PENDAHULUAN
1. Prosedur medikolegal
Lingkup medikolegal :
a. Pengadaan visum et repertum : Pasal 133 KUHAP, 179 KUHAP, 186, 187
b. Pemeriksaan kedokteran terhadap tersangka : Pasal 37 ayat 2 KUHAP, pasal 120
KUHAP, pasal 180, pasal 65
c. Pemberian keterangan ahli pada masa sebelum dan di dalam persidangan : pasal
1 butir 28 KUHAP, pasal 179 ayat 1 KUHAP, pasal 133
d. rahasia kedokteran (Medical confidentiality) : PP No. 10 tahun 1966, dengan
sanksi hukum tertulis pada pasal 322 KUHP
e. Penerbitan Surat Keterangan Kematian dan Surat Keterangan Medik
Prosedur atau alur :
a. Pelaporan pihak korban ke pihak berwajib
b. Penerimaan korban yang dikirim oleh penyidik : yang diutamakan dalam
penanganan ini adalah kesehatan terlebih dahulu, bila kondisi memungkinkan
baru dilakukan pem. Medikolegal. Pencacatan luka utk rekam medis harus
lengkpa dan foto forensic
c. Diterimanya surat permintaan visum
d. Pemeriksaan medikolegal
Hal utama yang harus diperhatikan adalah memperoleh informed consent
dari pasien atau keluarga pasien. Informasi tentang pemeriksaan juga sangat
penting untuk disampaikan sebelum pemeriksaan. Informasi yang diberikan
antara lain mencakup tujuan pemeriksaan dan kepentingannya untuk
pengungkapan kasus, prosedur atau teknik pemeriksaan yang akan dilakukan,
tindakan pengambilan sampel atau barang bukti, dokumentasi dalam bentuk
rekam medis dan foto, serta pembukaan sebagian rahasia kedokteran guna
pembuatan visum et repertum.
Apabila korban sudah cakap hukum, persetujuan untuk pemeriksaan harus
diperoleh dari korban langsung. Syarat-syarat cakap hukum adalah berusia 21
tahun atau lebih, atau kurang dari 21 tahun tapi sudah pernah menikah, tidak
sedang menjalani hukuman, serta berjiwa sehat dan berakal sehat. Apabila korban
tidak cakap hukum persetujuan harus diminta dari walinya yang sah.
e. Konfidensialitas dalam hasil pemeriksaan korban harus di jaga oleh dokter
pemeriksa. Hasil pemeriksaan dikomunikasikan hanya kepada yang berhak
mengetahui, seperti kepada korban dan/atau walinya (jika ada), serta penyidik
kepolisian yang berwenang. Hasil pemeriksaan yang dituangkan dalam visum et
repertum sesuai dengan keperluan, dengan tetap menjaga kerahasiaan data medis
yang tidak ada hubungan dengan kasus.
f. Pengetikan surat keterangan ahli atau visum et repertum
g. Penandatanganan surat keterangan ahli atau visum et repertum
h. Penyererahan benda bukti yang telah diperiksa
2. Tindakan dokter dalam dualisme biomedik
2.1. Pasien
a. Anamnesis
Pada korban kekerasan seksual, anamnesis harus dilakukan dengan bahasa
awam yang mudah dimengerti oleh korban. Gunakan bahasa dan istilah-istilah
yang sesuai tingkat pendidikan dan sosio-ekonomi korban, sekalipun mungkin
terdengar vulgar. Anamnesis dapat dibagi menjadi anamnesis umum dan khusus.
Hal-hal yang harus ditanyakan pada anamnesis umum mencakup, antara lain: -
Umur atau tanggal lahir, - Status pernikahan, - Riwayat paritas dan/atau abortus, -
Riwayat haid (menarche, hari pertama haid terakhir, siklus haid), - Riwayat koitus
(sudah pernah atau belum, riwayat koitus sebelum dan/atau setelah kejadian
kekerasan seksual, dengan siapa, penggunaan kondom atau alat kontrasepsi
lainnya), - Penggunaan obat-obatan (termasuk NAPZA), - Riwayat penyakit
(sekarang dan dahulu), serta - Keluhan atau gejala yang dirasakan pada saat
pemeriksaan
b. Pemeriksaan fisik
c. Pemeriksaan khusus
d. Tatalaksana
2.2. Korban
a. Aspek hukum
Kejahatan Terhadap Kesusilaan di Luar Perkawinan
Dalam kasus-kasus persetubuhan di luar perkawinan yang merupakan kejahatan,
dimana persetubuhan tersebut memang disetujui oleh si perempuan maka dalam hal
ini pasal-pasal dalam KUHP yang dimaksud adalah pasal 284 dan 287.
