Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

Thalaq dan Rujuk

Mata Kuliah : Hadis Hukum Keluarga


Dosen pengampu : Mufidah Saggaf Al Jufri, Lc, M.A. Dr

DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 3
Andini 193090017
Alfi Shofiati 193090026
Rizkaf Muh Iqbal 193090027
Rizky Dermawan 193090025
Kurniawan Ramdani 193090030

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PALU


FAKULTAS SYARIAH PRODI AHWAL SYAKHSIYAH
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak
akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu
berupa sehar fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah mata kuliah Hadis Hukum Keluarga dengan judul “Thalaq dan Rujuk”.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta
saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang
lebih baik lagi.

Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.

2
DAFTAR ISI
JUDUL

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...........................................................................................4
C. Tujuan Masalah...............................................................................................4

BAB II

PEMBAHASAN

A. Thalaq..............................................................................................................5
B. Rujuk...............................................................................................................9

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan………………………………………………....………………14
B. Saran………………………………………………………………………..14

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pernikahan merupakan akad yang menghalalkan atau membolehkan hubungan antara


laki-laki dan perempuan melalui hubungan antara suami dan istri. Dalam pernikahan,
setiap orang berharap untuk membentuk keluarga yang bahagia dan utuh sebelum akhir
hayatnya. Namun, terkadang pertengkaran atau bahkan kan perceraian bisa saja timbul.
Talak merupakan suatu ucapan yang menginginkan ikatan nikahnya lepas dari pihak
suami dengan mengatakan lafazh tertentu, misalnya sang suami menyuruh istrinya
melepaskan ikatan pernikahan dari sang suami. Perceraian pada dasarnya diperbolehkan,
namun menurut pandang syara' perkara tersebut ialah perkara yang sangat dibenci. Talak
juga mempunyai banyak bagian, salah satunya ialah dari segi bahasa, terdapat dua ucapan
untuk mentalak istri, yakni kata-kata Sharih (Sharih) adalah perkataan yang tegas, yang
berarti mentalak, sedangkan Kinayah (kinayah) adalah perkataan yang mengandung
makna talak dan selainnya Adapun rujuk merupakan salah satu jalan untuk kembali, yang
dilakukan oleh seorang suami kepada mantan istrinya. Kesempatan itu diberikan kepada
setiap manusia oleh Allah untuk memperbaiki perkawinannya yang sebelumnya kurang
baik. Seseorang yang ingin melakukuan rujuk harus memperhatikan hal-hal yang
berkaitan mengenai rujuk agar terlaksana dengan baik. Diantara hal-hal yang berkaitan
ialah: tata cara rujuk, hak rujuk, hukum rujuk serta rukun dan syarat dalam rujuk. Untuk
lebih jelas,dimakalah ini akan dibahas mengenai hal-hal terrsebut.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian, Hukum, Rukun dan Macam - Macam dari Thalaq?
2. Apa Pengertian, Syarat, Hukum, Cara dan Rukun dari Rujuk?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui Pengertian, Hukum, Rukun dan Macam - Macam dari Thalaq
2. Untuk mengetahui Pengertian, Syarat, Hukum, Cara dan Rukun dari Rujuk

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. THALAQ
a. Pengertian
ُ َ‫ )الطَّال‬secara makna bahasa adalah isim masdar kata thallaqa ( ‫ق‬
Kata ath-thalaq ( ‫ق‬ َ َّ‫)طَل‬. Suatu isim
masdar menyamai masdar dari sisi makna, tetapi berbeda dari segi huruf-hurufnya.
ْ ‫ )اإِل‬yang artinya melepas. Sebab, pernikahan adalah
Makna kata ini diambil dari kata al-ithlaq (ُ‫طالَق‬
suatu ikatan (akad); apabila istri ditalak, lepaslah ikatan (akad) tersebut. Secara istilah syariat,
talak adalah melepas ikatan (akad) nikah secara menyeluruh atau sebagiannya. Jika talak ba’in
(talak tiga), keutuhan ikatan (akad) lepas secara menyeluruh tanpa ada yang tersisa lagi.
Sementara itu, talak raj’i (talak satu dan talak dua), hanya sebagian ikatan (akad) yang terlepas.
Oleh karena itu, pada talak ba’in (talak tiga), ikatan (akad) terputus sama sekali dan keduanya
tidak punya hubungan apa-apa lagi. Pada talak satu, masih tersisa kesempatan menalaknya dua
kali. Pada talak kedua, masih tersisa kesempatan menalaknya satu kali lagi.

