnanya tidak sekontras dengan bahan yang
menggunakan bahan tekstil, apabila dibandingkan dengan harga batik jumputan
dengan tekstil lebih murah dari pada bahan alam, karena bahan alam sangat langka
dan susah apalagi bahan dari kayu-kayuan sangatlah langka.
Terdapat pula perbedaan antara batik dengan jumputan. Perbedaan tersebut
dapat diketahui dari teknik pembuatan dan penggunaan malam saat proses pembuatan
kedua jenis kain tersebut. Kain batik pada umumnya dibuat menggunakan canting dan
malam, sedangkan jumputan menggunakan ikatan-ikatan dan tidak menggunakan
malam. Kebanyakan orang sering menyebut nama kain jumputan dengan nama batik
jumputan yang sebenarnya sebutan batik jumputan itu adalah kurang tepat, karena
batik dengan jumputan adalah dua hal yang berbeda. Ada inovasi lain dari hasil
pengolahan batik dan jumputan tersebut yang diberi nama batik mix jumputan yaitu
selembar kain yang memiliki kombinasi motif dari hasil membatik dan hasil
menjumput.

10
Kain Jumputan Kampung Tahunan
Antropologi Seni
Selain itu juga, motif-motif kain jumputan yang dahulu sederhana kini turut
mengalami perkembangan dan menjadi beraneka ragam, bahkan telah berkembang
juga motif-motif modern. Perwujudan kain jumputan yang paling banyak digemari
oleh pelanggan yaitu berupa pakaian seragam panitia pernikahan, bahkan Yogyakarta
sudah menerapkan penggunaan pakaian berbahan kain jumputan untuk seragam PNS.
Pesatnya perkembangan kain jumputan ini lah yang menjadikan kain jumputan
sebagai ikon Kelurahan Tahunan dan membuat kelurahan tersebut dikenal sebagai
sentra jumputan.
Strategi pemasaran kain jumputan yang dilakukan diantaranya melalui
promosi secara lisan kepada teman-temannya pengunggahan postingan dan status di
media sosial (seperti Facebook, Instagram, WhatsApp), melalui partisipasi dalam
pameran, dan menjadi “boneka berjalan”. Boneka berjalan yang dimaksud disini yaitu
diri Bu Tuliswati yang merupakan salah satu informan kami yang dijadikan model
peraga busana kain jumputan yang dibuatnya.

D. Pendidikan Seni
Pendidikan seni pada kain jumputan yaitu bermula pada saat Bu Tuliswati
yang merupakan salah satu informan kami mendapat pengetahuan tentang pembuatan
kain jumputan yang dimulai dari pelatihan dharmawanita yang diadakan SMK se kota
tepatnya di SMKN 5 Yogyakarta. Untuk selanjutnya ia memiliki ide untuk
mengadakan pelatihan tentang cara pembuatan kain jumputan yang ia adakan di
Kelurahan Tahunan. Saat itu ia merekrut 26 ibu-ibu kalangan menengah kebawah
yang sebagian besar memiliki kemampuan menjahit, namun seiring berjalannya waktu
beberapa anggota mengundurkan diri dan tinggal 15 orang . Alasan memilih Ibu-ibu
dengan kemampuan menjahit ditujukan agar kain jumputan bisa langsung di jahit dan
bisa segera dipromosikan. Saat itu pelatihan ia adakan selama empat hari dengan
rumah Bu Tulis sebagai showroom-nya. Tidak ia sangka bahwa hasil kain jumputan
yang tercipta dari pelatihan tersebut memiliki kualitas bagus sehingga layak untuk
dijual.
Sebagai strategi penyebarluasan kerajinan kain jumputan, Bu Tulis
berkeinginan untuk berbagi ilmunya ini kemana saja dan ke siapa saja. Ia telah
mengajar di berbagai kelurahan dan kecamatan di Yogyakarta, pernah mengajar para
dosen dan karyawan di Universitas Brawijaya Malang, pernah juga mengajar kain

