Anda di halaman 1dari 12

Sejarah Indonesia

Makalah G30S PKI

Disusun oleh :

1. Farhan Syaifullah Sinaga


2. M. Rozagi
3. Hafidz Akbar Fadilla
4. Fauzy Murthando

PEMERINTAH PROVINSI BENGKULU


DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
SMA NEGERI 1 SELUMA
Jalan Bengkulu-Manna KM 61 Kel. Lubuk Kebur Kec. Seluma Kabupaten Seluma
Telepon (0736) 91093
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT karena atas taufik dan rahmat-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam senantiasa kita sanjungkan kepada
junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta semua umatnya hingga kini.
Dan semoga kita termasuk dari golongan yang kelak mendapatkan syafaatnya.
Dalam kesempatan ini, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah berkenan membantu pada tahap penyusunan hingga selesainya makalah ini. Harapan kami
semoga makalah yang telah tersusun ini dapat bermanfaat sebagai salah satu rujukan maupun
pedoman bagi para pembaca, menambah wawasan serta pengalaman, sehingga nantinya saya
dapat memperbaiki bentuk ataupun isi makalah ini menjadi lebih baik lagi.
Kami sadar bahwa kami ini tentunya tidak lepas dari banyaknya kekurangan, baik dari
aspek kualitas maupun kuantitas dari bahan penelitian yang dipaparkan. Semua ini murni
didasari oleh keterbatasan yang dimiliki kami. Oleh sebab itu, kami membutuhkan kritik dan
saran kepada segenap pembaca yang bersifat membangun untuk lebih meningkatkan kualitas di
kemudian hari.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................................4
A. Latar Belakang.....................................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...............................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................................5
A. Peristiwa G30-S/PKI.............................................................................................................................5
B. Korban G30-S/PKI................................................................................................................................8
C. Penangkapan dan Pembantaian PKI....................................................................................................9
BAB III PENUTUP.................................................................................................................................11
A. Kesimpulan........................................................................................................................................11
B. Saran..................................................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Partai Komunis Indonesia (PKI) merupakan partai komunis yang terbesar di seluruh dunia,
di luar Tiongkok dan Uni Soviet. Sampai pada tahun 1965 anggotanya berjumlah sekitar 3,5 juta,
ditambah 3 juta dari pergerakan pemudanya. PKI juga mengontrol pergerakan serikat buruh yang
mempunyai 3,5 juta anggota dan pergerakan petani Barisan Tani Indonesia yang mempunyai 9
juta anggota. Termasuk pergerakan wanita (Gerwani), organisasi penulis dan artis dan
pergerakan sarjananya, PKI mempunyai lebih dari 20 juta anggota dan pendukung.
Pada bulan Juli 1959 parlemen dibubarkan dan Sukarno menetapkan konstitusi di bawah
dekret presiden sekali lagi dengan dukungan penuh dari PKI. Ia memperkuat tangan angkatan
bersenjata dengan mengangkat para jenderal militer ke posisi-posisi yang penting. Sukarno
menjalankan sistem “Demokrasi Terpimpin“. PKI menyambut “Demokrasi Terpimpin” Sukarno
dengan hangat dan anggapan bahwa dia mempunyai mandat untuk persekutuan Konsepsi yaitu
antara Nasionalis, Agama, dan Komunis yang dinamakan NASAKOM.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana peristiwa G30-S/PKI?


2. Siapa saja yang menjadi korban G30-S/PKI?
3. Bagaimana penangkapan dan pembantaian PKI?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Peristiwa G30-S/PKI

Gerakan 30 September (dahulu juga disingkat G 30 S PKI, G-30S/PKI), Gestapu (Gerakan


September Tiga Puluh), Gestok (Gerakan Satu Oktober) adalah sebuah peristiwa yang terjadi
selewat malam tanggal 30 September sampai di awal 1 Oktober 1965 di mana enam perwira
tinggi militer Indonesia beserta beberapa orang lainnya dibunuh dalam suatu usaha percobaan
kudeta yang kemudian dituduhkan kepada anggota partai komunis. PKI merupakan partai
Stalinis yang terbesar di seluruh dunia, di luar Tiongkok dan Uni Soviet. Anggotanya berjumlah
sekitar 3,5 juta, ditambah 3 juta dari pergerakan pemudanya. PKI juga mengontrol pergerakan
serikat buruh yang mempunyai 3,5 juta anggota dan pergerakan petani Barisan Tani Indonesia
yang mempunyai 9 juta anggota. Termasuk pergerakan wanita (Gerwani), organisasi penulis dan
artis dan pergerakan sarjananya, PKI mempunyai lebih dari 20 juta anggota dan pendukung serta
tersebar di seluruh daerah yang luas.

