Pengembangan Kepribadian

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 14

MEMBENTUK PRIBADI KUAT SANTRI BARU DALAM MENGHADAPI

DAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA LINGKUNGAN PONDOK


PESANTREN
Tugas Mata Kuliah: Pengembangan Kepribadian

Disusun Oleh:
Nama : Ananda Fauzi Munawaroh
NIM : 19107030062
Kelas : Ilmu Komunikasi B

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia merupakan mahkluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang
diberikan anugrah berbeda dengan makhluk lainnya, yaitu akal. Adanya akal
tentu menjadikan manusia berpikir terlebih dahulu sebelum bertindak agar apa
yang dilakukannya tidak menimbulkan masalah maupun merugikan dirinya.
Meskipun demikian, kehidupan manusia tetap tidak bisa lepas dari berbagai
permasalahan walaupun sudah berpikir sebelum melakukan sesuatu. Apalagi di
jaman seperti ini dimana permasalahan hidup yang mereka hadapi semakin
kompleks dan rumit. Perubahan jaman yang cepat diikuti dengan kemajuan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni (IPTEK) menjadikan setiap manusia harus
berusaha menyesuaikan dirinya dengan perkembangan yang ada atau mereka
akan tergerus oleh jaman dan hanya bisa meratapi nasib tanpa bisa berbuat apa-
apa.
Setiap maunsia pasti memiliki masalah selama ia masih hidup, baik
masalah yang bersifat internal maupun eksternal. Permasalahan hidup akan terus
datang silih berganti membentuk suatu pribadi pada diri manusia. Hal itu terjadi
karena permasalahan yang dihadapi manusia akan menjadi pengalaman hidup dan
membentuk pribadinya juga. Jika seseorang bisa menyikapi masalah yang hadir
pada hidupnya maka ia akan terjerumus pada hal positif, begitu pula sebaliknya.
Manusia diciptakan dengan penuh keanekaragaman, baik dari fisik
maupun sifatnya. Tidak semua manusia juga diberikan anugrah yang sama oleh
Allah SWT, dalam hal ini yaitu fisik dan mental. Perbedaan tersebut juga mampu
memengaruhi pembentukan pribadi seseorang, utama dikaitkan dengan
permasalah yang ia hadapi. Tidak sedikit orang yang memiliki kekurangan secara
fisik maupun mental tetapi ia mampu menyikapi permasalahan yang ada secara
tenang. Hal itu mengartikan bahwa pribadi yang kuat dapat terbentuk pada siapa
saja, tidak pasti hanya pada orang memiliki fisik dan mental yang sehat saja. Jika
demikian, pasti ada cara membentuk pribadi yang kuat dalam menghadapi dan
menyelesaikan masalah yang ada.
B. Landasan Teori
Kepribadian menurut Gordon Allport (1951) dalam buku karya
Hutagalung (2007:1) adalah organisasi dinamis di dalam individu sebagai suatu
sistem psikofisik yang menentukan caranya yang khas dalam menyesuaikan diri
terhadap lingkungannya. Dalam pengertian disini dapat diartikan bahwa
kepribadian itu bisa berkembang dan berubah walaupun masih ada organisasi
sistem yang mengikatnya. Allport juga menekankan bahwa setiap individu
memiliki kekhasan atau karatkteristik individualitas sendiri walaupun ia memiliki
kembaran identik. Jadi walaupun dilahirkan dengan fisik yang sangat mirip bukan
berarti keduanya memiliki kepribadian yang sama. Hal itu terjadi karena
keduanya memiliki cara berbeda dalam menyikapi kehidupan yang dijalaninya.
Sehingga tidak ada dua orang yang benar-benar sama dalam caranya
menyesuaikan diri dengan lingkungan. Menyesuaikan diri dengan lingkungannya
juga tidak sekedar pada lingkungan psikologisnya saja, melainkan juga dengan
lingkungan fisik. Sementara menurut Schneider, menyesuaikan diri memiliki
pengertian seagai suatu proses respon seseorang dalam mengatasi kebutuhan-
kebutuhan diri dalam dirinya, ketegangan emosional, frustasi dan konflik, serta
memelihara keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan
lingkungan (norma).
