Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
1.1 latar belakang
Otitis Media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
Eustachius, Antrummastoid dan sel – sel mastoid. Telinga tengah adalah daerah yang dibatasi
dengan dunia luar oleh gendang telinga. Daerah ini menghubungkan suara dengan alat
pendengaran di telinga dalam. Selain itu di daerah ini terdapat saluran Eustachius yang
menghubungkan telinga tengah dengan rongga hidung belakang dan tenggorokan bagian atas.
Fungsi dari saluran ini adalah Menjaga keseimbangan tekanan udara di dalam telinga dan
menyesuaikannya dengan tekanan udara di dunia luar, sertaMengalirkan sedikit lendir yang
dihasilkan sel-sel yang melapisi telinga tengah ke bagian belakang hidung.Banyak ahli membuat
pembagian dan klasifikasi Otitis Media. Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat
mikroba di nasofaring dan faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya
mikroba ke dalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba Eustachius, enzim, dan antibody. Otitis
Media Akut (OMA) terjadi kibat factor pertahanan tubuh ini terganggu. Sumbatan tuba
Eustachius merupakan factor penyebab utama dari Otitis Media. Karena fungsi tuba eustachius
terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam telinga tengah dan terjadi peradangan. Pada anak,
makin sering anak terserang infeksi saluran napas atas, makin besar kemungkinan terjadinya
OMA. Pada bayi terjadinya OMA dipermudah oleh karena anatomi tuba Eustachius yang
pendek, lebar, dan letaknya agak horizontal.
1
BAB II
KONSEP MEDIS
2.1 Defenisi
Otitis media akut (OMA) adalah infeksi akut telinga tengah. Penyebab utama otitis media
akut adalah masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah yang normalnya steril.Otitis
media akut adalah keadaan dimana terdapatnya cairan di dalam telinga tengah dengan tanda dan
2
gejalainfeksi.
2.2 Etiologi
Penyebab utama otitis media akut adalah masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga
tengah yang normalnya adalah steril. Paling sering terjadi bila terdapat disfungsi tuba eustachii
3
seperti obstruksi yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, inflamasi jaringan
disekitarnya (eg : sinusitis, hipertrofi adenoid) atau reaksi alergik ( eg : rhinitis alergika). Bakteri
yang umum ditemukan adalah bakteri piogenik seperti streptococcus haemolyticus,
staphylococcus aureus, pneumococcus , haemophylus influenza, escherecia coli, streptococcus
anhaemolyticus, proteus vulgaris, pseudomonas aerugenosa.
2.3 Patofisiologi
Otitis media akut terjadi akibat terganggunya factor pertahanan tubuh yang bertugas menjaga
kesterilan telinga tengah. Factor penyebab utama adalah sumbatan tuba eustachius sehingga
pencegahan invasi kuman terganggu. Factor pencetusnya adalah infeksi saluran napas atas.
Penyakit ini mudah terjadi pada bayi karena tuba eustachiusnya pendek, lebar, letaknya agak
horizontal. Otitis media akut sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang
tenggorokan atau menyebar ke telinga tengah lewat saluran eustachius. Saat bakteri melewati
saluran eustachius dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut sehingga terjadi pembengkakan
disekitar tersumbatnya saluran dan sel-sel darah putih akan dating untuk melawan bakteri. Sel
darah putih ini akan membunuh bakteri dan mengorbankan dirinya sendiri. Sebagai hasilnya
terbentuklah nanah dan lender dalam telinga tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar
saluran eutachius menyebabkan lender dan nanah yang dihasilkan sel-sel ditelinga tengah
terkumpul di belakang gendang telinga. Jika lender dan nanah bertambah banyak pendengaran
terganggu karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan
organ pendengaran ditelinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Selain itu telinga akan terasa
nyeri dan yang paling berat cairan nanah dan lender terlalu banyak dapat merobek gendang
telinga karena tekanannya dan pada akhirnya robekan membrane timpani tersebut terinfeksi oleh
adanya bakteri piogenik.
