Anda di halaman 1dari 33

BOOK READING

KULIT KERING DAN KULIT SENSITIF

Oleh:
Martina Lovenia Romaito, S.Ked FAB 118 055
Vania Belinda Suwarno, S.Ked FAB 118 060
Dwindo Kusumo, S.Ked FAB 118 047

Pembimbing:
dr. Nyoman Yudha Santosa, Sp.KK
dr. Aris Aryadi Tjahjadi Oedi, Sp.KK
dr. Sulistyaningsih, Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN KULIT DAN KELAMIN


RSUD dr. DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
PALANGKA RAYA
2021
KULIT KERING

Kulit kering, juga dikenal sebagai xerosis, dapat menjadi kondisi bawaan atau
didapat. Klinis yang muncul dapat sangat ringan sehingga hampir tidak terlihat atau
sangat berat sehingga dapat menyebabkan kerusakan kulit, gatal-gatal, dan infeksi.
Kulit kering ringan merupakan kondisi yang banyak diderita oleh pasien dan sering
menjadi keluhan pada kosmetik khususnya. Miliaran dolar dalam setahun dihabiskan
di seluruh dunia untuk produk perawatan pelembab kulit. Oleh karena itu, penting
bagi dokter kulit kosmetik dan ilmuwan kosmetik untuk memahami penyebab yang
mendasari kulit kering dan bagaimana terapi saat ini menangani kondisi ini. Bab ini
akan membahas apa yang diketahui tentang penyebab kulit kering dengan tujuan
menjelaskan masalah yang harus dipahami untuk mengidentifikasi produk yang
paling efektif atau yang paling cocok untuk jenis kulit tertentu.

Apa yang dimaksud kulit kering?


Kulit kering ditandai dengan kurangnya kelembaban pada stratum korneum
(SC). Air adalah plasticizer utama kulit dan ketika kadarnya rendah, dapat timbul
retakan kulit. Agar kulit tampak dan terasa normal, kadar air SC harus lebih besar
dari 10%. Peningkatan transepidermal water loss (TEWL) yang mengarah pada hasil
kulit kering ketika defek pada permeabilitas barier memungkinkan air yang
berlebihan hilang ke atmosfer. Gangguan pada barier ini disebabkan oleh beberapa
faktor yang berbeda seperti deterjen, aseton, kontaktan lain, dan terlalu sering mandi.
Ketika kulit menjadi terlalu kering, lapisan kulit luar menjadi kaku dan dapat
menimbulkan retakan. Retakan membuat celah pada kulit yang dapat menjadi iritasi,
meradang, dan gatal. Kondisi ini lebih buruk di area tubuh dengan kelenjar minyak
yang relatif sedikit seperti lengan, kaki, dan batang tubuh. (Kotak 11-1)
Perubahan komponen lipid epidermis kulit juga dapat menyebabkan xerosis.
Beberapa ahli kulit percaya bahwa kejadian kulit kering telah meningkat dalam
beberapa tahun terakhir karena beberapa orang sering mandi menggunakan air panas,

1
pembersih berbusa, mandi busa wangi, dan mandi garam, yang merusak barier kulit
dengan menghilangkan lipid penting. Sabun, deterjen, dan air sadah dapat
membersihkan barier kulit yang sehat dan normal. Sebagian besar orang yang
mengeluh memiliki kulit kering tidak memiliki penyakit yang mendasarinya,
melainkan kurang mampu mengatasi agen lingkungan yang mempengaruhi kapasitas
pengikatan air SC. Tabel 11-1 daftar agen di lingkungan yang dapat menyebabkan
kulit kering. Umumnya, seiring bertambahnya usia, kulit mereka cenderung menjadi
lebih kering dan kurang berminyak. Kulit kering lebih sering terjadi selama musim
gugur dan musim dingin karena kelembaban rendah dan mandi air panas secara
berlebihan. Xerosis sering disebut "winter itch" karena paling sering dan banyak
ditemukan selama musim itu.

KOTAK 11-1 Transepidermal Water Loss

Kligman membahas pengamatannya tentang efisiensi penghalang air epidermis


sebagai struktur untuk mencegah TEWL dalam sebuah teks pada tahun 1964. Dia
menggambarkan menutupi lubang botol air terbalik dengan selembar SC. Lembaran
jaringan SC ini mencegah penguapan air. TEWL sekarang digunakan sebagai
ukuran integritas SC. TEWL didefinisikan sebagai kehilangan air yang tidak terlihat
melalui kulit. Ini tidak sama dengan keringat aktif. TEWL diukur dengan dua cara.
Yang pertama menggunakan alat yang disebut evaporimeter, yang menghitung
gradien kelembapan di permukaan kulit. Cara kedua untuk mengukur TEWL adalah
dengan menggunakan perangkat yang mengukur kapasitansi atau konduktansi.
Secara khusus, perangkat ini mengukur kapasitansi listrik di kulit yang diubah oleh
hidrasi kulit. Ini sebenarnya adalah ukuran hidrasi SC daripada ukuran TEWL;
namun, laju kehilangan air dapat diekstrapolasi menggunakan pengukuran
kapasitansi. Untuk meningkatkan validitas hasil, sangat penting untuk melakukan
kedua jenis pengukuran ini dalam kondisi yang dikontrol iklim dengan arus udara

2
minimal. Hidrasi kulit dinilai paling akurat menggunakan beberapa metode
termasuk korelasi klinis.

Tabel 11-1. Agen Lingkungan yang Dapat Menyebabkan Kulit Kering


Air panas
Deterjen
Gesekan dari pakaian
Perjalanan udara yang sering
Polusi
Bahan kimia lainnya
AC

Tanda klinis
Tanda klinis pertama dari kekeringan kulit adalah warna putih abu-abu kusam
dan peningkatan tanda topografi kulit (Gambar 11-1). Saat kulit kering semakin
memburuk, hilangnya air menyebabkan hilangnya kohesivitas antara korneosit dan
retensi abnormal desmosom. Tepi korneosit menggulung dalam kondisi yang sangat
kering. Melonggarnya seluruh lembar korneosit menyebabkan kulit tampak bersisik
dan mengelupas. Seluruh permukaan kulit terasa kasar. Tampak kusam karena
permukaan yang kasar kurang mampu membiaskan cahaya daripada permukaan yang
halus. Kulit mungkin terasa kurang lentur dengan peregangan; retakan dapat terjadi
sebagai akibat dari berkurangnya elastisitas ini. Xerosis dan gangguan barier
epidermis juga dapat menjadi komponen dalam kelainan genetik atau kondisi dengan
predisposisi genetik, termasuk: iktiosis dan dermatitis atopik (Kotak 11-2).