Pada bulan Juli 1959 parlemen dibubarkan dan Sukarno menetapkan konstitusi di bawah
dekret presiden dengan dukungan penuh dari PKI. Ia memperkuat tangan angkatan bersenjata
dengan mengangkat para jendral militer ke posisi-posisi yang penting. Sukarno menjalankan
sistem “Demokrasi Terpimpin”. PKI menyambut “Demokrasi Terpimpin” Sukarno dengan
hangat dan anggapan bahwa dia mempunyai mandat untuk persekutuan Konsepsi yaitu antara
Nasionalis, Agama dan Komunis yang dinamakan NASAKOM. Pada era “Demokrasi
Terpimpin”, kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan kaum borjuis nasional dalam menekan
pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan petani, gagal memecahkan masalah-masalah
politis dan ekonomi yang mendesak. Pendapatan ekspor menurun, foreign
reserves menurun, inflasi terus menaik dan korupsi birokrat dan militer menjadi wabah.
PKI telah menguasai banyak dari organisasi massa yang dibentuk Soekarno untuk
memperkuat dukungan untuk rezim Demokrasi Terpimpin dan dengan persetujuan dari
Soekarno, memulai kampanye untuk membentuk “Angkatan Kelima” dengan mempersenjatai
pendukungnya. Para petinggi militer menentang hal ini. Dari tahun 1963, kepemimpinan PKI
makin lama makin berusaha menghindari bentrokan-bentrokan antara aktivis massanya dan
polisi dan militer. Pemimpin-pemimpin PKI mementingkan “kepentingan bersama” polisi dan
“rakyat”. Pemimpin PKI D.N. Aidit mengilhami slogan “Untuk Ketenteraman Umum Bantu
Polisi”. Di bulan Agustus 1964, Aidit menganjurkan semua anggota PKI membersihkan diri dari
“sikap-sikap sektarian” kepada angkatan bersenjata, mengimbau semua pengarang dan seniman
sayap-kiri untuk membuat “massa tentara” subyek karya-karya mereka.

