Anda di halaman 1dari 24

TEOLOGI SOSIAL

SOLIDARITAS GEREJA PADA MASA PANDEMI


GMIT KAISAREA BTN KOLHUA

OLEH:
Kelompok IV

Nama Anggota : Alma V. A. Lukas


Angga M. Libing
Anita K. U. Pingge
Bernadetha V. Takoy
Marita N. Penlaana
Rut L. A. Amtiran
Tesya Liliani Julianti
Semester : VII
Dosen Pengasuh : Pdt. Arly De Haan, M.Th

FAKULTAS TEOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN ARTHA WACANA KUPANG
2021
ABSTRAK

Pandemi covid-19 merupakan wabah yang menyerang seluruh dunia. Semua belahan
dunia turut merasakan dampaknya yang mempengaruhi segala aspek dalam kehidupan.
Situasi yang dialami akibat pandemi covid-19 ini, memberi efek buruk dalam kehidupan
manusia, terutama dalam bidang ekonomi. Orang-orang kehilangan pekerjaan, dan itu
berakibat pada penghasilan yang mereka terima. Dampak ini lebih dirasakan oleh masyarakat
yang bisa di bilang kurang mampu dalam hal membiayai kehidupan keluarga mereka. Hal ini,
tentu mendorong gereja untuk mengupayakan hal-hal yang menjadi tugas dan tanggung
jawab mereka dalam melihat pergumulan jemaat. Untuk itu, mereka dipanggil untuk
melakukan diakonia kedalam dan keluar gereja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
sudah sejauh mana diakonia yang gereja lakukan di masa pandemi ini. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Dari hasil penelitian mengenai
solidaritas gereja di masa Pandemi, ini menunjukan bahwa Gereja perlu bertindak secara
ramah dalam pelayanannya yang dapat terlihat dalam istilah hospitalitas Gereja. Gereja perlu
bersikap ramah, bukan saja kepada golongan dalam gereja namun dalam kehidupan eksternal
Gereja

Kata Kunci: Gereja, solidaritas, Covid-19, diakonia

PENDAHULUAN

Solidaritas, dalam KBBI adalah perasaan solider atau memiliki sifat satu rasa (senasib
dan sebagainya) atau perasaan setia kawan antar sesama anggota atau komunitas. Tentu ini
menjadi tolak ukur bagi setiap orang untuk bertanggung jawab baik bagi dirinya sendiri dan
juga orang lain. Hal tersebut akan nampak dalam tindakan kita saat ada dalam suatu kondisi
yang membutuhkan rasa tanggung jawab sebagai mahkluk sosial. Dalam konteks saat ini,
terkhususnya GMIT atau gereja sekalipun, dalam menanggapi masalah-masalah yang terjadi,
gereja harus menunjukan rasa solidaritas itu, baik bagi jemaatnya dan bahkan kepada
komunitas yang bukan dalam lingkup pelayanannya. Sehubungan dengan hal tersebut, maka
solidaritas Gereja berarti bahwa gereja turut berjuang atau harus mencari bentuk perjuangan
yang khas kristen, yaitu dengan mengikuti cara pelayanan Yesus. 1 Menanggapi masalah yang
sedang dihadapi bersama, yakni dampak dari pande covid, tentu peran gereja juga turut hadir.

1
Christiaan De Jonge, Menuju keesaan Gereja, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006, hlm. 157
1
Namun sebelumnya, perlu diketahui terlebih dahulu apa itu pandemi covid-19 yang sedang
terjadi hingga saat ini.

Sejarah Corona virus bermula pada laporan pertama wabah Covid-19 yang berasal dari
sekelompok kasus pneumonia manusia di kota Wuhan, China, sejak Desember 2019. 2 Corona
virus adalah bagian dari keluarga besar virus yang dapat menyebabkan infeksi pada bagian
saluran pernapasan bagian atas dengan tingkat ringan dan sedang. Virus ini merupakan jenis
virus varian baru yang memiliki tingkat penyebaran atau penularan lebih tinggi dibandingkan
virus varian sebelumnya. Virus corona ditularkan melalui droplet yang keluar dari mulut atau
dari hidung yang mengenai seseorang atau jatuh ke permukaan benda di sekitar dan
kemudian tersentuh oleh orang lain. Ketika virus ini menempati suatu inang yang memiliki
kondisi sesuai dan mendukung untuk terjadinya metabolisme, maka virus corona dalam
waktu tertentu dapat tumbuh dan berkembang biak dengan membelah diri. Rumah atau inang
virus corona yang memungkinkan virus tersebut berkembang biak adalah pada daerah mata,
mulut, hidung atau bagian tubuh yang memiliki jaringan lunak.3

Laju penyebaran virus ini begitu cepat diiringi dengan jumlah kasus yang terus
meningkat, hingga turut berdampak di Indonesia. Pada situs cermati.com dengan artikel yang
berjudul “Covid-19 menyebar di 30 daerah provinsi, catat daerah ini terapkan local
lockdown” disebutkan pada 2 Maret 2020 kasus penyebaran Covid-19 di Indonesia terus
mengalami peningkatan setiap harinya, hal ini terkuak dari 34 Provinsi di Indonesia terdapat
30 Provinsi dikonfirmasi telah terdampak corona virus. Melihat tingkat penyebaran yang
terus meluas di sejumlah daerah, Presiden Republik Indonesia Joko widodo kemudian
menetapkan pandemi Covid-19 sebagai bencana nasional yang ditandai dengan
dikeluarkannya Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan
Bencana Non Alam Penyebaran Covid-19 Sebagai Bencana Nasional yang dikeluarkan pada
tanggal 13 April 2020.4

Dari peristiwa pandemi covid-19 ini yang tertera di atas, tentu mendorong gereja untuk
menunjukan rasa solidaritasnya. Suatu tanggung jawab besar, ketika gereja berhadapan
dengan hal seperti ini, di mana gereja juga harus berusaha, walaupun mengalami dampak dari
pandemi ini. Rasa tanggung jawab harus dimiliki oleh semua pihak dalam menanggapinya,
2
Siti Nur Aidah, Kitab Sejarah Covid-19, Jogjakarta: KBM Indonesia, 2020, hlm. 2
3
Ismail Marzuki, COVID-19: Seribu Satu Wajah, Yayasan Kita Menulis, 2021, hlm. 2
4
Ilham & Usman Idris, Pandemi di Ibu Pertiwi, Aceh: Syiah Kuala University Press, 2021, hlm. 2
2
sehingga gereja dalam melakukan tugas dan tanggung jawabnya melalui tindakan solider,
memiliki dukungan yang kuat dari umat persekutuannya. Dengan demikian, gereja terdorong
untuk bertanggung jawab dan memperhatikan kepentingan dari setiap anggota jemaat serta
saling mendukung satu sama lain. Menurut kami, jika dikaitkan dengan permasalahan yang
terjadi, maka solidaritas mekanik menjadi salah satu kriteria yang harus dilakukan yaitu
ketika salah satu keluarga atau seorang anggota jemaat mengalami masalah dan persoalan
ekonomi maupun persoalan dibidang lain akibat dampak pandemi covid-19, maka gereja dan
anggota jemaat yang lain akan bersama-sama memberikan bantuan dan bersolider. Solidaritas
organik yaitu adanya ketergantungan satu sama lain, maka hal ini menunjukkan bahwa dalam
satu persekutuan kita saling bergantung satu sama lain, dalam mengatasi masalah global yang
terjadi ini.