11
Kain Jumputan Kampung Tahunan
Antropologi Seni
jumputan ini bersama seorang instruktur dari Jepang, bahkan ia telah melakukan
pelatihan tentang pembuatan kain ini sampai ke Nabire, Papua. Sebagian besar
pelatihan-pelatihan yang ia adakan merupakan tawaran dari dinas, diantara kedinasan
tersebut adalah dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Koperasi, Dinas
UMKM dan Tenaga Kerja, dan BKPM.
Dan juga salah satu informan kami yang bernama Bu Mini juga ikut mengajar
tentang jumputan. Setiap hari Kamis dan Jum’at Bu Mini mendapat tugas dari Dinas
Perindag untuk mengajar tentang teknik pembuatan kain jumputan di Panti
Rehabilitasi daerah Pingit, tepatnya di Bener dari pagi sampai pukul 14.00 siang hari
Jum’at. Untuk hari Kamisnya ia mengajar di Purwomartani, Sleman, dengan jadwal
waktu yang sama. Di kedua tempat tersebut ia mengajar tentang pembuatan desain-
desain motif kain jumputan, pengikatan biji manik-manik (misalnya bekas tasbih),
sampai tahap terakhir seperti pencucian.
Dengan berkembang pesat nya pendidikan tentang jumputan, Bu Tuliswati
mulai didatangi permintaan dari orang-orang untuk membagikan ilmunya kepada
mereka. Permintaan tersebut diantaranya permintaan magang dari mahasiswa,
permintaan izin untuk pembuatan skripsi, permintaan izin untuk pembuatan film,
permintaan kunjungan dari beberapa SMK luar kota Yogyakarta, dan permintaan dari
beberapa SMK yang menawarkan para siswanya untuk diperbolehkan melakukan
Praktik Kerja Lapangan (PKL) di tempatnya. Setiap tahun sejak 2012, ia selalu
menerima siswa-siswa PKL dari Wonosari, Purwareja, dan kota Yogyakarta. Setiap
penerimaan siswa PKL ia memberikan ketentuan agar setiap siswa tersebut membayar
biaya pendidikan. Jika siswa tersebut hendak untuk menginap di Dea Modis juga
digratiskan karena Bu Tuliswati sering tidak ada di rumah namun untuk biaya
makannya siswa tersebut membeli sendiri. Proses pembelajaran yang ia terapkan pada
siswa PKL yaitu semua proses dari tahap awal pembuatan kain jumputan hingga tahap
akhirnya yang berupa pakaian jadi. Proses pembelajaran itu ia terapkan juga pada
mahasiswa magang, karyawan, dan juga para peserta pelatihannya.

12
Kain Jumputan Kampung Tahunan
Antropologi Seni
BAB III
KESIMPULAN
Nama kain jumputan memiliki makna “jumput” yang menggambarkan proses
pembuatannya yang mengikat beberapa jumput kain, yang tiap-tiap ikatan tersebut berisi
butiran manik-manik bulat untuk kemudian kain tersebut dicelupkan ke bahan pewarna
tekstil. Harga kain jumputan di tentukan dari jenis bahan baku nya. Apabila bahan baku yang
di ambil merupakan bahan baku yang langka ataupun bagus maka hasil dari kain jumputan
tersebut juga memiliki harga yang tinggi. Motif-motif kain jumputan yang dahulu sederhana
kini juga turut mengalami perkembangan dan menjadi beraneka ragam, bahkan telah
berkembang juga motif-motif modern.