b. Hukum Talaq
Talak pada asalnya makruh dan bisa jadi boleh, sunnah, wajib, atau haram.
1. Makruh
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata sebagaimana dalam Majmu’ al-Fatawa,
“Pada asalnya talak hukumnya makruh. Maka dari itu, Allah subhanahu wa ta’ala tidak
mengizinkan seorang suami menalak istrinya lebih dari tiga kali dan mengharamkan istrinya
atasnya setelah talak tiga jatuh, sebagai hukuman baginya agar tidak menalak lagi.”
Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata dalam asy-Syarh al-Mumti’,
“Talak hukum asalnya makruh. Dalilnya adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala tentang
orang-orang yang bersumpah tidak akan menggauli istrinya selamanya atau lebih dari empat
bulan (ila’),

َ َ‫ َوإِ ۡن َعزَ ُمو ْا ٱلطَّ ٰل‬٢٢٦ ‫ص أَ ۡربَ َع ِة أَ ۡش ُه ۖ ٍر فَإِن فَٓا ُءو فَإِنَّ ٱهَّلل َ َغفُو ٌر َّر ِحي ٌم‬
َ َ ‫ق فَإِنَّ ٱهَّلل‬
‫س ِمي ٌع‬ َ ِّ‫لِّل َّ ِذينَ يُ ۡؤلُونَ ِمن ن‬
ُ ُّ‫سٓائِ ِهمۡ تَ َرب‬
٢٢٧ ‫َعلِي ٌم‬
“Kemudian jika mereka kembali (kepada istrinya), sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang. Jika mereka bertekad untuk menalaknya, sesungguhnya Allah Maha
Mendengar lagi Mahatahu.” (al-Baqarah: 226—227)

5
Dalam masalah talak, Allah subhanahu wa ta’ala mengabarkan bahwa diri-Nya Maha
Mendengar lagi Mahatahu, dan ini mengandung ancaman. Sementara itu, jika dia kembali
(kepada istrinya) Allah subhanahu wa ta’ala memberitakan bahwa diri-Nya Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. Semua ini menunjukkan bahwa talak tidak disukai oleh
Allah subhanahu wa ta’ala dan pada asalnya makruh. Memang demikianlah hukumnya.
Adapun hadits,
ُ ‫أَ ْب َغ‬.
ُ َ‫ض ا ْل َحالَ ِل ِع ْن َد هللاِ الطَّال‬
‫ق‬
“Perkara halal (boleh) yang paling dibenci Allah adalah talak.”
merupakan hadits dhaif (lemah) secara sanad dan tidak benar secara makna. Namun, ayat di
atas sudah mewakili. Inilah dalil bahwa pada asalnya talak dimakruhkan. Hal ini semakin
kuat ditinjau dari segi makna, bahwa perceraian berakibat tercerai berainya anak-anak jika
ada, telantarnya wanita yang dicerai, dan boleh jadi lelaki yang menceraikan akan telantar
juga jika tidak mendapatkan istri lain sebagai gantinya, dan alasan-alasan lainnya. Oleh
karena itu, para ulama mengatakan bahwa talak itu makruh jika tidak ada hajat yang
menuntut terjadinya perceraian dan rumah tangga dalam keadaan baik.
Adapun hadits yang disebutkan Ibnu Utsaimin adalah hadits Ibnu Umar radhiallahu anhuma
diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah. Abu Hatim ar-Razi, ad-Daraquthni, al-
Baihaqi, al-Mundziri. Al-Albani merajihkan bahwa hadits ini mursal, yaitu mursal riwayat
Muharib bin Ditsar rahimahullah. Lihat kitab al-Irwa’ no. 2040.
Adapun ketidakbenarannya secara makna; sesuatu yang halal mana mungkin dibenci oleh
Allah subhanahu wa ta’ala. Jika Allah subhanahu wa ta’ala membencinya, tentulah Dia tidak
akan menghalalkannya. Siapakah yang bisa memaksa Allah subhanahu wa ta’ala
menghalalkan sesuatu yang dibencinya? Namun, seandainya hadits ini sahih, bisa jadi
bermakna bahwa Allah subhanahu wa ta’ala tidak menyukainya dan tidak pula
membencinya. Demikian keterangan Ibnu Utsaimin dalam Fath Dzil Jalal Wal Ikram (syarah
hadits Ibnu Umar).
2. Haram
Talak yang haram adalah talak yang dijatuhkan pada saat istri haid, atau pada saat suci yang
telah digauli tanpa diketahui hamil/tidak.
3. Boleh
Talak dibolehkan tanpa kemakruhan jika suami berhajat atau mempunyai alasan untuk
menalak istrinya. Dalam hal ini, ada beberapa faktor yang menyebabkan seorang suami
menalak istrinya. Misalnya, dia tidak mencintai istrinya, atau perangai/kelakuan istri yang
buruk terhadap suami, sementara suami tidak sanggup bersabar hingga mencerainya.