4
b. Stadium Hiperemis (presupurasi)
Pada stadium ini tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau
seluruh membrane tympani tampak hiperemis serta udema. Secret yang telah terbentuk
mungkin masih bersifat eksudat serosa sehingga sukar terlihat.
c. Stadium Supuratif
Pada stadium ini membrane timpani menonjol kearah telinga luar akibat edema yang
hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superficial serta terbentuknya
eksudat purulen dikavum tympani. Pada stadium ini pasien juga tampak sangat sakit, nadi
dan suhu meningkat serta nyeri di telinga bertambah hebat. Apabila tekanan tidak
berkurang akan terjadi iskemia, tromboflebitis dan nekrosis mukosa serta submukosa.
Nekrosis ini terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan kekuningan pada membrane
timpani dan kemudian di tempat ini akan terjadi rupture.
d. Stadium Perforasi
Karena pemberian antibiotic yang terlambat atau virulensi kuman yang tinggi,
dapat terjadi rupture membrane tympani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke
telinga luar. Pada stadium ini pasien yang semula gelisah menjadi tenang, suhu badan
turun dan dapat tidur dengan nyenyak.
e. Stadium Resolusi
Bila daya tahan tubuh baik dan virulensi kuman rendah maka resolusi dapat
terjadi tanpa pengobatan. Tetapi bila resolusi tidak terjadi dan perforasi menetap dengan
secret terus menerus atau hilang timbul lebih dari 3 minggu maka otitis media akut ini
akan berubah menjadi otitis media supuratif sub akut.
2.4 Manifestasi Klinis
Gejala otitis media dapat bervariasi menurut beratnya infeksi dan bisa sangat ringan dan
sementara atau sangat berat. Keadaan ini biasanya unilateral pada orang dewasa.
1) Membrane tymphani merah, sering menggelembung tanpa tonjolan tulang yang dapat
dilihat, tidak bergerak pada otoskopi pneumatic ( pemberian tekanan positif atau
negative pada telinga tengah dengan insulator balon yang dikaitkan ke otoskop ), dapat
mengalami perforasi.
2) Otorrhea, bila terjadi rupture membrane tymphani
3) Keluhan nyeri telinga ( otalgia )
5
4) Demam
2.5 Pemeriksaan Diagnostik
1) Otoscope untuk melakukan auskultasi pada bagian telinga luar
2) Timpanogram untuk mengukur keseuaian dan kekakuan membrane timpani
3) Kultur dan uji sensitifitas ; dilakukan bila dilakukan timpanosentesis (Aspirasi jarum
dari telinga tengah melalui membrane timpani).
2.6 Penatalaksanaan Medis
Hasil penatalaksanaan otitis media bergantung pada efektifitas terapi ( e.g : dosis
antibiotika oral yang diresepkan dan durasi terapi ), virulensi bakteri, dan status fisik klien.
Antibiotik dapat digunakan untuk otitis media akut. Pilihan pertama adalah Amoksisilin;
pilihan kedua – digunakan bila diperkirakan organismenya resisten terhadap amoksisilin –
adalah amoksisilin dengan klavulanat (Augmentin ; sefalosporin generasi kedua), atau
trimetoprin sulfametoksazol. Pada klien yang alergi penisilin, dapat diberikan eritronmisin
dan sulfonamide atau trimetoprim – sulfa.
2.7 Komplikasi
a) Jika gendang telinga telah pecah lebih dari 2 minggu, risiko infeksi menjadi sangat
umum.
b) Umumnya penanganan yang dilakukan adalah mencuci telinga dan mengeringkannya
selama beberapa minggu hingga cairan tidak lagi keluar.
c) Otitis media yang tidak diobati dapat menyebar ke jaringan sekitar telinga tengah,
termasuk otak. Namun komplikasi ini umumnya jarang terjadi.
d) Salah satunya adalah mastoiditis pada 1 dari 1000 anak dengan OMA yangtidak diobati.
e) Otitis media yang tidak diatasi juga dapat menyebabkan kehilangan pendengaran
permanen.
f) Cairan di telinga tengah dan otitis media kronik dapat mengurangi pendengaran anak
serta menyebabkan masalah dalam kemampuan bicara dan bahasa.
g) Otitis media dengan efusi didiagnosis jika cairan bertahan dalam telinga tengah selama 3
bulan atau lebih.