Dalam suatu tatanan masyarakat terdapat kesenian suatu masyarakat atau aktivitas
yang biasanya sering terjadi dan membudaya. Clyde Kay Maben Kluckhohn seorang ahli
antropologimengemukakan dan menyimpulkan bahwa adanya unsur besar dalam
kebudayaan yang disebut unsur kultural universal, terdapat 7 unsur kebudayaan yang sifatnya
sudah universal atau mendunia, 7 unsur tersebut antara lain bahasa, sistem pengetahuan,
sistem teknologi dan peralatan, sistem kesenian, sistem mata pencarian hidup, sistem religi,
serta sistem kekerabatan dan organisasi kemasyarakatan. Selain kebudayaan dan unsur-unsur
nya, terkait dengan masyarakat yang dipandang secara antropologi peneliti melakukan
praktik antropologi pada masyarakat Tahunan, Umbulharjo sebagai perajin batik jumputan
yang menjadi kesenian unggulan pada sekelompok masyarakat tersebut. Kemudian Peneliti
melihat masyarakat dengan memandang masyarakat tersebut sebagai bentuk interpretasi yang
kompleks. Ketika sedang melakukan observasi peneliti juga meneliti dan melihat fisik para
masyarakat secara praktek antropologi salah satunya melihat masyarakat secara fisik, hal
tersebut akan terlihat terdapat suatu ciri atau identitas pada sekelompok masyarakat tesebut
ketika sedang melakukan observasi.

Dalam pendidikan seni kain jumputan di Kelurahan Tahunan, bermula dari


pengekrutan 26 anggota yang merupakan ibu-ibu yang sebagian besar memiliki kemampuan
menjahit. Dengan alasan yang ditujukan agar kain jumputan bisa langsung di jahit dan bisa
segera dipromosikan. Dan ternyata hasil dari pelatihan tersebut dapat menghasilkan kain
jumputan yang memiliki kualitas bagus dan layak di jual. Dari situlah ilmu tentang kain
jumputan ingin di sebarkan melalui pelatihan kepada siapa saja dan dimana saja. Pelatihan
tersebut juga sudah sampai ke daerah Nabire di Papua serta dengan berbagai kalangan.

13
Kain Jumputan Kampung Tahunan
Antropologi Seni
Dalam berkembang pesatnya pendidikan seni melewati pelatihan tersebut, mulai
datang permintaan dari orang orang yang juga ingin diajarkan ilmuu tentang jumputan.
Sebagian besar permintaan tersebut datang dari beberapa SMK luar kota maupun dalam kota
yang meminta izin agar bisa melakukan Praktik Kerja Lapangan atau PKL dan beberapa
permintaan magang dari mahasiswa. Hal itu membuat perkembangan pendidikan seni
semakin merata bukan hanya di kalangan dosen, karyawan, ataupun ibu rumah tangga tetapi
juga dari kalangan anak milenial dari SMK sampai anak kuliah.

BAB IV
LAMPIRAN
A. Observasi
Penelitian melalui metode observasi kami lakukan terhadap dua informan kami
yaitu Bu Mini Budiyono dan Bu Agus. Mengenai tahapan awal kami mencari informan
di Kampung Tahunan dimulai dari bertanya kepada anggota kelompok yang sekiranya ia
memiliki kenalan di kampung tersebut. Setelah salah satu anggota kelompok kami yang
bernama Aziz Alhakim terkonfirmasi bahwa ia memiliki informan yang cocok,
selanjutnya kami meminta Aziz untuk mendeskripsikan alamat kediaman informan
tersebut untuk kami kunjungi di kemudian hari. Informan ini seorang wanita paruh baya
yang memiliki nama Bu Mini Budiyono.
Di masyarakat Kampung Tahunan, Bu Mini terkenal sebagai seorang perajin kain
jumputan yang kelahiran asli Samas, Bantul. Ia sempat menjadi ketua kelompok “Batik
Jumput Batikan” setelah ketua kelompok sebelumnya yaitu Bu Tuliswati Sandhi
mengundurkan diri. Beliau adalah salah satu pemilik dari sebuah Griya Jumputan di
Kampung Tahunan. Usahanya ini sudah ia mulai sejak tahun 2011 di kediamannya yang
bertempat di Jalan Celeban Gang Pandu No 511 RT 22 RW 05, Tahunan, Kecamatan
Umbulharjo, Yogyakarta. Ia sering mendapat kunjungan dari berbagai instansi untuk
keperluan penelitian, riset, pengukuran, peninjauan, dan wawancara. Kebanyakan dari
kunjungan tersebut berasal dari kalangan pelajar dan sedikit dari instansi pemerintahan.
Setiap hari Kamis dan Jumat Bu Mini mendapat tugas dari Dinas Perindag untuk
mengajar tentang teknik pembuatan kain jumputan di Panti Rehabilitasi daerah Pingit,
tepatnya di Bener dari pagi sampai pukul 14.00 siang hari Jumat. Untuk hari Kamisnya ia
mengajar di Purwomartani, Sleman, dengan jadwal waktu yang sama. Di kedua tempat