6
Dalil bolehnya menalak karena berhajat adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala,
ۖۡ‫صو ْا ۡٱل ِع َّد ۖةَ َوٱتَّقُوْ…ا ٱهَّلل َ َربَّ ُكم‬ َ ِّ‫ٰيَٓأ َ ُّي َها ٱلنَّبِ ُّي إِ َذا طَلَّ ۡقتُ ُم ٱلن‬
ُ ‫سٓا َء فَطَلِّقُوهُنَّ لِ ِع َّدتِ ِهنَّ َوأَ ۡح‬
“Wahai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu, ceraikanlah mereka pada waktu
mereka dapat (menghadapi) iddahnya dan hitunglah waktu ‘iddah itu, serta bertakwalah
kepada Allah Rabb-mu.” (ath-Thalaq: 1)
Akan tetapi, hal ini seperti kata Ibnu Utsaimin dalam asy-Syarh al-Mumti’,
“Namun, bersabar lebih baik sebagaimana diisyaratkan pada firman Allah subhanahu wa
ta’ala,
‫س ٰ ٓى أَن ت َۡك َرهُو ْا شۡٔ‍َئً…ًا َويَ ۡج َع َل ٱهَّلل ُ فِي ِه َخ ۡي ًرا َكثِي ًرا‬
َ ‫فَإِن َك ِر ۡهتُ ُموهُنَّ فَ َع‬
‘Janganlah seorang lelaki beriman membenci istrinya yang beriman. (Sebab), mungkin saja
ia tidak menyukai suatu perangai pada dirinya tetapi ia menyukai perangai lainnya.’ (HR.
Muslim dari Abu Hurairah radhiallahu anhu)”
4. Sunnah
Talak hukumnya sunnah jika demi kemaslahatan istri serta mencegah kemudaratan dari
dirinya akibat kebersamaannya dengan suami, meskipun sesungguhnya suaminya sendiri
masih mencintainya. Talak disukai untuk dilakukan suami pada keadaan ini dan terhitung
sebagai kebaikan terhadap istri.
Hal ini termasuk dalam keumuman firman Allah subhanahu wa ta’ala,
ۚ ‫وأَ ۡح‬
ِ ‫سنُ ٓو ْا إِنَّ ٱهَّلل َ يُ ِح ُّب ۡٱل ُم ۡح‬
َ‫سنِين‬ ِ َ
“Dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat
baik.” (al-Baqarah: 195)
5. Wajib
Talak diwajibkan atas suami yang meng-ila’ istrinya (bersumpah tidak akan
menggauli istrinya, red.) setelah masa penangguhannya selama empat bulan telah
habis, bilamana ia enggan kembali kepada istrinya. Hakim berwenang memaksanya
untuk menalak istrinya pada keadaan ini atau hakim yang menjatuhkan talak tersebut.
Demikian pula hukumnya talak yang dijatuhkan oleh dua penengah hukum antara
suami istri yang cekcok bilamana kedua penengah tersebut berkesimpulan keduanya
harus diceraikan.

c. Rukun Talaq
Adapun beberapa rukun dalam talak adalah :
1. Suami ( selain suami tidak boleh menjatuhkan talak )