Pasal 284 KUHP
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan:
1. a. seorang pria yang telah kawin yang melakukan gendak (overspel),
padahal diketahui bahwa pasal 27 BW (Burgerlyk Wetboek) berlaku
baginya.
b. seorang wanita yang telah kawin yang melakukan gendak (overspel),
padahal diketahui bahwa pasal 27 BW (Burgerlyk Wetboek) berlaku
baginya.
2. a. seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal
diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah kawin.
b. seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan perbuatan
itu, padahal diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal
27 BW (Burgerlyk Wetboek) berlaku baginya.
(2) Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/isteri yang
tercemar,dan bila bagi mereka berlaku pasal 27 BW (Burgerlyk Wetboek), dalam
tenggang waktu tiga bulan diikuti dengan permintaan bercerai atau pisah meja dan
pisah ranjang karena alasan itu juga.
(3) Terhadap pengaduan ini tidak berlaku pasal 72, 73, dan 75.
(4) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang peradilan
belumdimulai.
(5) Jika bagi suami-isteri berlaku pasal 27 BW (Burgerlyk Wetboek), pengaduan tidak
diindahkan selama perkawinan belum diputuskan karena perceraian atau
sebelumputusan yang menyatakan pisah meja dan tempat tidur menjadi tetap.
Pasal 27 BW
Dalam waktu yang sama seorang laki hanya diperbolehkan mempunyai satu orang
perempuan sebagai isterinya, seorang perempuan hanya satu orang laki sebagai suaminya.
Pasal 287 KUHP
(1) Barangsiapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan,
padahaldiketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum lima belas
tahun, atau kalau umurnya tidak jelas bahwa belum waktunya untuk dikawin, diancam
dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
(2) Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan, kecuali jika umur wanita belum sampai dua
belas tahun atau jika ada salah satu hal berdasarkan pasal 291 dan pasal 294.
Tindak pidana ini merupakan persetubuhan dengan wanita yang menurut undang-undang
belum cukup umur. Jika umur korban belum cukup 15 tahun tetapi sudah di atas 12 tahun,
penuntutan baru dilakukan bila ada pengaduan dari yang bersangkutan. Jadi dengan keadaan itu
persetubuhan tersebut merupakan delik aduan, bila tidak ada pengaduan, tidak ada penuntutan.
Tetapi keadaan akan berbeda jika:
a. Umur korban belum sampai 12 tahun
b. Korban yang belum cukup 15 tahun itu menderita luka berat atau mati akibat perbuatan
itu (KUHP pasal 291); atau
c. Korban yang belum cukup 15 tahun itu adalah anaknya, anak tirinya, muridnya, anak
yang berada di bawah pengawasannya, bujangnya atau bawahannya (KUHP pasal 294).
Dalam keadaan di atas, penuntutan dapat dilakukan walaupun tidak ada pengaduan
karena bukan lagi merupakan delik aduan. Pada pemeriksaan akan diketahui umur korban. Jika
tidak ada akte kelahiran maka umur korban yang pasti tidak diketahui. Dokter perlu
memperkirakan umur korban baik dengan menyimpulkan apakah wajah dan bentuk tubuh korban
sesuai dengan umur yang dikatakannya, melihat perkembangan payudara dan pertumbuhan
rambut kemaluan, melalui pertumbuhan gigi (molar ke-2 dan molar ke-3), serta dengan
mengetahui apakah menstruasi telah terjadi.
Hal di atas perlu diperhatikan mengingat bunyi kalimat: padahal diketahuinya atau
sepatutnya harus diduganya bahwa wanita itu umurnya belum lima belas tahun atau kalau
umurnya tidak jelas bahwa belum waktunya untuk dikawin. Perempuan yang belum pernah
mengalami menstruasi dianggap belum patut untuk dikawin.
