Anda di halaman 1dari 10

Ekologi Industri Pengembangan Bioetanol Berbahan Dasar Limbah

Pangan sebagai Salah Satu Bentuk Kemandirian Energi di Indonesia

Agusta Samodra Putra*, Herlian Eriska Putra, Hari Rom Hariyadi, Djaenudin

Pusat Penelitian Kimia LIPI,Gedung 80 Komplek LIPI, Jl. Cisitu Sangkuriang


Bandung
*
email: chemguzta@gmail.com

ABSTRAK

Pembangunan di bidang energi diarahkan menuju peningkatan


kemampuan iptek dalam konservasi sumber energi, efisiensi pemanfaatan
energi, diversifikasi penggunaan energi, dan pengembangan energi baru
terbarukan. Pengembangan ekologi industri bioetanol yang berbahan dasar
limbah pangan merupakan suatu usaha untuk membuat konsep baru dalam
mempelajari dampak sistem industri bioetanol berbahan dasar limbah
pangan pada lingkungan. Strategi untuk mengimplementasikan konsep
ekologi industri ada empat elemen utama yaitu : mengoptimasi penggunaan
sumber daya yang ada hasil dari limbah industri pangan, membuat suatu
siklus material yang tertutup dan meminimalkan emisi, proses dematerialisasi
dan penghilangan ketergantungan pada sumber energi yang tidak
terbarukan. Ekologi industri pabrik bioetanol berbahan dasar limbah pangan
memberikan beberapa dampak positif, antara lain : pendirian industri
bioetanol berbahan dasar limbah pangan dapat meningkatkan perekonomian
daerah melalui pembukaan lapangan kerja baru sehingga dapat
meningkatkan pendapatan perkapita penduduk, secara sosial dengan
adanya pabrik bioetanol berbahan dasar limbah industri pangan yang
merupakan komoditas terbesar di Indonesia mata pencahariaan masyarakat
lebih variatif sehingga akan memajukan daerah setempat, dan dari aspek
lingkungan pemanfaatan limbah industri pangan untuk produksi bioetanol
akan sangat menguntungkan karena dapat meminimalkan limbah organik
yang terbuang ke lingkungan.

Kata kunci : ekologi industri, energi, bioetanol


I. PENDAHULUAN

Industrialisasi menempati posisi sentral dalam ekonomi masyarakat


modern dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi
proses pembangunan. Agar pembangunan itu sendiri dapat berkelanjutan,
maka harus diadakan perubahan mendasar pada kualitas pembangunan
tersebut. Secara umum, industri dan setiap kegiatan industrialisasi harus
dirangsang agar lebih efisien dalam penggunaan sumber daya,
menghasilkan pencemar dan limbah yang lebih sedikit, lebih berdasar pada
penggunaan sumber daya yang dapat pulih dan meminimalkan dampak
negatifnya terhadap kesehatan manusia dan lingkungan [1].

Pada dasarnya ekologi industri merupakan suatu pendekatan


manajemen lingkungan dimana suatu sistem tidak dilihat secara terpisah
dengan sistem sekelilingnya tetapi merupakan bagian utuh yang saling
mendukung dalam rangka mengoptimalkan siklus material ketika suatu
bahan baku diproses menjadi produk [2]. Ekologi industri dirancang agar
suatu sistem dapat berintegrasi antar industri menyerupai ekosistem yang
ada di alam, sehingga interaksi antar industri dalam sistem ekologi industri
berlangsung secara alam.

Konsep ekologi industri telah banyak dikembangkan di negara-negara


maju dan bahkan di negara-negara maju dan bahkan di negara-negara
berkembang seperti sistem ekologi industri Kalundborg di Denmark,
Brownville di Amerika Serikat, Guitang di Cina dan Naroda di India [3-4]. Di
negara maju, ekologi industri telah digunakan sebagai salah satu instrumen
untuk merancang pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan. Sementara itu di negara-negara berkembang,
masih terdapat kendala bahwa sumber daya alam yang melimpah masih
belum dapat dioptimalkan penggunaannya.

Ekologi industri juga merupakan suatu sistem yang digunakan untuk


mengelola aliran energi atau material sehingga diperoleh efisiensi yang tinggi
dan menghasilkan sedikit polusi [5]. Sebenarnya tidak ada satupun definisi
tunggal dari ekologi industri yang berlaku umum. Namun pada dasarnya,
kebanyakan pengertian yang diberikan mengandung atribut yang serupa,
walaupun dengan menggunakan penekanan yang berbeda.

