Anda di halaman 1dari 29

CONTOH

ETHICAL & CLINICAL DECESION MAKING


(PENGAMBILAN KEPUTUSAN KEPERAWATAN ETIK DAN KLINIK)
DLM KEPERAWATA

Oleh:
DM

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2020

1
KASUS

Tn B. berusia 67 tahun adalah seorang pria yang memiliki


riwayat diabetes mellitus dan hiperlipidemia yang dirawat di rumah
sakit X karena dengan diagnosa dugaan pneumonia. Tn. B. datang
dengan kondisi membutuhkan oksigen tambahan saat pertama kali
masuk. Perawat yang menangani Tn. B pada hari itu menggunakan
protokol penangan sesuai standart penangan pasien COVID-19 seperti
menggunakan APD lengkap. Dari hasil pengkajian Tn. B kepada
keluarga adalah warga keturunan asing yang sudah menetap di
Indonesia selama 25 tahun. Istri Tn. B mengatakan bahwa sekeluarga
tidak berpergian baik di dalam dan ke luar negeri ataupun menerima
tamu/keluarga jauh dalam waktu 2 minggu terakhir.
Hari berikutnya, ia mengalami gangguan pernapasan yang
membutuhkan intubasi endotrakeal oleh tim jalan napas darurat dan
ventilasi mekanis di unit perawatan intensif (ICU). Keterbatasan APD
memampatkan jumlah perawat yang ikut dalam tindakan tersebut,
diupayakan seefektif dan seefisien mungkin serta tetap menjaga
keamanan tenaga kesehatan. Kemudian Tn. B dipindahkan ke ICU
untuk intubasi dan mengalami kesulitan intubasi sehingga memerlukan
penggunaan video laryngoscope dan airway bougie. Setelah 3 hari
pemasangan ventilasi mekanik kondisi secara klinis membaik dan
kemudian diekstubasi menjadi ventilasi noninvasif. Pada hari pasien
diekstubasi, Tn B dilakukan pemeriksaan SWAB dan hasil sampel
dikirim sebagai bagian dari pengawasan COVID-19 di rumah sakit
tersebut, dan positif untuk SARS-CoV-2 pada uji reaksi rantai polimer
(PCR).
Perawat dan tim dokter mengalami dilema apakah treatment
pemberian aerosol-generating procedures pada saat melakukan intubasi
endotrakeal, ekstubasi, ventilasi dan noninvasif selama 10 menit pada
2
jarak kurang dari 2-meter dari pasien sudah sangat aman bagi seluruh
tenaga medis. Selanjutnya pihak rumah sakit melakukan pelacakan
kontak tenaga kesehatan kepada pasien. Didapatkan 11 petugas
kesehatan teridentifikasi berkontak dengan pasien. Semua petugas
kesehatan ditempatkan di bawah isolasi rumah selama 2 minggu,
dengan pemantauan harian untuk ada tidaknya gejala batuk, dispnea,
dan pengukuran suhu dua kali sehari. Selain itu, mereka dijadwalkan
mengikuti swab pada hari pertama isolasi di rumah, dan swab kedua
dijadwalkan pada hari 14 setelah paparan terakhir mereka. Semenjak
kejadian itu banyak tenaga kesehatan yang dilakukan rolling untuk
berjaga di ruang penanganan Covid-19. Perawat menjadi ragu saat
melakukan tindakan yang intens kepada pasien positif terinfeksi Covid-
19 karena hasil dari teman sejawat masih belum keluar. Tenaga
kesehatan di ruang non perawatan Covid-19 pun enggan banyak
melakukan interaksi dengan sejawat yang berada di ruang intensif
pasien Covid-19.
Keluarga Tn. B pun harus menjalani isolasi di rumah selama 2
minggu, dengan pemantauan harian. Selain itu, mereka dijadwalkan
mengikuti swab. Saat perawat memberikan informasi tersebut nampak
istri Tn. B tidak percaya dengan diagnosa Covid-19 pada Tn. B dan
keluarga menolak melakukan isolasi mandiri dengan alasan merasa
dirinya sehat dan harus tetap bekerja. Keluarga Tn. B bersikeras bahwa
selama ini sudah melakukan cuci tangan dam memakai masker di
tempat umum, sesuai anjuran pemerintah sehingga tidak perlu
dilakukan tes dan isolasi karena tidak ada gejala. Istri Tn. B juga ingin
suaminya dilakukan tes ulang untuk memastikan hasilnya.