3
Gambar 11.1. Kulit kering menunjukkan karakteristik sisik putih di atasnya.

KOTAK 11-2 Dermatitis Atopik

Dermatitis atopik adalah kelainan multifaktorial yang ditandai dengan kulit kering.
Beberapa penelitian telah menyarankan bahwa insufisiensi ceramides di kulit
merupakan faktor patofisiologis penting dalam kondisi ini. Namun, dalam sebuah
penelitian yang mengamati pasien dengan "xerosis," kekurangan sifat menahan air
tidak disertai dengan kekurangan ceramide. Para peneliti juga menemukan bahwa
kadar sebum tidak memainkan peran signifikan dalam etiologi xerosis ketika
dipelajari pada pasien atopik. Mereka berhipotesis bahwa xerosis dapat disebabkan
oleh penyimpangan struktur pipih lipid intraseluler di SC. Menariknya, mutasi pada
gen filaggrin telah dijelaskan pada pasien dengan dermatitis atopik. Faktanya,
mutasi filaggrin adalah faktor genetik kuat pertama yang diidentifikasi pada
dermatitis atopik. Defek pada filaggrin akan menghasilkan defek kulit struktural
karena biasanya beragregasi dengan filamen keratin di stratum granulosum untuk
membentuk makrofilamen yang memberikan kekuatan pada lapisan ini. Selain itu,
cacat pada filaggrin akan menyebabkan penurunan NMF, produk sampingan
filaggrin yang memiliki sifat higroskopis. Penurunan sekresi badan pipih, yang akan

4
menyebabkan penurunan asam lemak dan seramida, telah dilaporkan pada pasien
dermatitis atopik.

Kulit kering atau kulit berminyak?


Banyak pasien menggambarkan diri mereka memiliki kulit kering atau
berminyak. Namun pada kenyataannya, kedua proses ini tidak saling eksklusif. Kulit
kering disebabkan oleh kurangnya kelembaban di SC. Kulit berminyak adalah
disebabkan oleh peningkatan sekresi kelenjar sebasea. Dimungkinkan untuk memiliki
kulit kering di bagian wajah dan kulit berminyak di area T-zone. Ini biasa disebut
combination skin. Selain itu, satu mungkin memiliki kulit berminyak di wajah dan
kulit kering di tubuh karena kurangnya kelenjar sebaceous di lengan dan kaki.

Etiologi Kulit Kering


Kulit kering adalah akibat dari penurunan kadar air di SC, yang menyebabkan
deskuamasi abnormal korneosit. Hidrasi SC sebagian besar merupakan sifat korneosit
di luar SC (stratum disjunctum), karena korneosit di dalam SC yang lebih rendah
(stratum compactum) relatif mengalami dehidrasi dan tidak mampu menyerap air saat
terkena stres hipotonik. Rawling dkk menunjukkan bahwa desmosom tetap utuh pada
tingkat SC yang lebih tinggi dan kadar desmoglein I tetap meningkat pada SC
superfisial individu dengan kulit kering dibandingkan dengan kontrol. Hal ini terjadi
karena enzim yang diperlukan untuk pencernaan desmosom terganggu ketika tingkat
air tidak mencukupi, yang menyebabkan deskuamasi abnormal yang mengakibatkan
“gumpalan” korneosit yang terlihat yang menyebabkan kulit tampak kasar dan kering
(Gambar 11-2 A dan B). Gumpalan korneosit ini mengarah pada fenotipe yang
dikenal sebagai kulit kering atau bersisik. Pada jenis kulit yang lebih gelap, gangguan
deskuamasi ini dikaitkan dengan warna kulit keabu-abuan dan diberi label ashy skin
atau kulit pucat. Pada dasarnya, kulit pucat adalah kulit kering pada orang yang
berkulit gelap.

5
Barrier kulit menyerupai struktur jenis batu bata dan mortar dengan batu bata
mewakili keratinosit dan mortar meniru lipid yang mengelilingi keratinosit dalam
lapisan pelindung. Lipid disusun dalam lipid bilayer seperti yang diilustrasikan pada
Gambar 11-3. Barrier kulit menunjukkan beberapa fungsi penting seperti mencegah
penguapan air, yang dikenal sebagai TEWL. Barrier juga membantu mencegah
senyawa yang tidak diinginkan seperti alergen dan iritasi. Hambatan yang terluka
membuat seseorang lebih rentan terhadap kontak dan dermatitis iritan. Terakhir,
barier menunjukkan peran atau mekanisme defensif terhadap infeksi dan pertahanan
SC ini bergantung pada fungsi korneosit dan matriks ekstraseluler di sekitarnya.

Gambar 11-2. A. Deskuamasi korneosit yang normal menyebabkan permukaan kulit


yang halus dan bercahaya karena pantulan cahaya yang baik. B. Korneosit di kulit
kering saling menempel mengarah ke tumpukan dan lembah yang membuat kulit
tampak kusam dan tekstur kasar.

6
Gambar 11.3. Keratinosit tertanam dalam matriks lipid yang menyerupai batu bata
dan mortar. Faktor pelembab alami (NMF) ada di dalam keratinosit. NMF dan lipid
bilayer mencegah dehidrasi epidermis.

Barrier Kulit
Selubung Sel Kornifikasi
Selubung sel kornifikasi (CE) yang membungkus korneosit adalah lapisan
tidak larut 10 nm yang terdiri dari beberapa protein yang bersilangan. Loricrin,
komponen utama selubung ini, dan protein lain seperti involucrin, prolin kecil kaya
protein, desmoplakin, dan periplakin dihubungkan silang oleh enzim tranglutaminase
1 (TG-1) yang bergantung pada kalsium (Ca 2+) untuk membentuk struktur ini.
Defek pada pada protein selubung CE atau enzim TG-1 menghasilkan kelainan
genetik dengan gangguan kornifikasi, menghasilkan fenotipe kulit yang sangat
kering. Ichthyosis lamellar dan sindrom Vohwinkel adalah contoh defek TG-1 dan
loricrin, di mana gangguan sawar kulit tampak jelas.
Matriks Ekstraseluler dan Lipid SC
Matriks ekstraseluler yang mengelilingi korneosit adalah komponen kaya lipid
yang diperlukan untuk mempertahankan penghalang epidermis. Badan pipih yang

7
merupakan organel sekretorik yang terletak di stratum granulosum memainkan peran
kunci dalam membentuk barier lipid bilayer ini dengan melepaskan isinya di
persimpangan stratum granulosum dan SC. Mereka mengandung campuran lipid
(ceramide, kolesterol, dan asam lemak), enzim pemroses lipid, protease (bertanggung
jawab atas deskuamasi epidermis), dan inhibitornya.
Lipid ekstraseluler SC ini diketahui bertanggung jawab atas fungsi barier air
lapisan itu. Campuran lipid yang disampaikan oleh badan pipih terdiri dari 50%
ceramide, sekitar 15% asam lemak, dan sekitar 25% kolesterol. Telah dinyatakan
bahwa perubahan pada salah satu dari ketiga komponen ini dapat menyebabkan
gangguan pada fungsi penghalang. Ada tiga enzim pembatas kecepatan yang terlibat
dalam sintesis lipid utama kulit epidermal (Gambar 11-4). Mereka termasuk 3-
hidroksi-3-metilglutaril koenzim A (HMG-Co A) reduktase (enzim pembatas laju
dalam sintesis kolesterol), asetil Co-A karboksilase (ACC), dan sintase asam lemak
yang terlibat dalam sintesis lemak bebas. asam dan palmitoil transferase (SPT), yang
merupakan enzim pengatur untuk sintesis ceramides. Seperti yang diharapkan, ketika
gangguan penghalang kulit terjadi, aktivitas enzim ini ditingkatkan untuk
mengkompensasi disfungsi penghalang. Selain itu, sekelompok faktor transkripsi
yang dikenal sebagai protein pengikat elemen pengatur sterol (SREBPs) mengatur
sintesis kolesterol dan asam lemak. Ketika penurunan sterol epidermal dicatat,
SREBP diaktifkan melalui proses proteolitik, memasuki inti sel, dan mengaktifkan
gen yang mengarah pada peningkatan sintesis kolesterol dan enzim sintesis FA.
Ada tiga jenis SREBP yang diketahui: SREBP-1 a, -1 c, dan SREBP-2. Dalam
keratinosit manusia, SREBP-2 telah terbukti menjadi yang utama dan terlibat dalam
mengatur sintesis kolesterol dan FA. Menariknya, jalur ceramide tidak terpengaruh
oleh SREBPs.