7
2. Istri yang diikat dengan pernikahan yang sah.
3. Shighot talaq ( kata-kata ucapan dari suami kepada istri yang menunjukkan talak )
4. Disengaja

d. Macam-Macam Talak
Dalam talak terdapat beberapa macamnya. Macam-macam dari talak tersebut adalah :
1. Dari segi pelafalan
Jika talak dilihat dari cara pelafalannya maka talak dapat dibagi menjadi dua yaitu talak
shorih dan talak kinayah. Talak shorih, ialah talak yang dilakukan secara terang - terangan.
Sedangkan talak kinayah ialah talak dilakukan secara sindiran.
2. Dari segi rujuk.
Jika talak dilihat dari cara rujuknya maka talak dapat dibagi menjadi empat, yaitu talak roj'i,
talak ba'in, talak faskh dan talak khulu'. Talak Roj'i ialah talak yang masih diperbolehkan
untuk melakukan rujuk selama masih dalam masa iddah. Sedangkan talak ba'in ialah talak
yang tidak diperbolehkan untuk melakukan rujuk lagi, kecuali sudah pernah melakukan
pernikahan dengan orang lain. Talak ini dibagi menjadi 2 yaitu :
1) Ba'in sughro (talak tebus) ialah istri ditalak oleh suami sebelum istri dicampuri atau
diapa-apakan, maka suami diperbolehkan dan berhak untuk mendapatkan 1/2 mahar
yang telah diberikan kepada istri. Adapun yang termasuk kedalam bagian talak
ba’in sughro adalah
a. Talak karena fasakh yang di jatukan oleh hakim di pengadilan agama
b. Talak pakai iwad (ganti rugi) atau talak tebus berupa khuluk
c. Talak karena belum dikumpuli
2) Ba'in kubro ialah jatuhnya talak tiga dari seorang suami kepada seorang istrinya.
Yang termasuk talak kubra adalah Talak li’an, Talak tiga, Talak Sunni dan Talak
Bid’i.
3. Dari segi ta’liq dan tanjiz
Bentuk kata talak ada dua yaitu: Munjazah (langsung) dan Mu’allaqah (menggantung)
Munjazah, yaitu suatu kalimat diniatkan jatuhnya talak oleh orang yang mengatakannya saat
itu juga, seperti jika seorang suami berkata kepada isterinya: Anti Thaaliq (engkau adalah
perempuan yang di talak) talak ini jatuh saat itu juga. Adapun Mu’allaq yaitu suatu kalimat
talak yang dilontarkan oleh suami kepada isterinya yang diiringi dengan sya-rat, seperti jika
ia berkata kepada isterinya, “Apabila engkau pergi ke tempat itu, maka engkau tertalak.”

8
B. RUJUK
a. Pengertian
Secara etimologis, ruju' berasal dari kata raja'a yang artinya pulang atau kembali. Secara
terminologi, ruju' artinya kembalinya seorang suami kepada istrinya yang ditalak raj'i. tanpa
melalui perkawinan dalam masa iddah. Syariat tentang ruju' ini merupakan indikasi bahwa islam
menghendaki bahwa suatu perkawinan berlangsung selamnya. Oleh karena itu, kendati telah
terjadi pemutusan hubugan perkawinan, Allah SWT. Masih memberi prioritas utama kepada
suaminya untuk menyambung kembali tali perkawinan yang nyaris terputus sebelum kesempatan
itu diberikan kepada orang lain setelah berakhirnya masa iddah.Rujuk merupakan prioritas utama
dalam sistem hukum Islam yang diberikan Allah SWT untuk menyambung kembali tali
perkawinan yang nyaris terputus selama-lamanya. Hal ini diperbolehkan kepada orang lain setelah
berakhirnya masa iddah. Rujuk hanya dilakukan pada talak raj’i, yaitu talak pertama atau kedua
yang dijatuhkan suami kepada istri yang telahdigauli. Oleh sebab itu, rujuk tidak dapat diberikan
pada peristiwa talak yang ketiga (ba’in).
Rujuk dilakukan melalui perkataan yang jelas, bukan perbuatan. Para ulama berbeda pendapat
mengenai rujuk yang dilakukan dengan perbuatan. Menurut Imam Syafi’i, bahwa rujuk tersebut
tidak sah. Sedangkan menurut ulama lainnya mengatakan sah. Rujuk tidak mudah untuk
dilakukan. Sebab rujuk sendiri mempunyai tata caranya dan ada pasal-pasal yang mengatur
bagaimana cara merujuk. Diantara pasal-pasal tersebut ialah: pasal 167 KHI,168 KHI dan 169
KHI. Seseoarang yang melakukan rujuk dengan tujuan tidak baik, maka hukumnya adalah haram.
Sebab hal tersebut merupakan perbuatan yang dzalim.
Dalil hadits yang menunjukkan boleh adanya rujuk sebagaimana terdapat dalam hadits Ibnu ‘Umar
ketika ia mentalak istrinya dalam keadaan haidh. Kala itu ‘Umar mengadukan kasus anaknya
lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ِ ‫ُمرْ هُ فَ ْليُ َر‬


