Anda di halaman 1dari 48

1

1. Judul: “ANALISIS KINERJA BANK UMUM SYARIAH DI

INDONESIA DENGAN PENDEKATAN MAQASHID INDEX DAN

CAMELS (PERIODE 2011 – 2013)”

2. Pendahuluan

2.1 Latar Belakang

Bank syariah dewasa ini sangat menjadi pusat perhatian para pelaku

ekonomi. Hal tersebut karena keberhasilan bank syariah dalam menjaga kestabilan

menghadapi krisis ekonomi tahun 1997/1998 yang terjadi di Indonesia. Berdirinya

bank syariah di Indonesia diawali sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1992 Tentang Perbankan yang menandai adanya kesepakatan rakyat dan

bangsa Indonesia untuk menerapkan Dual Banking System atau sistem perbankan

ganda di Indonesia. Penilaian Global Islamic Financial Report (GIFR) tahun 2011

menunjukkan bahwa Indonesia menduduki urutan ke empat negara yang memiliki

potensi dan kondusif dalam pengembangan industri keuangan syariah setelah Iran,

Malaysia dan Saudi Arabia yang ditunjukkan dalam grafik di bawah:

Grafik 1.1 Perkembangan Industri Keuangan Syariah di Dunia


Sumber: Alamsyah, 2012
2

Grafik di atas menjelaskan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara

yang kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan bank syariah dilihat dari

indikator jumlah bank syariah, dewan pengawas syariah, ukuran aset instansi

keuangan syariah, sukuk, pendidikan dan kebudayaan, kebijakan serta

infrastruktur yang ada.

Ajaran Islam yang bersumber pada hukum Allah SWT dan sunnaturrosul

mengajarkan pada umat-Nya untuk berusaha mendapatkan kehidupan yang baik di

dunia maupun di akhirat. Allah menyeru pada umat-Nya bahwa mendapatkan

kehidupan di dunia dan akhirat tidak dapat diperoleh dengan segala cara, tetapi

dengan cara yang halal. Adanya perbankan syariah didasarkan pada larangan

Allah SWT tentang memakan riba, hal tersebut termaktub dalam QS Al Ruum

(30:39) yang artinya “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia

bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah, dan

apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai

keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat

gandakan (pahalanya)”. Rasulullah SAW juga melarang riba dengan kata-kata

yang jelas dan tidak hanya mengutuk mereka yang mengambilnya, tetapi juga

mereka yang memberikannya, mereka yang mencatat transaksi, dan mereka yang

bertindak sebagai saksi terhadapnya (H.R Muslim).

Intermediasi keuangan yang berdasarkan sistem bunga cenderung

mengalokasikan sumber daya keuangan terutama kepada pihak yang memiliki

jaminan (collateral) dan kelayakan arus kas untuk pelunasan utang. Penggunaan

akhir dari sumber daya keuangan tersebut tidak lagi menjadi pertimbangan utama.
3

Semakin cerdasnya masyarakat Islam tentang pentingnya mendapatkan rezeki

dengan cara yang halal makin menambah eksistensi bank syariah. Data statistik

perbankan syariah per September 2014 yang dikeluarkan oleh OJK (Otoritas Jasa

Keuangan) menunjukkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan industri

perbankan syariah cukup signifikan, hal tersebut dapat dilihat dari tabel dibawah:

Tabel 1.1 Daftar Jumlah BUS, UUS, BPRS di Indonesia

Indikator 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014


1. Bank Umum 5 6 11 11 11 11 11*
Syariah
2. Unit Usaha Syariah 27 25 23 24 24 23 23*
(UUS)
3. BPRS 131 138 150 155 158 163 163*

*data per September 2014


Sumber: Otoritas Jasa Keuangan, 2014

Semakin banyak bank syariah di Indonesia maka persaingan semakin

tinggi. Persaingan tersebut terjadi tidak hanya di antara sesama bank syariah

bahkan dengan bank konvensional yang memiliki unit usaha syariah. Kondisi

tersebut mengakibatkan bank syariah harus bekerja keras supaya tetap dapat

mempertahankan eksistensi dan kinerjanya. Kinerja diukur untuk mengetahui

sejauh mana tingkat pencapaian bank syariah dan dijadikan sebagai alat

pengambil keputusan di masa depan. Evaluasi kinerja adalah sebuah metode

pengukuran pencapaian perbankan (Hameed, dkk 2004).

Perkembangan bank syariah yang begitu pesat harus diimbangi dengan

peningkatan kualitas. Pengukuran kinerja merupakan salah satu alat untuk

mengukur kualitas kinerja syariah. Pada umumnya pengukuran kinerja suatu

entitas ekonomi dilihat dari rasio keuangan, misalnya menggunakan metode

CAMELS (Capital, Assets, Management, Earning, Liquidity, Sensitivity of


4

Market Risk), EVA (Economic Value Added) dan pendekatan risiko (RBBR) Risk

Based Bank Rating. Namun, bank syariah memiliki karakteristik yang berbeda

dengan bank konvensional, salah satunya adalah falah oriented (Syafi’i Antoni,

2001), sehingga bank syariah tidak hanya memerhatikan bagaimana mendapatkan

laba tetapi juga mempertimbangkan kehalalan dan ke-maslahatan profit yang

diperoleh. Oleh karena itu, bank syariah membutuhkan metode pengukuran

kinerja yang berbeda, membutuhkan paradigma baru dalam pengukuran

kinerjanya bukan saja dengan rasio keuangan (Yuwono dalam Syafi’i, 2013).

Artinya, kinerja bank syariah juga harus diukur dari segi tujuan syariah (maqashid

syariah) sehingga dapat diketahui aktifitas muamalah yang dilaksanakan

perbankan apakah sudah sesuai dengan prinsip syariah atau belum. Hal tersebut

dapat diketahui dengan mengetahui tujuan-tujuan syariah yang sudah mereka

laksanakan dalam operasional dan manajemennya.

Mustafa Omar Muhammed, dkk (2008) dalam penelitiannya menghasilkan

sebuah pengukuran yang berguna untuk mengukur kinerja perbankan syariah

yaitu maqashid index yang dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip maqashid

syariah dengan tujuan agar ada sebuah pengukuran bagi bank syariah yang sesuai

dengan prinsip syariah. Hal tersebut dijelaskan oleh ulama Islam Imam Abu

Hamid Al Ghozali tentang maqashid syariah sebagai berikut: “Tujuan utama

syariah adalah untuk mendorong kesejahteraan manusia, yang terletak pada

perlindungan kepada keimanan, jiwa, akal, keturunan dan harta. Apa saja yang

menjamin terlindungnya lima perkara ini adalah memenuhi kepentingan publik

dan dianjurkan dan apa saja yang menciderai lima perkara ini adalah melawan
5

kepentingan publik yang harus dibuang”. Maqashid syariah sebagai pedoman

dalam melaksanakan kegiatan operasional dan manajemen bank syariah bahkan

sudah seharusnya menjadi acuan semua aktifitas kehidupan manusia. Pelaksanaan

indikator maqashid syariah dengan benar diharapkan dapat membawa ke-

maslahatan bagi masyarakat, lingkungan dan bank syariah pada khususnya.

Syafi’i Antonio, dkk (2013) dalam penelitiannya membandingkan kinerja

bank umum syariah di Indonesia dengan bank umum syariah di Jordania

menggunakan pendekatan maqashid index. Hasil penelitiannya menunjukkan

bahwa bank umum syariah yang diwakili oleh Bank Muamalat Indonesia (BMI)

dan Bank Syariah Mandiri (BSM) memiliki kinerja yang lebih baik dengan index

masing-masing (0,17839) dan (0,16190) dibandingkan dengan bank umum

syariah yang ada di Jordania yang diwakili oleh Islamic International Arab Bank

(IIAB) dengan index (0,10295) dan Jordan Islamic Bank (JIB) dengan (0,08152).

Dari penelitian-penelitian tersebut merupakan indikasi bahwa perbankan

syariah tidak hanya dapat diukur melalui kinerja keuangan dengan pengukuran

konvensional, tetapi sebagai sebuah entitas bisnis islami juga dapat diukur dari

sisi sejauh mana bank syariah menjalankan nilai-nilai syariah dan sejauh mana

tujuan-tujuan syariah dilaksanakan oleh perbankan syariah dengan baik.

Indonesia adalah negara urutan ke-17 pada tahun 2009 dan urutan ke-13

pada tahun 2010 dengan aset syariah terbanyak. Kenaikan yang cukup signifikan,

melihat perkembangan industri keuangan syariah yang cukup tinggi seperti yang

ditunjukkan oleh tabel sebagai berikut:


6

Tabel 1.2 Urutan Negara Berdasarkan Aset Syariah (dalam milyar dollar)

2009 2010
Peringkat Negara Aset Peringkat Negara Aset
1 Iran 293.165,8 1 Iran 314.897,4
2 Saudi Arabia 127.896,1 2 Saudi Arabia 138.238,5
3 Malaysia 86.288,2 3 Malaysia 102.639.4
4 UAE 84.036,5 4 UAE 85.622,6
5 Kuwait 67.630,2 5 Kuwait 69.088,8
6 Bahrain 46.159,4 6 Bahrain 44.858,3
7 Qatar 27.515,4 7 Qatar 34.676,0
8 UK 19.410,5 8 Turkey 22.561,3
9 Turkey 17.827,5 9 UK 18.949,9
10 Bangladesh 7.453,3 10 Bangladesh 9.365,5
11 Sudan 7.151,1 11 Sudan 9.259,8
12 Egypt 6.299,7 12 Egypt 7.227,7
13 Pakistan 5.126,1 13 Indonesia 7.222,2
14 Jordan 4.621,6 14 Pakistan 6.203,1
15 Syria 3.838,8 15 Syria 5.527,7
16 Iraq 3.815 16 Jordan 5.042,4
17 Indonesia 3.388,2 17 Brunei 3.314,7
18 Brunei 3.201,4 18 Yemen 2.338,7
19 Yemen 1.318,3 19 Thailand 1.360,8
20 Switzerland 1.040,6 20 Algeria 1.051,1
21 Mauritius 943,5 21 Mauritius 992,2
22 Algeria 837,5 22 Switzerland 935,5
23 Tunisia 632,3 23 Tunisia 770,1
24 Singapore 618 24 Singapore 725,0
25 Thailand 495,5 25 Palestina 612,5
Sumber: Alamsyah, 2012

Tabel di atas menunjukkan bahwa Indonesia berpotensi bagi

pengembangan industri keuangan syariah, karena pada tahun 2009 Indonesia

menempati urutan ke-17 dalam skala dunia setelah Iraq dan di atas Brunei atau

urutan ke-2 setelah Malaysia dalam cakupan ASEAN yang diukur dari jumlah

aset yang terkumpul dari industri keuangan syariah, dan mencapai urutan ke-13

pada tahun 2010 setelah Mesir dan di atas Pakistan.

