Uts KLB Irvan
Uts KLB Irvan
Disusun Oleh:
2
B. Konselor Konseling Lintas Budaya
konseling lintas budaya sebagai suatu proses konseling yang melibatkan
antara konselor dan klien yang berbeda budayanya, dan dilakukan dengan
memperlihatkan budaya subyek yang terlibat dalam konseling. untuk itu konselor
diharapkan mengetahui aspek-aspek khusus dalam proses konseling dan dalam
gaya konseling, agar proses pendampingan menjadi sangat terampil dan efektif.
konseling lintas budaya juga akan terjadi jika antara konselor dan klien
mempunyai perbedaan. Dalam konseling lintas budaya klien dan konselor
mempunyai perbedaan budaya yang sangat mendasar. Perbedaan budaya itu
bisa mengenai nilai-nilai, keyakinan, perilaku dan lain sebagainya. Perbedaan ini
muncul karena antara konselor dan klien berasal dari kultur budaya yang
berbeda. Perbedaan ini muncul karena antara konselor dan klien berasal dari
budaya yang berbeda dan dalam kegiatan sehari-hari, konselor akan
berhadapan dengan klien yang berbeda latar belakang sosial budayanya.
Dalam proses konseling akan terjadi suatu proses belajar, tranferensi dan
kounter-transferensi, dan saling menilai. Dari segi konselor, ketepatan inferensi
ini yang kemudian mendasari tindakannya dalam konseling akan tergantung
pada kemampuan pemahamannya secara utuh terhadap klien.
Dilihat Dari segi klien, ketepatan inferensi merujuk pada pola-pola
perilaku yang dimiliki sebelumnya, Masalah akan timbul manakala ada
perbedaan antara persepsi dan nilai-nilai yang menjadi keyakinan kedua belah
pihak, hal ini dapa terjadi karena ketidakpekaan konselor terhadap latar belakang
budaya klien.
Penerapan konseling lintas budaya mengharuskan konselor peka dan
tanggap terhadap adanya keragaman budaya dan adanya perbedaan budaya
antar klien yang satu dengan klien lainnya, dan antara konselor sendiri dengan
kliennya. Konselor harus sadar akan implikasi diversitas budaya terhadap proses
konseling. Budaya yang dianut sangat mungkin menimbulkan masalah dalam
interaksi sosial manusia dalam kehidupan sehari-hari. Masalah tersebut dapat
muncul akibat interaksi individu dengan lingkungannya. Sangat mungkin masalah
terjadi dalam kaitannya dengan unsur-unsur kebudayaan, yaitu budaya yang
dianut oleh individu, budaya yang ada di lingkungan individu, serta tuntutan-
tuntutan budaya lain yang ada di sekitar individu tersebut. Manusia tidak dapat
terlepas dari budaya, keduanya saling memberikan pengaruh yang cukup besar.
Pengaruh budaya terhadap kepribadian individu akan terlihat pada perilaku atau
3
tingkah laku yang ditampilkan. Oleh karena itu dalam proses konseling tidak
dapat dihindari adanya keterkaitan unsur-unsur budaya. Keragaman budaya
dapat menimbulkan konsekuensi munculnya etnosetrisme dan kesulitan dalam
berkomunikasi.
Maka dari itu konseling lintas budaya dapat terjadi antara konselor dan
klien yang mempunyai perbedaan maupun dari segi nilai-nilai, keyakinan,
perilaku dan sebagainya.
Sehingga dalam proses konseling lintas budaya ini konselor seharusnya :
4
Berdasarkan pengertian tentang konseling lintas budaya di atas, aspek-
aspek yang harus ada dan diperhatikan dalam melaksanakan konseling lintas
budaya adalah sebagai berikut:
1. Bahasa
3. Stereotipe
5
sehingga makin lama belajar makin sulit diubah. Lebih-lebih menjadi kendala
jika konselor dihinggapi stereotipe, apalagi klien juga punya stereotipe, dan
keadaannya berlawanan. Ungkapan-ungkapan stereotipe misalnya orang
Solo itu halus, Madura itu keras, anak itu malas, anak itu badung. Stereotipe
itu bisa berupa kelompok dan bisa perorangan.