Sementara menurut Sigmund Freud kepribadian merupakan suatu
struktur pada diri manusia yang terdiri dari tiga bagian, yaitu id, ego, dan super
ego. Pengertian dari id yaitu komponen kepribadian yang ada sejak seseorang
lahir dimana ia menyimpan dorongan biologis manusia. Komponen kedua adalah
ego, yaitu komponen kepribadian yang bertanggungjawab untuk menangani
dengan realistis. Egolah yang menjembatani antara tuntutan id dengan relitas
dunia luar. Sedangkan superego adalah hati nurani atau komponen terakhir yang
menampung semua internalisasi moraldari norma-norma sosial dan kultural
masyarkatnya.
1. Aspek-aspek kepribadian
kepribadian erat kaitannya dengan perilaku individu, baik perilaku yang
kelihatan maupun yang tidak kelihatan. Tiga aspek tingkah laku manusia,
yaitu:
 Aspek kognitif, seperti pemikiran, ingatan, khalayan, imajinasi, inisiatif
dan kreatif. Fungsi aspek ini yaituuntuk menunjukkan jalan,
mengarahkan dan mengendalikan tingkah laku.
 Aspek afektif, yaitu kejiwaan yang berhubungan dengan kehidupan
dalam perasaan atau emosi, sedangkan hasrat, kehendak, kematian,
keinginan, kebutuhan, dorongan, dan elemen motivasi lainnya disebut
aspek konatif. Apek adektif dan aspe konatif tidak dapat dipisahkan
karena keduanya berfungsi sebagai energi mental yang menyebabkan
manusia bertingkah laku.
 Aspek motorik, yaitu aspek yang berfungsi sebagai pelaksana tingkah
laku manusia.
2. Faktor-faktor yang membentuk kepribadian
Kepribadian tidak terbentuk begitu saja setelah seseorang dilahirkan,
melainkan ada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Menurut Mildawani
(2014) pada bukunya yang berjudul “Membangun Kepribadian yang baik dan
menarik” berpendapat bahwa pembentukan kepribadian dipengaruhi oleh
lima faktor, yaitu:
 Faktor biologis, yaitu faktor yang berasal dari genetik atau keturunan..
Banyak penelitian yang telah mengungkapkan bahwa faktor ini memiliki
peranan penting dalam pembentukan kepribadian, terutama mengenai
inteligensi dan kondisi biologis.
 Faktor lingkungan alam, yaitu faktor yang dipengaruhi oleh lingkungan
alam, seperti iklim, topografi, dan sumber daya alam. Penyesuaian
manusia terhadap alam akan membentuk pola perilaku masyarakat dan
kebudayaan sehingga akan terjadi perbedaan dalam proses pembentukan
kepribadian antara satu tempat dengan tempat lainnnya.
 Faktor sosial atau kebudayaan, dalam hal ini antara manusia, alam, dan
kebudayaan memiliki hubungan yang erat dan saling mempengaruhi.
Manusia akan berusaha untuk menguasai alam agar sesuai dengan
kebudayaan guna memenuhi kebutuhan hidupnya.
 Pengalaman kelompok manusia, artinya bahwa kehidupan manusia tidak
bisa terlepas dari pengaruh kelompoknya, sehingga pembentukan
kepribadian seseorang secara sadar atau tidak juga akan terpengaruh
dengan kelompoknya. Kekhasan kelompok tersebut secara tidak sadar
terkadang juga melebur menjadi kepribadian anggotanya.
 Pengalaman unik, memiliki pengertian bahwa tidak dua orang atau lebih
yang memiliki pengalaman sama persis walaupun mereka hidup pada
lingkungan yang sama. Setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda
jadi cara mereka menyikapi kehidupan ini lah yang menjadikan
beragamnya pengalaman unik yang tercipta.
3. Tahapan Pembentukan Kepribadian
Setiap orang pasti memiliki karakteristik kepribadiannya masing-masing.
Kepribadian yang ada pada diri mereka terbentuk dari beberapa tahap yang
dipengaruhi juga oleh beberapa faktor yang telah dijelaskan sebelumnya.
Berikut ini adalah fase pembentukan kepribadian yang dilalui seseorang,
diantarnya:
a) Fase pertama
Fase ini dimulai sejak anak berusia satu hingga dua tahun, yaitu ketika
mereka mengenal dirinya sendiri. Pada fase ini, kepribadian seseorang