Pelaksanaan prinsip-prinsip syariah yang sesuai dengan tujuan syariah

pada akhirnya juga diharapkan dapat meningkatkan kinerja keuangan bank

syariah. Keberhasilan perbankan syariah dalam mencapai kesejahteraan dapat

dilihat juga dari rasio-rasio keuangan. Salah satu metode yang digunakan dalam
7

mengukur tingkat kesehatan bank syariah adalah dengan metode CAMELS yang

meliputi rasio permodalan, kualitas aset, manajemen, likuiditas, dan rentabilitas.

Tingkat kesehatan bank adalah hasil penilaian kondisi bank yang dilakukan

berdasarkan risiko termasuk risiko terkait penerapan prinsip syariah dan kinerja

bank. Bank Indonesia sebagai regulator perbankan di Indonesia menetapkan

tersendiri standar pengukuran kinerja bank umum syariah yaitu dengan

pendekatan CAMELS (Capital, Asset Quality, Management, Earning, Sensitivity

Market) melalui Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/1/PBI/2007 Tentang Sistem

Penilaian Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah.

Penelitian pengukuran kinerja bank syariah dengan metode CAMELS

sudah banyak dilakukan misalnya oleh Yunanto Adi Kusumo dan Widiya

Ratnaputri. Penelitian Yunanto Adi Kusumo (2008) menganalisis kinerja Bank

Syariah Mandiri periode 2002-2007 dengan hasil rasio KPMM BSM sudah sangat

bagus dengan rasio rata-rata 14%, rasio KAP sudah cukup bagus dengan rasio

rata-rata 0,95%, rasio NOM sudah sangat bagus dengan rata-rata rasio 12%, dan

rasio STM juga sudah bagus dengan rasio rata-rata 30%, dan rasio MR masih

sangat buruk yaitu dengan rasio rata-rata 1%. Widiya Ratnaputri (2013) meneliti

kinerja bank umum syariah dengan enam sampel yang memenuhi kriteria.

Penelitiannya menggunakan indikator CAR, RORA, NPM, ROA, dan FDR yang

menghasilkan kesimpulan bahwa rasio CAR, RORA dan FDR telah memenuhi

standar yang ditentukan BI, sedangkan rasio NPM dan ROA belum memenuhi

standar.
8

Berdasarkan fenomena yang dijelaskan sebelumnya bahwa Indonesia

adalah negara yang berpotensi dalam pengembangan industri keuangan syariah

sesuai dengan fakta dan data yang telah ada, maka diperlukan adanya studi dan

penelitian yang lebih komprehensif dan bermanfaat bagi pengembangan sistem

perbankan syariah di Indonesia, namun dewasa ini masih sedikit penelitian yang

mengukur kinerja bank syariah dengan pendekatan maqashid syariah dan

CAMELS secara komprehensif yang diharapkan hasilnya dapat digunakan

sebagai salah satu referensi dan pedoman dalam pengambilan keputusan

stakeholder.

Penjelasan di atas mendasari ketertarikan penulis untuk untuk mengadakan

penelitian yang berjudul “Analisis Kinerja Bank Umum Syariah di Indonesia

Dengan Pendekatan Maqashid Index dan CAMELS (Periode 2011-2013)”

2.2 Perumusan Masalah

Dilihat dari kondisi tersebut di atas serta beberapa penelitian terdahulu

yang telah dilakukan maka diperoleh berbagai permasalahan yakni:

1. Bagaimana kinerja Bank Umum Syariah di Indonesia selama tahun 2011–

2013 diukur dengan Maqashid Index?

2. Bagaimana kinerja Bank Umum Syariah di Indonesia selama tahun 2011-

2013 diukur dengan CAMELS?

2.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui kinerja Bank Umum Syariah di Indonesia selama tahun 2011-

2013 dengan pendekatan Maqashid Index.


9

2. Mengetahui kinerja Bank Umum Syariah di Indonesia selama tahun 2011-

2013 dengan menggunakan CAMELS.

2.4 Manfaat Penelitian

2.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah perbendaharaan ilmu dan

wawasan dalam studi dunia perbankan syariah khususnya tentang pengukuran

kinerja ditinjau dari Maqashid Syariah dan CAMELS.

2.4.2 Manfaat Praktis

2.4.2.1 Bagi Perbankan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memotivasi bank syariah di

Indonesia untuk meningkatkan kinerjanya, baik ditinjau dari sisi tujuan syariah

(maqashid syariah) maupun dari sisi keuangan kovensional supaya dapat turut

andil dalam menjaga kestabilan perekonomian Indonesia.

2.4.2.2 Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi referensi nasabah atau calon

nasabah, investor atau calon investor dalam mempertimbangkan keputusan

memilih bank syariah mana yang akan menjadi mitranya.

3. Tinjauan Pustaka

3.1 Konsep Perbankan Syariah

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan pasal 1 ayat 3 menetapkan

bahwa salah satu bentuk usaha bank menyediakan pembiayaan dan atau

melakukan kegiatan lain berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan ketentuan


10

yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Pokok-pokok ketentuan yang ditetapkan

oleh Bank Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Kegiatan usaha dan produk-produk bank berdasarkan prinsip syariah

2. Pembentukan dan tugas Dewan Pengawas Syariah (DPS)

3. Persyaratan untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip

syariah.

Bank umum yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional dapat

juga melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah melalui; pendirian

kantor cabang atau kantor dibawah kantor cabang baru; atau pengubahan kantor

cabang atau kantor di bawah kantor cabang yang melakukan kegiatan usaha secara

konvensional menjadi kantor cabang yang melakukan kegiatan berdasarkan

prinsip syariah.

Menurut Sigit Triandaru, dkk (153:2006) bank syariah adalah bank yang

dalam aktivitasnya baik penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran

dananya memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar prinsip syariah yaitu

jual beli dan bagi hasil.

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah bab 1

pasal 1 menjelaskan yang dimaksud dengan perbankan syariah adalah segala

sesuatu yang menyangkut tentang bank syariah dan unit usaha syariah, mencakup

kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan

usahanya. Bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya

berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah

(BUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Pasal 1 ayat 8 menjelaskan
11

pengertian Bank Umum Syariah (BUS) yaitu bank syariah yang dalam

kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Karakteristik sistem perbankan syariah yang beroperasi berdasarkan

prinsip bagi hasil memberikan alternatif sistem perbankan yang saling

menguntungkan bagi masyarakat dan bank, serta menonjolkan aspek keadilan

dalam bertransaksi, investasi yang beretika, mengedepankan nilai-nilai

kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi dan menghindari kegiatan

spekulatif dalam transaksi keuangan (Latumaerissa, 331:2010). Prinsip utama

operasional bank yang berdasarkan prinsip syariah adalah hukum Islam yang

bersumber dari Al Qur’an, Al Hadist dan Al Ijtihad.

3.1.1 Dasar Hukum

Allah SWT telah mengingatkan umatnya untuk menjauhi segala bentuk

macam riba, sebagimana telah dijelaskan dalam QS Ar Ruum (30:39) sebagai

berikut:

“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada

harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah, dan apa yang kamu

berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah,

maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan

(pahalanya)” (QS. Ar Ruum [30:39]).


12

Kemudian dijelaskan pula dalam QS. Al Baqarah (2:275) bahwa orang

yang memakan riba ibarat orang berdirinya orang yang kerasukan syaitan yang

termaktub dalam ayat di bawah ini:

“Orang-orang yang memakan (memungut) riba tidak dapat berdiri

melainkan seperti berdirinya orang yang kerasukan syaitan lantaran gangguan

penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu disebabkan mereka berkata:

“sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba”. Padahal Allah telah menghalalkan

jual-beli dan mengharamkan riba. Barang siapa mendapat peringatan dari

Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi

miliknya dan urusannya kepada Allah. Barang siapa yang mengulangi, mereka itu

penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya” (QS. Al Baqarah [2:275]).

Umat Islam yang meyakini kebenaran firman Allah, didukung dengan

IPTEK mencari alternatif sistem perbankan yang jauh dari praktek riba, yaitu

dengan menggagas adanya industri perbankan syariah. Indonesia sebagai negara

dengan penduduk muslim terbesar (Alamsyah, 2012) melalui pemerintah

mengesahkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan. Hal

tersebut menandai adanya kesepakatan rakyat dan bangsa Indonesia untuk


13

menerapkan Dual Banking System atau sistem perbankan ganda di Indonesia.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan pasal 1 ayat 3 menetapkan bahwa salah

satu bentuk usaha bank adalah menyediakan pembiayaan dan atau melakukan

kegiatan lain berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang

ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Prestasi yang dicapai perbankan syariah pada saat krisis ekonomi di

Indonesia tahun 1997/1998 yaitu dapat bertahan ditengah-tengah banyaknya bank

konvensional terguncang dan gulung tikar namun bank syariah mampu bertahan,

dan kemudian menjadikan pemerintah semakin yakin dengan kinerja bank syariah

maka dibuatlah undang-undang yang khusus mengatur tentang perbankan syariah

yaitu Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008.