‫اج ْعهَا‬
“Hendaklah ia meruju’ istrinya kembali”
Begitu pula ada ijma’ (kata sepakat) dari para ulama bahwa seorang pria merdeka ketika ia
mentalak istrinya kurang dari tiga kali talak dan seorang budak pria kurang dari dua talak, maka
mereka boleh rujuk selama masa ‘iddah.
Agama Islam sangat menjaga keutuhan biduk rumah tangga kaum muslimin sebagaimana keluarga
bahagia menurut islam. Hal ini bisa dilihat dalam pengaturan tentang perceraian (talak),
bahwasanya Islam tidak menjadikan talak hanya sekali, namun sampai tiga kali. Disebutkan dalam
firman Allâh Subhanahu waTa’ala.

9
‫سا ٍن‬
َ ‫يح بِإِ ْح‬ ْ َ‫سا ٌك بِ َم ْع ُروفٍأ َ ْو ت‬
ٌ ‫س ِر‬ ُ ‫الطَّاَل‬
َ ‫ق َم َّرتَا ِن ۖ فَإِ ْم‬

“Talak (yang dapat dirujuk setelah perceraian suami istri) dua kali. Setelah itu boleh rujuk setelah
perceraian suami istri lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik”.[Al-
Baqarah/2:229].
Juga adanya pensyariatan ‘iddah yakni kewajiban istri dalam masa iddah. Yaitu masa menunggu
bagi yang ditalak, seperti tersebut dalam firman-Nya:

‫صوا… ا ْل ِع َّدةَ ۖ َواتَّقُوا هَّللا َ َربَّ ُك ۖ ْم اَل ت ُْخ ِر ُجوهُنَّ ِمنْ بُيُوتِ ِهنَّ َواَل‬
ُ ‫سا َءفَطَلِّقُوهُنَّ لِ ِع َّدتِ ِهنَّ َوأَ ْح‬ َ ِّ‫يَا أَيُّ َها النَّبِ ُّي إِ َذا طَلَّ ْقتُ ُم الن‬
‫ش ٍة ُمبَيِّنَ ٍة‬َ ‫يَ ْخ ُر ْجنَ إِاَّل أَنْ يَأْتِينَ بِفَا ِح‬
“Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu, maka hendaklah kamu ceraikan mereka
pada waktu mereka dapat(menghadapi) ‘iddahnya (yang wajar), dan hitunglah waktu‘iddah itu
serta bertakwalah kepada Allâh Rabbmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka,
dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar, kecuali kalau merekamengerjakan perbuatan keji yang
terang.[Ath-Thalâq/65:1].
Dengan demikian, seorang suami yang menceraikan istrinya satu kali yakni mengalami hukum
iddah bagi lelaki dalam islam, ia masih memungkinkan untuk memperbaiki kembali bila dirasa hal
itu perlu dan baik bagi keduanya. Semua ini menunjukkan perhatian Islam yang sangat besar
dalam pembangunan rumah tangga yang kokoh dan awet.

b. Syarat Sah Rujuk


Ada pun syarat sahnya rujuk setelah perceraian suami istri, di antaranya:
 Rujuk setelah perceraian suami istri setelah talak satu dan dua saja, baik talak tersebut
langsung dari suami atau dari hakim.
 Rujuk setelah perceraian suami istri dari istri yang ditalak dalam keadaan pernah digauli.
Apabila istri yang ditalak tersebut sama sekali belum pernah digauli, maka tidak ada rujuk
setelah perceraian suami istri. Demikian menurut kesepakatan ulama.
 Rujuk setelah perceraian suami istri dilakukan selama masa ‘iddah. Apabila telah lewat
masa ‘iddah menurut kesepakatan ulama fikih- tidak ada rujuk setelah perceraian suami
istri.
Allâh Subhanahu wa Ta’ala menyatakan dalam firman-Nya :