dapat dibedakan menjadi dua. Bagian pertama berisi unsur-unsur dasar
atas berbagai sikap atau disebut attitudes dan cenderung bersifat
permanen serta sulit berubah di kemudian hari. Unsur tersebut bisa
berasal dari genetis atau keturunan dari orangtuanya. Kemudian bagian
kedua berisi unsur-unsur yang atas keyakinan atau anggapan-anggapan
yang lebih fleksibel sehingga sifatnya mudah berubah sewaktu-waktu.
b) Fase kedua
Fase kedua merupakan tahap yang pembentukan dan perkembangan
bakat pada diri seorang anak. Pada fase ini karakter seorang anak akan
mulai berkembang sesuai dengan lingkungannya. Fase ini juga
berlangsung lama hingga seorang anak tumbuh menjadi dewasa sehingga
kepribadian yang ada pada dirinya mulai tampak dengan tipe-tipe
perilaku yang khas.
c) Fase ketiga
Fase ketiga merupakan fase terakhir dimana kekhasan atau karakteristik
seseorang mulai stabil. Pada fase iniperkembangan kepribadian relatif
tetap, setelah kepribadian terbentuk secara permanen maka dapat
diklasifikasikan menjadi tiga tipe kepribadian.
4. Tipe-tipe kepribadian
a) Kepribadian normatif
Merupakan tipe kepribadian ideal karena seseorang dengan kepribadian
ini mempunyai prinsip-prinsip yang kuat dalam menerapkan nilai-nilai
sentral yang ada dalam dirinya dari hasil sosialisasi pada pengalaman
sebelumnya. Seseorang dengan kepribadian ini mampu cepat beradaptasi
dan bisa menampung banyak pendapat dari orang lain.
b) Kepribadian otoriter
Merupakan tipe kepribadian yang lebih mementingkan kepentingan diri
sendiri daripada kepentingan orang lain. Tipe kepribadian ini biasanya
dimiliki oleh anak tunggal, seseorang yang mendapat dukungan lebih
dari lingkungan sekitarnya, dan seseorang yang sejak kecil memimpin
kelompoknya.
c) Kepribadian perbatasan
Merupakan tipe kepribadian yang labil dimana perilaku atau prinsip-
prinsipnya sering mengalami perubahan-perubahan sehingga ia seperti
memiliki lebih dari satu corak kepribadian
5. Pribadi Tangguh
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tanggung ialah kuat,
andal, sukar dikalahkan, dan tahan menderita. Menurut Setianingsih (2018:2),
ketangguhan merupakan kemampuan individu untuk bertahan dalam setiap
persialan yang dihadapinya, baik dalam mengatasi permasalahan, mencari
solusi dan menjalankan rencananya dengan rajin, ulet, dan pantang menyerah.
Dari pengertian di atas dapat diartikan bahwa pribadi tangguh merupakan
kuatnya kepribadian seseorang dalam menghadapi suatu masalah. Kemudian
dapat diartikan pula bahwa seseroang yang memilik kepribadian tangguh
juga menerima segala sesuatu yang Tuhan berikan kepadanya. Jika dia diberi
rezeki maka akan bersyukur, dan jika diberi ujian maka ia tetap bersyukur
dibarengi dengan rasa sabar. Pribadi seperti ini yakin jika setiap kejadian
yang datang kepadanya merupakan kehendak Tuhan sehingga jika ditimpa
musibah maka ia akan berusaha bangkit dengan cara mengambil lpelajaran
dari setiap kejadian tersebut.
6. Cara menjadi pribadi tangguh
Menurut pemikiran dr.Yul Iskandar dalam buku Setianingsih (2018:4) ada 19
cara menjadi pribadi yang tangguh, antara lain:
a) Selalu berpikir positif k) Kembangkan minat pada
b) Mencari kenalan, teman, berbagai hal
sahabat dan relasi l) Selalu baik pada orang lian
sebanyak-banyaknya m) Selalu belajar
c) Mencintai orang lain n) Selalu mengikuti informasi
seperti mencintai diri dan perkembangan terkini
sendiri tentang berbagai hal
d) Menghargai dan menikmati o) Selalu tegap, sigap, dan
alam siap
e) Menghargai orang lain p) Selalu tersenyum pada
f) Jaga tingkah laku orang lain
g) Jangan kenak-kanakan q) Senang bekerja sama
h) Tidak mencari kesalahan dengan orang lain
orang lain r) Terimalah nasib apa
i) Tidak rendah diri adanya.
j) Tidak sombong