3.1.2 Perbedaan Bank Syariah dengan Bank Konvensional

Nasution dalam Edhi S.W (2013) menjelaskan bahwa yang membedakan

antara manajemen bank syariah dengan bank konvensional adalah terletak pada

pembiayaan dan pemberian balas jasa yang diterima oleh bank dan investor. Balas

jasa yang diberikan atau diterima pada bank umum berupa bunga (interest loan

atau deposit) dalam persentase pasti. Jadi, tidak peduli kondisi dari peminjam

dana (borrower) apakah masih mampu ataukah tidak dalam melunasi utang

sehingga hal ini akan membebani spihak borrower.

Perbandingan bank syariah dengan bank konvensional menurut Syafi’i

Antonio (2001) dapat digambarkan sebagai berikut:


14

Tabel 3.1 Perbedaan Bank Syariah dengan Bank Konvensional

Bank Syariah Bank Konvensional


1. Melakukan investasi-investasi yang halal saja. 1. Investasi halal dan haram
2. Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual beli atau 2. Memakai perangkat bunga
sewa. 3. Profit oriented
3. Profit dan falah oriented. 4. Hubungan dengan nasabah dalam
4. Hubungan dengan nasabah dalam bentuk bentuk hubungan debitur-kreditur.
hubungan kemitraan. 5. Tidak terdapat dewan sejenis.
5. Penghimpunan dan penyaluran dana harus
sesuai dengan fatwa DPS
Sumber: Syafi’i Antonio, 2001

Sistem bagi hasil dalam perbankan syariah sering menjadi bahan

pertanyaan dan selalu dibandingkan dengan sistem bunga dalam perbankan

konvensional. Sigit Triandaru (2006) dalam bukunya menjelaskan perbedaan

sistem bunga dan bagi hasil untuk yang ditunjukkan dalam tabel berikut:

Tabel 3.2 Perbedaan Sistem Bunga dan Bagi Hasil

Sistem Bunga Sistem Bagi Hasil


1. Penentuan suku bunga dibuat pada 1. Penentuan besarnya risiko bagi hasil
waktu akad dengan pedoman harus dibuat pada waktu akad dengan
selalu untung untuk pihak bank. berpedoman pada kemungkinan
2. Besarnya persentase berdasarkan pada untung dan rugi.
jumlah uang (modal) yang dipinjam. 2. Besarnya rasio (nisbah) bagi hasil
3. Tidak tergantung kepada kinerja berdasarkan pada jumlah
usaha. Jumlah pembayaran bunga keuntungan yang diperoleh.
tidak mengikat meskipun jumlah 3. Tergantung kepada kinerja usaha.
keuntungan berlipat ganda saat Jumlah pembagian bagi hasil
keadaan ekonomi sedang baik. meningkat sesuai dengan
4. Eksistensi bunga diragukan peningkatan jumlah pendapatan.
kehalalannya oleh semua agama 4. Tidak agama yang meragukan
termasuk agama Islam. keabsahan bagi hasil.
5. Pembayaran bunga tetap seperti yang 5. Bagi hasil tergantung kepada
dijanjikan tanpa mempertimbangkan keuntungan proyek yang dijalankan.
proyek yang dijalankan oleh pihak Jika proyek itu tidak dapat
nasabah untung atau rugi. mendapatkan keuntungan maka
kerugian akan ditanggung bersama
oleh kedua belah pihak.

Sigit Triandaru, 2006


15

3.2 Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja adalah alat manajemen untuk menentukan sejauh mana

tujuan perbankan tercapai, evaluasi kinerja perbankan, manajer, divisi dan invidu

yang termasuk anggota perbankan, dan juga untuk memprediksi masa depan

perbankan (Yuwono dalam Syafi’i Antonio 2013). Disamping itu juga

pengukuran/penilaian kinerja adalah bagian dari alat manajemen untuk

mengendalikan organisasi/perusahaan.

Kinerja atau performance adalah kuantifikasi dari keefektifan dalam

pengoperasian bisnis selama periode tertentu (Maharani dalam Yunanto, 2008).

Kinerja menunjukkan sesuatu yang berhubungan dengan kekuatan serta

kelemahan suatu perusahaan. Kekuatan tersebut dipahami agar dapat

dimanfaatkan dan kelemahan pun harus diketahui agar dapat dilakukan langkah-

langkah perbaikan.

Mulyadi dalam Widiya (2013) penilaian kinerja adalah adalah penentuan

secara periodik keefektifan operasional suatu organisasi, bagian organisasi, dan

karyawannya berdasarkan sasaran, standar, dan kriteria yang telah ditetapkan

sebelumnya. Kinerja yang hebat adalah karakter dari efektivitas dan efisiensi

pekerjaan (Mangkuprawira dalam Syafi’i Antonio, 2013).

Dari beberapa pendapat para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa

penilain kinerja adalah kegiatan mengevaluasi pencapaian perusahaan/organisasi

dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya yang di refleksikan dalam bentuk

laporan keuangan tiap periode.


16

3.2.1 Jenis Penilaian Kinerja

Informasi yang biasa digunakan dalam pengukuran kinerja dikelompokkan

dalam dua kategori (Ulum dalam Syafi’i Antonio, 2013) sebagai berikut:

3.2.1.1 Kinerja Keuangan

Tingkat kesehatan bank dapat dinilai dari beberapa indikator. Salah satu

sumber utama indikator yang dapat dijadikan dasar penilaian adalah laporan

keuangan yang bersangkutan (Imam Subaweh, 2008). Salah satu cara untuk

mengukur kinerja keuangan suatu entitas ekonomi adalah dengan mengevaluasi

dan menganalisis laporan keuangannya (Yunanto, 2008). Laporan keuangan

memiliki fungsi controlling yaitu menjadi pedoman dalam memproyeksikan

laporan keuangan pada periode berikutnya dan menjadi pedoman dalam

pengambilan keputusan organisasi, sehingga banyak pihak (stakeholder) yang

sangat tertarik dengan publikasi laporan keuangan.

Kinerja keuangan merupakan hasil yang dicapai suatu perusahaan dengan

mengelola sumber daya yang ada dalam perusahaan yang seefektif dan seefisien

mungkin guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan manajemen. Demikian juga

halnya dengan kinerja perbankan dapat diartikan sebagai hasil yang dicapai suatu

bank dengan mengelola sumber daya yang ada dalam bank seefektif dan seefisien

mungkin guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan manajemen. Penilaian

kinerja perbankan menjadi sangat penting dilakukan karena operasi perbankan

sangat peka terhadap maju mundurnya perekonomian suatu negara (Astuti Yuli

Setyani, 2002). Menurut Yunanto (2008) dalam penelitiannya menyebutkan

bahwa kinerja keuangan bank merupakan gambaran kondisi keuangan bank pada
17

suatu periode tertentu baik mencakup aspek penghimpunan dana maupun

penyaluran dana. Pengukuran kinerja adalah hal yang penting bagi perbankan

karena untuk mengetahui tingkat pencapaian perbankan dalam melaksanakan

kegiatannya (penghimpunan dan penyaluran dana).

3.2.1.2 Kinerja Non Keuangan

Informasi non keuangan menjadi pedoman dalam menilai kinerja. Kinerja

non keuangan dapat meningkatkan kepercayaan dalam proses manajemen kualitas

kontrol. Teknik pengukuran kinerja secara menyeluruh yang sudah dikembangkan

oleh berbagai organisasi adalah balance scorecard yang menyangkut empat

aspek; perspektif keuangan, kepuasan pelanggan, dan efisiensi proses

pembelajaran internal, dan pertumbuhan.

Secara pragmatis, proses pengukuran kinerja perusahaan biasanya

menggunakan rasio keuangan. Padahal penggunaan laporan keuangan sebagai

pedoaman dalam pengukuran kinerja mempunyai banyak kelemahan; pertama,

penggunaan laporan keuangan sebagai faktor penentu dalam pengukuran kinerja

dapat mendorong manajer untuk mengambil langkah cepat dan mengabaikan

rencana jangka panjang; kedua, mengabaikan pengukuran aspek rasio non

keuangan, dan harta tidak berwujud; ketiga kinerja keuangan semata-mata

berdasarkan kinerja masa lampau kurang efektif untuk membawa perusahaan

mencapai tujuan bersama (Yuwono dalam Syafi’i Antonio, 2013).

Pengukuran kinerja non keuangan sangat diperlukan mengingat bank

syariah memiliki karakteristik dan pengelolaan yang berbeda dari bank

konvensioal. Disamping itu, rasio keuangan tidak dapat digunakan sebagai alat
18

prediksi kebangkrutan perusahaan di masa krisis ekonomi dan faktor yang

dominan berpengaruh terhadap kebangkrutan perusahaan adalah krisis ekonomi

tersebut (Margaretha, 2008).

Entitas ekonomi yang bergerak di bidang syariah tidak hanya

mempertanggungjawabkan kegiatannya pada shareholder akan tetapi juga pada

Allah SWT. Ahmad dalam Hafiez (2012) menjelaskan bahwa lembaga yang

menjalankan bisnisnya berdasarkan syariah pada hakekatnya mendasarkan pada

filosofi dasar Al Qur’an dan As Sunnah, sehingga hal ini dijadikan dasar bagi

pelakunya dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sesamanya. Oleh karena itu,

tepat jika dalam mengukur kinerja bank syariah diperlukan pengukuran yang

dapat menjelaskan sejauh mana penerapan prinsip syariah yang telah

dilaksanakan.

Penjelasan menjelaskan bahwa pengukuran kinerja adalah proses menilai

kemajuan pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan oleh organisasi

guna mendukung pencapaian misi organisasi, termasuk menilai efisiensi dan

efektivitas dari aktivitas-aktivitas organisasi.

3.3 Pengertian dan Faktor CAMELS

Triandaru dan Budisantoso (2006: 53) dalam bukunya menjelaskan bahwa

CAMEL merupakan salah satu cara untuk melakukan penilaian tingkat kesehatan

bank mencakup penilaian terhadap faktor–faktor capital, asset quality,

management, earning dan liquidity. Untuk mengukur kinerja keuangan perbankan

dapat dilakukan dengan menghitung rasio keuangan. Rasio menggambarkan suatu

hubungan atau pertimbangan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang
19

lain. Penggunaan alat analisis berupa rasio keuangan dapat menjelaskan dan

memberikan gambaran kepada analis tentang baik atau buruknya keadaan atau

posisi keuangan suatu perusahaan dari suatu periode ke periode berikutnya

(Yunanto, 2008).