Di akhir 1964 dan permulaan 1965 ratusan ribu petani bergerak merampas tanah dari para
tuan tanah besar. Bentrokan-bentrokan besar terjadi antara mereka dan polisi dan para pemilik
tanah. Untuk mencegah berkembangnya konfrontasi revolusioner itu, PKI mengimbau semua
pendukungnya untuk mencegah pertentangan menggunakan kekerasan terhadap para pemilik
tanah dan untuk meningkatkan kerja sama dengan unsur-unsur lain, termasuk angkatan
bersenjata. Pada permulaan 1965, para buruh mulai menyita perusahaan-perusahaan karet dan
minyak milik AS. Kepemimpinan PKI menjawab ini dengan memasuki pemerintahan dengan
resmi. Pada waktu yang sama, jendral-jendral militer tingkat tinggi juga menjadi anggota
kabinet. Menteri-menteri PKI tidak hanya duduk di sebelah para petinggi militer di dalam
kabinet Sukarno ini, tetapi mereka terus mendorong ilusi yang sangat berbahaya bahwa angkatan
bersenjata adalah merupakan bagian dari revolusi demokratis “rakyat”.
Aidit memberikan ceramah kepada siswa-siswa sekolah angkatan bersenjata di mana ia
berbicara tentang “perasaan kebersamaan dan persatuan yang bertambah kuat setiap hari antara
tentara Republik Indonesia dan unsur-unsur masyarakat Indonesia, termasuk para komunis”.
Rejim Sukarno mengambil langkah terhadap para pekerja dengan melarang aksi-aksi mogok
di industri. Kepemimpinan PKI tidak berkeberatan karena industri menurut mereka adalah milik
pemerintahan NASAKOM. Tidak lama PKI mengetahui dengan jelas persiapan-persiapan untuk
pembentukan rejim militer, menyatakan keperluan untuk pendirian “angkatan kelima” di dalam
angkatan bersenjata, yang terdiri dari pekerja dan petani yang bersenjata. Bukannya
memperjuangkan mobilisasi massa yang berdiri sendiri untuk melawan ancaman militer yang
sedang berkembang itu, kepemimpinan PKI malah berusaha untuk membatasi pergerakan massa
yang makin mendalam ini dalam batas-batas hukum kapitalis negara.
Mereka, depan jendral-jendral militer, berusaha menenangkan bahwa usul PKI akan
memperkuat negara. Aidit menyatakan dalam laporan ke Komite Sentral PKI bahwa
“NASAKOMisasi” angkatan bersenjata dapat dicapai dan mereka akan bekerja sama untuk
menciptakan “angkatan kelima”. Kepemimpinan PKI tetap berusaha menekan aspirasi
revolusioner kaum buruh di Indonesia. Di bulan Mei 1965, Politbiro PKI masih mendorong ilusi
bahwa aparatur militer dan negara sedang diubah untuk memencilkan aspek anti-rakyat dalam
alat-alat negara. Menjelang dilancarkannya G 30 S/PKI, banyak sekali kegiatan-kegiatan yang
dilaksanakannya oleh Biro Khusus PKI yang telah dibentuk pada tahun 1964 dengan
mengadakan beberapa kali rapat rahasia yang diikuti oleh beberapa orang oknum ABRI. Rapat
pertama 6 September 1965 yang dilaksanakan rumah Kapten Wahjudi Jl. Sindanglaya 5, Jakarta,
diikuti oleh:
1. Sjam Kamaruzaman.
2. Pono (Soepono).
3. Letnan Kolonel Untung Sutopo (Komandan Batalion I Kawal Kehormatan Resimen
Cakrabirawa).
4. Kolonel A. Latief (Komandan Brigade Infantri I Kodam V/Jaya).
5. Mayor Udara Suyono (Komandan Pasukan Pengawal Pangkalan (P3) PAU Halim).
6. Mayor A. Sigit (Komandan Batalion 203 Brigade Infantri I Kodam V/Jaya).
7. Kapten Wahjudi (Komandan Kompi Artileri sasaran Udara).
Rapat ini membicarakan tentang situasi umum sebelum gerakan dan isu sakitnya Bung
Karno. Selanjutnya Sjam melontarkan isu adanya Dewan Jendral yaitu yang mengungkapkan
adanya beberapa petinggi Angkatan Darat yang tidak puas terhadap Soekarno dan berniat untuk
menggulingkannya. Menanggapi isu ini, Soekarno disebut-sebut memerintahkan pasukan
Cakrabirawa untuk menangkap dan membawa mereka untuk diadili oleh Soekarno, dan dari
ABRI pun terhasut dan ikut dalam gerakan yaitu Letnan Kolonel Untung, Komandan Batalion 1
Resimen Cakrabirawa (pasukan pengawal Presiden). Sjam kemudian menyampaikan instruksi
Aidit untuk mengadakan gerakan mendahului kudeta Dewan Jendral. Setelah rapat pertama
kemudian banyak diadakan lagi rapat-rapat selanjutnya guna membahas persiapan serangan
gerakan. Di antaranya rapat ke-2 pada tanggal 9 September 1965, rapat ke-3 tanggal 13
September 1965, rapat ke-4 tanggal 15 September 1965, rapat ke-5 tanggal 17 September 1965,
rapat ke-6 19 September 1965, dan rapat ke-7 tanggal 22 September 1965, ke-8 24 September
1965, ke-9 tanggal 29 September 1965.
Pada rapat-rapat setelah rapat ke -6 membahas tentang penetapan sasaran gerakan bagi
masing-masing pasukan yang akan bergerak menculik atau membunuh para jendral Angkatan
Darat yang diberi nama Pasukan Pasopati. Pasukan teritorial dengan tugas menduduki gedung
RRI dan gedung Telekomunikasi di beri nama Pasukan Bimasakti kemudian pasukan yang
mengkoordinasi lubang Buaya di beri nama Pasukan Gatotkaca. Setelah persiapan terakhir
selesai, rapat terakhir di adakan tanggal 29 September 1965 yang dilaksanakan di rumah Sjam,
gerakan itu dinamakan “Gerakan 30 September” (G 30 S/PKI atau Gestapu/PKI). Secara fisik-
militer gerakan di pimpin oleh Letnan Kolonel Untung, Komandan Batalion 1 Resimen
Cakrabirawa (Pasukan Pengawal Presiden) selaku pimpinan formal seluruh gerakan.
Pelaksanaan G30S/PKI 1965 Pada 1 Oktober 1965 dini hari, enam jenderal senior dan
beberapa orang lainnya dibunuh dalam upaya kudeta yang disalahkan kepada para pengawal
istana (Cakrabirawa) yang dianggap loyal kepada PKI dan pada saat itu dipimpin oleh Letkol
Untung. Panglima Komando Strategi Angkatan Darat saat itu, Mayjen Soeharto kemudian
mengadakan penumpasan terhadap gerakan tersebut. Tahunya Aidit akan jenis sakitnya Sukarno
membuktikan bahwa hal tersebut sengaja dihembuskan PKI untuk memicu ketidakpastian di
masyarakat. Pada tahun 1960 keluarlah Undang-Undang Pokok Agraria (UU Pokok Agraria) dan
Undang-Undang Pokok Bagi Hasil (UU Bagi Hasil) yang sebenarnya merupakan kelanjutan dari
Panitia Agraria yang dibentuk pada tahun 1948. Panitia Agraria yang menghasilkan UUPA
terdiri dari wakil pemerintah dan wakil berbagai ormas tani yang mencerminkan 10 kekuatan
partai politik pada masa itu.
B. Korban G30-S/PKI