METODOLOGI PENELITIAN

Gereja punya tanggung jawab dengan soal-soal hidup aktual, termasuk menghadapi
pandemi Covid-19. Keterlibatan gereja demi kepentingan dunia dan manusia sebagai
perwujudan iman orang Kristen. Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis akan
keefektivitas solidaritas gereja di masa pandemi covid-19 di GMIT Kaisarea BTN Kolhua.
Metode yang digunakan dalam penelitian ialah metode kualitatif dengan melakukan
wawancara mendalam terhadap anggota majelis mau pun jemaat yang mengalami krisis
ekonomi pada masa pandemi Covid-19.

Metode penelitian kualitatif berarti proses eksplorasi dan memahami makna perilaku
individu dan kelompok, menggambarkan masalah sosial atau masalah kemanusiaan. Proses
penelitian mencakup membuat pertanyaan penelitian dan prosedur yang masih bersifat
sementara, mengumpulkan data pada setting partisipan, analisis data secara induktif,
membangun data yang parsial ke dalam tema, dan selanjutnya memberikan interpretasi
terhadap makna suatu data. Kegiatan terakhir adalah membuat laporan ke dalam struktur
yang fleksibel.5

Sharan B. dan Merriam (2007) dalam buku Qualitative Research; Aguide to Design and
Implementation, menyatakan bahwa kualitatif merupakan pendekatan yang berfungsi untuk
menemukan dan memahami fenomena sentral. Penelitian kualitatif tertarik untuk memahami
5
https://ranahresearch.com/pengertian-metode-penelitian-kualitatif/, diakses pada tanggal 20 Oktober
2021, Pukul 11:50 WITA
3
bagaimana orang-orang menginterpretasikan pengalamannya. Seluruh tujuan penelitian
kualitatif adalah untuk mencapai pemahaman bagaimana orang-orang merasakan dalam
proses kehidupannya; memberikan makna dan menguraikan bagaimana orang
menginterpretasikan pengalamannya. Penelitian kualitatif ingin memahami fenomena
berdasarkan pandangan partisipan atau pandangan internal dan bukan pandangan peneliti
sendiri atau pandangan eksternal.6

HASIL PENELITIAN

Solidaritas Gereja Pada Masa Pandemi Covid-19

Lokasi penelitian kelompok yaitu di GMIT Kaisarea BTN Kolhua. GMIT Kaisarea
BTN terdiri dari 10 rayon. Dalam upaya memutus mata rantai penyebaran Covid-19,
pemerintah mengeluarkan kebijakan agar semua warga harus tinggal di rumah dan
melakukan pekerjaan dari rumah. Sekolah, mall, tempat hiburan, bahkan kantor pun akhirnya
ditutup, untuk jangka waktu yang tidak menentu. Jelaslah bahwa maraknya virus ini telah
membawa dampak buruk terhadap berbagai bidang kehidupan, seperti bidang kesehatan,
keagamaan, ekonomi, sosial, maupun politik. GMIT Kaisarea juga mengambil andil dalam
mengatasi dampak dari pandemi covid-19. Dalam bidang agama misalnya, dalam cara
beribadah. Kita tidak lagi beribadah seperti biasa di gedung gereja, namun secara virtual.
Praktik ibadah virtual bisa jadi merupakan alternatif terbaik di masa pandemi. Ibadah secara
virtual dengan khotbah-khotbah yang menyejukkan akan membantu jemaat tetap semangat
beribadah walaupun harus dari rumah. Gereja juga secara khusus memperkuat mental dan
spiritual jemaat melalui ibadah pergumulan secara virtual, juga video-video penguatan dari
jemaat-jemaat yang telah sembuh dari covid dibagikan dengan tujuan untuk menguatkan
setiap jemaat di masa pandemi. Selain itu, dampak covid ini juga menyebabkan krisis
ekonomi yang besar. Hal ini tentunya berimbas kepada pendapatan masyarakat kecil seperti
pedagang, buruh harian, dan lainnya. Melihat situasi tersebut gereja melakukan aksi
solidaritas sosial berupa pemberian sembako, uang, hand sanitizer, masker, memberikan wifi
gratis di gedung gereja bagi anak-anak yang bersekolah secara virtual dan lain sebagainya.
Gereja juga secara khusus membuat diakonia Covid bagi mereka yang mengalami krisis
ekonomi di masa pandemi berupa uang dan sembako sebanyak 4 kali dalam setahun bagi
jemaat-jemaat yang mengalami krisis ekonomi dalam masa pandemi. Wabah pandemi Covid-
6
Ibid, diakses pada tanggal 20 Oktober 2021, pukul 11:58
4
19 juga berdampak pada nilai-nilai sosial. Misalnya perubahan pola pikir, pandangan, serta
sikap masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Gereja menunjukkan solidaritasnya kepada
masyarakat luas dengan cara memastikan protokol kesehatan dilakukan oleh pemimpin dan
warga gereja. Membuka tempat vaksin gratis di gedung gereja bagi masyarakat umum dan
selalu menghimbau jemaatnya untuk melakukan vaksin.7