ِ ‫ق هَّللا ُ فِيأ َ ْر َحا ِم ِهنَّ إِنْ ُكنَّ يُؤْ ِمنَّ بِاهَّلل‬ َ َ‫س ِهنَّثَاَل ثَةَ قُ ُرو ٍء ۚ َواَل يَ ِح ُّل لَ ُهنَّ أَنْ يَ ْكتُ ْمنَ َما َخل‬
ِ ُ‫صنَ بِأ َ ْنف‬ ْ َّ‫َوا ْل ُمطَلَّقَاتُ يَتَ َرب‬
ٰ
‫لر َجا ِل‬ ْ ِ‫ق بِ َر ِّد ِهنَّ فِي َذلِكَ إِنْ أَ َرادُوا إ‬
ِ ‫صاَل ًحا ۚ َولَ ُهنَّ ِم ْث ُل الَّ ِذي َعلَ ْي ِهنَّ بِا ْل َم ْع ُر‬
ِّ ِ‫وف ۚ َول‬ ُّ ‫َوا ْليَ ْو ِم اآْل ِخ ِر ۚ َوبُ ُعولَتُ ُهنَّأ َ َح‬
‫َعلَ ْي ِهنَّ َد َر َجةٌ ۗ َوهَّللا ُ َع ِزي ٌز َح ِكي ٌم‬
10
“Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’. Tidak boleh
mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allâh dalam rahimnya, jika mereka beriman
kepada Allâh dan hariakhirat. Dan suami-suaminya berhak merujuk setelah perceraian suami
istrinyadalam masa menanti itu jika mereka (para suami) itu menghendaki ishlah. Danpara
wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan
tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allâh Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.” [Al-Baqarah/2 : 228].

Di dalam Fathul Bâri, Ibnu Hajar rahimahullâh mengatakan: “Para ulama telah bersepakat, bahwa bila
orang yang merdeka menceraikan wanita yang merdeka setelah berhubungan suami istri, baik dengan
talak satu atau dua, maka suami tersebut lebih berhak untuk rujuk kepadanya, walaupun sang wanita
tidak suka. Apabila tidak rujuk sampai selesai masa iddahnya, maka sang wanita menjadi orang asing
(ajnabiyah), sehingga tidak halal baginya, kecuali dengan nikah baru”

Adapun hukum ruju’ menurut hukum fiqih ialah:

1. Wajib: terhadap suami yang mentalaq salh seorang istrinya, sebelum dia sempurnakan
pembagian waktunya terhadap istri yang di thalaq.
2. Haram; apabila tejadi dari sebab rujuknya itu menyakiti si istri.
3. Makruh; kalau terusnya pencaraian lebih baik dan berfaedah bagi keduanya ( suami-isteri)
4. Jaiz; (boleh) ini adalah hukum ruju'yang asli
5. Sunnah; jika yang di maksut suami untyuk memperbaiki keadaan istrinya , atau karena ruju itu
lebih berfaeah bagi keduanya ( suami-istri)

d. Cara Rujuk
Cara untuk rujuk, ialah dengan menyampaikan rujuk kepada istri yang ditalak, atau dengan
perbuatan. Rujuk dengan ucapan ini disahkan secara ijma’ oleh para ulama, dan dilakukan dengan
lafazh yang sharih (jelas dan gamblang), misalnya dengan ucapan “saya rujuk kembali kepadamu”
atau dengan kinayah (sindiran), seperti ucapan “sekarang, engkau sudah seperti dulu”. Kedua
ungkapan ini, bila diniatkan untuk rujuk, maka sah. Sebaliknya, bila tanpa diniatkan untuk rujuk,
maka tidak sah.
Sedangkan rujuk dengan perbuatan, para ulama masih bersilang pendapat, namun yang rajih (kuat)
-insya Allâh- yaitu dengan melakukan hubungan suami istri atau muqaddimahnya, seperti ciuman
dan sejenisnya dengan disertai niat untuk rujuk.
Demikian ini pendapat madzhab Malikiyah dan dirajihkan oleh Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah
rahimahullâh dan Syaikh as-Sa’di rahimahullâh. Apabila disertai dengan saksi, maka itu lebih