3
OPINI / KAJIAN KASUS
Kasus tersebut dapat ditinjau dari aspek hukum, kode etik, asas etik dan dari segi
norma budaya.
1. ASPEK HUKUM
Dari kasus Tn. B di atas, jika ditinjau dari aspek hukum maka ada beberapa
dasar hukum yang berkaitan dengan kasus diatas, antara lain
a. Dasar hukum yang melindungi tim kesehatan (termasuk perawat)
1) Penyediaan Alat Pelindung Diri (“APD”) dan Peralatan Medis
Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana
Nonalam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Sebagai
Bencana Nasional, bencana nonalam yang diakibatkan oleh penyebaran
COVID-19 ditetapkan sebagai bencana nasional.
2) Pasal 82 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (“UU 36/2009”) yang mengatur soal pelayanan kesehatan
pada waktu bencana.
- Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat bertanggung jawab
atas ketersediaan sumber daya, fasilitas, dan pelaksanaan pelayanan
kesehatan secara menyeluruh dan berkesinambungan pada bencana.
- Pemerintah menjamin pembiayaan pelayanan kesehatan yang
bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara, anggaran
pendapatan dan belanja daerah, atau bantuan masyarakat sesuai
peraturan perundang-undangan.
3) Mengenai APD sebagai alat pelindung diri, yang menurut Pasal 1 angka
2 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 23 Tahun 2020 tentang
Larangan Sementara Ekspor dan Antiseptik, Bahan Baku Masker, Alat
Pelindung Diri, dan Masker adalah:
Alat Pelindung Diri adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan
untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau
seluruh tubuh sumber daya manusia dan potensi bahaya di fasilitas
pelayanan kesehatan.
4) Sedangkan, dalam Pasal 1 angka 5 UU 36/2009 dikenal juga alat
kesehatan, yaitu:
Alat kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang
tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis,
menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit,
4
memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan
memperbaiki fungsi tubuh.
5) Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang
Wabah Penyakit Menular (“UU 4/1984”), ditegaskan bahwa salah satu
upaya penanggulangan wabah adalah pemeriksaan, pengobatan,
perawatan, dan isolasi penderita, termasuk tindakan karantina.
6) Upaya tersebut merupakan tanggung jawab pemerintah. Semua biaya
yang timbul dalam upaya penanggulangan wabah dibebankan pada
anggaran instansi masing-masing yang terkait sebagaimana
diterangkan Pasal 30 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun
1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular.
7) Hak-hak tenaga kesehatan tercantum dalam Pasal 57 UU 36/2014, yakni:
- memperoleh pelindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai
dengan Standar Profesi, Standar Pelayanan Profesi, dan Standar Prosedur
Operasional
- memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari Penerima Pelayanan
Kesehatan atau keluarganya
- menerima imbalan jasa
- memperoleh pelindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja,
perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia, moral,
kesusilaan, serta nilai-nilai agama
- mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan profesinya
- menolak keinginan Penerima Pelayanan Kesehatan atau pihak lain yang
bertentangan dengan Standar Profesi, kode etik, standar pelayanan,
Standar Prosedur Operasional, atau ketentuan Peraturan Perundang-
undangan; dan
- memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan.
b. Dasar hukum yang melindungi pasien dan hak-haknya
1) Pasal 32 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit (“UU 44/2009”) yang berbunyi, setiap pasien mempunyai hak:
- memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang
berlaku di Rumah Sakit;
- memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien;

5
- memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa
diskriminasi;
- memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar
profesi dan standar prosedur operasional;
- memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien
terhindar dari kerugian fisik dan materi;
- mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan;
- memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya
dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;
- meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada
dokter lain yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik di dalam
maupun di luar Rumah Sakit;
- mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita
termasuk data-data medisnya;
- mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan
medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan
komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan
yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan;
- memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan
dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang
dideritanya;
- didampingi keluarganya dalam keadaan kritis;
- menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya
selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya;
- memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam
perawatan di Rumah Sakit;
- mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah Sakit
terhadap dirinya;
- menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan
agama dan kepercayaan yang dianutnya;
- menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit
diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar
baik secara perdata ataupun pidana; dan