Konsep dasar ekologi industri dalam hal ini dapat dijelaskan seperti
berikut : manufaktur menggunakan material murni, diekstrak menjadi produk
tertentu yang kemudian digunakan oleh industri lain atau langsung
dikonsumsi oleh konsumen. Produk sisa yang dihasilkan dari proses
produksi ini atau sisa konsumsi konsumen kemudian diproses ulang
sehingga nantinya dapat digunakan lagi untuk pertumbuhan material murni.
Semua tahapan yang dilalui ini terbentuk dalam suatu sistem yang disebut
dengan sistem tertutup, dimana semua sisa produksi dipulihkan kembali.
Memang di setiap proses tidak semuanya selalu efisien, akan ada fliksi-fliksi
dan hilangnya beberapa sumber daya selama proses daur hidup tersebut.
Namun demikian, sebenarnya tujuan utama ekologi industri tidak lain adalah
mengurangi penggunaan material murni, khususnya bahan baku dan sumber
daya alam yang tidak dapat diperbarui [6].

Konsep ekologi industri ini dapat diterapkan untuk mengembangkan


terciptanya sumber energi baru yang berasal dari limbah proses industri
sebelumnya. Dengan menerapkan konsep ekologi industri beberapa industri
dapat melakukan sistem pertukaran limbah yang dapat digunakan oleh
perusahaan lainnya dalam suatu kawasan. Limbah dari suatu kegiatan
industri bisa jadi merupakan limbah yang dapat dimanfaatkan untuk sumber
energi bagi industri yang lain.

Di Indonesia belum banyak dikembangkan sumber energi baru yang


berasal dari limbah atau buangan industri lain dalam suatu kerangka ekologi
industri. Energi baru adalah bentuk energi yang dihasilkan oleh teknologi
baru baik yang berasal dari energi terbarukan maupun energi tak terbarukan
antara lain hidrogen, coal bed methane, batubara yang dicairkan (liquefied
coal), gasifikasi batubara (gasified coal) dan nuklir; sedangkan energi
terbarukan adalah sumber energi yang dihasilkan dari sumberdaya energi
yang secara alamiah tidak akan habis dan dapat berkelanjutan jika dikelola
dengan baik, antara lain panas bumi, bahan bakar nabati (biofuel), arus
sungai, energi surya, energi angin, biomasa, dan energi laut.
Industri etanol/bioetanol mempunyai prospek yang sangat bagus di
Indonesia, karena kebutuhan etanol di Indonesia terus mengalami
peningkatan. Dalam perkembangannya industri etanol diarahkan untuk
diversifikasi penggunaan produk untuk bahan bakar biofuel, yang merupakan
salah satu bahan bakar yang dapat diperbaharui, karena bahan bakunya
dapat diperbaharui, misal : tetes tebu/molase, singkong, sorgum dll.

Bahan bakar hayati generasi kedua (bioetanol) merupakan alternatif


yang lebih sustainable karena dapat memanfaatkan residu yang juga dapat
mengurangi beban pencemaran lingkungan. Akan tetapi, salah satu
tantangan bagi bioetanol generasi kedua ini yaitu tingkat produktivitasnya
yang masih rendah.

Pada kajian kali ini membahas penerapan ekologi industri untuk


produksi bioetanol di Indonesia. Indonesia merupakan daerah yang sangat
potensial untuk pengembangan industri bioetanol. Indonesia masih
mempunyai lahan kosong yang masih luas dan bisa dimanfaatkan untuk
pertanian tebu. Tanaman tebu ini merupakan bahan utama pada industri
gula. Dengan jumlah produksi tanaman tebu yang meningkat setiap
tahunnya sehingga memungkinkan buangan limbah dalam molase
meningkat.