Dari sekian banyak cara tersebut, kekuatan mental juga memiliki


peranan yang penting karena setiap individu memerlukan kemampuan untuk
memahami dan mengendalikan emosi negatif pada dirinya. Kekuatan mental
atau kecerdasan emosi (EQ) merupakan cara seseorang mengekspresikan
emosi dan berusaha untuk mengatasi setiap emosi yang muncul. Jika emosi
dikelola dengan baik makabisa menghasilkan sumber energi, kekuatan, dan
semangat. Sehingga kecerdasan dalam mengelola emosi perlu dilatih agar kita
mampu mengenali, memahami, mengelola dan mengoptimalkan emosi kita.
7. Pengertian Santri
Santri adalah sebutan untuk seseorang yang mengikuti pendidikan
agama islam di pesantren di bawah asuhan para kyai. Pesantren atau pondok
pesantren sendiri merupakan lembaga pendidikan islam. Banyak orangtua
yang mempercayakan anaknya belajar di pesantren agar mereka bisa
memberi bekal lebih dini bahwa kehidupan dunia bisa diraih dengan
mengutamakan kehidupan di akhirat.
BAB II
PEMBAHASAN

Manusia merupakan individu yang tidak terlepas dari suatu permasalahan. Di


saat satu masalah selesai ia hadapi maka akan timbul masalah baru. Hal itu akan terus
terjadi sampai seseorang meninggal. Tidak ada manusia yang menginginkan
mempunyai masalah, tapi kehidupan seakan tidak memiliki tantangan tanpa adanya
sebuah masalah. Meskipun demikian, sesulit apapun masalah yang dihadapi manusia
pasti ada solusinya. Tergantung bagaimana seseorang menyikapi dan mau berproses
menyelesaikan masalah tersebut. Dalam hal ini, cara penyesuain diri seseorang akan
berpengaruh terhadap proses pembentukan kepribadian. Hal itu bisa digambarkan
dengan perumpamaan seorang santriwati yang baru pertama kali masuk pondok
pesantren. Bukan hal mudah baginya untuk menyesuaikan diri dari yang awalnya
hidup bebas menjadi hidup dengan keterikatan aturan dan agama yang lebih kuat dari
sebelumnya. Jika ia menyikapi dengan baik proses penyesuaian dirinya di lingkungan
pondok maka akan tercipta kepribadian yang mengarah pada kepribadian normatif.
Tetapi jika ia salah menyikapi keadaan tersebut dan justru menjadikannya sebagai
beban maka kepribaian yang terbentuk bisa mengarah pada otoriter.