Perhitungan kinerja keuangan bank syariah menurut Peraturan Bank

Indonesia No. 9/1/PBI/2007 Tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank

Umum Berdasarkan Prinsip Syariah adalah sebagai berikut:

3.3.1 Permodalan (Capital)

Rasio permodalan digunakan untuk mengetahui kemampuan perbankan

untuk mengukur kecukupan, proyeksi (trend ke depan) permodalan dan

kemampuan permodalan dalam meng-cover risiko, kemampuan bank untuk

memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal dari keuntungan, rencana

permodalan untuk mendukung pertumbuhan usaha, akses kepada sumber

permodalan dan kinerja keuangan pemegang saham.

3.3.2 Kualitas Aset (Asset Quality)

Rasio ini digunakan untuk mengetahui kualitas aktiva produktif, yaitu

penanaman dana bank dalam rupiah atau valuta asing dalam bentuk kredit, surat

berharga, penempatan pada bank lain dan penyertaan. Penilaian tersebut dilakukan

untuk melihat apakah aktiva produktif digunakan untuk menghasilkan laba secara

maksimal. Selain itu, penilaian kualitas aset dimaksudkan untuk menilai kondisi

aset bank, termasuk antisipasi atas risiko gagal bayar dari pembiayaan (credit

risk) yang akan muncul (Yunanto, 2008). Selain itu juga untuk menilai kualitas

aktiva produktif, perkembangan kualitas aktiva produktif bermasalah, konsentrasi


20

eksposur risiko, dan eksposur risiko nasabah inti, kecukupan kebijakan dan

prosedur, sistem kaji ulang (review) internal, sistem dokumentasi dan kinerja

penanganan aktiva produktif bermasalah.

3.3.3 Manajemen (Management)

Penelitian terhadap faktor manajemen meliputi penilaian terhadap

komponen kualitas manajemen umum, penerapan manajemen risiko, kepatuhan

bank terhadap ketentuan yang berlaku, komitmen kepada Bank Indonesia maupun

pihak lain, dan kepatuhan terhadap prinsip syariah termasuk edukasi pada

masyarakat dan pelaksanaan fungsi sosial. Dalam arti lain, rasio ini mengukur

kemampuan manajemen dalam memaksimalkan kinerja perbankan apakah sudah

efektif dan efisien atau belum.

3.3.4 Rentabilitas (Earning)

Rasio rentabilitas merupakan alat untuk menganalisis atau mengukur

tingkat efisiensi usaha dan kemampuan bank dalam menghasilkan laba,

kemampuan laba mendukung ekspansi dan menutup risiko, diversifikasi

pendapatan termasuk kemampuan bank untuk mendapatkan fee based income, dan

diversifikasi penanaman dana serta penerapan prinsip akuntansi dalam pengakuan

pendapatan dan biaya.

3.3.5 Likuiditas (Liquidity)

Rasio likuiditas digunakan untuk menganalisis kemampuan bank dalam

memenuhi kewajiban jangka pendek, potensi maturity mismatch, konsentrasi

sumber pendanaan, kecukupan kebijakan pengelolaan likuiditas, akses kepada

sumber pendanaan dan stabilitas pendanaan. Suatu bank dinyatakan likuid apabila
21

bank tersebut dapat memenuhi kewajiban jangka pendek yang dimiliki, dapat

membayar kembali semua simpanan nasabah, serta dapat memenuhi permintaan

kredit yang diajukan tanpa terjadi penangguhan.

3.3.6 Sensitivitas Pasar (Sensitivity of Market)

Penilaian sensitivitas atas risiko pasar dimaksudkan untuk menilai

kemampuan keuangan bank dalam mengantisipasi perubahan risiko pasar yang

disebabkan oleh pergerakan nilai tukar dan kecukupan penerapan manajemen

risiko pasar.

3.4 Konsep Maqashid Syariah

Islam memiliki visi ekonomi tersendiri yaitu menjunjung tinggi aspek-

aspek sosial dan kesejahteraan, visi ini adalah maqashid syariah yang bertujuan

meningkatkan kesejahteraan (jalb al-masalih) dan menghindari kejahatan (dar'a

al-mafasid) (Ibn Ashur dalam Bedoui, 2013). Bank syariah memiliki karakter

yang berbeda dengan bank konvensional, bank syariah tidak hanya

memprioritaskan profit (profit oriented) tetapi juga sangat memperhatikan falah

oriented. Tujuan utama dari maqashid syariah dipusatkan pada tujuan untuk

mencapai perkembangan baik spiritual atau pun kesejahteraan umat Islam. Kamali

dalam Bedoui (2013) menjelaskan bahwa tujuan dari syariah adalah untuk

memberi manfaat dan melindungi umat manusia, seperti dalam Al Qur’an, Allah

menjelaskan bahwa “Dan tiadalah Kami mengutus engkau (wahai Muhammad),

melainkan untuk menjadi rahmat bagi sekalian alam” (QS. Al Anbiyaa [21:107]).

Maqashid syariah terdiri dari dua kata, maqashid dan syari’at. Kata

maqashid merupakan bentuk jamak dari maqshad yang berarti maksud dan tujuan,
22

sedangkan syari’at mempunyai pengertian hukum-hukum Allah yang ditetapkan

untuk manusia agar dijadikan pedoman untuk mencapai kebahagiaan hidup di

dunia maupun di akhirat. Maqashid syariah adalah tujuan-tujuan yang hendak

dicapai dari suatu penetapan hukum (Asafri Jaya dalam Ghofar Shidiq, 2009).

Izzuddin ibn Abd al-Salam, sebagaimana dikutip oleh Khairul Umam dalam

Ghofar Shidiq (2009), mengatakan bahwa segala taklif hukum selalu bertujuan

untuk ke-maslahatan hamba (manusia) dalam kehidupan dunia dan akhirat. Allah

tidak membutuhkan ibadah seseorang karena ketaatan dan maksiat hamba-Nya

tidak memberikan pengaruh apa-apa terhadap kemuliaan Allah. Jadi, sasaran

manfaat hukum tidak lain adalah kepentingan manusia.

Menurut Satria Efendi dalam Ghofar Shidiq (2009), maqashid syariah

mengandung pengertian umum dan pengertian khusus. Pengertian yang bersifat

umum identik dengan pengertian istilah maqashid al-syari' (maksud Allah dalam

menurunkan ayat hukum, atau maksud Rasulullah dalam mengeluarkan hadis).

Sedangkan, pengertian yang bersifat khusus adalah substansi atau tujuan yang

hendak dicapai oleh suatu rumusan hukum.

Sementara itu, Wahbah al-Zuhaili dalam Ghofar Shidiq (2009)

mendefinisikan maqashid syariah dengan makna-makna dan tujuan-tujuan yang

dipelihara oleh syara' dalam seluruh hukumnya atau sebagian besar hukumnya,

atau tujuan akhir dari syari'at dan rahasia-rahasia yang diletakkan oleh syara’

pada setiap hukumnya. Selain itu, seperti dikutip Shidiqi (2004), menurut Al-Fasi

(1963) tujuan dari syari'at adalah baik (maslahat) manusia sebagai khalifah yang

bertanggung jawab kepada Allah, dan yang bertanggung jawab untuk membangun
23

keadilan, memastikan kesejahteraan intelektual dan sosial dan kepuasan

psikologis bagi setiap umat.

3.4.1 Prinsip Maqashid Syariah

Prinsip maqashid syariah dibagi menjadi tiga kategori; tahdzib al fard

(pendidikan), iqamah al adl (keadilan), dan maslahat (kesejahteraan) (Zahrah

dalam Mohammed, 2008). Konsep ini ditransformasikan ke dalam sebuah

pengukuran untuk mengevaluasi kinerja perbankan syariah. Hal tersebut karena

sistem bank syariah sangat berbeda dari bank konvensional. Hal paling mendasar

yang membedakannya adalah nilai-nilai agama Islam. Umar Chapra

menyimpulkan bahwa perbedaan di antara sistem ekonomi satu dengan yang

lainnya terletak pada tiga hal; Islamic worldview, strategi, kebijakan dan tujuan

(Chapra dalam Syafi’i, 2013).

Mohammed dan Taib dalam penelitiannya telah merumuskan evaluasi

kinerja bank syariah dengan konsep maqashid index. Variabel pengukuran

maqashid syariah mengacu pada teori Abu Zahrah yang meliputi Tahdzib Al-

Fard, Iqamah Al-Adl, dan Maslahat. Melalui konsep Sekaran, ketiga prinsip

maqashid tersebut ditransformasikan ke dalam beberapa elemen (Mohammed and

Taib, 2008).

Ketiga prinsip maqashid ditransformasikan ke dalam sembilan dimensi

dan sepuluh elemen. Kemudian kesepuluh elemen tersebut ditransformasikan ke

dalam ukuran rasio. Educating the individual pada prinsip pertama maqashid

syariah artinya pengembangan pengetahuan dan kecakapan individu sehingga

nilai spiritual dapat meningkat. Bank syariah harus merancang program


24

pendidikan dan pelatihan dengan nilai-nilai moral sehingga dapat meningkatkan

pengetahuan dan kecakapan para pegawainya. Bank juga harus menyediakan

informasi bagi para pemangku kepentingan (stakeholders) bahwa produk-produk

yang ditawarkan adalah sesuai dengan prinsip syariah. Rasio-rasio dalam prinsip

educating the individuals adalah education grant, research, training, and

publicity (Mohammed and Taib, 2008).

Prinsip maqashid yang kedua adalah justice (keadilan). Bank syariah harus

memastikan aspek kejujuran dalam setiap transaksi bisnis yang menyangkut

produk, harga dan provisi akad. Selain itu, semua akad harus bebas dari karakter

ketidakadilan seperti maysir, gharar and riba. Rasio-rasio yang digunakan dalam

prinsip maqashid yang kedua ini adalah rasio PER (Profit Equalization Reserve),

model pembiayaan mudharabah dan musyarakah.