6
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
a. Anamnesa
Nama klien, No. Rek. Media, Usia (Otitis media sering dijumpai pada anak – anak di
bawah usia 15 tahun), Tinggi dan berat badan, Tanggal dan waktu kedatangan, Orang
yang dapat dihubungi.
b. Keluhan Utama
Menanyakan alasan klien berobat ke rumah sakit dan menanyakan apa saja keluhan yang
ia rasakan.
c. Riwayat penyakit sekarang
Tanyakan pada klien gejala-gejala apa saja yang dirasakannya saat ini.
d. Riwayat Kesehatan Dulu
Menanyakan apakah klien pernah mengalami otitis media sebelumnya.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Menanyakan apakah ada anggota keluarga yang memiliki riwayat penyakit ini .
3.2 Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum (Pemeriksaan Head to toe)
a. Kulit, rambut, dan kuku
1. Inspeksi warna kulit, jaringan parut, lesi dan vaskularisasi
2. Inspeksi dan palpasi kuku tentang warna, bentuk, dan catat adanya abnormalitas
3. Palpasi kulit untuk mengetahui suhu, turgor, tekstur (halus/kasar)edema, dan massa
b. Kepala:
1. Inspeksi kesimetrisan muka, tengkorak, kulit kepala (lesi, massa)
2. Palpasi dengan cara merotasi dengan lembut ujung jari ke bawah dari tengah garis
kepala ke samping. Untuk mengetahui adanya bentuk kepala, pembengkakan, massa,
dan nyeri tekan, kekuatan akar rambut.
c. Mata
1. Inspeksi kelopak mata, perhatikan bentuk dan kesimetrisannya
7
2. Inspeksi daerah orbital adanya edema, kemerahan, atau jaringan lunak dibawah
bidang orbital.
3. Inspeksi konjungtiva dan sklera dengan menarik/ membuka kelopak mata. Perhatikan
warna, edema, dan lesi.
4. Inspeksi kornea (kejernihan dan tekstur kornea) dengan berdiri disamping klien
dengan menggunakan sinar cahaya tidak langsung.
d. Hidung
1. Inspeksi hidung eksterna dengan melihat bentuk, kesimetrisan, adanya deformitas
atau lesi, dan cairan yang keluar.
2. Palpasi lembut batang dan jaringan lunak hudung adanya nyeri, massa dan nyeri,
massa dan penyipangan bentuk, serta palpasi sinus-sinus hidung.
3. Periksa patensi neres dengan meletakkan jari di depan lubang hidung dan minta
pasien bernapas melalui hidung. Bandingkan antara neres kanan dan kiri, kaji
kemampuan pasien membau (nervus olfaktorius).
4. Masukkan spekulum hidung dengan minta pasien mengangkat kepala kebelakang.
Dengan bantuan penlight amati warna, lesi, cairan, massa, dan pembengkakan.
e. Telinga
1. Inspeksi kesimetrisan dan letak telinga
2. Inspeksi telinga luar, ukuran, bentuk, warna, dan adanya lesi.
3. Palpasi kartilago telinga untuk mengetahui jaringan lunak. Tekan tragus kedalam dan
tulang telinga ke bawah daun telinga (bila peradangan akan nyeri).
4. Palpasi tulang telinga (prosesus mastoideus)
f. Mulut dan faring
1. Inspeksi warna dan mukosa bibir, lesi, dan kelainan koninetal
2. Melakukan pemeriksaan pembedaan rasa pada ujung lidah (nervus)
3. Menguji sensasi faring (berkata ”ah”). (nervus vagus).
g. Leher
1. Inspeksi bentuk leher, kesimetrisan, warna kulit, adanya pembengkakakn, jaringan
parut atau massa (muskulus sternokleidomastoideus)
2. Inspeksi gerakan leher ke kanan dan ke kiri (nervus aksesorius)
8
3. Inspeksi kelenjar tiroid dengan minta pasien menelan dan amati gerakan kelenjar
tiroid pada takik suprasternal (normalnya tidak dapat dilihat)