A. Faktor yang membentuk kepribadian


Setiap manusia memiliki corak kepribadian yang berbeda antara satu dengan
lainnya. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi terbentuknya kepribadian
seseorang. Faktor-faktor tersebut bisa berasal dari dalam maupun luar individu,
diantaranya seperti:
1. Faktor biologis
Faktor ini memiliki peranan penting dalam pembentukan kepribadian
seseorang. Faktor biologis yang terpenting adalah intelegensi dan kondisi biologis.
Meskipun demikian, masih banyak faktor lain yang turut serta memiliki peranan
dalam proses pembentukan kepribadian. Faktor biologis mengarah pada faktor
keturunan orang tuanya, contohnya sifat-sifat pemalu atau agresf, bentuk wajah,
refleks, temperamen, dan lainnya.
Seorang santri baru memiliki masalah tersendiri dalam penyesuaiannya di
lingkungan pondok pesantren. Pertemuannya dengan banyak santri lainnya
memunculkan kesan pertama yang beragam, baik dilihat dari raut wajahnya, sifat
awalnya, perilakunya terhadap lingkungan sekitar maupun feedback yang ia
berikan. Menjadi suatu permasalahan tersendiri bagi santri yang memiliki sifat
pemalu untuk menyesuaikan dengan lingkungannya. Santri dengan sifat tersebut
biasanya merasa takut jika apa yang ia lakukan dinilai salah oleh orang lain,
padahal belum tentu demikian. Ia perlu menanamkan pikiran positif agar bisa
nyaman bergaul dengan lingkungan barunya tanpa merasa takut bersalah atas
perilakunya. Meskipun demikian, ia tetap harus pandai dalam menempatkan
dirinya. Menjadi pribadi yang sering berpikir positif memang baik, tetapi jika
berlebihan maka bisa dianggap terlalu polos dan menjadi seirng dimanfaatkan.
Berbeda lagi dengan seseorang yang meiliki sifat agresif dan temepramen
yang tinggi, ia harus pandai mengatur emosi. Jangan jadikan masalah sepele
menjadi besar hanya karena kita tidak mau menurunkan sedikit ego. Tidak
mencari kesalahan orang lain, selalu berpikir positif, dan selalu ramah serta
tersenyum mampu menjadikan santri dengan sifat agresif dan temperamen mudah
menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya.
Menjadi santri dengan pribadi yang kuat dalam menghadapi dan
menyelesaikan masalah memang tidak mudah, belum lagi pengaruhi oleh faktor
genetik. Meskipun demikian, beberapa sifat yang diturunkan dari faktor genetik
mampu diubah secara perlahan agar menjadi pribadi yang lebih baik.
2. Faktor sosial
Faktor sosial atau faktor kebudayaan memberikan pengaruh terhadap
warna kepribadian anggota masyarakatnya. Corak kepribadian anggota
masyarakat satu dengan lainnya tidaklah sama. Pada lingkungan pesantren
banyak santri yang bersal dari berbagai daerah, baik dari desa maupun kota.
Masing-masing dari mereka memiliki kepribadian khas yang dibawa dari daerah
asalanya. Misalnya santri dari kota biasanya memiliki pribadi yang lebih
individualistik dibanding santri yang berasal dari desa. Tetapi biasanya mereka
selalu mengikuti informasi dan perkembangan terkini mengenai berbagai hal
dibandingkan santri yang besal dari desa. Perilaku dan sifat yang mereka bawa
dari daerah asalnya bisa melebur atau hilang begitu saja, bergantung pada pribadi
santri tersebut.
3. Pengalaman kelompok manusia
Manusia hidup sebagai makhluk sasial. Mereka tidak bisa hidup sendiri
dan pasti membutuhkan bantuan oang lain. Dalam lingkungan bermmasyarakat
biasanya terdapat kelompok-kelompok, baik yang resmi mapun tidak. Interaksi
satu sama lain menjadikan komunikasi menjadi lebih dekat dan memperaerat tali
kekeluargaan pada kelompok tersebut. Dalam interaksi tesebut terkadang tidak
sengaja bahwa pribadi mereka saling melebur dan mempengaruhi satu sama lain.
Tapi seseorang yang memiliki pribadi kuat biasnya sulit terpengaruh dengan
kelompoknya.