6
- mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan
standar pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
2) World Health Organization Indonesia disebutkan COVID-19
adalah penyakit menular yang disebabkan oleh jenis COVID-19 yang
baru ditemukan, sehingga sebagaimana diterangkan Pasal 56 ayat (1)
dan (2) UU 36/2009, penderita penyakit menular tidak punya pilihan
untuk menerima atau menolak tindakan pertolongan yang akan
diberikan kepadanya.
Dalam situasi Covid-19 kegiatan pelayanan kesehatan harus tetap dilakukan
sesuai dengan standart SOP penanganan Covid-19 untuk memberikan keamanan
bagi pasien dan juga tenaga medis yang terlibat. Ketika Tn. B mengalami gangguan
pernapasan yang membutuhkan intubasi endotrakeal oleh tim jalan napas darurat
dan ventilasi mekanis di unit perawatan intensif (ICU). Kemudian Tn. B
dipindahkan ke ICU untuk intubasi dan mengalami kesulitan intubasi sehingga
memerlukan penggunaan a video laryngoscope dan an airway bougie, tim kesehatan
(termasuk perawat) dibenarkan dan berkewajiban untuk melakukan tindakan
penyelamatan menggunakan protokol penanganan covid sesuai standart dan SOP.
Hal ini dibenarkan sesuai Pasal 82 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (“UU 36/2009”) tentang ADP untuk tenaga kesehatan dan hak pasien
menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (“UU
44/2009”)

2. KODE ETIK KEPERAWATAN


Kode etik keperawatan Indonesia yang berkaitan dengan kasus diatas adalah
komitmen utama perawat adalah kepada pasien. Kewajiban perawat selama
pandemi ini perawat harus terus merawat pasien kritis dengan penyakit menular
Covid-19, seringkali dalam keadaan genting dengan jumlah sumber daya yang tidak
memadai dan penularan yang tidak terkendali. Selama pandemi, perawat harus bisa
memutuskan berapa banyak perawatan yang bisa mereka berikan kepada pasien
sambil juga merawat diri. Perawat profesional secara historis memiliki kompeten
dan caring serta berespon memberikan perhatian siap siaga setiap saat terhadap
pekerjaan mereka dan menempatkan mereka pada risiko yang tinggi. Perawat
berjuang dengan ketidaknyamanan APD yang digunakan karena APD adalah

7
prinsip utama untuk melindungi diri dari paparan virus, dan digunakan se-aman, se-
efektif dan se-efisien mungkin (American Nurse Association, 2015).
Dalam kasus ini, perawat dihadapkan pada kondisi sulit menjaga dirinya
sendiri dan memberikan perawatan kepada pasien semaksimal mungkin. Jika kode
etik keperawatan yang menjadi dasar pengambilan keputusan, tentu yang lebih
dipentingkan adalah keselamatan nyawa Tn. B, tanpa mengabaikan keselamatan
diri sendiri. Tidak ada krisis yang mengubah standar praktik profesional, kode etik,
akuntabilitas kompetensi klinis. Namun, harus diimbangi dengan standar perawatan
yang didasarkan pada realitas situasi tertentu, seperti ada atau tidak adanya alat
pelindung diri yang memadai (Rubio-navarro et al., 2019).

3. ASAS ETIK KEPERAWATAN (J-A-B-V-C)


Dari enam asas etik keperawatan yang ada, maka asas etik yang berkaitan
dengan kasus diatas adalah
a. Asas autonomy (asas menghormati otonomi)
Perawat dituntut untuk menghormati apa yang menjadi hak pasien dan
keluarga (saat pasien tidak sadar). Peran perawat dalam hal ini adalah
melaksanakan dan menghormati keputusan yang diambil oleh keluarga
pasien berkenaan dengan Tn. B.
b. Asas beneficence (asas manfaat)
Dengan berdasar asas manfaat ini, perawat dapat mempertimbangkan
tindakan apa yang akan dilakukan untuk membantu dan menyelamatkan
Tn. B. Meminimalkan bahaya pandemi: mengurangi penyebaran, dan
meminimalkan permasalahan.
Otonomi tidak mutlak, ?????