Pasal 291 KUHP
(1) Kalau salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 286, 287, 288 dan 290itu
berakibat luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
(2) Kalau salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 285, 286, 287, 289 dan 290 itu
berakibat matinya orang, diancam denganpidana penjara paling lama lima belas tahun.
b. Aspek WHO
c. Direct evidence
d. Medical evidence
3. Pemeriksaan penunjang pada kasus tersebut (kasus baru dan ila lebih dari 1 bulan)
Pada kasus kekerasan seksual, perlu dilakukan pemeriksaan penunjang sesuai
indikasi untuk mencari bukti-bukti yang terdapat pada tubuh korban. Sampel untuk
pemeriksaan penunjang dapat diperoleh dari, antara lain:
- Pakaian yang dipakai korban saat kejadian; diperiksa lapis demi lapis untuk mencari adanya trace
evidence yang mungkin berasal dari pelaku, seperti darah dan bercak mani, atau dari tempat
kejadian, misalnya bercak tanah atau daun-daun kering;
Sekresi kering pada pakaian tetap cukup stabil, sehingga air mani dapat terdeteksi
lebih dari 1 tahun.
- Rambut pubis; yaitu dengan menggunting rambut pubis yang menggumpal atau
mengambil rambut pubis yang terlepas pada penyisiran;
- Kerokan kuku; apabila korban melakukan perlawanan dengan mencakar pelaku maka
mungkin terdapat sel epitel atau darah pelaku di bawah kuku korban;
- Swab; dapat diambil dari bercak yang diduga bercak mani atau air liur dari kulit sekitar
vulva, vulva, vestibulum, vagina, forniks posterior, kulit bekas gigitan atau ciuman,
rongga mulut (pada seks oral), atau lipatan-lipatan anus (pada sodomi), atau untuk
pemeriksaan penyakit menular seksual; - darah; sebagai sampel pembanding untuk
identifi kasi dan untuk mencari tanda-tanda intoksikasi NAPZA; dan
- Urin; untuk mencari tanda kehamilan dan intoksikasi NAPZA.
Hal yang harus diperhatikan pada tahap ini adalah keutuhan rantai barang bukti
dari sampel yang diambil (chain of custody). Semua pengambilan, pengemasan, dan
pengiriman sampel harus disertai dengan pembuatan berita acara sesuai ketentuan yang
berlaku. Hal ini lebih penting apabila sampel akan dikirim ke laboratorium dan tidak
diperiksa oleh dokter sendiri.
- Cairan oral: merupakan bukti biologis kedua yang umumnya ditemukan dalam kasus
ASA, sering diamati dengan uji Phadebas, yang mendeteksi aktivitas α-amilase. Namun
demikian, harus diperhitungkan bahwa α-amilase dapat hadir dalam cairan tubuh selain
air liur. Bahan biologis ini mengangkut sel epitel dari mukosa bukal yang mengandung
DNA
Kesimpulan
Pelecehan seksual harus selalu dipertimbangkan pada anak perempuan dengan
keputihan atau pendarahan yang berulang atau persisten. Perubahan ini disebabkan oleh
enzim yang disebut PSA. Meskipun Morgentaler memperingatkan itu spekulatif,
beberapa orang berpikir bahwa alasannya adalah bahwa gel cenderung tidak terkena
gravitasi dan dapat lebih berhasil bertahan di saluran vagina. Oleh karena itu, dokter
biasanya harus menunggu sekitar 20 menit sebelum menganalisis air mani di bawah
mikroskop agar dalam keadaan cair sepenuhnya.
DAFTAR PUSTAKA
Garden AS, Topping J. Paediatric and Adolescent Gynaecology for the MRCOG and
Beyond 2001 London: RCOG Press.
Biological Evidence Management for DNA Analysis in Cases of Sexual Assault Teresa
Magalhães. 2015. ScientificWorldJournal. v2015; 2015: PMC4637504
ASPEK MEDIS PADA KASUS KEJAHATAN SEKSUAL Sie Ariawan Samatha JURNAL
KEDOKTERAN DIPONEGORO Volume 7, Nomor 2, Mei 2018.
Vistas™ is commissioned by and is property of the American Counseling Association, 5999
Stevenson Avenue, Alexandria, The Long-Term Effects of Childhood Sexual Abuse: Counseling
Implications Melissa Hall and Joshua Hall