4. Palpasi kelenjar limfe/kelenjar getah bening
5. Palpasi kelenjar tiroid
h. Thorak
1. Inspeksi kelainan bentuk thorak (barrel chest, pigeon chest, funnel chest).
2. Palpasi adanya krepitus pada kosta
3. Khusus pasien wanita dilakukan pemeriksaan inspeksi payudara: bentuk, ukuran.
i. Paru
1. Inspeksi kesimetrisan paru
2. Palpasi (taktil fremitus) dengan meminta pasien menebutkan angka atau huruf yang
bergetar (contoh 777). Bandingkan paru kanan dan kiri.
3. Perkusi dari puncak paru ke bawah (supraskapularis/3-4 jari dari pundak sampai
dengan torakal 10). Catat suara perkusi: sonor/hipersonor/redup.
4. Auskultasi bunyi paru saat inspirasi dan akspirasi (vesikuler, bronhovesikuler,
bronchial, tracheal; suara abnormal: whezzing, ronchi, krekles.
j. Jantung dan pembuluh darah
1. Inspeksi titik impuls maksimal, denyutan apical.
2. Palpasi area aorta pada interkosta ke-2 kanan, pulmonal pada interkosta ke-2 kiri, dan
pindah jari-jari ke interkosta 3, dan 4 kiri daerah trikuspidalis, dan mitral pada
interkosta 5 kiri.
3. Perkusi untuk mengetahui batas jantung (atas-bawah, kanan-kiri).
4. Auskultasi bunyi jantung I dan II pada 4 titik (tiap katup jantung), dan adanya bunyi
jantung tambahan.
5. Periksa vaskularisasi perifer dengan meraba kekuatan denyut nadi.
k. Abdomen
1. Inspeksi dari depan dan samping pasien (adanya pembesaran, datar, cekung,
kebersihan umbilikus)
2. Auskultasi 4 kuadran (peristaltik usus diukur dalam 1 menit, bising usus)
3. Palpasi: epigastrium, lien, hepar, ginjal, dan suprapubik.
4. Perkusi: 4 kuadran (timpani, hipertimpani, pekak)
9
5. Melakukan pemeriksaan turgor kulit abdomen.
l. Genitourinari
1. Inspeksi anus (kebersihan, lesi,massa,perdarahan) dan lakukan tindakan rectal touche
(khusus laki-laki untuk mengetahui pembesaran prostat).
2. Inspeksi alat kelamin/genitalia wanita: kebersihan, lesi,massa, keputihan, perdarahan,
ciran, bau, pertumbuhan rambut.
m. Ekstremitas
1. Inspeksi ekstremitas atas dan bawah: kesimetrisan, lesi, massa
2. Palpasi: tonus otot, kekuatan otot
3. Kaji sirkulasi: akral hangat/dingin, warna, capillary reffil time, danedema
4. Kaji kemampuan pergerakan sendi
2. Pemeriksaan Telinga
Telinga luar diperiksa dengan inspeksi dan palpasi langsung sementara membrana
timpani diinspeksi, seperti telinga tengah dengan otoskop dan palpasi tak langsung dengan
menggunakan otoskop pneumatic.
1) Pengkajian Fisik.
Inspeksi telinga luar merupakan prosedur yang paling sederhana tapi sering
terlewat. Aurikulus dan jaringan sekitarnya diinspeksi adanya:
1. deformitas, lesi,
2. cairan begitu pula ukuran,
3. simetris dan sudut penempelan ke kepala.
Gerakan aurikulus normalnya tak menimbulkan nyeri. Bila manuver ini terasa
nyeri, harus dicurigai adanya otitis eksterna akut.Nyeri tekan pada saat palpasi di daerah
mastoid dapat menunjukkan mastoiditis akut atau inflamasi nodus aurikula posterior.
Terkadang, kista sebaseus dan tofus (de-posit mineral subkutan) terdapat pada pinna.