B. Membentuk pribadi kuat santri baru dalam menghadpi dan menyelesaikan


masalah
Semua orangtua pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya, dimulai
dengan pendidikan agama guna perjalan hidup kedepannya. Kehadiran pesantren
menjadi salah satu solusi orangtua dalam memberikan pengetahuan agama kepada
anaknya. Mereka berharap bahwa anak-anak tetap mengingat agama dalam keadaan
apapun. Tetapi tidak sedikit dari anak-anak yang menjalani pendidikan di pesantren
dengan rasa terpaksa dan merasa tertekan sehingga berpengaruh pada proses
penyesuaian diri mereka di lingkungan pesantren. Hal itu juga mempengaruhi
pembentukan pribadi mereka.
Pribadi yang kuat tidak bisa ada begitu saja setelah seseorang dilahirkan ke
dunia. Tidak selamanya juga seseorang bisa memiliki pribadi yang kuat walaupun ia
hidup pada lingkungan yang sama. Seseorang yang tidak pernah merasakan
kehidupan di pesantren tentu akan merasakan perbedaan. Banyak dari mereka yang
mau menerima dengan mudah keadaan tersebut. Tetapi tidak sedikit pula yang
melalui proses lama dalam penyesuaian diri di lingkungan pesantren. Berbagai
kegiatan dan penyesuaian waktu antara sekolah dan mengaji menjadi masalah
tersendiri bagi seorang santri baru. Management time memiliki peranan penting
dalam masalah ini. Jika santri baru mampu mengatur waktu dengan baik maka ia bisa
mendapatakn waktu istirahat yang menurutnya cukup sehingga banyaknya kegiatan
ngaji dan sekolah tidak menjadikannya sebagai beban yang berat. Selain itu,
diperlukan juga membangun mengelola kecerdasan emosi agar terbentuk energi dari
dalam diri untuk menjalani aktivitas yang begitu padat. Fungsi penting memiliki
kecerdasan emosi yaitu kita mampu menyadari dan mengelola emosi diri sendiri, peka
terhadap emosi orang lain, memotivasi diri sendiri dan mampu mengekspresikan
emosi dengan baik. Beberapa cara agar menjadi santri dengan pribadi tangguh antara
lain:
1. Berusaha menjadi pribadi yang tenang dan berpikir positif
Berpikir positif menjadikan kita selalu bersyukur dengan semua karunia yang
diberikan Tuhan. Dengan berpikir positif juga akan membentuk pribadi yang
lebih tenang, baik dalam menghadapi masalah maupun tidak. Berpikir positif
mampu memudah seseorang dalam menyelesaikan masalah. Salah satu keyakinan
dari berpikir positif saat menghadapi masalah yaitu “semua masalah pasti ada
solusinya”. Tinggal bagaimana kita menyikapi masalah tersebut. Dalam mencari
akar dan solusi masalah diperlukan pribadi yang tenang karena biasanya hal-hal
sederhana bisa menjadi kunci untuk solusi permasalahan.
Seorang santri yang merasa bahwa kegiatan di pesantren sangat banyak
cenderung merasa tertekan dan time managemen yang dibangunnya hancur
berantakan. Dari permasalahan tersebut, ia bisa mengambil waktu sejenak untuk
refreshing tanpa memikirkan beban tugas sekolah maupun pesantren. Jadikanlah
waktu tersebut sebagai me time. Setelah itu perbaikilah planning kegiatan
sebelumnya. Tetaplah berpikir positif dan menjadi pribadi yang tenang dalam
keadaan apapun agar kita kuat menghadapi dan menyelesaikan masalah yang ada.
2. Semangat
Salah satu kunci keberhasilan suatu usaha adalah semangat. Dengan
semangat akan tercipta vibrasi positif untuk diri sendiri maupun lingkungan
sekitar. Rasa semangat perlu diterapkan pada berbagai kegiatan. Santri baru tentu
merasa asing dengan materi keagamaan yang diberikan di pesantren, kecuali bagi
mereka yang pernah bersekolah dengan background keagamaan seperti Madrasah
Aliyah. Salah satu materi yang sulit yaitu bahasa arab karena pada sekolah umum
di Indonesia tidak ada pelajaran tersebut. Bukan perkara mudah mempelajari
bahasa Arab dan menjadi suatu permasalahan tersendiri bagi santri baru dalam
memahami bahasa tersebut. Meskipun demikian, hal itu bisa diatasi dengan rasa
semangat belajar yang tinggi dan memahami bahwa bahasa arab juga memiliki
manfaat bila kita mau mempelajarinya. Tidak ada ilmu yang sia-sia. Sesulit
apapun suatu ilmu tetap akan mudah diserap jika murid belajar dengan penuh
semangat, iklhas, dan berusaha untuk menyukai ilmu tersebut.
3. Berpikir sebelum bertindak
Manusia diciptakan Tuhan dengan anugrah akal supaya mereka mampu
berpikir dan mengetahui tanda-tanda kekuasaanNya. Selain itu, akal digunakan
juga untuk berpikir sebelum bertindak. Dalam kehidupan ini tentu banyak
permasalahan yang dihadapi oleh manusia. Salah satu masalah yang sering
dihadapi santri baru adalah finansial. Ada saat dimana keluarganya telat
mengirimkan uang makan sehingga ia harus pandai dalam mengatur keuangan.
Pada zaman sekarang banyak sekali godaan untuk menghabiskan uang, salah
satunya yaitu belanja online. Perkembangan jaman yang semakin maju
memudahkan para konsumen dalam membeli barang. Kecanggihan teknologi
juga menjadikan iklan menjadi semakin persuasif. Diperlukan strategi yang tepat
dalam mengatur keuangan agar bisa menabung sedikit demi sedikit guna
cadangan di saat genting.
Pengeluaran tidak terduga saat belanja kebutuhan menjadi hal biasa bagi
sebagian orang. Tetapi hal tersebut bisa diminimalisir guna menekan pengeluaran.
Kita perlu berpikir kebutuhan mana saja yang sekunder dan mana yang primer.
Dengan begitu, kita akan terbiasa untuk membeli barang-barang yang benar-
benar dibutuhkan saja sehingga sangat penting untuk berpikir barang apa saja
yang perlu dibeli sebelum pergi ke tokonya.
Beberapa hal diatas hanya sebagian cara untuk membentuk pribadia yang
kuat pada santri baru dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah di
lingkungan pesantren. Ada banyak manfaat dari terbentuknya pribadi yang kuat
dalam menghadapi dan menyesaikan masalah, seperti kita mudah mengatur emosi,
menyikapi persoalan dengan tenang, dan mampu membantu kita dalam menjaga
kesehatan fisik karena kesehatan mental akan berpengaruh pula terhadap
kesehatan fisik.
BAB III
KESIMPULAN