14
Kain Jumputan Kampung Tahunan
Antropologi Seni
tersebut ia mengajar tentang pembuatan desaindesain motif kain jumputan, pengikatan
biji manik-manik (misalnya bekas tasbih), sampai tahap terakhir seperti pencucian.
Wawancara secara langsung kami lakukan kepada Bu Mini pada hari Jumat 21
Februari 2020 dengan tujuan awal sebagai bahan observasi kami untuk meninjau
gambaran umum mengenai kondisi Kampung Tahunan beserta unsur-unsur kebudayaan
yang terdapat di dalamnya. Wawancara pada masa ini tidak bisa dilakukan secara
mendalam karena kondisi Bu Mini saat itu sedang ada keperluan untuk arisan bersama
anggota kelompok Ibu-ibu perajin kain jumputan yang lainnya. Setelah wawancara
bersama Bu Mini dilakukan, akhirnya kami mendapat kesimpulan bahwa wujud
kebudayaan yang paling mencolok di kampung ini yaitu kerajinan kain jumputan.
Setelah kesimpulan tersebut kami dapatkan, kami berusaha untuk mendalami wujud
kebudayaan ini dengan mencari informan kedua.
Kami mencari informan kedua ini dengan cara berkeliling kampung tahunan dan
bertanya kepada masyarakat sekitar dari pukul 11.00 – 14.00. Kami saat itu belum tau
pasti mengenai orang yang kami tuju. Sambil waktu berlalu kami bertanya kepada
seorang warga sipil dan empat pemilik toko kain jumputan dengan harapan salah satu
dari mereka bisa kami jadikan sebagai informan. Suatu hal yang disayangkan bahwa
mereka tidak bisa dijadikan informan, namun sisi baiknya mereka semua selalu memberi
informasi kepada kami mengenai seseorang yang sekiranya sangat cocok untuk dijadikan
informan. Mayoritas dari mereka menyarankan kami untuk mendatangi seorang tokoh
yang sudah terkenal ahli dalam bidang pembuatan maupun pengembangan kain jumputan
di Kampung Tahunan, ia seorang wanita paruh baya bernama Bu Agus. Bu Agus
terkenal di masyarakat sebagai ketua koperasi PEW (Penanaman Ekonomi Wilayah) dan
sebagai ketua dari kelompok Ibu-ibu “Batik Jumputan Ibu Sejahtera”.
Setelah kami mendapat informasi mengenai kediaman Bu Agus, seketika itu kami
memutuskan untuk langsung mendatangi kediamannya di Jalan Soga No. 33, Tahunan,
Kec. Umbulharjo, Yogyakarta pada hari Sabtu 22 Februari 2020. Saat itu Bu Agus
kebetulan sedang ada dirumah, kami meminta izin kepada beliau untuk menyempatkan
waktu luang untuk proses wawancara. Ia pada hari itu mengabarkan bahwa sedang tidak
bisa diwawancarai karena hendak mengajar Batik di Sleman. Akhirnya kami
memutuskan untuk kembali pulang dan mengontak lagi lain waktu. Selang hampir satu
minggu setelah kami menghubungi Bu Agus melalui media WhatsApp, akhirnya beliau
memberi kabar ke kami bahwa ia bisa diwawancara pada pukul 11.00 hari Jumat 28
Februari 2020. Kami pun sepakat untuk kembali pada hari itu untuk melakukan sesi

15
Kain Jumputan Kampung Tahunan
Antropologi Seni
wawancara. Wawancara bersama Ibu Agus ini kami tujukan untuk menggali informasi
lebih mendalam mengenai proses pembuatan kain jumputan dan informasi mengenai
seluk beluk jumputan itu sendiri. Sempat juga beberapa kali kami menerima informasi
mengenai unsur-unsur kebudayaan dan kehidupan masyarakat di Kampung Tahunan.