Prinsip maqashid yang ketiga adalah maslahat. Al Qur’an sebagai sumber

hukum dan ajaran agama Islam, dalam rangka mewujudkan dan merealisasi

ajaran-ajaran agama untuk ke-maslahatan manusia di dunia dan di akhirat kelak

berdasarkan analisis para ahli hukum Islam (ushuliyyin), paling tidak ada lima

unsur pokok yang harus dipelihara dan diwujudkan, yaitu terpeliharanya agama

(hifzh al-din), terpelihara jiwa (hifzh al-nafs), terpelihara keturunan (hifzh al-nasl),

terpelihara harta (hifzh al-mal), dan terpelihara akal (hifzh al-aql) (Abu Ishaq al-

Syatibi dalam Ghofar Shidiq, 2009).

Bank syariah seharusnya mengembangkan proyek investasi dan pelayanan

sosial untuk meningkatkan kesejahteraan komunitasnya. Hal tersebut dapat dilihat

dari rasio zakat yang dikeluarkan dan investasi di sektor riil. Rasio-rasio yang
25

digunakan dalam prinsip maqashid yang ketiga ini adalah profit returns, zakat dan

rasio investasi di sektor riil. Ketiga prinsip maqashid syariah tersebut oleh para

ahli dijadikan alat pengukuran kinerja bank syariah yang disebut dengan

Maqashid Index.

M.O Mohammed, dkk (2008) menjelaskan elemen-elemen dalam

Maqashid Index layak digunakan sebagai rasio pengukuran kinerja bank syariah

karena beberapa hal berikut:

1. Pembahasan mengenai tujuan-tujuan perbankan yang lebih mendekati

nilai-nilai Islam (syariah) dapat diwakili melalui rasio-rasio dalam

Maqashid Index. Dimensi dan unsur dapat dengan mudah

diidentifikasi melalui tujuan-tujuan tersebut.

2. Penelitian-penelitian sebelumnya yang meneliti permasalahan identik

juga menggunakan rasio-rasio yang sama dalam pengukuran, baik

untuk perbankan syariah maupun perbankan konvensional, sehingga

dapat diimplementasikan pada kedua instansi tersebut.

3. Data yang akan dikumpulkan oleh peneliti jauh lebih mudah,

dikarenakan sumber datanya adalah laporan keuangan tahunan

perbankan, sehingga kemungkinan mengukur implementasi konsep

maqashid syariah lebih akurat dengan menggunakan rasio-rasio dalam

prinsip maqashid syariah; pendidikan, keadilan dan kesejahteraan.


26

3.4.2 Konsep Sekaran

Maqashid Syariah

Education Justice Welfare

Education Grant Fair Returns (PER) Profit Returns


Research Functional Distribution Personal Income
Training Interest Free Product Transfer
Publicity Investment Ratios
in Real Sector

Maqashid Index

Gambar 3.1 Maqashid Index


Diadopsi dari Syafi’i Antonio (2013)

3.4.3 Rasio-rasio Maqashid Index

Tujuan pertama yang merupakan tujuan edukasi individu digambarkan

oleh R1; yang merupakan rasio hibah pendidikan/total beban. R2; merupakan

rasio beban penelitian/total beban. R3; merupakan rasio beban pelatihan/total

beban. R4; merupakan rasio biaya publisitas/total beban yang dikeluarkan oleh

bank. Interpretasi dari keempat rasio ini adalah semakin tinggi nilai rasio maka

semakin tinggi dana yang dialokasikan atau dikeluarkan oleh bank untuk

pemenuhan keempat indikator tersebut, maka akan semakin baik pencapaian

tujuan-tujuan maqashid syariah pada perbankan tersebut.

Tujuan kedua yang merupakan tujuan penyelenggaraan keadilan

digambarkan oleh R5; yang merupakan rasio laba yang diperoleh bank/total
27

pendapatan yang didapatkan bank. R6; merupakan rasio piutang tak tertagih/total

investasi bank. R7; merupakan rasio pendapatan non-bunga/total pendapatan.

Tujuan pencapaian keadilan oleh bank syariah maupun bank konvensional

semakin baik jika R5 semakin rendah. Artinya, jika profit atau keuntungan yang

diterima bank semakin kecil jika dibandingkan keseluruhan total pendapatan

bank, maka perbankan tersebut dinilai semakin menerapkan tujuan pencapaian

keadilan. Begitupun ketika R6 pada bank-bank di Indonesia rendah maka tujuan

pencapaian keadilan pada perbankan nasional dinilai tinggi. Artinya jika utang tak

tertagih pada perbankan nasional kecil dibandingkan seluruh total investasi yang

disalurkan perbankan nasional, maka pencapaian tujuan keadilan semakin baik

karena mengurangi kesenjangan penyaluran pendapatan. Namun sebaliknya,

pencapian keadilan pada perbankan nasional dianggap semakin baik jika nilai R7

semakin tinggi. Artinya jika investasi non bunga yang disalurkan perbankan

nasional semakin tinggi dibandingkan seluruh total investasi yang bank tersebut

lakukan, maka pencapaian tujuan keadilan semakin baik menurut maqashid

syariah.

Tujuan pencapaian kesejahteraan (maslahat) yang merupakan tujuan

ketiga digambarkan melalui R8, R9, dan R10. Tujuan pencapaian kesejahteraan

oleh perbankan nasional dinilai semakin baik jika nilai R8, R9, R10 semakin

tinggi. Artinya semakin tinggi laba bersih, zakat yang dikeluarkan semakin besar,

serta investasi perbankan nasional pada sektor riil semakin dominan, maka dinilai

perbankan nasional semakin mendukung terwujudnya maslahat (kesejahteraan).


28

3.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang menggunakan model Maqashid Index sebagai

model penilaian kinerja dilakukan oleh Syafi’i Antonio, dkk (2013). Model

Maqashid Index yang digunakan dalam penelitiannya mengacu pada penelitian

Mohammed dan Taib (2009) yang lebih komprehensif dan lebih sesuai dengan

teori maqashid syariah.

Sampel yang diteliti adalah beberapa bank syariah yang ada di Indonesia,

yaitu Bank Syariah Mandiri (BSM), Bank Muamalat Indonesia (BMI), dan

beberapa bank syariah internasional yaitu Islamic International Arab Bank (IIAB)

dan Jordan Islamic Bank (JIB). Data diperoleh dari laporan keuangan tahunan

masing-masing bank syariah selama tahun 2008-2010.

Maqashid Index yang digunakan sebagai pengukuran adalah rasio sebagai

berikut:

Hibah pendidikan R1/1


1.
Total beban
R2/1
Beban penelitian
2.
Total beban
R3/1
Beban pelatihan
3.
Total beban
R4/1
Beban publisitas
4.
Total beban

Mudharabah musyarakah
5. R2/2
Total investasi

Lababersih
6. R1/3
Total aset

zakat R2/3
7.
Lababersih
29

Investasi sektor riil R3/3


8.
Total investasi

Kedua rasio lainnya tidak diukur karena dalam laporan keuangan tahunan

bank syariah tersebut tidak dimuat. Data dianalisis dengan metode SAW (The

Simple Additive Weighting).

Rasio-rasio di atas adalah yang digunakan dalam penelitian Syafi’i

Antonio tahun 2013. Education grant atau hibah pendidikan adalah kontribusi

perusahaan dalam dunia pendidikan misal beasiswa dan donasi kepada masyarakat

dengan tujuan mencerdaskan masyarakat. Research expenditure berarti anggaran

yang diadakan untuk penelitian demi perkembangan dunia perbankan syariah.

Training expenditure adalah anggaran yang dikeluarkan bank untuk pelatihan dan

pendidikan karyawan dengan tujuan meningkatkan kinerja karyawan. Publicity

expense (publication) adalah anggaran yang dikeluarkan bank untuk

mempromosikan produknya kepada masyarakat. Mudharabah Musyarakah modes

adalah rasio yang mengukur pengalokasian anggaran perbankan syariah yang

digunakan untuk pembiayaan yang berdasarkan pada akad bagi hasil

(mudharabah) dan kerja sama (musyarakah) karena kedua akad tersebut jauh dari

prinsip ketidakadilan (Syafi’i Antonio, 2013). Akad mudharabah dan musyarakah

dirasa lebih memiliki dampak dalam pertumbuhan investasi di sektor riil termasuk

dalam distribusi pendapatan. Menurut Sakti dalam Syafi’i Antonio (2013) hal

tersebut dikarenakan kedua akad tersebut lebih relevan dengan kondisi bisnis yang

ada. Rasio dalam tujuan maqashid yang ke tiga yaitu net profit terhadap total aset

untuk mengetahui tingkat efektifitas bank syariah dalam mendapatkan laba dan

kebermanfaatannya bagi stakeholder.


30

Hasil penelitian diketahui bahwa Bank Muamalat Indonesia (BMI)

menduduki peringkat pertama dalam pengukuran kinerja berdasarkan Maqashid

Index artinya Bank Muamalat Indonesia sudah menerapkan prinsip syariah

dengan baik dalam pengelolaan perusahaan. Hasil tersebut ditunjukkan dalam

tabel 3.3 hasil penelitian Syafi’i Antonio (2013):

Tabel 3.3 Peringkat Perbankan Syariah berdasar Maqashid Index

N Nama Bank PI (O1) P2 (O2) PI (O3) MI Peringkat


o
1 BSM 0,00539 0,04971 0,10680 0,16190 2
2 BMI 0,00505 0,06326 0,11008 0,17839 1
3 JIB 0,00356 0,00184 0,07612 0,08152 4
4 IIABJ 0,00452 0,00213 0,09630 0,10295 3
Syafi’i Antonio, 2013

Tabel di atas adalah peringkat bank berdasarkan maqashid index dengan

menyertakan rasio zakat terhadap laba bersih yang dikeluarkan bank. Untuk

menghindarkan prasangka dalam penghitungan. Peringkat bank berdasarkan

maqashid syariah index yang tidak menyertakan zakat terhadap laba bersih

ditunjukkan dalam tabel berikut:

Tabel 3.4 Peringkat Bank Syariah berdasarkan Maqashid Index Tanpa


Rasio Zakat

No Nama PI (O1) PI (O2) PI (O3) MI Peringkat


Bank
1 BSM 0,539 4,971 10,317 15,828 2
2 BMI 0,505 6,326 10,666 17,497 1
3 JIB 0,356 0,184 7,612 8,154 4
4 IIABJ 0,452 0,213 9,630 10,298 3
Syafi’i Antonio, 2013

Tabel di atas menunjukkan peringkat bank umum syariah dengan

menghitung index maqashid syariah tanpa menghitung rasio zakat terhadap laba

bersih dan hasilnya menetapkan Bank Muamalat Indonesia (BMI) berada pada

peringkat pertama. Hal tersebut mengindikasikan bahwa rasio-rasio BMI memang


31

sudah bagus, sehingga tanpa rasio zakat terhadap laba bersih rasio-rasio yang lain

masih mengindikasikan kinerja yang baik dari Bank Muamalat Indonesia.