Selain itu, kami juga mendapatkan informasi tambahan tentang solidaritas gereja ketika
terjadinya badai siklon seroja yang menimpa NTT April lalu. Gereja sungguh-sungguh
membangun solidaritas yang kuat terhadap jemaatnya mau pun kepada yang bukan
jemaatnya. Ketika badai siklon seroja terjadi, gereja dengan sigap langsung membuat posko
pengungsian di gedung gereja bagi siapa saja yang membutuhkan tempat tinggal sementara.
Ternyata bukan hanya jemaat Kaisarea saja yang mengungsi di sana, namun ada juga jemaat-
jemaat dari gereja dan denominasi lain. Gereja benar-benar menjamin setiap orang yang pergi
mengungsi dengan memberikan bantuan berupa makanan, pakaian, susu bagi anak-anak,
masker, hand sanitizer serta bantuan berupa seng, paku dan lain-lain bagi mereka yang akan
memperbaiki gereja tanpa melihat dari mana asal mereka. Selama sebulan penuh gereja
menjamin semua orang yang pergi mengungsi sebelum mereka kembali ke rumahnya
masing-masing. Namun, walaupun ada dalam keadaan yang sulit paska terjadinya badai
siklon seroja, gereja tetap memberlakukan sosial distancing bagi setiap pengungsi. Dan tetap
memberikan bantuan bagi mereka yang terdeteksi positif Covid-19 pada saat itu.8

Aksi ini mendapatkan tanggapan positif dari mereka yang mengalami musibah Covid-
19 mau pun badai Seroja. Hal ini dinilai sebagai rasa kesetiakawanan. Meskipun dalam
pembagian diakonia ada juga jemaat yang tidak menerimanya sama sekali. Hal ini terjadi
bukan karena gereja yang menutup mata terhadap jemaat-jemaat tertentu, namun ini murni
karena ketidaktahuan gereja akan sebagian jemaat yang mengalami krisis ekonomi akibat
Covid-19 dan badai Seroja. Banyak jemaat yang rupanya tidak mau terbuka dengan gereja
mengenai keadaan ekonomi mereka, sekalipun mereka sedang mengalami krisis ekonomi
yang sangat berat.9 Dalam wawancara yang kami lakukan terhadap 10 keluarga yang
mengalami krisis ekonomi di jemaat Kaisarea BTN Kolhua, kami menemukan keluarga-
keluarga ini ada dalam kondisi ekonomi yang sangat memprihatinkan. Mereka yang

7
Vince Koen (Cavik), Wawancara, Minggu, 10 Oktober 2021, Pukul 12:30 WITA
8
Rut A. Herewila (Cavik), Wawancara, Minggu 10 Oktober 2021, Pukul 11.30 WITA
9
Beni Pili Robo (Majelis Jemaat Harian), Wawancara, Selasa, 12 Oktober 2021, Pukul 15.20 WITA
5
sebelumnya bekerja sebagai tukang, sopir proyek, penjual ikan maupun tukang, harus rela
kehilangan pekerjaannya akibat dari pandemi Covid. Karena hal ini, mereka tidak lagi
mempunyai pekerjaan dan terpaksa bekerja secara serabutan demi memenuhi kehidupan
keluarganya, baik itu dalam makan sehari-hari atau pun untuk biaya sekolah anak-anak
mereka.

Salah satu keluarga yang kami wawancarai yakni keluarga bapak Rinder Nomnafa,
mengatakan bahwa keluarga mereka ada dalam kondisi ekonomi yang sangat
memprihatinkan. Bapak Rinder Nomnafa sebelumnya bekerja sebagai seorang sopir proyek.
Namun, Karena pandemi Covid, beliau akhirnya diberhentikan dengan alasannya umurnya
yang sudah 58 tahun dianggap rentan terkena virus corona. Bahkan gaji beliau pun belum
dibayar karena kurangnya dana proyek di tempat beliau bekerja sebelumnya. Karena hal ini,
bapak Rinder Nomnafa dan keluarganya harus hidup dengan sangat hemat menggunakan
uang tabungan yang ada. Belum lagi, bapak Rinder Nomnafa memiliki 3 orang anak yang
masih berkuliah dan biaya untuk kuliah mereka tidaklah murah. Anak pertama bapak Rinder
Nomnafa yang berada di tingkat akhir kuliahnya terpaksa harus menunggu untuk tidak
mengikuti ujian karena tidak adanya uang untuk membayar uang ujian, begitu juga dengan
kedua adiknya yang juga sama-sama kesulitan karena terlambat membayar uang SPP. Paket
data untuk kuliah online saja mereka kesusahan sehingga mereka harus menumpang wifi di
rumah teman.10

Ada juga keluarga mama Asty Berek dan keluarga mama Yuliance Nenabu yang
mengalami kesulitan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Kedua keluarga ini juga harus
terpaksa hidup berhemat karena suami mereka kesulitan dalam mencari pekerjaan di masa
pandemi. Belum lagi kebutuhan sekolah anak-anak mereka seperti paket data untuk
bersekolah online. Karena keterbatasan ekonomi, anak dari mama Yuliance terpaksa harus
pergi ke sekolah untuk mengambil tugas-tugas sekolahnya secara langsung karena tidak
memiliki paket data untuk mengunduh tugas sekolah yang dikirim oleh guru. 11 Namun, baik
itu keluarga bapak Rinder Nomnafa maupun keluarga-keluarga lain yang berada dalam
kondisi yang sama, tidak pernah menuntut untuk diberikan bantuan dari pihak gereja. Mereka
merasa tidak memiliki hak untuk memaksa gereja agar memberikan mereka bantuan, ada juga
10
Rinder Nomnafa (Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua), Wawancara, Selasa, 12 Oktober 2021, Pukul
14.00 WITA
11
Asty Berek dan Yuliance Berek (Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua), Wawancara, Selasa, 12
Oktober 2021, Pukul 14.50 WITA
6
yang merasa malu jika harus memberitahukan pihak gereja jika mereka sedang kesulitan
dalam hal ekonomi. Mendapatkan bantuan diakonia akhir tahun saja sudah cukup bagi
mereka dan membuat mereka sangat bersyukur, sehingga mereka tidak menuntut untuk
mendapatkan bantuan diakonia Covid-19. Akibat dari ketidak-terbukanya anggota jemaat
Kaisarea dengan gereja inilah yang menyebabkan sebagian dari jemaat yang mengalami
krisis ekonomi di masa pandemi Covid-19 tidak mendapatkan bantuan diakonia khusus bagi
mereka mengalami krisis ekonomi di masa pandemi.

TEORI

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengertian kata solidaritas adalah
sifat (perasaan) solider, sifat satu rasa (senasib), perasaan setia kawan yang pada suatu
kelompok anggota wajib memilikinya.