8
Gambar 11-4. A. Rate-limiting enzym yang terlibat dalam sintesis lipid utama kulit
epidermis. B. Sintesis asam lemak, ceramide, dan kolesterol.

Kolesterol
Sel basal mampu menyerap kolesterol dari peredaran; namun, sebagian besar
kolesterol disintesis dari asetat dalam sel seperti keratinosit. Sintesis kolesterol
meningkat bila sawar epidermis terganggu. Reseptor teraktivasi proliferator
peroksisom (PPARs) dan reseptor retinoid X telah ditemukan berperan dalam
mengangkut kolesterol melintasi membran sel keratinosit dengan meningkatkan
ekspresi ABCA1, transporter membran yang mengatur penghabisan kolesterol.

Ceramides

9
Ceramides merupakan 40% dari lipid SC pada manusia; namun, mereka tidak
ditemukan dalam jumlah yang signifikan di tingkat epidermis yang lebih rendah
seperti stratum granulosum atau lapisan basal. Hal ini menunjukkan bahwa
diferensiasi terminal merupakan faktor kunci dalam produksi ceramides. Setidaknya
ada sembilan kelas ceramide di SC yang diklasifikasikan sebagai Ceramides 1 hingga
9. Selain itu, ada dua ceramide yang terikat protein yang diklasifikasikan sebagai
Ceramides A dan B, yang secara kovalen terikat pada protein selubung kornifikasi
seperti involucrin (Gambar 11-5). Pada tahun 1982, Ceramide 1 adalah ceramide
pertama yang diidentifikasi. Selanjutnya, jenis ceramide tambahan ditemukan dan
diberi nama sesuai dengan polaritas dan komposisi molekul. Struktur dasar seramida
adalah asam lemak yang terikat secara kovalen dengan basa sphingoid. Kelas yang
berbeda didasarkan pada susunan basa sphingosine (S) versus phytosphingosine (P)
versus 6-hydroxysph-ingosine (H), di mana asam lemak hidroksi (A) atau
nonhidroksi (N) melekat, serta adanya atau tidak adanya residu asam linoleat
teresterifikasi yang berbeda. Ceramide 1 unik karena bersifat nonpolar dan
mengandung asam linoleat (asam lemak). Dipercaya bahwa struktur unik Ceramide 1
memberinya fungsi khusus di SC. Banyak yang mengusulkan bahwa struktur unik ini
memungkinkannya berfungsi sebagai paku keling molekuler untuk mengikat banyak
lapisan ganda SC. Interaksi semacam ini dapat menjelaskan penumpukan bilayer lipid
yang diamati. Ceramides 1, 4, dan 7 memainkan peran penting dalam integritas
epidermis dengan berfungsi sebagai area penyimpanan utama untuk asam linoleat,
asam lemak esensial dengan fungsi kunci dalam penghalang lipid epidermal.
Meskipun semua seramida epidermal dihasilkan dari prekursor glukosilceramida
yang diturunkan dari tubuh berbentuk pipih, seramida yang diturunkan dari
sfingomielin (Seramida 2, 5) juga diperlukan untuk integritas barier epidermis. pH
basa menghambat aktivitas - glukoserebrosidase dan asam sfingomielinase. Oleh
karena itu, sabun alkali dapat berkontribusi pada pembentukan barier yang buruk.

10
Gambar 11-5. Struktur kimia asam lemak bebas, kolesterol, sembilan ceramide tidak
terikat yang ditemukan di SC serta dua ceramide yang terikat protein, Ceramides A
dan B.

Enzim pengatur untuk sintesis ceramide (SPT) meningkat melalui paparan


radiasi UVB dan sitokin. Sebuah studi oleh peneliti L'Oréal menunjukkan bahwa
kadar total ceramide (terutama Ceramide 2) menurun pada xerosis kulit. Mereka tidak
melihat perbedaan jumlah lipid total antara pasien xerotik dan kontrol.
Sebuah studi oleh Unilever menunjukkan bahwa prekursor sphingoid yang
diterapkan secara eksogen (khususnya tetraacetyl phytosphingosine atau TAPS)
meningkatkan kadar ceramide dalam keratinosit. Studi lain oleh Unilever
menunjukkan bahwa TAPS yang dikombinasikan dengan asam lemak 1% asam
linoleat dan 1% asam juniperat semakin meningkatkan kadar ceramide ini. Dalam
studi kedua, integritas barier juga dinilai dan terbukti membaik pada pasien yang

11
diobati dengan TAPS, dan bahkan lebih meningkat pada mereka yang diobati dengan
TAPS serta asam linoleat dan juniperat. Hasil ini menunjukkan bahwa prekursor lipid
yang diterapkan secara topikal dimasukkan ke dalam jalur biosintetik ceramide di
epidermis, meningkatkan kadar ceramide SC dan dengan demikian meningkatkan
integritas barier.

Asam Lemak
Kulit mengandung asam lemak bebas dan asam lemak yang terikat dalam
trigliserida, glikosilceramida, seramida, dan fosfolipid. Asam lemak bebas di SC
sebagian besar berantai lurus, dengan panjang rantai karbon 24 hingga 24 menjadi
yang paling melimpah.
Asetil Co-A karboksilase (ACC) dan asam lemak sintase adalah enzim
pembatas kecepatan dalam sintesis asam lemak. Gangguan barier meningkatkan
mRNA dan tingkat aktivitas kedua enzim ini menghasilkan sintesis asam lemak de
novo. (Peningkatan aktivitas enzim ini kemungkinan disebabkan oleh peningkatan
SREBPs.) Asam lemak esensial seperti asam linoleat hanya dapat diperoleh melalui
diet atau aplikasi topikal.
Perubahan pada salah satu dari tiga komponen lipid (ceramide, kolesterol, dan
asam lemak) atau enzim pengaturnya mengakibatkan kerusakan sawar epidermis.
Misalnya, lovastatin, penghambat sintesis kolesterol (HMG-CoA reduktase),
memperlambat pemulihan barier, dan menginduksi cacat pada fungsi barier ketika
dioleskan. Juga, memberi makan tikus dengan defisiensi asam lemak esensial
(EFAD) diet yang kekurangan asam linoleat menyebabkan gangguan barier,
kemungkinan dengan menurunkan kadar ceramide. Oleh karena itu, jelas bahwa asam
lemak esensial dan kolesterol memainkan peran integral dalam kondisi kulit kering.
Saat ini diyakini bahwa tidak ada lipid tunggal yang memediasi fungsi penghalang,
dan bahwa kadar ceramide, kolesterol, dan asam lemak yang normal, dalam rasio
yang benar, diperlukan untuk mencapai kadar yang utuh. penghalang. Studi
mendukung gagasan ini. Pria dkk. menunjukkan bahwa setelah mengubah penghalang

12
dengan aseton, aplikasi ulang seramida, dan asam lemak saja, atau kombinasi
ceramide dan asam lemak, pemulihan penghalang lebih lanjut tertunda. Hanya
penerapan kombinasi ketiga komponen, ceramide, asam lemak, dan kolesterol, yang
menghasilkan pemulihan penghalang normal.