Penelitian terdahulu tentang pengukuran kinerja bank syariah dengan

Maqashid Index juga dilakukan oleh Mustafa Omar Mohammed, Dzuljastri

Abdul Razaq dan Fauziah Md Taib pada tahun 2008. Sampel dari penelitian ini

adalah beberapa bank syariah yang ada di dunia, antara lain Bank Muamalat

Malaysia (BMM), Islam Bank Bangladesh (IBB), Bank Syariah Mandiri,

Indonesia (BSM), Bahrain Islamic Bank (BIB), Islamic International Arab Bank,

Jordania (IIAB), Sudanese Islamic Bank, Sudan (SIB).

Metode yang digunakan adalah menggunakan konsep Sekaran yang

membagi maqashid syariah ke dalam tiga dimensi/kategori; pendidikan individu,

keadilan dan pencapaian kesejahteraan. Ketiga kategori tersebut dispesifikasi

menjadi sepuluh rasio; hibah pendidikan terhadap total pendapatan, beban

riset/penelitian terhadap total beban, beban pelatihan terhadap total beban, beban

publikasi terhadap total beban, laba bersih terhadap total pedapatan, cadangan

piutang terhadap total investasi, pendapatan halal terhadap total pendapatan, laba

bersih terhadap total aset, zakat terhadap pendapatan bersih, dan investasi

terhadap total investasi. Namun, penelitiannya hanya menganalisis rasio dimensi

pertama dan dimensi ke tiga, sedangkan dimensi yang ke dua tidak dianalisis

karena data tidak tersedia di bank sampel tersebut. Sehingga rasio-rasio yang

digunakan dalam penelitian Mohammed, dkk (2008) adalah sebagai berikut:


32

Hibab pendidikan R1/1


1.
Total Pendapatan
R2/1
Beban penelitian
2.
Total Beban
R3/1
Beban pelatihan
3.
Total Beban
R4/1
Beban publisitas
4.
Total Beban
R1/2
Lababersih
5.
Total Aset
R2/3
Zakat
6.
Lababersih

Investasi sektor riil R3/3


7.
Total investasi

Data yang digunakan sebagai sumber penghitungan rasio-rasio tersebut

adalah dari laporan keuangan tahunan periode 2000-2005. Metode analisis data

menggunakan SAW (The Simple Additive Weighting).

Maqashid Index dihitung dari penjumlahan performance indicator (1, 2

dan 3). Hasil penelitian Mustafa Omar Mohammed, Dzuljastri Abdul Razaq dan

Fauziah Md Taib pada tahun 2008 ditunjukkan pada tabel berikut:

Tabel 3.5 Rasio Kinerja Kategori 1 dan Kategori 3

Bank Kategori 1 Kategori 3


R1/1 R2/1 R3/1 R4/1 R1/3 R2/3 R3/3
SIB 0,1021 0,0033 0,0053 0,0053 0,0139 0,0631 0,1447
IIAB 0,0148 0,0197 0,0029 0,0207 0,0084 n.a 0,8225
BIB 0,0112 n.a 0,0013 0,0293 0,0158 0,0419 0,8603
BSM n.a 0,0005 0,0234 0,0916 0,0136 0,0039 0,9137
IBB 0,0053 0,0090 0,0053 0,0075 0,0078 0,0069 0.8768
BMMB n.a n.a 0,0707 0,0227 0,0023 0,0400 0,6928
Sumber: Mohammed, Dzuljastri dan Taib
33

Tabel di atas menunjukkan Sudanese Islamic Bank (SIB) memiliki

performance yang lebih baik di elemen hibah pendidikan yaitu sebesar sepuluh

persen dari pendapatan bersihnya dialokasikan untuk kepentingan pendidikan.

IIAB dan BIB mengalokasikan hanya sedikit yaitu sebesar ± satu persen dari

pendapatan bersih. Tidak ada data tersedia terkait rasio hibah pendidikan di BSM

dan BMMB. Begitu juga untuk rasio lain; beban penelitian tertinggi dialokasikan

oleh IIAB yaitu sebesar 1,9%, sedangkan bank umum syariah yang terendah

dalam pengalokasian dana penelitian adalah BSM, kemudian untuk rasio beban

pelatihan nilai tertinggi dipimpin BMMB yaitu sebesar 7% sedangkan

pengalokasian terkecil untuk rasio beban pelatihan adalah oleh BIB yaitu hanya

sebesar 0,13% total beban yang dikeluarkan. Rasio ke empat dari dimensi yang

pertama yaitu publisitas dipimpin oleh BSM yaitu sebesar ±9% dana dialokasikan

untuk mempublikasikan perusahaan kepada masyarakat Indonesia pada

khususnya.

Rasio kinerja dimensi ke tiga dari maqashid syariah yaitu pencapaian

kesejahteraan diproyeksikan oleh rasio laba bersih terhadap total aset. Rasio ini

mengukur profitabilitas bank. Berdasarkan tabel di atas, Bahrain Islamic Bank

(BIB) telah terbukti relatif profitable dibandingkan dengan bank umum syariah

yang lain yaitu sebesar ±1,5% dan diikuti oleh IIAB dan BSM. Rasio zakat

terhadap pendapatan bersih dipimpin oleh SIB (Sudanese Islamic Bank) yaitu

sebesar 6% dari total pendapatan. Disusul oleh BIB dan BMMB yaitu masing-

masing sebesar 4%, sedangkan IBB dan BSM berkisar di 0,3%, hal tersebut
34

sebanding dengan pendapatan mereka. BSM mulai membayar zakat pada tahun

2004. IIAB tidak membayar zakat.

Rasio investasi terhadap total investasi mengukur jangkauan seberapa

besar kontribusi bank syariah terhadap investasi di dalam sektor riil. Oleh karena

itu, BSM mengalokasikan lebih dari 90% untuk tujuan investasi. Ketiga bank

syariah (IIAB, BIB, IBB) mengalokasikan 80% untuk tujuan investasi, sedangkan

BMMB mengalokasikan dananya sebesar 70% untuk investasi. Rasio investasi

yang terkecil adalah dimiliki oleh SIB yaitu sebesar 14%.

Rasio-rasio tersebut kemudian dikalikan dengan bobot maqashid syariah

yang sudah disepakati oleh para ahli ekonomi islam dunia yang menghasilkan

performance indicator pada penelitian Mohammed, dkk sebagai berikut:

Tabel 3.6 Indikator Kinerja Kategori 1 dan Kategori 3

Bank Kategori 1 Kategori 3


P1/1 P2/1 P3/1 P4/1 P1/3 P2/3 P3/3

SIB 0,0074 0,0003 0,0004 0,0004 0,0013 0,0055 0,0155


IIAB 0,0011 0,0016 0,0002 0,0014 0,0008 0 0,8826
BIB 0,0008 0 0,0001 0,0020 0,0015 0,0036 0,0923
BSM n.a 0,0005 0,0234 0,0196 0,0013 0,0003 0,0980
IBB 0,0053 0,0090 0,0053 0,0075 0,0007 0,0006 0,0941
BMMB n.a n.a 0,0707 0,0227 0,0002 0,0035 0,0743
Sumber: Mohammed, Dzuljastri dan Taib

Tabel di atas menjelaskan SIB memiliki kinerja yang bagus jika dilihat

pada indikator pertama P1/1, dan IIAB, BMMB, BSM memimpin indikator P2/1,

P3/1, dan P4/1. Kemudian, untuk indikator kinerja yang ketiga yaitu dimensi

maslahat yaitu dipimpin oleh BIB, diikuti SIB, BSM, IIAB, IBB dan yang

terakhir BMMB. Indikator kinerja yang sudah dihitung kemudian dijumlah untuk

mengetahui peringkat masing-masing bank seperti yang terlihat dalam tabel

dibawah ini:
35

Tabel 3.7 Peringkat Bank Berdasarkan Maqashid Index

No Nama Bank PI (O1) PI (O3) MI Peringkat


.
1 SIB (Sudan) 0,0085 0,0023 0,0308 6
2 IIAB (Jordan) 0,0043 0,8834 0,8877 1
3 BIB (Bahrain) 0,0029 0,0974 0,1003 3
4 BSM (Indonesia) 0,0085 0,0996 0,1081 2
5 IBB (Bangladesh) 0,002 0,0954 0,0974 4
6 BMM (Malaysia) 0,0071 0,078 0,0851 5
Sumber: Mohammed, Dzuljastri dan Taib

Dari hasil penelitiannya diketahui bahwa Islamic International Arab Bank,

Jordan memiliki kinerja yang baik, diukur dari sisi maqashid syariah dengan poin

0,0308, artinya bank tersebut menerapkan prinsip syariah dengan baik dan

konsisten, pada urutan kedua yaitu Bank Syariah Mandiri Indonesia dengan poin

0,1081 setelah IIAB dan sebelum Bahrain Islamic Bank (BIB), artinya Bank

Syariah Mandiri sudah cukup baik dalam pelaksanaan prinsip syariah akan tetapi

karena beberapa faktor yang belum memadai sehingga indikator kinjer BSM

menjadi rendah daripada bank syariah sampek lainnya. Pada dimensi atau kategori

maqashid syariah yang pertama BSM masih rendah karena hibah pendidikan,

beban penelitian, beban pelatihan yang masih kecil, walaupun beban publisitas

yang sangat tinggi hal tersebut berkaitan dengan kepentingan Bank Syariah

Mandiri dalam mempromosikan produk-produknya kepada masyarakat.