Tujuan utama ekologi industri dalam ruang lingkup industri bioetanol


tidak lain adalah untuk memajukan dan melaksanakan konsep pembangunan
berkelanjutan baik itu secara regional maupun lokal, dengan mencoba
menemukan kebutuhan generasi sekarang dengan generasi yang akan
datang. Secara rinci, terdapat tiga prinsip kunci untuk mendukung tujuan
tersebut, antara lain : (1) penggunaan sumber daya limbah industri gula
sebagai sumber daya yang berkelanjutan untuk industri bioetanol; (2)
meningkatkan kualitas hidup masyarakat di sekitar industri gula, (3)
memelihara kelangsungan hidup ekologi sistem alami.
II. PENERAPAN KAWASAN EKO INDUSTRIAL BIOETANOL
SEBAGAI SALAH SATU SUMBER DAYA KEMANDIRIAN ENERGI DI
INDONESIA

2.1 Konsep Dasar Penerapan

Konsep ekologi industri dapat berhubungan dan diimplikasikan dalam


sistem industri. Ada dua hal yang mendasari konsep ekologi industri, yaitu
metabolisme industri dan ekosistem industri [7]. Metabolisme industri
merupakan suatu cara bagaimana industri tersebut menangani aliran
material dan aliran energinya secara keseluruhan melalui suatu sistem
industri, kepada konsumen dan pada tempat pembuangan akhirnya.

Ada tiga konsep metabolisme alami yang dibawakan dalam konsep


ekologi industri. Pertama, metabolisme industri merupakan integrasi
menyeluruh dari sekumpulan proses fisik yang mengubah bahan baku dan
energi menjadi produk akhir dan limbah dalam keadaan steady state. Kedua,
metabolisme industri dapat diuji sebagai sebuah unit operasi secaara
individu dalam sebuah proses produksi secara industri, pada level pabrik
maupun global. Ketiga, ekologi industri dianggap sebagai suatu hal yang
dianalogikan antara metabolisme biologi dengan metabolisme industri adalah
konsep daur hidup.

Terdapat lima komponen utama dalam ekosistem industri yaitu


produsen bahan baku utama, sumber energi, prosesor material dan
manufaktur, sektor pengolahan limbah dan kemudian yang terakhir sektor
konsumen. Pada suatu sistem yang ideal, aliran material antara kelima
komponen tersebut sangat tinggi. Masing-masing sistem material
berkembang dengan sendirinya sehingga memaksimalkan efisiensi sistem
dengan memanfaatkan material dan energi.

Strategi untuk mengimplementasikan konsep ekologi industri ada


empat elemen utama yaitu : (1) mengoptimasi penggunaan sumber daya
yang ada; (2) membuat siklus material yang tertutup dan meminimalkan
emisi; (3) proses dematerialisasi; dan (4) pengurangan dan penghilangan
ketergantungan pada sumber energi yang tidak terbarukan [8].
2.2 Prospek Penerapan Ekologi Industri di Indonesia

Persoalan utama negara berkembang seperti Indonesia adalah


sumber daya alam yang melimpah namun masih belum dioptimalkan
penggunaannya. Kawasan industri masih berupa suatu kawasan yang belum
terpadu secara sistematis dan hanya berupa kumpulan industri yang berdiri
sendiri.

Konsep ekologi industri di Indonesia masih dapat terus dikembangkan


sehingga pada akhirnya diperoleh suatu pembangunan industri yang
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Indonesia adalah negara agraris
sehingga penataan kawasan ekologi industri dapat dimulai dari pendirian
kawasan industri terpadu di dekat kawasan pertanian masyarakat atau lebih
dikenal dengan kawasan agroindustri.

Beberapa contoh industri yang dapat diintegrasikan di Indonesia,


antara lain perkebunan tebu, industri gula, industri bioetanol, industri pulp
dan kertas, industri pupuk, industri semen, serta industri logam alkali.
Interaksi antar industri tersebut dapat digambarkan pada skema 2.1.

Skema 2.1. Ekologi Industri di Perkebunan Tebu


2.3 Penerapan Ekologi Industri pada Industri Bioetanol

Adanya industri gula dapat memacu bertambahnya limbah industri


yang menimbulkan permasalahan lingkungan. Adanya sejumlah limbah yang
dihasilkan dari proses produksi, mengharuskan suatu industri menambah
investasi untuk memasang unit tambahan untuk mengolah limbah hasil
proses sebelum dibuang ke lingkungan. Pengendalian pencemaran
lingkungan dengan cara pengolahan limbah menjadi mahal dan tidak
menyelesaikan permasalahan ketika jumlah industri semakin banyak, daya
dukung alam semakin terbatas, dan sumber daya alam semakin menipis.
Oleh karena itu, perlu adanya sistem baru yang dapat meningkatkan produk
suatu industri, penghematan bahan baku sekaligus meminimalkan
pencemaran lingkungan, sistem tersebut kita kenal dengan ekologi industri.
Pada ekologi industri ini tidak hanya membahas tentang masalah polusi dan
lingkungan tetapi juga mempertimbangkan kesinambungan industri serta
aspek ekonomi tetap diutamakan. Dengan ekologi industri akan tercipta
suatu sistem yang terpadu di antara industri-industri yang ada didalamnya
dan saling bersimbiosis secara mutualisme [9].