Komponen Lain yang Berperan dalam Kulit Kering


Faktor Pelembab Alami
Hidrasi SC sangat diatur oleh faktor pelembab alami (NMF), campuran
produk sampingan filaggrin dengan berat molekul rendah dan larut dalam air.
Korneosit berinti tanpa kandungan lipid. Mereka terdiri dari filamen keratin dan
filaggrin dan terbungkus oleh selubung kornifikasi. Filaggrin, juga dikenal sebagai
protein agregasi filamen, memainkan peran yang menarik dalam fungsi penghalang
epidermis dan hidrasi. Di tingkat bawah kulit, filaggrin memainkan peran struktural;
Namun, lebih tinggi di kulit, itu dipecah menjadi asam amino yang higroskopis dan
sangat mengikat air. Histidin, glutamin, dan arginin adalah metabolit filaggrin di SC.
Setelah deaminasi ketiga asam amino yang disebutkan menjadi transurocanic acid,
pyrrolidone carboxylic acid, dan citrulline, masing-masing, senyawa aktif osmotik
yang mengatur hidrasi kulit, yang dikenal sebagai NMF, diproduksi (Gambar 11-6 A
dan B).
Seperti disebutkan sebelumnya, transurocanic acid, pyrrolidone carboxylic
acid, dan citrulline, semuanya berasal dari filaggrin, menghasilkan gradien air ke
dalam SC. Komponen lain dari NMF adalah asam laktat dan urea, juga berfungsi
sebagai humektan, dan ion anorganik seperti natrium, kalium, kalsium, dan klorida,
yang berkontribusi pada hidrasi epidermis. Sifat osmotik aktif dan humektan dari
NMF memungkinkan epidermis untuk mempertahankan hidrasi bahkan di lingkungan
yang kering. Ekstraksi komponen NMF menghasilkan penurunan tingkat akumulasi
kelembaban (MAT) epidermis, menekankan pentingnya NMF dalam hidrasi kulit.
Menariknya, komponen NMF mengalami perubahan musim. Sementara
komponen asam amino NMF telah terbukti meningkat selama musim dingin, asam

13
laktat, kalium, natrium, dan klorida secara signifikan lebih rendah dibandingkan
dengan tingkat mereka di musim panas. Meskipun ada banyak produk di pasar yang
mensimulasikan NMF, merumuskan produk yang identik dengan itu telah menjadi
tantangan bagi para peneliti. Ini mungkin karena adaptasi alami NMF ke lingkungan
yang berbeda, pada setiap orang.

Gambar 11-6. A. Filaggrin memiliki beberapa fungsi tergantung di mana di


epidermis ditemukan. Ini memiliki peran struktural di lapisan bawah dan peran
hidrasi di lapisan atas. B. Trans-UCA, asam pirolidon karboksilat dan citrulline
memberikan osmolaritas yang mengatur hidrasi kulit

Aquaporin dan Epidermis


Air diketahui dapat menyerap sampai ke lapisan kulit bagian epidermis.
Aquaporins (AQPs) adalah sebuah bentuk dari membran protein yang memfasilitasi
transport air dalam berbagai organ seperti kulit, tubulus renal, mata, saluran

14
pencernaan, bahkan otak. Ada 13 bentuk dari AQP yan terdapat pada mamalia, dan
diklasifikasikan menjadi AQP 0 – 12. Didalam sel membran AQP berbentuk
homotetramer. Setiap sub unit tertamer terdapat enam α helical yang mengandung
aqueous pore. Secara fungsinya AQP dapat dibedakan menjadi 2 sub tipe : AQPs
1, 2, 4, 5, dan 8 yang hanya bisa mentransport air sedangkan AQPs 3, 7, 9, dan 10
yang dapat menhantarkan substansi lain seperyi gliserol / urea selain air. AQP 3
paling predominan ditemukan pada lapisan epidermis manusia, dan dapat
ditembus pada air dan gliserin. Gliserin berkontribusi untuk hidrasi pada SC.
Penelitian menunjukan bahwa defek pada AQP 3 pada tikus, akan menyebabkan
kekeringan pada epidermis dan menurunkan hidrasi pada SC serta gliserol di
epidermis yang di ikuti oleh penurunan elastisitas dan dan terganggunya
pemulihan pada skin barrier. Pada studi ini membuktikan pentingnya gliserol
sebagai hidrasi kulit. Aquaporis diduga memfasilitasi transportasi air, gliserol dan
larut di antara keratinosit.

Sebum
Sebum merupakan turunan lipid yang juga memiliki peran pada
patofisiologi dengan mencegah water loss melalui pembentukan lipid film di
permukaan kulit yang berfungsi sebagai emolien. Dimana, penurunan aktifitas
glandula sebasea belum berkorelasi secara konsisten dengan terjadinya kulit
kering dan dari sebum pada kondisi kulit yang kering sulit dipahami. Choi et al
membandingkan produksi sebum dan hidrasi SC dan menemukan bahwa pada
laki-laki terdapat sekresi sebum sebanyak 30-40% lebih tinggi dari pada wanita,
laki-laki tidak menunjukan hidrasi SC yang lebih bagus pada glandula sebaseus
terdapat lebih banyak di dahi dari pada perempuan. Pada panelitian ini juga
menunjukan pada masa pre-pubertas anak yang memiliki glandula sebaseus yang
tidak mencapai fungsi maksimal pada level normal saat hidrasi SC. Mereka
menemukan adanya korelasi dengan jumlah gliserol dengan hidrasi SC yang akan

15
membantu menjelaskan fungsi atau peranan dari glandula sebaseus sehingga
terjadinya kulit kering. Didalam glandula sebasus terdapat banyak trigeliserid
yang akan memproduksi gliserol. Dan mensuplai gliserol untuk hidrasi ke kulit
yang merupakan peran penting untuk glandula sebasus. Teori ini didukung dengan
fakta penelitian dimana tikus dengan glandula sebaseus hipoplastik memiliki
hidrasi SC yang rendah serta rendahnya jumlah gliserol di SC. Walaupun gliserol
didapatkan dari berbagai sumber selain glandula sebaseus, yang nantinya dapat
menjelaskan bahwa hidrasi SC normal pada anak dalam masa pre-pubertal.
Gliserol dapat ditransportasi dari sirkulasi sel basal via jalur AQP3. Serta perlu di
garis bawahi dari gliserol faktanya bahwa gliserol topikal dapat mengembalikan
hidrasi ke tikus.