1. Save alive
2. Prevent self distruction
3. Minor dependent / tertekan / gangguan jiwa

4. NORMA BUDAYA
Tinjauan Kasus berdasarkan Norma dan Budaya :
Dalam kasus di atas, dokter, perawat, serta tim medis wajib menolong
pasien dan tetap melakukan tindakan yang diperlukan. Virus corona berdampak
pada sikap masyarakat yang menjadi lebih over-protektif terhadap lingkungan
sekitarnya. Ketakutan terhadap virus corona akan memberikan pengaruh terhadap
8
sikap sosial masing-masing individu. Kita akan lebih mudah menaruh curiga pada
orang yang batuk, bersin, atau terlihat pucat di sekitar lingkungan kita.
Ketidakmampuan kita dalam mengelola rasa curiga, takut, sikap over-
protektif dalam merespons isu Covid-19 ini memiliki potensi untuk merusak
hubungan sosial dengan individu lain. Apalagi, jika kita hidup dan aktif dalam
lingkungan pergaulan di kantor, sekolah, masyarakat, bahkan keluarga. Manusiawi
ketika kita mulai memberikan respons antisipatif dalam melihat situasi. Namun, ada
etika sosial yang perlu dijunjung tinggi dan dipelihara agar hubungan dengan
sesama tetap terjaga. Sebagai contoh, penggunaan alat pelindung diri yang
digunakan perawat saat berinteraksi dengan pasien, keluarga pasien harus bisa
memproteksi diri dan juga orang lain di sekitarnya (The Hastings Center, 2020).
.

TAHAPAN DALAM EDM & CDM


1. KLARIFIKASI DILEMA
Kasus Tn. B memiliki beberapa permasalahan yang perlu dipertimbangkan
dalam pengambilan keputusan berdasarkan etik. Pertimbangan-
pertimbangan tersebut antara lain:

1. Tn. B dengan usia yang lanjut menderita penyakit diabetes mellitus dan
hiperlipidemia yang sehingga mengurangi kualitas hidupnya. Pasien
tidak dapat memenuhi kebutuhannya secara mandiri, sehingga sangat
bergantung pada orang lain.
2. Tn. B menderita pnemonia yang memiliki tanda gegaja penyakit Covid-
19 sehingga harus di perlakukan khusus sesuai penanganan kasus
tersebut dan segera dilakukan tes swab.
3. Hasil Swab positif dan menyebabkan siapa saja yang pernah kontak
dengan Tn. B dalam waktu kurang lebih 2 minggu kebelakang harus
dilakukan cek serupa, termasuk tenaga kesehatan yang menangani
pasien tanpa menggunakan APD, tenaga kesehatan yang melakukan
prosedur aerosol-generating procedures, dan keluarga Tn. B yang
kontak dengan beliau.
4. Suport sistem antara sejawat dalam kondisi Covid-19 seperti ini sangat
diperlukan. Tidak boleh ada stigma negatif kepada sejawat yang
merawat pasien Covid-19.

9
5. Ketika perawat menyarankan keluarga Tn B untuk melakukan isolasi di
rumah selama 14 hari dan melakukan tes swab, masih ada penolakan
dari istri Tn. B, sehingga perlu dilakukan pendekatan dan komunikasi
teraupetik agar keluarga mengerti pentingnya isolasi di rumah,
tujuannya dan bahayanya jika tidak melakukannya.
a. Permasalahan klinis apa yang terjadi? (What is clinical judgement?)
Where does it come from?
Tn. B dengan usia yang lanjut menderita penyakit diabetes mellitus dan
hiperlipidemia yang sehingga mengurangi kualitas hidupnya. Pasien tidak
dapat memenuhi kebutuhannya secara mandiri, sehingga sangat bergantung
pada orang lain. Tn. B menderita pnemonia yang memiliki tanda gegaja
penyakit Covid-19 sehingga harus di perlakukan khusus sesuai penanganan
kasus tersebut dan segera dilakukan tes swab.
What can I (as a paramedic student) do to improve my clinical judgement?
Berdasarkan kasus di atas, sebagai mahasiswa keperawatan, pengambilan
keputusan dalam kasus etik haruslah semua tindakan dan pencegahan risiko
yang tidak diinginkan dengan implikasi untuk hak asasi manusia. Jadi,
perawat harus terlibat dalam kebijaksanaan, hati-hati menilai penyebab
penolakan keluarga Tn. B, reflektif menimbang semua pilihan dan alasan
yang memungkinkan. Perawat dan dokter saat memberikan tindakan harus
melanjutkan untuk mengadvokasi sistem dan protokol yang melindungi
kewajiban mereka sebagai perawat, serta memastikan keadilan dan keadilan
bagi semua pihak yang terkait di saat penanganan pasien Covid-19.
Pengelola rumah sakit juga memberikan fasilitas cek kesehatan rutin untuk
para tenaga kesehatan yang bertugas untuk memantau status kesehatan
mereka dan memberikan cuti untuk melakukan isolasi di rumah jika
ditemukan gejala menyerupai Covid-19.

a. Faktor apa saja yang mempengaruhi?