Jurgen Moltmann lahir pada tahun 1967. Ia pertama kali dikenal luas karena karyanya
tentang ‘Theology of Hope’ (1926). Dari karyanya ini dan karya-karya selanjutnya
menjadikan ia salah satu teologi Protestan Jerman kontemporer yang paling berpengaruh, di
dunia non Barat maupun Barat, dan di kalangan gereja yang lebih luas serta dalam teologi
akademis.12 Dalam pemikirannya, Jurgen Moltmann menegaskan bahwa Allah adalah Allah
yang menderita, Dia adalah Allah yang ditolak. Menarik yang dikatakan Moltmann dalam
menggambarkan penderitaan manusia dan penderitaan Allah. Dia melihat Allah sebagai co-
suferrer.13 Menurut Moltmann Allah harus bisa merasakan penderitaan manusia dalam segala
aspek yang ada dalam penderitaan itu. Moltmann menegaskan bahwa Allah bukan saja tahu
bahwa manusia menderita, tetapi ia sendiri merasakan penderitaan itu. Allah yang menderita
merupakan tindakan konkret Allah yang bersolider dengan penderitaan manusia. Allah
menderita karena Ia bela rasa dan solidaritas terhadap setiap orang yang menderita. 14
Moltmann menghayati pengalaman bersama dengan Allah bukan pada outsider, di mana
Allah berada di luar lingkaran relasional, melainkan di dalam lingkaran relasional dengan
Allah. Moltmann menghayati dan mengalami Allah yang dekat dengan penderitaannya.

12
Richard Bauckham, The Theology Of Jurgen Moltmann, London: T&T Clark A Continuum imprint
The Tower Building, 1995, hlm. 1
13
Andreas A. Yewangoe, Menakar Covid-19 Secara Teologis, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2020, hlm
120
14
Johanes Jeramu, Silentium Dan Pathos Allah Di Hadapan Penderitaan Manusia (Perspektif Teologis
Jurgen Moltmann), hlm. 152-156 https://journal.unwira.ac.id diakses pada tanggal 05 November 2021, pukul
12:58 WITA.
7
Melalui penderitaan Yesus di kayu salib, Allah digambarkan sebagai yang menderita di kayu
salib dan penderitaan-Nya, merupakan identifikasi dari seluruh penderitaan di dunia.15

Moltmann berpendapat bahwa Misteri yang kita sebabkan dan ketidakbahagiaan yang
kita alami adalah kesengsaraan dan ketidakbahagiaan Allah. Sejarah penderitaan kita diambil
alih ke dalam sejarah penderitaan-Nya. Maka dengan penuh percaya kita mengatakan, di
dalam penderitaan kita menghadapi covid-19 sebagai pandemi, kita tahu bahwa Allah
bersama-sama menderita dengan kita, Dia tahu apa yang harus dilakukan-Nya. 16 Berdasarkan
pemahaman dari Moltmann, jika kita melihat bentuk penderitaan yang dialami akibat covid-
19 tentu merupakan suatu keresahan bersama yang dialami oleh berbagai pihak dalam
bebagai aspek kehidupan, baik itu sosial, ekonomi dan lain sebagainya. Salah satu bentuk
keresahan yang diakibatkan oleh pandemi covid-19 yakni bagi jemaat yang terpapar covid-
19, seringkali dikucilkan oleh orang-orang sekitar karena masyarakat memiliki anggapan
bahwa ketika seseorang yang terpapar covid-19 adalah suatu aib, bahkan bentuk penderitaan
atau keresahan lainnya, mengarah pada bidang ekonomi, yakni ada beberapa pihak yang
kehilangan pekerjaan dan menderita karena mengalami krisis ekonomi.

Menurut Banawiratma ada empat aspek teologi Sosial yaitu17:

1. Aspek Sosial
Tujuan analisis sosial ialah melihat golongan-golongan atau kelompok-kelompok
sosial yang ada, melihat struktur kekuasaan, siapakah yang menentukan dalam
keseluruhan proses sosial, siapakah yang mengambil untung dan siapakah yang
dirugikan.
2. Aspek Historis
Dalam analisis historis situasi yang sedang dialami bersama ditempatkan dalam
konteks yang lebih luas, yaitu memperjelas keadaan sekarang ini dengan melihat
pengaruh-pengaruh masa lalu, dan kemudian mencoba membentuk orientasi ke masa
depan. Dengan demikian diharapkan kelompok semain menyadari posisinya bukan
sebagai obyek sejarah, melainkan sebagai subyek sejarah, subyek perubahan situasi.
3. Aspek Kultural

15
Zakaria J. Ngelow, Teologi Bencana: Pergumulan Iman dalam Konteks Bencana Alam dan Bencana
Sosial, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2020, hlm. 277
16
Andreas A. Yewangoe,Op. Cit., hlm. 130
17
J. B. Banawiratma, dkk, Aspek-Aspek Teologi Sosial, Yogyakarta: Kanisius, 1988, hlm 12
8
Analisis ini dimaksudkan untuk melihat aspirasi nilai-nilai yang berlaku, menemukan
kerangka acuan tindakan. Dengan demikian akan semakin dapat ditentukan nilai-nilai
mana yang menghambat maupun mana yang mendukung perubahan sosial yang
positif.
4. Aspek Personal
Analisis ini merupakan sarana untuk melihat sejauh mana pribadi yang terlibat
sungguh terbuka terhadap situasi yang dialami bersama. Pribadi yang tertutup tidak
akan melihat situasi sebagaimana adanya, melainkan sebagaimana ia pikirkan atau
kehendaki. Keterbukaan pribadi akhirnya mesti dimiliki oleh setiap orang dalam
kelompok yang partisipatif.

PEMBAHASAN

Berdasarkan teori Jurgen Moltmann yang demikian yang membahas mengenai Allah
yang menderita dan bersolider dengan penderitaan manusia, maka gereja sebagai
perpanjangan tangan Allah perlu memaknai akan hal ini. Pemahaman Moltmann tentang
Allah yang menderita secara tidak langsung memberikan suatu teladan bagi gereja. Oleh
karena Gereja juga dalam tugasnya perlu menunjukan wajah Allah di dunia, sehingga gereja
perlu menghayati Allah dalam memperlihatkan tugasnya. Di tengah situasi Pandemi saat ini,
banyak aspek kehidupan manusia yang dipengaruhi, salah satunya berkaitan dengan hal
ekonomi. Tidak dapat dipungkiri, Gereja bersama dengan jemaatnya menderita dan sangat
merasakan dampaknya. Gereja juga mengalami dampak dari pandemi covid-19, dimana
gereja sebagai lembaga mengalami kesulitan untuk merancang model-model pelayanan yang
kreatif dan efektif di masa pandemi untuk memenuhi kebutuhan jemaat, gereja juga
mengalami kesulitan karena pelayanan online yang dilakukan secara ekonomi tidak terbantu,
pendapatan yang didapatkan menurun dratis. Namun, gereja harus menjadi perpanjangan
tangan Allah yang bersolider terhadap jemaat yang menderita akibat pandemi covid-19,
walau pun gereja sendiri mengalami penderitaan. Jika kita perhatikan bahwa banyak jemaat
yang kehilangan pekerjaan, kesulitan mencari pekerjaan dan lainnya. Kehadiran gereja dalam
konteks yang demikian perlu menunjukan solidaritasnya dengan turut menderita seperti
pemahaman Jurgen Moltmann tentang Allah yang menderita. Tindakan gereja untuk
memberikan diakonia merupakan salah satu bentuk yang menunjukan bahwa gereja turut

9
merasakan penderitaan umat dan gereja mengambil tindakan dengan melakukan hal itu.
Gereja terdorong untuk bertanggung jawab dan memperhatikan kepentingan dari setiap
anggota jemaat serta saling mendukung satu sama lain.