Apabila yang menjadi fokus adalah industri gula dan bioetanol maka
skema ekologi industrinya dapat digambarkan pada skema 2.2.
Skema 2.2. Ekologi Industri Pabrik Bioetanol

Optimasi penggunaan material dan energi dalam kegiatan industri


dimulai dengan menganalisa proses industri gula untuk menghilangkan
limbah yang terbuang. Pada industri gula masing-masing proses unit
pengolahan dibuat seefektif mungkin. Kemudian dibuat simbiosis antara
industri gula dengan industri yang lain sehingga bisa meminimalkan
penggunaan energi dan produk samping. Bagi industri yang lainnya,
keuntungan yang bisa diambil dengan adanya industri gula adalah bisa
memperoleh bahan baku industri yang mempunyai harga sangat minimal
untuk memperoleh produk dengan harga jual tinggi sehingga bisa
menguntungkan dari segi ekonomi. Harga bahan baku tersebut murah
dikarenakan menggunakan limbah dari industri gula. Bioetanol yang
dihasilkan dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif sehingga dapat
mengurangi penggunaan bensin. Sehingga secara tidak langsung dapat
mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.

Pada sektor ekonomi keberadaan industri pengolahan gula di


Indonesia dapat membantu pemerintah dalam peningkatan kesejahteraan
masyarakat Indonesia. Dengan adanya pabrik gula akan membuka lapangan
kerja baru. Dengan demikian adanya pabrik gula juga bisa membantu
pemecahan salah satu masalah negara yaitu pengangguran.
Pada sektor lingkungan, dengan adanya konsep ekologi industri
diharapkan berdirinya suatu industri tidak akan menimbulkan kerusakan
terhadap lingkungan. Limbah-limbah hasil industri pada tiap-tiap stasiun
pengolahan di industri pabrik gula bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku
industri lain, sehingga akan menimbulkan keseimbangan lingkungan.

III. KESIMPULAN

Konsep ekologi industri dapat diterapkan pada pengembangan


bioetanol berbahan dasar limbah industri pangan, seperti limbah industri
gula berbahan dasar tebu. Pada contoh bentuk ekologi industri pada
perkebunan tebu dan industri etanol dapat terlihat aliran material antar
industri yang bersangkutan berada pada siklus tertutup sehingga lebih
efisien.

VI. DAFTAR PUSTAKA

[1] Allenby, B. R., 2001, Sustainable Development, National Academic


Press, Washington D. C., USA.

[2] Garner, H., and Koeleland, G. A., Industrial Ecology: An Introduction,


1995, National Pollution Prevention Centre for Higher Education, University
of Michigan, USA.

[3] Richards, D. J., and Frosch, R. A., 1997, The Industrial Green Game :
Overview and Perspective, National Academic Press, Washington, D. C.,
USA.

[4] Nonamem, and Singh, K., 2001, Naroda Eco-Industrial Parks, J.


Industrial Tech., 3(6) : 21-29.

[5] Manahan, S. E., 1999, Industrial Ecology: Environmental Chemistry


and Hazardous Waste, Lewis Publishers, New York, USA.

[6] Tibbs, R., 1993, Industrial Ecology: An Environmental Agenda for


Industry, Global Business Network, Emer Yville, California, USA.
[7] van Berkel, R., 2001, Industrial Metabolism, Curtin University Press,
Australia.

[8] Erkman, S., dan Ramesh, R., 2000, Cleaner Production at the System
Level : Industrial Ecology as a Tool for Development Planning (Case Study in
India), UNEP 6th International High-Level Seminar on Cleaner Production,
Montreal Canada.

[9] Marian, R. C., 2007, Uncovering Industrial Symbiosys, Journal of


Industrial Ecology, Volume 11, Number 1, Yale University, USA.

Anda mungkin juga menyukai