Membentuk pribadi yang kuat dalam menyikapi dan mengahadapi masalah


tidaklah mudah. Dibutuhkan proses dan pengorbanan dari diri sendiri agar terbentuk
keribadian yang kuat. Begitu pula dengan santri baru yang berusaha menyesuaikan
diri dengan lingkungan barunya di pesantren. Permasalahan yang terus datang silih
berganti dan cara menyikapinya menjadi proses pembentukan kepribadian seorang
santri. Ada berbagai faktor yang mampu memengaruhi proses pembentukan
kepribadian, terutama faktor genetik dan sosial. Meskipun demikian jika kita mau
berusaha, tetap bersikap tenang, dan yakin bahwa setiap masalah pasti ada solusinya
maka sebesar apapun permasalahan yang datang tetap bisa diatasi. Kita juga tidak
perlu menyalahkan orang lain atas permasalahan yang datang. Lebih baik meminta
pendapat orang lain terhadap permasalahan tersebbut daripada menyudukannya
menjadi pelaku permasalahan.
DAFTAR PUSTAKA

Arrozi, M., Nizam, M., Gustama, M. 2019. Kepribadian. Riau. Makalah


Mildawani, Tri. 2014. Mengembangkan Kepribadian Yang Baik dan Menarik. Jakarta
Timur.
Qisthina, dkk. 2012. Pembentukan Kepribadian. Depok. Makalah.
Setianingsih. 2018. Menjadi Pribadi Tangguh. Sukoharjo.

Anda mungkin juga menyukai