1. Environment and setting
Ketika perawat menyarankan keluarga Tn. B untuk melakukan isolasi di
rumah selama 14 hari dan melakukan tes swab, masih ada penolakan
dari istri Tn. B, sehingga perlu dilakukan pendekatan dan komunikasi

10
teraupetik agar keluarga mengerti pentingnya isolasi di rumah,
tujuannya dan bahayanya jika tidak melakukannya.
Suport sistem antara sejawat dalam kondisi Covid-19 seperti ini sangat
diperlukan. Tidak boleh ada stigma negatif kepada sejawat yang
merawat pasien Covid-19.
2. Diagnostic date
Data subjektif : Tn. B kepada keluarga adalah warga keturunan asing
yang sudah menetap di Indonesia selama 25 tahun. Istri Tn. B
mengatakan bahwa sekeluarga tidak berpergian baik di dalam dan ke
luar negeri ataupun menerima tamu/keluarga jauh dalam waktu 2
minggu terakhir.
Data objektif : pasien mengalami kesulitan bernapas saat datang ke RS
Diagnosis medis : pneumonia, diabetes mellitus dan hiperlipidemia
3. Patient acuity
- Three general classes: Potentially Life Threatening
- What do I need to know in order to differentiate between patients with
varying acuity?
Dalam menanggapi kasus pandemi, selama pandemi perawat harus
memutuskan berapa banyak perawatan berkualitas tinggi yang dapat
mereka berikan kepada orang lain sementara juga merawat diri
mereka sendiri. Perawat dapat memilih tidak menanggapi jika
(Hurford et al., 2020):
1. mereka berada dalam kelompok rentan,
2. perawat secara fisik merasa tidak aman dalam situasi respons
karena kurangnya personal
3. peralatan pelindung atau pengujian yang tidak memadai
Sebagai profesional kesehatan garis depan, perawat adalah pemangku
kepentingan utama dalam pengembangan dan menerapkan kebijakan
mengenai standar perawatan selama pandemi COVID-19, memiliki
tanggung jawab untuk menciptakan, memelihara, dan membantu
memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bidang kesehatan. Perawat
harus tetap mengutamakan kesalamatan pasien dan juga dirinya
sendiri dengan tetap menggunakan APD yang memadai dan
melakukan tindakan keperawatan sesuai standart. Kebutuhan pasien
dan semua tindakan harus menjadi critical thinking bagi para perawat
11
di era pandemic ini. Semua tindakan harus dilakukan dengan
seefektif dan seefisien mungkin.
4. Scope of practice
Dalam kasus diatas tim medis termasuk didalamnya adalah perawat
harus melakukan tindakan penyelamatan pasien, saat Tn, B mengalami
gangguan pernapasan. Hal ini dilakukan berdasarkan Asas benefience
(asas manfaat). Dengan berdasar asas manfaat ini, perawat dapat
mempertimbangkan tindakan kolaborasi apa yang akan dilakukan untuk
memperbaiki kondisi Tn. B. Tindakan intubasi endotrakeal harus
dilakukan. Dengan kondisi pasien seperti itu. Secara hukum, tindakan
yang perawat ambil tidak dapat digolongkan sebagai pelanggaran atas
hak pasien yang tertulis dalam Undang Undang No. 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan, pasal 56 ayat (1) : “Setiap orang berhak menerima
atau menolak sebagian atau seluruh tindakan pertolongan yang akan
diberikan kepadanya setelah menerima dan memahami informasi
mengenai tindakan tersebut secara lengkap”. Karena dalam ayat
selanjutnya, pada pasal yang sama, hak ini tertolak saat pasien dalam
kondisi tidak sadarkan diri.
5. Interpersonal relationship
Dalam kasus ini perawat perlu melakukan komunikasi yang asertif
kepada keluarga pasien terkait tindakan tenaga kesehatan yang
bertentangan dengan keinginan keluarga pasien. Perawat harus
menjelaskan sebaik mungkin dan mengarahkan keluarga pasien agar
bersedia menerima tindakan yang perlu dilakukan keluarga pasien
setelah pasien diketahui positif terkena virus Covid-19. Dengan
demikian, perawat dan keluarga dapat berperan aktif untuk memutus
rantai penularan Covid-19 untuk menyelamatkan kesehatannya dan
juga orang-orang yang berada di lingkungan sekitarnya.