Dalam persoalan dan krisis ekonomi yang dialami oleh jemaat Kaisarea BTN Kolhua,
maka gereja perlu bersolider dalam membantu dan memperingan persoalan yang ada,
misalnya dengan bantuan diakonia dalam berupa uang, sembako, dan sebagainya, untuk
bersama-sama mengatasi masalah kemiskinan yang menjadi dampak dari pandemi covid-19.
Sejauh ini GMIT Kaisarea BTN telah dan sedang bersolider untuk mengatasi problem-
problem yang sedang terjadi, khususnya dalam mengatasi krisis ekonomi. Dengan demikian,
realitas penderitaan dunia, khususnya pandemi global covid-19, membutuhkan adanya
solidaritas bersama-universal. Dihadapan penderitaan setiap orang terpanggil untuk perduli
dan berbela rasa, terdorong oleh belas kasihan.

Pandemi covid-19 membawa dampak yang sangat luar biasa bagi perputaran roda
perekonomian masyarakat. Oleh karena, dalam menghadapi masalah global seperti ini
dibutuhkan sumbangsih dan bentuk solidaritas dari semua pihak. Dengan demikian, ada
beberapa hal yang dapat diberikan dan dibagikan dalam bentuk diakonia oleh orang Kristen
pada masa pandemi ini terhadap mereka yang terdampak ekonomi akibat pandemi ini yaitu
pertama bantuan berupa materi misalnya beras, mie instan, dan beberapa keperluan yang
berkaitan dengan kebutuhan pangan yang dibutuhkan. Kedua, bantuan yang diberikan juga
bisa dalam bentuk uang, untuk membantu meringankan beban ekonomi yang di alami,
misalnya dapat membantu membeli beberapa kebutuhan atau untuk membayar uang sekolah
anak dan sebagainya. Ketiga, bantuan berupa pekerjaan bagi mereka yang di PHK akibat
pandemi ini. Bantuan memberikan akses untuk mendapatkan pekerjaan atau memberikan
pekerjaan, bersifat tidak langsung dan lebih tahan lama, dalam menghadapi kesulitan
ekonomi di masa pandemi covid-19. Berdasarkan hal ini, kami kelompok menemukan bahwa
bentuk solidaritas GMIT Kaisarea BTN pada masa pandemi berupa materi dan uang bagi
mereka yang mengalami krisis ekonomi dari pandemi covid-19. Namun, tidak semua jemaat
yang mengalami krisis ekonomi mendapatkan bantuan dari gereja. Hal ini diakibatkan karena
kurangnya keterbukaan dari jemaat kepada gereja mengenai apa yang mereka alami.

Berkaitan dengan situasi yang dialami jemaat Kaisarea BTN Kolhua, gereja hadir
sebagai agen pembaharu. Situasi yang dialami bersama, baik jemaat maupun gereja sendiri,
10
menimbulkan sebuah refleksi teologi sosial yang mendorong orang untuk bertanggng jawab
terhadap situasi yang dialami. Dengan demikian, proses teologi sosial menuntut suatu
pendekatan. Pendekatan semacam itu, terbagi dalam empat aspek pendekatan teologi sosial,
antara lain:

1. Analisis sosial. Tujuan analisis sosial ini adalah melihat pada golongan-golangan atau
kelompok-kelompok sosial yang ada, melihat struktur kekuasaan, siapakah yang
menentukan dalam keseluruhan proses sosial, siapakah yang mengambil untung dan
siapakah yang dirugikan. Dari pernyataan ini, tentu mengarah pada sebauah tindakan
ketidakadilan dari pihak-pihak tertentu. Namun yang terjadi dalam lingkup gereja
Kaisarea sendiri, hal seperti itu tidak nampak. Baik gereja, jemaat, dan bahkan pihak-
pihak lainnya seperti pemerintah pun turut merasakan hal yang sama, sama-sama
merasakan dampaknya, sama-sama dirugikan, dan tidak ada keuntungan bagi pihak
manapun. Namun, gereja sendiri dalam keadaan yang sulit, tetap menunjukan
solidaritasnya terhadap jemaatnya dan orang-orang disekitar. Upaya tersebut telah
dilakukan gereja dengan membangun kerja sama dengan pemerintah dalam upaya
memutuskan mata rantai covid-19 melalui kegiatan vaksinasi di gedung gereja
Kaisarea BTN Kolhua. Namun, untuk mengatasi krisis ekonomi yang dialami, gereja
belum melakukan kerjasama dengan pemerintah dan komunitas di luar gereja. bahkan
kegiatan solidaritas yang dilakukan oleh gereja untuk mengatasi krisis ekonomi pada
masa pandemi covid 19 hanya di khususkan kepada jemaat Kaesarea BTN. Dalam hal
ini, menurut kami kelompok, aksi solidaritas gereja yang dilakukan belum dilakukan
secara eksternal, tapi masi berfokus pada jemaat (internal).
2. Analisis Historis. Dalam analisis historis situasi yang sedang dialami bersama
ditempatkan dalam konteks yang lebih luas, yaitu memperjelas keadaan sekarang ini,
dengan melihat pengaruh-pengaruh masa lalu, dan kemudian mencoba membentuk
orientasi ke masa depan. Konteks historis ini membawa kita melihat pada peristiwa
yang serupa dengan pandemi covid-19, yang memiliki tingkat penularan yang cepat
pada manusia seperti malaria, DBD, campak, TBC, dll, yang memiliki tingkat
penularan yang tinggi, yang hampir tidak jauh berbeda dengan covid-19 saat ini.
Oleh karena itu, peristiwa seperti ini tentu tidak diharapkan terjadi pada kita. Dilihat
dari kehadiran covid sendiri merupakan hal yang baru yang dihadapi oleh gereja,
sehingga dari segi historis, hal ini pertama kali dialami oleh GMIT. Dengan adanya
11
peristiwa ini, menjadi sejarah baru bagi Gereja Kaisarea BTN Kolhua, yang mana
memiliki dampak yang besar bagi tatanan hidup jemaatnya, yang mana dampaknya
terbesarnya pada perekonomian itu sendiri, sehingga peristiwa covid-19 ini memiliki
perbedaan dengan peristiwa serupa yang telah terjadi sebelumnya. Tidak hanya itu,
pandemi ini juga menciptakan suatu keadaan baru yang membuat gereja harus
menghentikan pelayanan rutin yang sebelumnya tidak pernah ada, sehingga ini
menjadi sejarah baru bagi gereja, bagaimana dia (gereja) menghadirkan pelayanan
yang efektif, dan juga bagaimana gereja menunjukan solidaritas yang lebih tajam atau
tepat. Sejauh ini, Gereja BTN Kolhua cukup kretif dalam hal membangun bentuk-
bentuk pelayanan yang kreatif, supaya jemaat tetap terlayani. Oleh karena itu, dari
peristiwa pandemi ini, diharapkan gereja lebih memperkuat antisipasinya jikalau
mangalami situasi yang serupa di masa yanga akan datang.
3. Analisis Kultural. Analisis ini dimaksudkan untuk melihat aspirasi nilai-nilai yang
berlaku, menemukan kerangka acuan tindakan. Dengan demikian akan semakin dapat
ditentukan nilai-nilai mana yang menghambat maupun mana yang mendukung
perubahan sosial yang positif. Kehadiran Covid-19 membawa perubahan besar bagi
seluruh lapisan masyarakat di berbagai aspek, termasuk di dalamnya aspek sosial
budaya. Pandemi covid-19 memaksa pembatasan aktifitas sosial antar individu satu
dengan yang lain, sehingga memunculkan kebiasaan yang berbeda dari kehidupan
sebelumnya. Dengan kata lain, pandemi ini telah memunculkan budaya masyarakat
baru untuk merespon kebijakan pembatasan aktifitas sosial yang ada.
4. Analisis Personal. Analisis ini merupakan sarana untuk melihat sejauh mana pribadi
yang terlibat sungguh terbuka terhadap situasi yang dialami bersama. Pribadi yang
tertutup tidak akan melihat situasi sebagaimana adanya, melainkan sebagaimana ia
pikirkan atau kehendaki. Keterbukaan pribadi mesti dimiliki oleh setiap orang dalam
kelompok yang partisipatif. Untuk itu perlulah pribadi menyadari dirinya berada di
mana, dalam situasi atau tata sosial yang ada. Keterbukaan seseorang berarti
mengakui di mana ia berdiri, dengan kacamata apa ia memandang, nilai-nilai mana
yang dipegang, dan ke mana keprihatinannya diarahkan. Seperti yang dikemukakan
oleh Moltmann bahwa Allah adalah Allah yang bersolider dan mendeirta bersama
umat-Nya. Hal inilah yang menjadi motivasi gereja secara teologis untuk bersolider

12
dan turut mengambil andil dalam penderitaan yang dialami oleh setiap jemaat akibat
pandemi covid-19.
Di GMIT Kaisarea BTN Kolhua, ketika ada jemaat yang mengalami krisis
ekonomi, maka beberapa jemaat ada yang memberikan bantuan dalam bentuk
sembako dan sebagainya. Sebagai bentuk kepedulian dan solidaritas mereka serta
berperan aktif dalam mengatasi dampak yang timbul akibat covid-19 terutama
dampak ekonomi.
Wabah pandemi covid-19, tentunya mengubah nilai-nilai sosial dan budaya
masyarakat yang berdampak pada perubahan pola pikir, pandangan, serta sikap
masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini mendorong kita sebagai mahkluk
sosial, untuk tidak tertutup dengan keadaan yang menuntut kita untuk berperan aktif
dalam menolong sesama kita. Setiap jemaat harus mengambil andil dan berperan aktif
dalam melihat dan mengatasi dampak-dampak yang timbul akibat pandemi covid-19.
Oleh karena, Yesus sendiri, dalam kisah pelayanan-Nya, selalu menunjukan belas
kasih-Nya terhadap siapa saja tanpa memandang siapa dia. Ia menjadi pribadi yang
hadir untuk menolong, tanpa melihat dari latar belakang, atau status sosial mereka.

Menurut kami kelompok, aspek yang sangat kuat dan terlihat yaitu aspek personal.
Sehingga yang menjadi dasar atau landasan dari GMIT Kaisarea BTN Kolhua untuk
melakukan aksi solidaritas sosial dan turut menggambil bagian dalam penderitaan yang
dialami oleh setiap anggota jemaat karena Allah adalah Allah yang menderita dan bersolider
dalam setiap penderitaan yang dialami manusia. Dengan demikian Gereja sebagai wajah
Allah harus menunjukan sikap yang demikian. Hal inilah yang menjadi motivasi teologis bagi
GMIT Kaisarea BTN Kolhua untuk melakukan aksi solidaritas sosial dan turut menderita.

REFLEKSI

“BERSOLIDARITAS MENURUT IMAN KRISTEN”

Perlu untuk diperhatikan terlebih dahulu mengenai bagaimana gereja harus memahami
serta memaknai Allah dalam kehadirannya di dunia. Di sini terdapat dua wajah yakni wajah
Allah dan wajah Gereja. Gereja perlu untuk menjadi cerminan wajah Allah di dunia. Hal ini
berhubungan dengan istilah yang dipakai dalam lingkup Gereja, yakni “Hospitalitas Gereja”
13
atau yang biasa disebut keramahtamahan Gereja. Tentu dari istilah ini, kita bertanya-tanya,
apa yang dimaksud dengan istilah keramahtamahan Gereja.

Jika kita menghubungkan dan melihat pada salah satu bacaan yang terdapat dalam
Perjanjian baru, yakni dari Lukas 10: 25-37 yang berbicara tentang ‘Orang Samaria yang
murah hati’, kita dapat melihat teladan dari orang Samaria yang mengarah pada tindakan
yang ramah yang perlu dilakukan Gereja. Perumpamaan tentang orang Samaria yang murah
hati itu dihubungkan dengan percakapan tentang “Perintah Utama” antara Yesus dan seorang
ahli Hukum Taurat. Dalam percakapan itu ada dibahas tentang hidup kekal, di mana hidup
kekal bukanlah pertama-tama berkenan dengan kuantitas hidup tetapi dengan kualitasnya, di
mana ini menunjukan persekutuan dengan Allah dan dapat menunjukan keramahtamahannya.
Perintah utama yang dimaksud yaitu tentang perintah untuk mengasihi Allah dan manusia.
Kasih kepada sesama atau saudara di samakan orang Yahudi dengan teman sebangsa.
Sebenarnya ini memiliki makna yang luas, di mana kasih ini tidak saja diberikan kepada
orang-orang dalam satu golongan, namun juga termasuk dengan orang asing.