Pada 30 September 1965, enam jendral senior dan beberapa orang lainnya dibunuh dalam
upaya kudeta yang disalahkan kepada para pengawal istana (Cakrabirawa) yang loyal kepada
PKI dan pada saat itu dipimpin oleh Letkol Untung. Panglima Komando Strategi Angkatan Darat
saat itu, Mayjen Soeharto kemudian mengadakan penumpasan terhadap gerakan tersebut. Korban
keenam pejabat tinggi yang dibunuh tersebut adalah:
1. Panglima Angkatan Darat Letjen TNI Ahmad Yani
2. Mayjen TNI R. Suprapto
3. Mayjen TNI M.T. Haryono
4. Mayjen TNI Siswondo Parman
5. Brigjen TNI D.I. Panjaitan
6. Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo

Jenderal TNI A.H. Nasution juga disebut sebagai salah seorang target namun dia selamat
dari upaya pembunuhan tersebut. Sebaliknya, putrinya Ade Irma Suryani Nasution dan ajudan
A.H. Nasution, Lettu Pierre Tandean tewas dalam usaha pembunuhan tersebut. Selain itu
beberapa orang lainnya juga turut menjadi korban:
1. Lettu Pierre Tandean
2. AIP Karel Satsuit Tubun
3. Kolonel Katamso Darmokusumo
4. Kolonel Sugiono
Para korban tersebut kemudian dibuang ke suatu lokasi di Pondok Gede, Jakarta yang
dikenal sebagai Lubang Buaya. Mayat mereka ditemukan pada 3 Oktober.