Penelitian-penelitian terdahulu mengindikasikan adanya beberapa

perbedaan, misalnya rasio yang digunakan dalam masing-masing penelitian. Salah

satunya adalah penggunaan rasio pembiayaan mudharabah musyarakah terhadap

total pembiayaan dalam penelitian Syafi’i Antonio (2013) sedangkan pada


36

penelitian Mohammed (2008) tidak menggunakan rasio tersebut, sehingga penulis

merujuk pada penelitian yang paling mutakhir yaitu yang dilakukan oleh Syafi’i

Antonio.

Penelitian terdahulu tentang pengukuran kinerja bank umum syariah

dengan pendekatan CAMEL telah banyak dilakukan. Berikut adalah ringkasan

penelitian terdahulu yang mengukur kinerja bank menggunakan model

CAMELS:

Tabel 3.8 Penelitian Terdahulu Analisis Kinerja Bank dengan CAMEL

Metode Variabel Hasil


No. Peneliti Judul Penelitian
Penelitian Penelitian Penelitian
1 Yunanto A Analisis Kinerja Deskriptif KPMM KPMM 14%
Kusumo Keuangan Bank Kuantitatif KAP (baik)
Syariah Mandiri NOM KAP 0,95%
Periode 2002-2007 STM (baik)
(dengan Pendekatan MR NOM 12&
PBI No. 9/1/2007) (baik)
STM 30%
(baik)
MR 1% (buruk)
2 Luciana Analisis Rasio Regresi CAR CAR
Spica CAMEL Terhadap Logistik APB, NPL berpengaruh
Almilia, dan Prediksi Kondisi PPAPAP signifikan
Winny H. Bermasalah Pada ROA APB, NPL,
Lembaga NIM BOPO PPAPAP, ROA,
Perbankan Periode NIM tidak
2000-2002 berpengaruh
signifikan
BOPO
berpengaruh
positif
3 Widiya The Analysis of Descriptive CAR RORA .CAR, RORA,
Ratnaputri Islamic Bank Explanatory FDR FDR telah
Financial NPM memenuhi
Performance by ROA standar BI.
Using CAMEL, Syariah NPM dan ROA
Syariah Conformity Conformity belum
and Profitability dan memenuhi
(SCnP) profitabilitas standar BI
. BSM memiliki
kuadran kanan
atas artinya
direkomendasi
baik.
Sumber: Berbagai sumber yang diolah
37

3.6 Kerangka Berfikir

Fenomena yang ada mendasari penulis untuk melakukan penelitian tentang

pengukuran kinerja bank umum syariah. Penelitian ini dilakukan dengan

menganalisis laporan keuangan tahunan bank sampel menggunakan dua metode

yaitu Maqashid Index dan CAMELS yang bertujuan untuk menganalisis kinerja

keuangan bank umum syariah dari periode 2011-2013. Diharapkan penilaian

terhadap kinerja bank syariah, pada akhirnya dapat membentuk suatu persepsi

kepada para investor/calon investor, nasabah/calon nasabah untuk menjadi

referensi, sehingga dapat dihasilkan suatu kerangka pemikiran yang dapat dilihat

pada gambar berikut:

Perbankan Nasional

Bank Konvensional Bank Syariah

Bank Umum Syariah

Kinerja Keuangan

Maqashid CAMELS
Syariah
-CAR
-Educating for -NPF
individu -ROA
-Justice -STM
-welfare -Market Risk
38

Gambar 3.2 Kerangka Berfikir

4. Metode Penelitian

4.1 Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini merupakan sebuah penelitian statistik deskriptif, yaitu

statistik yang berfungsi untuk mendiskripsikan atau memberi gambaran terhadap

obyek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya, tanpa

melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum

(Sugiyono dalam Widiya, 2013).

Jenis data yang akan digunakan adalah data sekunder, yaitu jenis data yang

bukan dari sumber pertama sebagai sarana untuk memperoleh data atau informasi

untuk menjawab masalah yang diteliti (Jonathan Sarwono, 17:2006). Data yang

digunakan dalam penelitian ini berupa laporan keuangan tahunan, yang dimulai

pada tahun 2011, 2012, dan 2013. Laporan keuangan tahunan tersebut didapat

melalui website resmi bank umum syariah yang bersangkutan, dan telah

mempublikasikan laporan keuangan tahunan secara teratur selama tiga periode

tersebut khususnya.

4.2 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

Populasi didefinisikan sebagai seperangkat unit analisis yang lengkap

yang sedang diteliti (Jonathan Sarwono, 111: 2006). Penelitian ini dengan

menggunakan populasi sebanyak sebelas bank umum syariah yang ada di

Indonesia, yang terdaftar di Bank Indonesia. Tabel berikut menunjukkan daftar

nama bank umum syariah yang dijadikan populasi penelitian:


39

Tabel 4.1 Daftar Nama Bank Umum Syariah Populasi Penelitian

No. Nama Bank


1 Bank Syariah Mandiri
2 Bank Muamalat Indonesia
3 Bank Syariah BNI
4 Bank Syariah BRI
5 Bank Syariah Mega Indonesia
6 Bank Panin Syariah
7 Bank Syariah Bukopin
8 BCA Syariah
9 Bank Jabar Banten Syariah
10 Bank Victoria Syariah
11 Bank Maybank Syariah Indonesia
Sumber: Bank Indonesia, 2014

Sampel adalah sub dari perangkat elemen yang dipilih untuk dipelajari

(Jonathan Sarwono, 111:2006). Pengambilan sampel menggunakan metode

purposive sampling yaitu dengan menggunakan pertimbangan-pertimbangan

tertentu dalam pengambilan sampelnya (Suharsini Arikunto, 121: 1989).

Pertimbangan sampel yang akan digunakan yaitu:

1. Bank Umum Syariah yang terdaftar di Bank Indonesia

2. Bank Umum Syariah yang telah mempublikasikan laporan keuangan tahunan

lengkap beserta catatan atas laporan keuangan secara teratur selama periode

tahun 2011, 2012 dan 2013 pada website resminya, sehingga hanya terdapat

delapan bank sampel tersisa. Bank Jabar Banten Syariah, Bank Victoria Syariah,

dan Bank Maybank Syariah Indonesia tidak dapat dijadikan sampel karena tidak

mengeluarkan laporan keuangan tahunan secara lengkap, maka delapan bank

populasi bisa dijadikan bank sampel untuk penelitian ini. Tabel dibawah ini

menunjukkan sampel bank umum syariah yang dijadikan sampel penelitian:


40

Tabel 4.2 Daftar Nama Bank Umum Syariah Sampel Penelitian

No. Nama Bank Umum Syariah


1 Bank Muamalat Indonesia
2 Bank Syariah Mandiri
3 Bank Mega Syariah
4 Bank Panin Syariah
5 BCA Syariah
6 BRI Syariah
7 BNI Syariah
8 Bank Bukopin Syariah
Sumber: berbagai data yang diolah

4.3 Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan merupakan variabel indikator penilaian kinerja yaitu

menggunakan model Maqashid Index dan CAMELS. Elemen-elemen yang

digunakan dalam pengukuran Maqashid Index (MSI) adalah sebagaimana dalam

konsep Sekaran yang dikutip dari Syafi’i Antonio (2013) ditunjukkan dalam tabel

berikut ini:

Tabel 4.3 Elemen Pengukuran Maqashid Index

Sumber
Konsep Dimensi Elemen Rasio Kinerja
Data
R1. Hibah Laporan
D1. Pengembangan E1. Hibah
pendidikan/total Keuangan
ilmu pengetahuan Pendidikan
beban Tahunan

D2. Penerapana R2. Beban Laporan


keterampilan baru dan E2. Penelitian penelitian/total Keuangan
Pendidikan
pengembangannya beban Tahunan
kepada
individu R3. Beban
E3. Pelatihan pelatihan/total
D3. Menciptakan Laporan
beban
kesadaran akan bank Keuangan
R4. Beban
syariah Tahunan
E4. Promosi promosi/total
beban

D4. Penghasilan yang E5. Penghasilan R5. PER/laba


halal yang halal bersih Laporan
Pembentukan
Keuangan
keadilan
Tahunan
D5. Produk dan servis E6. Fungsi R6.
yang murah distribusi Mudharabah
41

Musyarakah/tot
al investasi
R7. Pendapatan
D6. Penghapusan Laporan
E7. Produk bebas
elemen negatif yang Keuangan
bebas bunga bunga/total
tidak adil Tahunan
pendapatan

D7. Keuntungan
Laporan
E8. Rasio R8. Laba
D8. Pendistribusian Keuangan
keuntungan bersih/total aset
kembali pendapatan Tahunan
Pencapaian dan kekayaan
kesejahteraan E9. Pengalihan Laporan
R9. Zakat/laba
Pendapatan Keuangan
bersih
D9. Investasi dalam personal Tahunan
sektor riil Investasi sektor Laporan
E10. Investasi di
riil/total Keuangan
sektor riil
investasi Tahunan

Model Maqashid Index telah dikembangkan oleh para ahli ekonomi islam

di Timur Tengah dan Malaysia. Pengukuran kinerja bank syariah menggunakan

model maqashid index tiap-tiap elemennya diukur berdasarkan bobot tertentu

yang ditunjukkan dalam tabel dibawah ini:

Tabel 4.4 Pembobotan Variabel Maqashid Index Menurut Para Ahli

Bobot Rata-rata Bobot Rata-rata


Dimensi/Kategori Elemen/variabel
(dari 100%) (dari 100%)
O1. Pendidikan 30% E1. Hibah pendidikan 24%
E2. Penelitian 27%
E3. Pelatihan 26%
E4. Promosi 23%
Total 100%

O2. Keadilan 41% E5. Penghasilan yang halal 30%


E6. Fungsi distribusi 32%
E7. Produk bebas bunga 38%
Total 100%
O3. Kesejahteraan 29% E8. Rasio keuntungan 33%
E9. Pengalihan pendapatan 30%
personal
E10. Investasi di sektor riil 37%
Total 100%
Total 100% Total 100%
Sumber: Mohammed, Dzuljastri, dan Taib (2008)
42

4.4 Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam pengambilan data pada penelitian ini

adalah metode dokumentasi. Metode dokumentasi adalah sarana pembantu

peneliti dalam mengumpulkan data atau informasi dengan cara membaca

tulisan/laporan/kebijakan tertentu. Metode pengumpulan data ini sangat

bermanfaat karena dapat dilakukan tanpa mengganggu obyek atau suasana

penelitian (Jonathan Sarwono, 225: 2006). Data yang digunakan adalah data

sekunder yang didapat dari laporan keuangan tahunan periode 2011, 2012, dan

2013 yang bersumber dari website resmi masing-masing bank umum syariah.