Kulit bersisik pada atau di belakang aurikulus biasanya menunjukkan adanya dermatitis
sebore dan dapat terdapat pula di kulit kepala dan struktur wajah.
Untuk memeriksa kanalis auditorius eksternus dan membrana timpani:
1. kepala pasien sedikit dijauhkan dari pemeriksa.
2. Otoskop dipegang dengan satu tangan sementara aurikulus dipegang dengan tangan
lainnya dengan mantap dan ditarik ke atas, ke belakang dan sedikit ke luar Cara ini akan
10
membuat lurus kanal pada orang dewasa, sehingga memungkinkan pemeriksa melihat
lebih jelas membrana timpani.
3. Spekulum dimasukkan dengan lembut dan perlahan ke kanalis telinga, dan mata
didekatkan ke lensa pembesar otoskop untuk melihat kanalis dan membrana timpani.
Spekulum terbesar yang dapat dimasukkan ke telinga (biasanya 5 mm pada orang
dewasa) dipandu dengan lembut ke bawah ke kanal dan agak ke depan. Karena bagian
distal kanalis adalah tulang dan ditutupi selapis epitel yang sensitif, maka tekanan harus
benar-benar ringan agar tidak menimbulkan nye
4. Setiap adanya cairan, inflamasi, atau benda asing; dalam kanalis auditorius eksternus
dicatat.
5. Membrana, timpani sehat berwarna mutiara keabuan pada dasar kanalis. Penanda harus
dttihat mungkin pars tensa dan kerucut cahaya.umbo, manubrium mallei, dan prosesus
brevis.
6. Gerakan memutar lambat spekulum memungkinkan penglihat lebih jauh pada Hpatan
malleus dan daerah perifer. dan warna membran begitu juga tanda yang tak biasa at!
deviasi kerucut cahaya dicatat. Adanya cairan, gele bung udara, atau masa di telinga
tengah harus dicatat.
7. Pemeriksaan otoskop kanalis auditorius eksternus membrana timpani yang baik hanya
dapat dilakukan bi kanalis tidak terisi serumen yang besar. Serumen not nya terdapat di
kanalis eksternus, dan bila jumla sedikit tidak akan mengganggu pemeriksaan otoskop.
8. Bila serumen sangat lengket maka sedikit minyak mineral atau pelunak serumen dapat
diteteskan dalam kanalis telinga dan pasien diinstruksikan kembali lagi.
11
ketajaman normal dapat menirukan dengan tepat apa yang dibisikkan. Bila yang
digunakan detak jam tangan, pemeriksa memegang jam tangan sejauh 3 inci dari
telinganya sendiri (dengan asumsi pemeriksa mempunyai pendengaran normal) dan
kemudian memegang jam tangan pada jarak yang sama dari aurikulus pasien. Karena jam
tangan menghasilkan suara dengan nada yang lebih tinggi daripada suara bisikan, maka
kurang dapat dipercaya dan tidak dapat dipakai sebagai satu-satunya cara mengkaji
ketajaman auditorius.
12
mendengar garpu tala melalui mekanisme konduktif yang biasa. Sebaliknya kehilangan
pendengaran sensorineural memungkinkan suara yang dihantarkan melalui udara lebih
baik dari tulang, meskipun keduanya merupakan konduktor, yang buruk dan segala suara
diterima seperti sangat jauh dan lemah.
13
3.3 PATHWAY
ISPA
Hipertermi
saat tidur
Gangguan persepsi
Sering terbangun pada malam hari
sensori
Gangguan pola
tidur
14
3.4 Diagnosa
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen penyebab cidera biologis
2. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan
3. Resiko infeksi berhubungan dengan invasi bakteri patogen
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri
5. Gangguan persepsi panca indera auditorius berhubungan dengan Gangguan
penghantaran bunyi pada organ pendengaran
6. Ansietas berhubungan dengan masalah penyakit
3.5 INTERVENSI
15
0-10). kebutuhan rasa nyaman
4. Mengenali faktor dan aktivitas lain untuk
penyebab dan membantu relaksasi,
menggunakan tindakan meliputi tindakan sebagai
untuk memodifikasi berikut :
factor tersebut. 1. Lakukan perubahan
5. melaporkan pola tidur posisi, masase
yang baik. punggung, dan
relaksasi
2. Ganti linen tempat
tidur, bila diperlukan.