Variasi Anatomi Water Loss


Beberapa bagian tubuh diketahui memiliki regulasi water loss yang
berbeda. Sebagai contoh, telapak kaki dan telapak tanan memiliki water loss yang
buruk. Sedangkan kulit wajah relatif tidak tembus air. sementara fungsi lipid SC
tidak sepenuhnya dipahami, bukti mendukung bahwa lipid memainkan peran
penting dalam permeabilitas kulit. Suatu penelitian membuktikan bahwa tidak ada
hubungan antara fungsi barier dan ketebalan dari lapisan SC. Namun sebaliknya
ditemukan hubungan antara persentase berat lipid dan permeabilitas. Peneliti
mengemukakan bahwa persentase berat lipid yang tinggi di wajah (kurang
permeable) dan rendahnya SC pada plantar (lebih permeabel). Penelitian lain
mengidentifikasikan komponen lipid dan beberapa variasinya. Peneliti
membandingkan karakteristik dari perut, kaki, wajah dan satu-satunya ditemukan
bahwa area dengan barier mengandung persentase lipid netral yang lebih tinggi
dan rendahnya jumlah sphingolipid. Dengan kata lain, rasio lipid netral dengan
sphingolipig sudah sebanding di masing-masing lokasi. Yang paling menarik
adalah bagian kaki, diketahui paling permeabel, mengandung paling banyak
sphingolipid.

16
Peptida Antimikroba dan Barrier Epidermis
Antimikroba Peptida (AMP) adalah suatu komponen yang ada pada sistem
imun di kulit. Merupakan antimikroba berspektrum luas dalam memerangi bakteri,
virus dan jamur. Defensin dan katelecidin adalah dua besar grup yang ada pada
AMP. Defensin kaya akan sistein kation AMP yang ada pada mamalia yang
dikategorikan menjadi dua sub-grup : alfa defensin dan beta defensin. Alfa
defensin paling sering ditemukan di neutrofil dan sel panteh dari usus kecil. Selain
itu beta defensin dapat ditemukan di epidermis, dan memiliki aktivitas
antimikroba terhadap bakteri gram positif maupun negatif, Candida Albican, serta
jamur. Cathelecidin merupakan keluarga dari AMP yang mengandung kation
segmen terminal C dengan aktifitas anti mikroba. Hanya ada satu kelompok
cathelecidin yang teridentifikasi di manusia yang diketahui sebagai LL-37, yang
paling penting dalam memerangi infeksi kulit akibat virus. LL-37 telah diketahui
dapat meningkatkan keratinosit pada kulit yang inflamasi seperti psoriasis dan
nickel allergy. Pasien dengan dermatitis atopik dilaporkan memiliki LL-37 yang
rendah dan human Beta defisin 2 peptide di epidermis, yang nantinya mungkin
akan menyebabkan infeksi viral, herpetic serta infeksi Staphylococcal.

Kulit Kering dan Inflamasi


Gangguan fungsi pada skin barrier dapat menstimulasi produksi sitokin
epidermal, tertutama IL-1 alfa. Diperkuat dengan kondisi kelembapan yang rendah
dapat menyebabkan eksaserbasi dermatitis atopik, dengan gejala gatal,
hiperproliferasi dan peradangan pada kulit yan dapat dilihat pada saat musim
dingin dan dengan kelembaban yang rendah. IL-1 alfa akan merilis segera apabila
terjadi gangguan pada barier. Saat IL-1 alfa rilis, akan terjadi perangsangan zat
lain seperti sitokin atau molekul pro-inflamasi seperti IL-6, IL-8, granulosit/
macrophage colony-stimulating factor, dan intercellular adhesion molecule-1.
Ashida et al, menunjukan bahwa pajanan pada kelembapan yang rendah dapat

17
meningkatkan stimulasi dan sintesis IL-1 alfa dan merilisnya dari epidermis.
Bagian menariknya adalah peningkatan IL-1 alfa terlihat pada kelembapan yang
rendah hanya setelah 4 hari dimana kulit sudah beradaptasi pada lingkungan
dengan kelembapan yang rendah dengan mekanisme yang belum diketahui.

Stres dan Barier Kulit


Stres psikologi telah lama diketahui berhubungan dengan kondisi kulit
seperti dermatitis atopik, psoriasis dan dermatitis seboroik. Mekanisme sistem
imun dan neuroendokrin berperan dalam penyakit tersebut, tetapi penelitian juga
menunjukan bahwa gangguan pada barier saat stress, akan menyebabkan kulit
kering dan kelainan kondisi kulit. Selain itu pada penelitian dikatakan bahwa
glukokortikoid menyebabkan gangguan pada skin barrier. Glukokortikoid
menginhibisi sintesis dari lipid yang akan menghasilkan penurunan produksi dan
sekresi badan lamelar. Sehingga glukokortikoid diproduksi sebagai respon “
hormon stress”. Dimana nantinya pada kondisi stess akan menyebabkan gangguan
barier dengan meningkatkan jumlah glukokortikoid. Choi et al. menunjukan
bahwa stress psikologi menyebabkan penurunan sintesis lipid serta gangguan pada
formasi badan lamelar, dan dikoreksi dengan penggunaan exogenous physiologic
lipids.

Bagaimana Respon Epidermis Terhadap Barier Epidermal?


Gangguan akut pada barier epidermal menyebabkan respon homeostatik
yang menghasilkan pemulihan yang lebih cepat pada fungsi barier. Mekanisme
perbaikan ini di hambat jika kulit dilapisi oleh oklusi. Grubauer et al. menunjukan
bahwa TEWL memicu sintesis lipid yang akan menghasilkan skin barrier.
Menurunnya TEWL, menyebabkan baliknya jumlah normal sintesis lipid.
Sekali dipicu, respon perbaikan ini dimulai dalam hitungan menit dengan sekresi
yang cepar dari badan lamelar yang ada di lapisan terluar sel stratum granulosum.
Tanda menurunnya badan lamelar dapat terlihat pada sel stratum granulosum,