Dalam kisah itu terdapat dua tokoh lainnya yang disebutkan, yakni Orang Lewi dan
Imam. Orang Lewi dan Imam adalah orang-orang yang dihormati selaku rohaniawan.
Keduanya ini sebenarnya bisa diharapkan dapat memberikan belas kasihannya kepada orang
yang terluka dan menolong dia. Tetapi mereka mengabaikannya. Mereka tidak mengerti,
bahwa kasih kepada Allah dan kepada sesame itu adalah lebih berharga dari segala korban
bakaran dan korban sembelihan dalam tradisi keagamaan waktu itu. Agaknya mereka tidak
menolongnya dan berjalan terus karena mereka tidak menghendaki banyak susah. Kemudian
Yesus menyebutkan seorang Samaria. Orang Samaria melihat si korban, sekalipun si korban
itu seorang Yahudi. Ia merasa belas kasihan dan terus mengambil tindakan: ia membalut
luka-luka orang itu, sambil dibubuhinya lukanya dengan minyak zaitun yang dicampur
anggur. lalu diangkat orang itu ke atas hewan tunggangannya, dibawahnya sampai kepada
rumah tumpangan yang berikutnya dan merawatnya di sana, dan membayar uang kepada
pemilik rumah tumpangan.18

B.J. Boland mengatakan, bahwa janganlah ajukan pertanyaan teoritis siapakah


sesamaku? Tetapi, mulailah secara praktis dengan bertindak sendiri sebagai sesama!

18
B. J. Boland & P.S Naipospos, Tafsiran Alkitab: Injil Lukas, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015, Cet.
13, hal. 266- 268
14
Pertanyaan “siapakah sesamaku? dengan sendirinya dipecahkan apabila kita betul-betul mau
mencoba menjadi sesama terhadap orang lain dan bertindak sebagai sesama terhadap orang
lain sebagai bentuk keramahtamahan. Dalam hal itu akan ternyata bahwa segala
diskriminasi/pembedaan berdasarkan perbedaan dalam suku, bangsa, induk bangsa, agama,
kebudayaan dan seterusnya adalah berlawanan dengan apa yang dimaksud Yesus. 19

Dalam menunjukan keramahtamahan Allah, gereja sebagai cerminan wajah Allah perlu
untuk memperhatikan tugas dengan baik. Untuk itu, sesuai dengan perintah utama tentang
kasih kepada Allah dan kasih kepada manusia, kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama
itu tidak boleh dipisahkan satu sama lain dan yang satu tidak boleh menggantikan yang lain.
Kita tidak dapat mengasihi Allah dan membenci sesama kita, kasih kita kepada sesama itu
tidak bisa lepas dari kepercayaan kita kepada Allah yang telah mengasihi kita lebih dahulu.
Kita harus bertindak dalam perbuatan yang praktis menjadi “sesama” dan bertindak sebagai
sesama terhadap orang lain, dengan tidak mempersoalkan siapa dan di mana sesama kita itu.
Dalam percakapan dengan Yesus, di situ Yesus memberikan beberapa jawaban yang
membuat makna yang mencakup tiga hal: Pertama, kita harus menolong seseorang bahkan
kalaupun kesulitan dan bahaya itu disebabkan oleh diri sendiri. Kedua, bahwa bantuan kita
harus seluas kasih Allah. Ketiga, bantuan itu mestilah praktis dan tidak hanya terdiri dari
perasaan penyesalan. Belas kasihan tidak dapat hanya diucapkan saja, ia mestinya juga
diungkapkan melalui perbuatan yang nyata. Hal inilah yang perlu diperhatikan oleh Gereja
untuk menunjukan hospitalitasnya.20

Dimensi hospitalitas Gereja di sini dibahas melalui orang Samaria yang baik hati, yang
mengarah pada keramahtamahan Allah. Sekalipun orang Samaria itu tidak mengenal korban
itu, tetapi ia tetap menolongnya. Dengan tangannya, ia membersihkan luka orang asing dan
membiayai orang sakit itu. Prinsip dasar hospitalitas gereja yaitu cinta kasih Allah dalam
Yesus yang menerima manusia tanpa memandang kulit, budaya dan lainnya. Allah
memberikan diri untuk menyelamatkan manusia melalui AnakNya. Di sini implikasi yang
perlu diperhatikan gereja yakni: Gereja harus terbuka dan memiliki kepedulian secara
universal, Gereja tidak tertutup tetapi harus keluar memberikan pelayanan secara

19
Ibid., hal. 268- 274
20
William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Injil Lukas, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015,
Cet. 10, hal. 199-203
15
keseluruhan.21 Hospitalitas harus berpijak pada belas kasih yang memampukan seseorang
untuk berempati terhadap orang asing walau diperhadapkan pada situasi yang sulit.

Di masa kini Gereja banyak diperhadapkan dengan berbagai persoalan, salah satunya
yaitu mengenai dampak covid yang cukup mempengaruhi dan mengubah berbagai aspek
kehidupan Gereja. Hal ini tidak saja berdampak pada kehidupan Gereja, namun juga
dirasakan dalam kehidupan ekternal Gereja, oleh karena wabah ini bersifat mendunia.
Mengenai ini, istilah hospitalitas Gereja merupakan hakekat atau makna gereja yang
sesungguhnya. Sehingga, melalui wabah ini, Gereja perlu menunjukan keramahtamahan
Allah di dunia melalui pelayanan-pelayanan yang ada. Meskipun dalam persoalan ini, Gereja
juga mengalami dampak dari wabah covid-19 ini, namun gereja harus tetap menunjukan
solidaritasnya. Sama seperti Orang Samaria, walaupun ia direndahkan, namun ia tetap
bersolidaritas.