3. Berikan perawatan
dengan tidak terburu-
buru, dengan sikap
yang mendukung.
4. Libatkan pasien
dalam pengambilan
keputusan yang
menyangkut aktivitas
perawatan.
5. Bantu pasien untuk lebih
berfokus pada aktivitas,
bukan pada nyeri dan rasa
tidak nyaman dengan
melakukan pengalihan
melalui televisi, radio,
tape dan interaksi dengan
pengunjung.
6. Kelola nyeri pascabedah
awal dengan pemberian
opiat yang terjadwal
16
(misalnya, setiap 4 jam
selama 36 jam) atau PCA.
7. Gunakan tindakan
pengendalian nyeri
sebelum nyeri menjadi
lebih berat.
8. Instruksikan pasien untuk
menginformasikan
kepada perawat jika
peredaan nyeri tidak
dapat dicapai.
9. Informasikan kepada
pasien tentang prosedur
yang dapat meningkatkan
nyeri dan tawarkan
strategi koping yang
disarankan.
10. Berikan informasi tentang
nyeri, seperti penyebab
nyeri, berapa lama akan
berlangsung, dan
antisipasi
ketidaknyamanan akibat
prosedur.
2. Hipertermi setelah dilakukan tindakan 1. Pantau aktifitas kejang
berhubungan dengan asuhan keperawatan selama 2. Pantau hidrasi
proses peradangan. 1 x 24 jam pada pasien (misalnya, turgor kulit,
dengan gangguan hipertermi kelembapan membran
dapat teratasi dengan mukosa).
kriteria : 3. Pantau tekanan darah,
denyut nadi dan
Pasien menunjukkan
17
termoregulasi yang baik frekuensi pernapasan.
dengan penurunan suhu 4. Lepaskan pakaian yang
tubuh dan TTV normal berlebihan dan tutupi
pasien dengan selimut
saja.
5. Gunakan waslap dingin
(atau kantong es yang
dibalut dengan kain) di
aksila, kening, tengkuk
dan lipat paha.
6. Anjurkan asupan cairan
oral, sedikitnya 2 liter
sehari, dengan
tambahan cairan
selama aktivitas yang
berlebihan atau
aktivitas sedang dalam
cuaca panas.
7. Gunakan kipas yang
berputar di ruangan
pasien.
8. Berikan obat
antipiretik, jika perlu.
9. Ajarkan
pasien/keluarga dalam
mengukur suhu untuk
mencegah dan
mengenali secara dini
hipertermia (misalnya,
sengatan panas, dan
keletihan akibat panas.
18
10. Ajarkan indikasi
keletihan akibat panas
dan tindakan
kedaruratan yang
diperlukan, jika perlu.
3. Resiko infeksi setelah dilakukan tindakan 1. Pantau tanda dan gejala
berhubungan dengan asuhan keperawatan selama infeksi.
invasi bakteri patogen 2 x 24 jam pada pasien 2. Kaji faktor yang dapat
dengan resiko infeksi dapat meningkatkan
teratasi dengan kriteria : kerentanan terhadap
infeksi.
1. Pasien dan keluarga
3. Amati penampilan
akan terbebas dari
praktik hygiene
tanda dan gejala
personal untuk
infeksi.
perlindungan terhadap
2. Menggambarkan
infeksi.
faktor yang
4. Bersikan lingkungan
menunjang
dengan benar setelah
penularan infeksi.
dipergunakan masing-
3. Melaporkan tanda
masing pasien.
atau gejala infeksi
5. Terapkan kewaspadaan
serta mengikuti
universal.
prosedur skrining
6. Batasi jumlah
dan pemantauan.
pengunjung, bila
diperlukan.
7. Berikan terapi
antibiotik, bila
diperlukan.
8. Jelaskan kepada pasien
dan keluarga mengapa
sakit atau terapi
19
meningkatkan resiko
terhadap infeksi.