11
baik, apalagi jika perceraiannya dilakukan di hadapan orang lain, atau sudah diketahui khalayak
ramai.
Imam syafi'I berpendapat bahwa saksi dalam pelaksanaan ruju' itu wajib. Ia berdasar pada zahir
surat Ath-Thalaq Ayat 2:
ْ َ‫وف َوأ‬
ْ ‫ش ِهدُوا… َذ َو‬
‫ي َعد ٍْل ِم ْن ُكم‬ ٍ ‫وف أَ ْو فَا ِرقُوهُنَّ بِ َم ْع ُر‬ ِ ‫فَإِ َذا بَلَ ْغنَ أَ َجلَ ُهنَّ فَأ َ ْم‬
ٍ ‫س ُكوهُنَّ بِ َم ْع ُر‬
Artinya:
"Apabila wanita-wanita tersebut telah sampai (habis) masa iddahnya hendaklah mereka dipegang
dengan baik, (ruju') atau dipisahkan dengan baik dan (kedua peristiwa tersebut) hendaklah
dipersaksikan oleh orang yang adil di antara kamu."
Menurut imam Syafi'i, zahir ayat tersebut menunjukan hal yang wajib, sedangkan imam malik
mengatakan sebagai sunnah, karena persaksian itu berkaitan dengan hak suami.
Rujuk adalah hak suami selama masa iddah, karena tidak seorangpun yang dapat menghapus hak
rujuk. Kalau ada seorang laki-laki yang berkata tidak akan merujuk istrinya ia tetap masih berhak
merujuk istrinya. Allah berfirman:

ُّ ‫َوبُ ُعولَتُ ُهنَّ أَ َح‬


َّ‫ق بِ َر ِّد ِهن‬
"Suami-suami mereka lebih berhak untuk merujuknnya", (Q.S. 2, Al-Baqaroh).
Karena rujuk itu hak suami, maka istri tidak disyaratkan untuk ridho atau mengetahuinya dan tidak
diperlukannya adanya wali. Rujuk adalah hak mutlak suami berdasarkan ayat diatas.meskipun
demikian adanya saksi disunnahkan, karena dikawatirkan suami akan mengingkarinya,
berdasarkan firman Allah:
ْ َ‫َوأ‬
ْ ‫ش ِهدُوا َذ َو‬
‫ي َعد ٍْل ِم ْن ُك ْم‬
"Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu". (Q.S. 65 Ath-Thalaq:2)

Rujuk setelah perceraian suami istri dapat dibagi menjadi 2, yaitu :

 Rujuk setelah perceraian suami istri untuk talak 1 dan 2 (talak raj’iy)

Dalam suatu hadist disebutkan : dari Ibnu Umar r.a. waktu itu ia ditanya oleh seseorang, ia
berkata, “Adapun engkau yangtelah menceraikan (istri) baru sekali atau dua kali, maka
sesungguhnya Rasulullah SAW telah menyuruhku merujuk setelah perceraian suami istri
istrikukembali” (H.R. Muslim)

Karena besarnya hikmah yang terkandung dalam ikatan perkawinan, maka bila seorang suami
telah menceraikan istrinya, ia telah diperintahkan oleh Allah SWT agar merujuk setelah
perceraian suami istriinya kembali.

12
Firman Allah SWT :

Apabila kamu mentalak isteri-isterimu,lalu mereka mendekati akhir iddahnya, Maka rujuk
setelah perceraian suami istriilahmereka dengan cara yang ma’ruf, atau ceraikanlah mereka
dengan cara yang ma’ruf(pula). janganlah kamu rujuk setelah perceraian suami istrii mereka
untukmemberi kemudharatan, Karena dengan demikian kamu menganiaya mereka.barangsiapa
berbuat demikian, Maka sungguh ia Telah berbuat zalim terhadapdirinya sendiri. janganlah
kamu jadikan hukum-hukum Allah permainan, daningatlah nikmat Allah padamu, dan apa yang
Telah diturunkan Allah kepadamuyaitu Al Kitab dan Al hikmah (As Sunnah). Allah memberi
pengajaran kepadamudengan apa yang diturunkan-Nya itu. dan bertakwalah kepada Allah
sertaKetahuilah bahwasanya Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (Q.S.Al-Baqarah : 231)