KESIMPULAN

Pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia selama lebih dari satu tahun sangat
berdampak pada setiap bidang kehidupan manusia seperti, bidang kesehatan, agama, sosia-
budaya, ekonomi maupun politik. Pandemi ini bukan hanya menjadi perhatian khusus
pemerintah, tetapi juga menjadi perhatian khusus gereja. Gereja sebagai Lembaga yang
menawarkan keselamatan nyata di dunia ini memiliki tanggung jawab besar dalam
memelihara jemaatnya dalam masa pandemi. Gereja berperan dalam rangka pengendalian
penularan Covid-19, dengan cara memastikan implementasi protokol kesehatan dilakukan
oleh pemimpin dan warga jemaat sebagai perwujudan iman yang nyata, memperkuat mental
dan spiritual melalui khotbah-khotbah yang menyejukkan, serta kesejahteraan dan ketahanan
bagi jemaat yang melakukan isolasi atau karantina. Dalam mengatasi dampak dari pandemi
covid-19, gereja perlu mengambil andil dalam hal ini atau gereja harus menujukkan sikap
solidaritasnya dalam mengatasi krisis ekonomi yang dialami oleh jemaat karena pandemi
covid-19. Seperti yang dikemukakan oleh para ahli mengenai apa itu solidaritas yakni
solidaritas akan terwujud dalam satu persahabatan dan terdorong untuk bertanggung jawab
dan memperhatikan kepentingan. Dampak krisis ekonomi yang dialami oleh keluarga, maka
akan berdampak pada anak-anak terutama yang sedang menempuh pendidikan. Oleh karena

21
Pdt. Ronny Runtuh, M.Th (Ketua Majelis Jemaat Kaisarea BTN Kolhua), Wawancara, Selasa, 12
Oktober 2021, Pukul 11.00 WITA
16
itu, dalam hal ini gereja harus memberikan sumbangsih dan bersolidaritas terhadap mereka
yang menderita karena mengalami krisis ekonomi.

Tindakan gereja ini bisa kita lihat sebagai perwujudan kasih Allah. Tidak hanya bangsa
Israel saja yang mengalami kasih Allah, dengan selalu menerima segala kebutuhan mereka,
tapi keadaan kita sekarang juga demikian. Gereja yang adalah wujud kasih Allah itu telah
nyata dalam bentuk solidaritas mereka terhadap umat yang berada dalam kondisi demikian.
Melalui tema solidaritas Gereja khususnya di masa pandemi tentu yang penting untuk di
perhatikan yaitu sikap dan tindakan gereja yang nyata sebagai bentuk pelayanan dan tugas
berhadapan dengan berbagai permasalahan yang ada. Berkaitan dengan ini ada sebuah istilah
yang menunjukan peran dan makna kehadiran Gereja di dunia. Istilah yang dimaksud yaitu
hospitalitas gereja yang artinya keramahtamahan gereja di mana prinsip dasar hospitalitas
gereja yaitu cinta kasih Allah dalam Yesus yang menerima manusia tanpa memandang kulit,
budaya dll. Dalam pembahasan ini jika dihubungkan dengan kisah perumpamaan tentang
orang Samaria yang murah hati, dapat terlihat bahwa tindakan orang Samaria ini menjadi
teladan gerakan hospitalitas gereja, yang menolong dengan tangannya sendiri kepada orang
asing.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Aidah, N. Siti, Kitab Sejarah Covid-19, Yogyakarta: KBM Indonesia, 2020.

Banawiratma, B. J. dkk, Aspek-Aspek Teologi Sosial, Yogyakarta: Kanisius, 1988.

Barclay, William, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Inji Lukas, Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2015.
17
Bauckham, Richard, The Theology Of Jurgen Moltmann, London: T&T Clark A Continuum
imprint The Tower Building, 1995.

Boland, B. J, Tafsiran Alkitab: Injil Lukas, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015

Guthrie, Donald, Tafsiran Alkitab Masa Kini 1 Kejadian-Ester, Jakarta: Yayasan Bina Kasih,
2008

Henry, Matthew, Keluaran 16:1-36, Surabaya: Momentum, 2016

Idris, U. Ilham, Pandemi Ibu Pertiwi, Aceh: Syiah Kuala University Press, 2021

Jonge, Christiaan, Menuju keesaan Gereja, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006.

Marzuki, Ismail, Covid-19: Seribu Satu Wajah, Yayasan Kita Menulis, 2021

Ngelow, J. Zakaria , Teologi Bencana: Pergumulan Iman dalam Konteks Bencana Alam dan
Bencana Sosial, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2020

S, Pin, Peranana Keluarga Tiong Yong Hian Terhadap Pembangunan Indonesia, Malang:
Literasi Nusantara, 2020

Sitanggang, Serapina, Membangun Gereja yang Diakonal: Suatu Pengantar Kepada


Pemahaman Alkitabiah Tentang Diakonia, Pematang Siantar: Percetakan HKBP, 2004

Widyatmadia, P. Josep, Yesus & Wong Cilik: Praksis Diakonia Transformatif dan Teologi
Rakyat di Indonesia, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010

Widyatmadia, P. Josep, Diakonia Sebagai Misi Gereja, Yogyakarta: Kanisius, 2009

Yewangoe, A. Andreas, Menakar Covid-19 Secara Teologis, Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2020

INFORMAN
 Pdt. Ronny Runtuh, M.Th (Ketua Majelis Jemaat Kaisarea BTN Kolhua),
Wawancara, Selasa, 12 Oktober 2021, Pukul 11.00 WITA
 Asty Berek (Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua), Wawancara, Selasa, 12 Oktober
2021, Pukul 14.50 WITA
 Yuliance Berek (Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua), Wawancara, Selasa, 12
Oktober 2021, Pukul 14.50 WITA
 Rinder Nomnafa (Jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua), Wawancara, Selasa, 12
Oktober 2021, Pukul 14.00 WITA
18
 Beni Pili Robo (Majelis Jemaat Harian), Wawancara, Selasa, 12 Oktober 2021, Pukul
15.20 WITA
 Rut A. Here Wila (Cavik), Wawancara, Minggu 10 Oktober 2021, Pukul 11.30 WITA
 Vince Koen (Cavik), Wawancara, Minggu, 10 Oktober 2021, pukul 12:30 WITA

INTERNET
https://ranahresearch.com/pengertian-metode-penelitian-kualitatif/, diakses pada tanggal 20
Oktober 2021, pukul 11:50

Johanes Jeramu, Silentium Dan Pathos Allah Di Hadapan Penderitaan Manusia (Perspektif
Teologis Jurgen Moltmann), hlm. 152-156 https://journal.unwira.ac.id diakses pada tanggal
05 November 2021, pukul 12:58 WITA.

19
20
21
Dokumentasi

22
23

Anda mungkin juga menyukai