B. Wawancara Daring
Wawancara dalam jaringan ini dilakukan dalam rangka menghambat penyebaran
pandemi covid-19 yang tengah melanda dunia. Tujuan wawancara ini di titik beratkan
untuk menggali informasi mengenai artefak dan pendidikan seni di kampung tahunan
yang sudah di khususkan pada pembahasan kain jumputan. Awalnya kami menghubungi
dua informan yang telah kami wawancarai sebelumnya untuk meminta ketersediaannya
untuk melakukan wawancara lanjutan secara luring untuk penggalian dua informasi
tersebut. Untuk kali pertama, permohonan kami ajukan kepada Ibu Agus pada tanggal 6
April 2020, namun Bu Agus tidak kunjung membalas. Hingga tanggal 14 April 2020 Bu
Agus memberikan kabar mengenai alasan ia tidak bisa diwawancarai karena di tanggal
10-12 April Bu Agus merawat ibunya yang sedang sakit, hingga kabar duka bahwa ibu
dari Ibu Agus meninggal pada 13 April pukul 09.00. Atas alasan tersebut kami
mengurungkan niat untuk mewawancarai beliau dan mengalihkan permohonan
wawancara daring ke Bu Mini.
Tanggal 6 April 2020, kami mengajukan permohonan wawancara daring ke Bu
Mini, namun ia menyuruh kami untuk mewawancarai Bu Agus terlebih dahulu, jika
sekiranya Bu Agus tidak bersedia barulah kami mewawancarai Bu Mini. Setelah Bu
Agus mengabarkan bahwa ia belum bisa di wawancara, akhirnya kami menghubungi
kembali Bu Mini tanggal 21 April. Bu Mini mengabarkan bahwa ia juga masih belum
bisa diwawancarai saat itu. Setelah melalui beberapa pertimbangan, akhirnya kami
memutuskan untuk mencari informan lain dengan tujuan memperkuat informasi
mengenai kain jumputan di Kampung Tahunan, mengingat kondisi ke dua informan kami
sebelumnya yang masih sibuk. Selanjutnya kami menanyakan tentang informan lain
yang mungkin dianggap berpengaruh terhadap perkembangan kain Jumputan ini kepada
Bu Mini. Bu Mini memberikan informasi bahwa ada seseorang yang sangat berpengaruh
terhadap keberadaan kain Jumputan di Kampung Tahunan ini, ia seorang wanita paruh
baya bernama Bu Tuliswati Sandhi. Kami pun diberi nomor kontaknya untuk selanjutnya
kami hubungi.

16
Kain Jumputan Kampung Tahunan
Antropologi Seni
Bu Tuliswati Sandhi dikenal masyarakat sebagai seorang pelopor kerajinan kain
jumputan di Kampung Tahunan. Ia juga menjadi ketua pertama dari kelompok Ibu-ibu
“Batik Jumput Batikan”. Bu Tuliswati memiliki griya jumputan bernama Dea Modis
yang ia dirikan pada tahun 2010. Selain memproduksi kain jumputan, ia juga aktif
mengajar di pelatihan-pelatihan pembuatan kain jumputan di berbagai daerah di
Indonesia, khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Wawancara daring bersama Bu Tuliswati dimulai dari permohonan izin kepada
beliau yang kami lakukan tanggal 21 April 2020. Saat itu ia mengatakan bahwa ia sedang
lembur membuat masker dan menyarankan kami untuk melakukan wawancara pada
tanggal 22 April 2020. Wawancara pun kami lakukan pada tanggal tersebut melalui
pesan teks yang kami kirimkan melalui WhatsApp. Tidak ada keluhan yang diungkapkan
Bu Tuliswati akibat lelah mengetik teks, ia justru membanjiri kami dengan curhatan-
curhatan pribadi yang mungkin disebabkan dari tidak adanya tatap muka secara langsung
sehingga beliau merasa nyaman selama di wawancarai.

C. Dokumentasi

17
Kain Jumputan Kampung Tahunan
Antropologi Seni

Anda mungkin juga menyukai