C. Penangkapan dan Pembantaian PKI


Dalam bulan-bulan setelah peristiwa ini, semua anggota dan pendukung PKI, atau mereka
yang dianggap sebagai anggota dan simpatisan PKI, semua partai kelas buruh yang diketahui dan
ratusan ribu pekerja dan petani Indonesia yang lain dibunuh atau dimasukkan ke kamp-kamp
tahanan untuk disiksa dan diinterogasi. Pembunuhan-pembunuhan ini terjadi di Jawa Tengah
(bulan Oktober), Jawa Timur (bulan November) dan Bali (bulan Desember). Berapa jumlah
orang yang dibantai tidak diketahui dengan persis, perkiraan yang konservatif menyebutkan
500.000 orang, sementara perkiraan lain menyebut dua sampai tiga juta orang. Namun diduga
setidak-tidaknya satu juta orang menjadi korban dalam bencana enam bulan yang mengikuti
kudeta itu.
Dihasut dan dibantu oleh tentara, kelompok-kelompok pemuda dari organisasi-organisasi
muslim sayap-kanan seperti Barisan Ansor NU dan Tameng Marhaenis PNI melakukan
pembunuhan-pembunuhan massal, terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ada laporan-
laporan bahwa Sungai Brantas di dekat Surabaya menjadi penuh mayat-mayat sampai di tempat-
tempat tertentu sungai itu “terbendung mayat”. Pada akhir 1965, antara 500.000 dan satu juta
anggota-anggota dan pendukung-pendukung PKI telah menjadi korban pembunuhan dan ratusan
ribu lainnya dipenjarakan di kamp-kamp konsentrasi, tanpa adanya perlawanan sama sekali.
Sewaktu regu-regu militer yang didukung dana CIA menangkapi semua anggota dan pendukung
PKI yang terketahui dan melakukan pembantaian keji terhadap mereka, majalah “Time”
memberitakan:
“Pembunuhan-pembunuhan itu dilakukan dalam skala yang sedemikian sehingga
pembuangan mayat menyebabkan persoalan sanitasi yang serius di Sumatera Utara, di mana
udara yang lembap membawa bau mayat membusuk. Orang-orang dari daerah-daerah ini
bercerita kepada kita tentang sungai-sungai kecil yang benar-benar terbendung oleh mayat-
mayat. Transportasi sungai menjadi terhambat secara serius.”
Di pulau Bali, yang sebelum itu dianggap sebagai kubu PKI, paling sedikit 35.000 orang
menjadi korban di permulaan 1966. Di sana para Tamin, pasukan komando elite Partai Nasional
Indonesia, adalah pelaku pembunuhan-pembunuhan ini. Koresponden khusus dari Frankfurter
Allgemeine Zeitung bercerita tentang mayat-mayat di pinggir jalan atau dibuang ke dalam
galian-galian dan tentang desa-desa yang separuh dibakar di mana para petani tidak berani
meninggalkan kerangka-kerangka rumah mereka yang sudah hangus. Di daerah-daerah lain, para
terdakwa dipaksa untuk membunuh teman-teman mereka untuk membuktikan kesetiaan mereka.
Di kota-kota besar pemburuan-pemburuan rasialis “anti-Tionghoa” terjadi. Pekerja-pekerja dan
pegawai-pegawai pemerintah yang mengadakan aksi mogok sebagai protes atas kejadian-
kejadian kontra-revolusioner ini dipecat.
Paling sedikit 250,000 orang pekerja dan petani dipenjarakan di kamp-kamp konsentrasi.
Diperkirakan sekitar 110.000 orang masih dipenjarakan sebagai tahanan politik pada akhir 1969.
Eksekusi-eksekusi masih dilakukan sampai sekarang, termasuk belasan orang sejak tahun 1980-
an. Empat tahanan politik, Johannes Surono Hadiwiyino, Safar Suryanto, Simon Petrus
Sulaeman, dan Nobertus Rohayan, dihukum mati hampir 25 tahun sejak kudeta itu.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Peristiwa G 30S/PKI yang lebih dikenal dengan peristiwa pemberontakan yang dilakukan
PKI, yang bertujuan untuk menyebarkan paham komunis di Indonesia. Pemberontakan ini
menimbulkan banyak korban, dan banyak korban berasal dari para Jendral Angkatan Darat
Indonesia. Gerakan PKI ini menjadi isu politik untuk menolak laporan pertanggung jawaban
Presiden Soekarno kepada MPRS. Dengan ditolaknya laporan Presiden Soekarno ini, maka
Indonesia kembali ke pemerintahan yang berasaskan kepada Pancasila dan UUD 1945.
Peristiwa G30S/PKI 1965 yang terjadi di Indonesia telah memberi dampak negatif dalam
kehidupan sosial dan politik masyarakat Indonesia yaitu dampak politik dan dampak ekonomi.
Setelah Supersemar diumumkan, perjalanan politik di Indonesia mengalami masa transisi.
Kepemimpinan Soekarno kehilangan supremasinya. MPRS kemudian meminta Presiden
Soekarno untuk mempertanggungjawabkan hasil pemerintahannya, terutama berkaitan dengan
G30S/PKI. Dalam Sidang Umum MPRS tahun 1966, Presiden Soekarno memberikan
pertanggung jawaban pemerintahannya, khususnya mengenai masalah yang menyangkut
peristiwa G30S/PKI.

B. Saran

Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah. Bangsa yang melupakan sejarah, akan dengan
mudah tercerabut dari akar sejarah itu sendiri, dan menjadi bangsa antah berantah.
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Gerakan_30_September

https://id.wikipedia.org/wiki/Pahlawan_Revolusi_Indonesia

http://materiku86.blogspot.co.id/2016/03/peristiwa-lengkap-gerakan-30-september-1965.html

Anda mungkin juga menyukai