4. Kelas Sosial
6. Jenis Kelamin
7. Usia
6
Proses konseling tidak hanya untuk anak-anak usia remaja.
Perkembangan berikutnya konseling melayani segala usia, dari anak-anak
sampai usia tua. Masing-masing periode perkembangan (usia) memiliki
karakteristik yang berbeda, yang harus dipahami terutama oleh konselor.
Usia merupakan penghambat karena pada dasarnya pada usia tertentu ada
kebutuhan, karakteristik, atau hal-hal yang perlu dipahami oleh konselor.
Misalnya, konselor yang masih muda membantu klien yang lebih tua
usianya. Hal ini bukan berarti tidak ada problem bagi konselor yang melayani
anak-anak usia muda.
9. Gaya Hidup
1. Congruence
7
2. Empati
1. Konselor lintas Budaya sadar terhadap nilai-nilai pribadi yang dimiliki dan
asumsi-asumsi terbaru tentang prilaku manusia
2. Konselor sadar bahwa dia memiliki nilai-nilai sendiri yang dijunjung tinggi
dan akan terus dipertahankan. Disisi lain, konselor juga menyadari bahwa
klien memiliki nilai-nilai dan norma yang berbeda dengan dirinya. Oleh
karena itu, konselor harus bisa menerima nilai-nilai yang berbeda itu
sekaligus mempelajarinya.
3. Konselor lintas budaya sadar terhadap karakteristik konseling secara
umum. Konselor memiliki pemahaman yang cukup mengenai konseling
secara umum sehingga akan membantunya dalam melaksanakan
konseling, sebaiknya konselor sadar terhadap pengertian dan kaidah
dalam melaksanakan konseling. Hal ini sangat perlu karena pengertian
terhadap kaidah konseling akan membantu konselor dalam memecahkan
masalah yang dihadapi oleh klien.
4. Konselor lintas budaya harus mengetahui pengaruh kesukuan dan
mereka mempunyai perhatian terhadap lingkungannya. Konselor dalam
melaksanakan tugasnya harus tanggap terhadap perbedaan yang
8
berpotensi untuk menghambat proses konseling. Terutama yang
berkaitan dengan nilai, norma dan keyakinan yang dimiliki oleh suku
agama tertentu. Untuk mencegah timbulnya hambatan tersebut, maka
konselor harus mau belajar dan memperhatikan lingkungan di mana dia
melakukan praktik, baik agama maupun budayanya. Dengan
mengadakan perhatian atau observasi, diharapkan konselor dapat
mencegah terjadinya rintangan selama proses konseling.
5. Konselor lintas budaya tidak boleh mendorong klien untuk dapat
memahami budaya dan nilai - nilai yang dimiliki konselor. Untuk hal ini
ada aturan main yang harus ditaati oleh setiap konselor. Konselor
mempunyai kode etik konseling, yang secara tegas menyatakan bahwa
konselor tidak boleh memaksakan kehendaknya kepada klien. Hal ini
mengimplikasikan bahwa sekecil apapun kemauan konselor tidak boleh
dipaksakan kepada klien. Klien tidak boleh diintervensi oleh konselor
tanpa persetujuan klien.
6. Konselor lintas budaya dan agama dalam melaksanakan konseling harus
mempergunakan pendekatan ekletik. Pendekatan ekletik adalah suatu
pendekatan dalam konseling yang mencoba untuk menggabungkan
beberapa pendekatan dalam konseling untuk membantu memecahkan
masalah klien. Penggabungan ini dilakukan untuk membantu klien yang
mempunyai perbedaan gaya dan pandangan hidup. Untuk itu konselor
harus memiliki wawasan keilmuan yang luas.
9
DAFTAR PUSTAKA
10
https://irvanhermawanto.blogspot.co.id
11