Website resmi masing-masing bank umum syariah adalah sebagai berikut:

1. Bank Syariah Mandiri (http://www.syariahmandiri.co.id)

2. Bank Muamalat Indonesia (http://www.bankmuamalat.co.id)

3. Bank Mega Syariah (http://www.megasyariah.co.id)

4. Bank Bukopin Syariah (http://www.syariahbukopin.co.id)

5. Bank Syariah BNI (http://www.bnisyariah.co.id)

6. Bank Syariah BRI (http://www.brisyariah.co.id)

7. BCA Syariah (http://www.bcasyariah.co.id)

8. Bank Panin Syariah (http://www.paninbanksyariah.co.id)

4.5 Metode Analisis Data

Penelitian ini adalah penilitian kuantitatif. Metode yang digunakan dalam

menganalisis data maqashid index adalah dengan model SAW (The Simple

Additive Weighting). Metode SAW adalah metode yang meminta pembuatan


43

keputusan untuk menentukan bobot dari masing-masing elemen (Basyaib dalam

Syafi’i 2013). Penghitungan bobot masing-masing elemen dalam penelitian ini

menggunakan bantuan Office Ms. Excel 2007.

Langkah dalam menganalisis data laporan tahunan dengan menggunakan

metode SAW adalah sebagai berikut:

A. Menentukan Rasio Kinerja dengan ketentuan sebagai berikut:

Hibah pendidikan
1.
total beban

Beban penelitian
2.
total beban

Beban pelatihan
3.
total beban

Beban promosi
4.
total beban

Pembiayaan Mudharabah /Musyarakah


5.
Total Investasi

Laba Bersih
6.
Total Aset

Zakat
7.
Laba Bersih

Investasi sektor riil


8.
Total Investasi

B. Merangking sampel berdasarkan indikator kinerja

B.1 Tujuan Maqashid syariah yang pertama (Pendidikan)

PI (O1) = W1/1 x E1/1 x R1/1 + W1/1 x E2/1 x R2/1 + W1/1 x E3/1 x R3/1 + .... dst

Keterangan:

W1/1 adalah bobot dari dimensi 1 (O1)


44

E1/1 adalah bobot dari elemen/variabel pertama dari O1

E2/1 adalah bobot dari elemen/variabel kedua dari O1

E3/1 adalah bobot dari elemen/variabel ketiga dari O1

E4/1 adalah bobot dari elemen/variabel keempat dari O1

R1/1 menunjukkan rasio kinerja elemen pertama dari korensponden (O1)

R2/1 menunjukkan rasio kinerja elemen kedua dari korensponden (O1)

R3/1 menunjukkan rasio kinerja elemen ketiga dari korensponden (O1)

R4/1 menunjukkan rasio kinerja elemen keempat dari korensponden (O1)

B.2 Tujuan maqashid syariah yang kedua yaitu prinsip keadilan (justice)
PI (O2) = W2/2 x E2/2 x R2/2 .............. dst

Keterangan:

O2 menunjukkan tujuan maqashid syariah yang kedua yaitu keadilan

W2/2 adalah bobot dari tujuan maqashid syariah yang kedua (O2)

E2/2 adalah bobot dari elemen/varibel kedua dari O2

R2/2 menunjukkan rasio kinerja dari koresponden

B.3 Tujuan maqashid syariah yang ketiga yaitu maslahat (welfare)


PI (O3) = W3/3 x E1/3 x E1/3 + W3/3 x E2/3 x R/2/3 + W3/3 x E3/3 x R3/3..dst

Keterangan:

O3 menunjukkan tujuan maqashid syariah yang ketiga yaitu kesejahteraan

W3/3 adalah bobot dari tujuan maqashid syariah yang ketiga (lihat tabel)

E3/1 adalah bobot dari elemen/variabel yang pertama

E3/2 adalah bobot dari elemen/variabel yang kedua


45

E3/3 adalah bobot dari elemen/variabel yang ketiga

R1/3 menunjukkan rasio kinerja koresponden dari elemen yang pertama

R2/3 menunjukkan rasio kinerja koresponden dari elemen yang kedua

R3/3 menunjukkan rasio kinerja koresponden dari elemen yang kedua

C. Menentukan peringkat bank syariah dengan menjumlahkan masing-

masing performace indicator dengan rumus sebagai berikut:

MI = PI (O1) + P1 (O2) + PI (O3)

Variabel indikator yang akan digunakan dalam model CAMELS

ditunjukkan dalam definisi operasional sebagaimana standar yang di tetapkan

Bank Indonesia yaitu sebagai berikut:

Tabel 4.5 Definis Operasional Variabel Pengukuran Metode CAMELS

Variabel Definisi Operasional Pengukuran Skala Pengukuran


Capital Kecukupan pemenuhan CAR =  Peringkat 1 CAR >=
Kewajiban Penyediaan Modal−Penyertaan 12%
Modal ATMR  Peringkat 2
Minimum (KPMM) 9%=<CAR <12%
atau  Peringkat 3
Capital Adequacy 8%=<CAR<9%
Ratio  Peringkat 4
(CAR), untuk 6%<CAR<8%
mengukur  Peringkat 5
kecukupan modal bank CAR =<6%
dalam
menyerap kerugian dan
pemenuhan ketentuan
KPMM
yang berlaku. Rasio
CAR
digunakan untuk
mengetahui
seberapa besar modal
yang
dimiliki bank. Semakin
besar
nilai CAR semakin
baik
tingkat kesehatan bank.
Quality Asset adalah kualitas NPF=  Peringkat 1 NPF<2%
46

Asset aktiva Pembiayaan  Peringkat 2


produktif (KAP), Total Pembiayaan 2%=<NPF<5%
penanaman  Peringkat 3
dana bank baik dalam 5%=<NPF<8%
rupiah  Peringkat 4
maupun valuta asing 8%=<NPF<12%
dalam  Peringkat 5
bentuk pembiayaan. NPF>=12%
Pembiayaan dinilai
berdasarkan rasio Non
Performing Financing
(NPF),
untuk mengukur
tingkat
permasalahan
pembiayaan
yang dihadapi bank.
Semakin
tinggi nilai NPF
semakin
buruk tingkat kualitas
asetnya
Earning Rentabilitas merupakan ROA=  Peringkat 1
alat Laba Sebelum Pajak ROA > 1,5%
untuk mengukur Rata-rata Total Aktiva  Peringkat 2
tingkat 1,25%<ROA=<1,5%
efisiensi usaha dan  Peringkat 3
kemampuan bank 0,5%<ROA=<1,25%
dalam  Peringkat 4
menghasilkan laba atas 0%<ROA=<0,5%
asetaset  Peringkat 5
yang ditanamkan dalam ROA=<0%
bank tersebut. Rasio
rentabilitas yang
digunakan
adalah ROA, yang
menunjukkan
kemampuan
bank untuk
memperoleh laba
atas sejumlah aset yang
dimiliki. Semakin besar
ROA
semakin besar tingkat
keuntungan yang
dicapai
Liquidity Suatu bank dinyatakan STM=  Peringkat 1
likuid Current Asset STM>25%
apabila bank tersebut Current Liabilities  Peringkat 2
dapat 20%<STM=<25%
memenuhi kewajiban  Peringkat 3
hutang. 15%<STM=<20%
Rasio yang digunakan  Peringkat 4
untuk 10%<STM=<15%
menghitung likuiditas  Peringkat 5
47

adalah STM=<10%
STM (Short Term
Mismatch),
untuk mengukur
kemampuan
bank dalam memenuhi
kebutuhan likuiditas
jangka
pendek. Semakin tinggi
STM
memberikan indikasi
semakin
rendah kemampuan
likuiditas bank
tersebut.
Sensitivity Penilaian sensitivitas MR=  Peringkat 1
of Market atas Ekses Modal MR>12%
risiko pasar yang 
Potensial Loss nilai tukar Peringkat 2
dilakukan 10%=<MR<12%
dengan menilai  Peringkat 3
besarnya 8%=<MR<10%
kelebihan modal yang  Peringkat 4
digunakan untuk 6%<MR<8%
menutup  Peringkat 5
risiko bank MR<6%
dibandingakn
dengan besarnya risiko
kerugian yang timbul
dari
pengaruh perubahan
nilai
tukar. Dalam menilai
sensitivitas terhadap
risiko
pasar menggunakan
rasio MR
(market risk) untuk
mengukur
kemampuan modal
bank
dalam mengcover
risiko yang
muncul dari perubahan
nilai
tukar. Semakin tinggi
nilai
MR semakin baik bank
dalam
menghadapi resiko
pasar.
Sumber: Bank Indonesia, 2012
48

Analisis kinerja bank umum syariah dengan pendekatan CAMELS

menggunakan bantuan Office Ms. Excel 2007 yaitu dengan cara menghitung

rasio-rasio keuangan capital (CAR), asset quality (NPF), earning (ROA),

liquidity (Current Ratio), sensitivity of market (MR).

Anda mungkin juga menyukai