18
tetapi secara cepat akan diganti dengan yang baru. Sintesis lipid dipercepat dan
sekresi badan lamelar berlanjut sampai fungsi permeabilitas barier kembali
normal.
Kalsium tampaknya berperan dalam memicu sekresi badan lamelar.
Tingginya kadar kalsium ekstraseluler ditemukan di bagian teratas epidermis yang
mengelilingi sel stratum granulosum. Secara cepat setelah tergangunya barier,
peningkatan pergerakan air melalui SC yang terganggu membawa kalsium keluar
menuju permukaan kulit. Nantinya akan mengarahkan pengurangan konsentrasi
kalsiuum disekitar sel stratum granulosum, sehingga memicu sekresi dari badan
lamelar. Dimana adanya kaitan dengan calmodulin factor (SCARF) yang
bertindak sebagai sensor Ca 2+, dengan mengikat protein target dan mengarah pada
perbaikan barier. Peran penting kalsium ditunjukan saat eksogen kalsium dipasok
saat barier terganggu, tidak terjadi sekresi badan lamelar, dan tidak jadi perbaikan
permeabilitas barier. Jika kalsium di sekitar sel stratum granulosum menurun
secara iontophoresis atau sonophoresis, sekresi badan lamelar terstimulasi bahkan
jika barier tidak terganggu.
Faktor lainnya merupakan peranan penting dalam sekresi badan lamelar.
Keratinosit mampu memproduksi sejumlah besar sitokin dan IL-1 alfa serta IL-1
beta dan menyimpannya dalam persediaan keratinosit. Sebagai respon gangguan
akut pada barier, IL-1 alfa akan dilepaskan dan akan mengeluarkan TNF, IL-1,
dan IL-6 dalam RNA dan sejumlah protein yang akan terilhat. Pada tikus
kekurangan IL-1, IL-6 akan mengalami keterlambatan dalam memberi umpan
balik pada TNF seingga terjadinya keterlambatan, perbaikan permeabilitas barier,
setelah ganguan barier akut, berikut adalah peran sitokin dalam mengatur
homeostatis permeabilitas barier. Masing-masing faktor memiliki peran penting
dalam perbaikan barier, dan terapi topikal dalam menggunakan sitokin, growth
factor, dan kalsium modulator.

Perawatan

19
Gejala pada kulit kering dapat disembuhkan dengan meningkatkan hidrasi
SC dengan menggunakan bahan humektan dan dengan permukaan emolien.
Pelembab merupakan produk yang diproduksi untuk meningkatkan hidrasi pada
kulit. Seringkali mengandung lipid seperti ceramid, fatty acid, dan kolestrol.
Dengan tambahan gliserin didalam komponen. Pelembab yang paling sering
digunakan biasanya emulsi oil-in-water, seperti krim atau lotion, dan emulsi
water-in-oil seperti hand cream. Untuk informasi yang lebih tentang pengobatan
topikal pada kulit kering dapat dilihat pada bab 32.

Suplemen, Diet dan Kulit Kering


Lipid hanya terdiri dari 10% dari berat total SC, tetapi mereka memainkan
peran dalam konstruksi pada water barrier yang sangat krusial untuk pertahannan.
Epidermis merupakan poin utama pada sintesis sterol dan fatty acid dan banyak lipid
ditemukan di epidermal barrier yang diproduksi di epidermis itu sendiri dan tidak
turun walaupun dengan diet. Faktanya, sintesis lipid terjadi secara sendirinya dengan
jumlah serum sterol dan jumlah kolestrol diet. Asam linoleat merupakan fatty acid
esensial yang sangat pentin yang harus di suplai melalui diet atau pemakaian topikal
karena tidak didapatkan di epidermis. Merupakan suatu komponen fosfolipid,
glukosilceramid dan ceramid 1, 4, dan 9. Defisiensi Fatty acid esensial, saat linoleat
tidak ada akan digantikan oleh oleat, yang menandakan adanya abnormalitas fungsi
barier permeabilitas di kutaneus. Observasi ini mengindikasikan bahwa fatty acid
esensial diperlukan untuk struktur normal dan permeabilitas fungsi barier dari SC.
Asam linoleat alfa adalah omega-3 fatty acid dan ditemukan di salmon dan minyak
ikan seperti minyak ikan cod. Walaupun tidak ada perubahan kulit yang berhubungan
dengan defisiensi dari omega-3 fatty acid, namun dipercaya bahwa zat tersebut
memainkan peran penting dalam inflamasi.

Ringkasan

20
Pasien biasanya datang dengan keluhan lain, selain kulit kering, sering kali
secara tidak sengaja merasa kulit mereka kering. Kulit kering ringan merupakan suatu
kondisi yang menyebabkan banyak pasien yang mencoba produk OTC sebelum
berobat ke dokter. Ketika keluhan kulit kering atau saat datang ke dermatologis,
sebaiknya dokter dapat mendiskusikan pengobatan yang efektif dan pilihan serta
mencocokan produk dengan kulit pasien.

KULIT SENSITIF

Kulit sensitif adalah suatu kondisi yang ditandai dengan hiperreaktivitas


terhadap factor lingkungan. Individu yang mengalami kondisi ini melaporkan reaksi

21
berlebihan terhadap produk perawatan pribadi topikal yang mungkin atau mungkin
tidak terkait dengan gejala yang terlihat. Sekitar 50% pasien dengan kulit sensitif
menunjukkan gejala tidak nyaman tanpa disertai tanda-tanda peradangan yang
terlihat. Kulit sensitif bisa sangat menyusahkan bagi mereka yang
memilikinya. Individu yang terkena dampak sering harus bepergian dengan produk
perawatan kulit mereka sendiri karena mereka tidak dapat menggunakan produk
perawatan kulit yang disediakan di hotel. Pasien-pasien ini adalah orang-orang yang
seharusnya tidak bereksperimen dengan produk perawatan kulit, tetapi harus
menemukan apa yang cocok untuk mereka dan tetap menggunakannya. Perusahaan
kosmetik menyadari pentingnya menghindari pemasaran produk dengan bahan yang
memperburuk kulit sensitif. Sebagian besar perusahaan terkenal yang lebih
besar melakukan pengujian sensitivitas kulit terhadap produk mereka
sebelum diluncurkan; Namun, terkadang suatu produk akan menyelinap masuk tanpa
terdeteksi yang menyebabkan gejala pada jenis kulit sensitif. Ini adalah masalah yang
signifikan bagi perusahaan ketika itu terjadi karena 78% konsumen yang memiliki
kulit sensitif menyatakan bahwa mereka telah menghindari produk atau merek
tertentu karena reaksi kulit di masa lalu. Mereka yang sering mengalami reaksi kulit
belajar untuk membatasi penggunaan produk kulit pada beberapa yang menyebabkan
iritasi untuk menghindari gangguan kemerahan dan gatal-gatal yang dapat
mengganggu aktivitas sehari-hari . Mereka yang sering mengalami reaksi kulit
melaporkan penurunan kualitas hidup dan frustrasi merupakan keluhan umum. Dalam
sebuah penelitian di Prancis terhadap lebih dari 2000 orang, ditemukan bahwa
mereka yang memiliki kulit sensitif melaporkan kualitas hidup yang lebih
buruk dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki kulit sensitif menggunakan
kuesioner SF-12. Namun, gejala depresi tidak lebih umum pada mereka yang
memiliki kulit sensitif dibandingkan dengan mereka yang memiliki kulit “normal”.

Prevalensi

22
Survei epidemiologis menunjukkan prevalensi kulit sensitif yang tinggi.
Dalam survei telepon terhadap 800 wanita yang beragam etnis di AS, 52% dijelaskan
memiliki kulit sensitif.2 Dalam survei surat Inggris terhadap 2.058 orang, 51,5%
wanita dan 38,2% pria dilaporkan memiliki kulit sensitif. Kulit sensitif paling
sering dilaporkan pada wajah. Namun, satu penelitian menunjukkan bahwa 85% dari
400 subjek yang dievaluasi menggambarkan kulit sensitif di wajah, sementara 70%
melaporkan kulit sensitif di area lain: tangan (58%), kulit kepala (36%), kaki (34%),
leher ( 27%), batang tubuh (23%), dan punggung (21%). 