9. Instruksikan untuk
menjaga hygiene
personal untuk
melindungi tubuh
terhadap infeksi.
10. Ajarkan klien dan
keluarga cara
menghindar infeksi.
20
8. Kolaburasi pemberian
obat tidur
9. Jelaskan pentingnya
tidur yang adekuat
10. Berikan informasi
bagaimana pola tidur
yang baik.
21
sediakan waktu
istirahat untuk pasien).
6. Yakinkan pasien dan
keluarga bahwa defisit
persepsi atau defisit
sensori hanya
sementara, jika perlu.
7. Tingkatkan komunikasi
defisit pendengaran
dengan :
1. Tingkatkan volume
suara, jika
diperlukan.
2. Hindari berteriak
pada pasien yang
mengalami
gangguan
komunikasi.
8. Mulai perujukan terapi
okupasi, jika perlu.
9. Ajarkan pasien bahwa
suara dapat dirasakan
berbeda dengan
penggunaan alat bantu
dengar.
10. Instruksikan pasien
atau keluarga untuk
memeriksakan telinga.
22
pengetahuan tentang 1 x 24 jam pada pasien 2. Gali bersama pasien
penyakit dengan resiko infeksi dapat tentang tehnik yang
teratasi dengan kriteria : berhasil dan tidak berhasil
menurunkan ansietas di
1. Ansietas berkurang
masa lalu.
dan menunjukkan
3. Pada saat ansietas berat,
pengendalian diri.
damping pasien, bicara
2. Meneruskan aktifitas
dengan tenang, dan
yang dibutuhkan
berikan ketenangan serta
meskipun
rasa nyaman.
mengalami
4. Beri dorongan kepada
kecemasan.
pasien untuk
3. Mengidentifikasi
mengungkapkan secara
gejala yang
verbal pikiran dan
merupakan indikator
perasaan untuk
ansietas pasien
mengeksternalisasikan
sendiri.
ansietas.
4. Memiliki tanda-
5. Bantu pasien untuk
tanda vital dalam
mengfokuskan pada
batas normal :
situasi saat ini, sebagai
1. TD : 120/80
cara untuk
mmHg
mengidentifikasi
2. ND : 60-100
mekanisme koping yang
x/menit.
dibutuhkan untuk
3. Suhu : 36,5-37,5 ̊̊̊
mengurangi ansietas.
C
6. Sediakan pengalihan
4. RR : 16-24
melaui televise, radio,
x/menit
permainan, serta terapi
okupasi untuk
menurunkan ansietas dan
memperluas fokus.
23
7. Yakinkan kembali pasien
melalui sentuhan, dan
sikap empati secara verbal
dan non verbal secara
bergantian.
8. Berikan obat untuk
menurunkan ansietas, jika
perlu.
9. Informasikan tentang
gejala ansietas.
10. Ajarkan anggota keluarga
bagaimana membedakan
antara serangan panic dan
gejala penyakit fisik.
24
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Otitis media akut (OMA) adalah infeksi akut telinga tengah. Penyebab utama otitis media
akut adalah masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah yang normalnya
steril.Otitis media akut adalah keadaan dimana terdapatnya cairan di dalam telinga tengah
dengan tanda dan gejala infeksi,dimana penanganannyaa tergantung berat ringannya
penyakit itu sendiri.
4.2 Saran
Dengan adanya makalah asuhan keperawatan mengenai penyakit otitis media akut
(OMA) ini, penyusun mengharapkan agar para pembaca dapat memahami materi tentang
OMA, serta bagaimana cara mengaplikasikannya dalam menerapkan dalam asuhan
keperawatan.
25
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne C & Bare, Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner
& Suddarth. Jakarta : EGC
Wilkinson, Judith M & Ahern, Nancy R. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta :
EGC
http://en.wikipedia.org/wiki/Otitis_media
http://dkp2011.blogspot.com/2011/03/asuhan-keperawatan-otitis-media-akut.html
http://sely-biru.blogspot.com/2010/06/askep-teori-otitis-media-akut-oma.html
26