 Rujuk setelah perceraian suami istri untuk talak 3 (talak ba’in)

Hukum rujuk setelah perceraian suami istripada talak ba’in sama dengan pernikahan baru, yaitu
tentang persyaratan adanya mahar, wali, dan persetujuan. Hanya saja jumhur berpendapat
bahwa utuk perkawinan ini tidak dipertimbangkan berakhirnya masa iddah.

e. Rukun rujuk
1. Ada suami yang merujuk atau wakilnya
2. Ada istri yang dirujuk dan sudah dicampuri
3. Kedua belah pihak sama-sama suka dan ridho
4. Dengan pernyataan ijab dan qobul

Misalnya, “Aku rujuk engkau pada hari ini” atau “Telah kurujuk istriku yang bernama ………… pada
hari ini” dan lain sebagainya yang semakna.

13
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari penjelasan tersebut bisa disimpulkan bahwa talak menurut bahasa adalah membuka
ikatan, baik ikatan nyata seperti ikatan kuda atau ikatan tawanan atau pun ikatan ma’nawi
seperti nikah. Talak menurut syara’ ialah melepaskan tali perkawinan dan mengakhiri tali
pernikahan suami istri. Jika seorang suami telah menceraikan isterinya dengan talak
pertama atau kedua, maka ia tidak berhak mengeluarkan isterinya dari rumah hingga masa
‘iddahnya selesai. Bahkan sang isteri pun tidak berhak untuk keluar rumah. Alasan dari
semua itu adalah harapan sirnanya kemarahan yang menyebabkan perceraian dan harapan
akan kembalinya keadaan rumah tangga seperti sedia kala. Sedangkan ujuk ialah suatu
tindakan mengajak kembali istri yang sudah ditalak oleh sang suami selama masa
'iddahnya. Dalam pengertian etimologi adalah kembali, sedangkan dalam pengertian
terminologi adalah kembalinya suami kepada hubungan nikah dengan istri yang telah
dicerai raj’i bukan cerai ba’in, dan dilaksanakan selama istri dalam masa iddah. Dalam
hukum perkawinan islam rujuk merupakan tindakan hukum yang terpuji.

B. SARAN
Demikian makalah yang kami buat, mohon maaf apabila banyak kata kata yang mungkin
membuat pembaca kebingungan. Semoga dapat memberi manfaat bagi pembaca. Kami
persilahkan apabila ada saran dan kritik yang ingin disampaikan, apabila ada kesalahan
mohon dimaafkan dan dimaklumi, karena kami adalah hamba Allah yang tak luput dari
salah, khilaf, alfa, dan lupa.

14
DAFTAR PUSTAKA

Hadits Ahkam tentang Ruju'. (2014, September 30). Retrieved December 13, 2020, from
http://sina-na.blogspot.com/2014/09/hadits-ahkam-tentang-ruju.html

Admin, O., & Redaksi, O. (2020, June 14). Definisi dan Hukum Talak. Retrieved December 13,
2020, from https://asysyariah.com/definisi-dan-hukum-talak/

Talak (Perceraian): Almanhaj. (2004, September 17). Retrieved December 13, 2020, from
https://almanhaj.or.id/1029-talak-perceraian.html

Wahyu, R. (n.d.). Makalah tentang Talak dan Rujuk.docx. Retrieved December 13, 2020, from
https://www.academia.edu/38563749/Makalah_tentang_Talak_dan_Rujuk_docx

Mishba. (n.d.). Pengertian Talak, Rukun Talak, dan Macam Talak. Retrieved December 13,
2020, from https://www.mishba7.com/2015/05/pengertian-serta-rukun-dan-macam-
talak.html

Bagaimana Tata Cara Rujuk Yang Syar'i?: Almanhaj. (2019, February 24). Retrieved December
13, 2020, from https://almanhaj.or.id/2184-cerai-apa-bukan-bagaimana-tata-cara-rujuk-
yang-syari.html

Post author Review by : Redaksi Dalamislam. (2019, June 23). Tata Cara Rujuk dalam Islam.
Retrieved December 13, 2020, from https://dalamislam.com/info-islami/tata-cara-rujuk-
dalam-islam

15

Anda mungkin juga menyukai