Jenis Kulit Sensitif


Kulit sensitif telah sulit untuk dikarakterisasi di masa lalu karena
sering dirasakan sendiri, tidak disertai dengan perubahan kulit yang terlihat, dan
pengujian dapat menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Dalam upaya untuk
mengkarakterisasi kulit sensitif, beberapa sistem klasifikasi telah dijelaskan. Yokota
dkk. mengklasifikasikan kulit sensitif menjadi tiga jenis berdasarkan parameter
fisiologisnya. Tipe 1 didefinisikan sebagai kelompok fungsi penghalang rendah. Tipe
2 didefinisikan sebagai kelompok inflamasi dengan fungsi sawar normal dan
perubahan inflamasi. Tipe 3 disebut sebagai "kelompok pseudosehat" dalam hal
fungsi penghalang normal dan tidak ada perubahan inflamasi. Di semua jenis kulit
sensitif Yokota, kandungan faktor pertumbuhan saraf yang lebih tinggi diamati di
stratum korneum (SC). Pada tipe 2 dan 3, sensitivitas terhadap rangsangan listrik
tinggi. Data ini menunjukkan bahwa reaksi hipersensitif yang terlihat pada tipe ini
terkait erat dengan serabut saraf yang mempersarafi epidermis. Pons- Guiraud
membagi kulit sensitif menjadi tiga subkelompok. "Kulit yang sangat sensitif"
digambarkan sebagai reaktif terhadap berbagai faktor baik endogen maupun
eksogen. Jenis ini dikaitkan dengan gejala akut dan kronis dan komponen psikologis
yang kuat. Tipe kedua disebut "sensitif terhadap lingkungan" dan digambarkan
sebagai kulit yang bersih, kering, tipis dengan kecenderungan untuk memerah atau
memerah sebagai reaksi terhadap faktor lingkungan. Kelompok terakhir adalah “kulit

23
sensitif kosmetik”, yang secara sementara reaktif terhadap produk kosmetik tertentu
yang dapat ditentukan. Muizzuddin dan lain-lain dari perusahaan Estée Lauder
mendefinisikan tiga subkelompok kulit sensitif juga. Subkelompok pertama disebut
"kulit halus", dibedakan dengan fungsi penghalang yang mudah terganggu yang tidak
disertai dengan respons inflamasi yang cepat atau intens. Subkelompok kedua adalah
"kulit reaktif," ditandai dengan respon inflamasi yang kuat tanpa peningkatan yang
signifikan dalam kehilangan air transepidermal. Kelompok ketiga dikenal sebagai
"penyengat" (istilah yang diciptakan oleh Kligman pada tahun 1977), yang
digambarkan sebagai persepsi neurosensori yang meningkat terhadap stimulasi kulit
minor. Sistem klasifikasi Kulit Baumann ditentukan oleh data historis yang
dikumpulkan dalam formulir kuesioner. Sistem ini membagi kulit sensitif menjadi
empat jenis berdasarkan diagnosis (Tabel 12-1).

Kulit sensitif tipe 1 rentan untuk mengembangkan komedo dan jerawat


terbuka dan tertutup dan dikenal sebagai tipe jerawat atau tipe S1. Kulit sensitif tipe 2
ditandai dengan wajah memerah karena panas, makanan pedas, emosi, atau
vasodilatasi karena sebab apa pun dan dikenal sebagai tipe rosacea kemerahan atau
tipe S2. Kulit sensitif tipe 3, atau tipe S3, ditandai dengan rasa terbakar, gatal, atau
perih karena sebab apa pun. Kulit sensitif tipe 4 merupakan fenotipe yang rentan
mengalami dermatitis kontak dan dermatitis iritan. Tipe S4 sering dikaitkan dengan
gangguan sawar kulit (lihat Bab 15-18). Seseorang mungkin menderita kombinasi
subtipe kulit sensitif. Misalnya, seseorang dapat membakar dan menyengat dan

24
mengembangkan jerawat dari produk perawatan kulit tertentu. Dalam hal ini, mereka
akan ditetapkan sebagai jenis kulit sensitif S1S3.

Jerawat
Kulit sensitif Baumann S1 ditandai dengan munculnya jerawat yang
bermanifestasi sebagai komedo terbuka atau tertutup serta papula dan pustula (Gbr.
12-1 dan 12-2).

25
Subtipe ini disebut "jerawat kosmetika" oleh Kligman dan Mills pada tahun
1972. Bahan dalam produk perawatan kulit dan perawatan rambut seperti minyak
kelapa dan isopropil miristat dapat menyebabkan jerawat. Perona pipi, lipstik, dan
kosmetik warna lain yang mengandung pewarna merah D & C (Obat & Kosmetik)
yang merupakan turunan tar batubara bersifat komedogenik (Tabel 12-2). Bahan tabir
surya juga diketahui menyebabkan erupsi jerawat. Untuk penjelasan rinci tentang
jerawat, lihat Bab 15.

26
Rocasea
Kulit sensitif Baumann S2 dimanifestasikan oleh kemerahan dan kemerahan
pada wajah (Gbr. 12-3). Tidak semua individu yang termasuk dalam kategori ini
memiliki rosacea sejati; Namun, mereka semua menderita kemerahan pada wajah
yang mungkin menjadi prediktor rosacea di masa depan. Pasien yang termasuk dalam
kategori ini harus diobati dengan produk perawatan kulit anti-inflamasi untuk
mengurangi peradangan (lihat Bab 16 dan 34).

27
Membakar dan Menyengat
Kulit sensitif Baumann S3 ditandai dengan rasa terbakar dan perih saat
menggunakan produk perawatan kulit atau terpapar faktor lingkungan seperti angin,
dingin, atau panas. Tanda-tanda subjektif ini biasanya tidak disertai dengan
kemerahan pada wajah kecuali jika subjek juga menderita kulit sensitif Baumann S2
dengan kecenderungan untuk memerah (lihat Bab 17).

Dermatitis Kontak dan Dermatitis Iritasi


Kulit sensitif Baumann S4 ditunjukkan oleh individu yang memiliki riwayat
sering bersisik, kemerahan atau iritasi terhadap alergen dan iritan. Penderita
dermatitis atopik akan masuk dalam kategori ini. Pasien-pasien ini lebih rentan untuk
bereaksi terhadap zat-zat yang biasanya tidak dianggap sebagai iritan, kemungkinan
disebabkan oleh gangguan penghalang. Zat-zat tersebut termasuk banyak bahan
kosmetik seperti: dimetil sulfoksida, preparat benzoil peroksida, asam salisilat,

28
propilen glikol, asam amildimetilaminobenzoat, dan 2-etoksietil metoksisinamat.
Teori saat ini adalah bahwa penghalang kulit yang rusak memungkinkan masuknya
bahan kimia ke dalam kulit, yang menyebabkan vasodilatasi, gatal, penskalaan, dan
gejala lainnya. Banyak penelitian telah mendukung gagasan bahwa penghalang yang
rusak mempengaruhi seseorang untuk mengembangkan jenis kulit sensitif ini. Satu
studi elegan menggunakan methyl nicotinale (MN), senyawa yang larut dalam air
yang banyak digunakan untuk menyelidiki penetrasi transkutan. Aplikasi topikal MN
pada manusia menginduksi vasodilatasi karena aksi obat pada sel otot polos. 15 Studi
ini menunjukkan bahwa sengatan asam laktat dan yang menunjukkan kerentanan
terhadap iritasi uji tempel SLS lebih mungkin untuk mengembangkan vasodilatasi
ketika MN diterapkan, mengungkapkan peningkatan penyerapan transkutan pada
mereka yang diberi label sebagai jenis kulit sensitif atau "reaktor."

Efek Musiman dan Gender pada Kulit Sensitif


"Kulit sensitif" dari jenis terbakar, menyengat, dan gatal ditemukan lebih
sering selama musim panas daripada musim dingin dalam satu studi. 3 Dalam studi
yang sama, wanita ditemukan lebih mungkin dibandingkan pria untuk memiliki kulit
sensitif. Ini mungkin mencerminkan fakta bahwa wanita memiliki keterpaparan yang
jauh lebih tinggi, dalam hal frekuensi dan variasi, terhadap produk perawatan pribadi
daripada pria. Ketebalan epidermis diamati lebih besar pada laki-laki daripada
perempuan, yang mungkin berarti bahwa laki-laki memiliki penghalang yang lebih
kuat untuk masuknya iritan dan alergen. Perbedaan hormonal dapat menghasilkan
peningkatan sensitivitas inflamasi pada perempuan.

Etnisitas dan Kulit Sensitif


Studi menunjukkan bahwa orang kulit hitam kurang reaktif dan orang Asia
lebih reaktif daripada orang kulit putih, tetapi tidak ada penelitian yang konklusif.
Sebuah penelitian di Prancis berdasarkan kuesioner menunjukkan bahwa jenis kulit
putih lebih sering dikaitkan dengan kulit sensitif atau sangat sensitif. Studi oleh

29
Jourdain et al., menggunakan survei telepon masing-masing sekitar 200 orang Afrika-
Amerika, Asia, Eropa Amerika, dan Hispanik dan tidak menemukan perbedaan dalam
prevalensi kulit sensitif di antara kelompok etnis. Dalam studi Jerman-Jepang, Wanita
Jepang melaporkan perasaan subjektif iritasi kulit lebih sering daripada wanita
Jerman. Studi ini menunjukkan bahwa wanita Jepang melaporkan sengatan kulit lebih
parah daripada wanita Kaukasia. SC normal, yang diukur pada Kaukasia, telah
dilaporkan terdiri dari sekitar 15 lapisan sel. SC tampaknya sama tebalnya dalam
warna hitam. dan kulit putih. Namun, Afrika Amerika telah terbukti memiliki
kandungan lipid yang lebih tinggi di SC, lebih banyak lapisan sel SC, dan
membutuhkan lebih banyak strip pita untuk menghapus SC dibandingkan dengan
Kaukasia. Hal ini dimaksudkan untuk menjadi alasan bahwa beberapa penelitian telah
melaporkan penurunan eritema pada orang kulit hitam setelah aplikasi topikal dari
iritasi yang diketahui. Studi global skala besar yang melihat perbedaan etnis dalam
kejadian berbagai jenis kulit sensitif belum dilakukan. Saat ini, peran yang tepat dari
etnisitas dalam sensitivitas kulit masih harus dijelaskan.

Pengujian untuk Kulit Sensitif


Kulit Tipe Baumann S1
Selama bertahun-tahun, telinga kelinci digunakan untuk bahan uji kosmetik
untuk potensinya menyebabkan komedo. Berdasarkan model telinga kelinci, ternyata
banyak bahan yang digunakan dalam kosmetik menimbulkan respons komedogenik
pada hewan. Karena pengujian hewan tidak disukai, metode baru pengujian
komedogenisitas dikembangkan. Selanjutnya, Mills dan Kligman menerbitkan sebuah
penelitian yang mengeksplorasi efek bahan kimia ini pada manusia dan menemukan
bahwa hasilnya berbeda dari yang diamati pada model telinga kelinci. Model
komedogenisitas manusia saat ini digunakan.

30
Kulit Tipe Baumann S2
Tes vasoreaktif memeriksa vasodilatasi kulit untuk memastikan kerentanan
terhadap flush. Tes yang paling populer menggunakan metil nikotinat, suatu
vasodilator kuat. MN diaplikasikan pada sepertiga atas lengan bawah ventral dalam
konsentrasi yang bervariasi antara 1,4% dan 13,7% untuk jangka waktu 15 detik.
Efek vasodilatasi dinilai dengan mengamati eritema yang diinduksi dan mengukurnya
dengan berbagai perangkat seperti spektrometer atau laser Doppler velocimeter
(LDV). Tes lain yang digunakan untuk mengukur kecenderungan kemerahan pada
wajah adalah tes provokasi anggur merah; Namun, tes ini tidak terlalu spesifik.
Pasien yang rentan melaporkan rasa hangat mulai di sekitar kepala atau daerah leher
dan bergerak ke atas di wajah 10 sampai 15 menit setelah menelan enam ons anggur
merah. Dalam waktu 30 menit, flush menjadi jelas secara klinis. Namun, kerugian
dari tes ini adalah kurangnya spesifisitas untuk jenis kulit sensitif S2; mungkin positif
ketika kondisi lain, seperti sindrom alkohol dehidrogenase.

Kulit Tipe Baumann S3


Tes reaktivitas sensorik berfokus pada komponen neurosensorik dari respons
kulit sensitif. Yang paling populer adalah uji sengatan, di mana asam laktat atau zat
lain termasuk capsaicin, etanol, mentol, asam sorbat, dan asam benzoat dioleskan ke
kulit (lihat Bab 17 dan 38).

Kulit Tipe Baumann S4


Untuk menguji jenis kulit ini, tes reaktivitas iritasi dilakukan. Ini juga disebut
"tes tempel." Dalam tes ini, iritan atau alergen dioleskan ke kulit untuk jangka waktu
tertentu, biasanya 48 hingga 72 jam, dan pengukuran objektif iritasi seperti eritema
dan penskalaan diukur. Iritasi primer seperti SLS atau alergen yang dicurigai dapat
diterapkan (lihat Bab 18).

31
Ringkasan
Kulit sensitif adalah keluhan yang sangat umum secara global. Ini memiliki
beberapa presentasi yang mengarah ke sistem klasifikasi yang berbeda. Sistem
Pengetikan Kulit Baumann membagi mereka yang memiliki kulit sensitif menjadi
empat subtipe unik, yang akan dibahas panjang lebar di bab lain. Menggunakan
sistem ini dapat membantu memberikan wawasan tentang penyebab berbagai
subkelompok kulit sensitif ini, termasuk peran potensial gender dan etnis yang
berkaitan dengan subtipe, dan akan membantu mengarah pada kemajuan dalam
pengobatan subtipe ini.

32

Anda mungkin juga menyukai