12
2. PENGUMPULAN DATA
5W & 1H
a. What
Perawat dan tim dokter mengalami dilema apakah treatment prosedur
aerosol-generating procedures aman dilakukan jika pasien dengan gejala
Covid-19. Tn. B sudah dicurigai Covid-19 namun hasil belum keluar.
Ketika perawat menyarankan keluarga Tn B untuk melakukan isolasi di
rumah selama 14 hari dan melakukan tes swab, masih ada penolakan dari
istri Tn. B, sehingga perlu dilakukan pendekatan dan komunikasi teraupetik
agar keluarga mengerti pentingnya isolasi di rumah, tujuannya dan
bahayanya jika tidak melakukannya.
b. Who
Yang bersangkutan dalam kasus ini adalah keluarga Tn. B, perawat, dan
dokter.
c. When
Setelah hasil tes swab Tn. B positif untuk SARS-CoV-2 pada uji reaksi
rantai polimer (PCR).
d. Where: Terjadi di ICU
e. Why
Perawat dan tim dokter mengalami dilema apakah treatment pemberian
aerosol-generating procedures pada saat melakukan intubasi endotrakeal,
ekstubasi, ventilasi dan noninvasif selama 10 menit pada jarak kurang dari
2-meter dari pasien sudah sangat aman bagi seluruh tenaga medis.
f. How
Tim medis harus menyadari bahwa tindakan atau pengobatan yang akan
dilakukan benar- benar bermanfaat bagi kesehatan klien. Sebagai
profesional kesehatan garis depan, perawat adalah pemangku kepentingan
utama dalam pengembangan dan menerapkan kebijakan mengenai standar
perawatan selama pandemi COVID-19, memiliki tanggung jawab untuk
menciptakan, memelihara, dan membantu memenuhi kebutuhan masyarakat
dalam bidang kesehatan. Perawat harus tetap mengutamakan kesalamatan
pasien dan juga dirinya sendiri dengan tetap menggunakan APD yang
memadai dan melakukan tindakan keperawatan sesuai standart. Kebutuhan
pasien dan semua tindakan harus menjadi critical thinking bagi para perawat
13
di era pandemic ini. Semua tindakan harus dilakukan dengan seefektif dan
seefisien mungkin.

Resume Kasus
Pengkajian
1. Identitas Pasien
Tn. B berusia 67 tahun, telah menikah. Bertempat tinggal di Surabaya
yang merupakan warga keturan asing
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Tn B dirawat dengan diagnosa pneumonia. Tn. B. datang dengan kondisi
membutuhkan oksigen tambahan saat pertama kali masuk. Istri Tn. B
mengatakan bahwa sekeluarga tidak berpergian baik di dalam dan ke
luar negeri ataupun menerima tamu/keluarga jauh dalam waktu 2
minggu terakhir. Hari berikutnya, ia mengalami gangguan pernapasan
yang membutuhkan intubasi endotrakeal oleh tim jalan napas darurat
dan ventilasi mekanis di unit perawatan intensif (ICU).
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Tn. B memiliki riwayat diabetes mellitus dan hiperlipidemia yang
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
TB = 158 cm BB = 40 kg T : 38 º C
TD : 110/60 mmHg RR : >40x/menit N : 98x/menit
b. Review of System
1) Pola pernafasan (B1)
Tn. B mengalami sesak nafas, irama tidak teratur nafas teratur,
napas cuping hidung, mengunakan masker NRM 12 lpm.
Adanya penyebaran multiple abses/infiltrat, dan empiema pada
hasil foto thorax, umlah leukosit 15.000-40.000/mm3, bunyi
napas krekles, produksi mukus yang mengental, terdapat tanda-
tanda sianosis, adanya reaksi sternum dan intercostal space
(ICS), analysis Blood Gases (ABG) menunjukkan hipoksemia
- Analysis Blood Gases (ABG) menunjukkan hipoksemia
Masalah Keperawatan : Tidak ditemukan masalah
2) Sistem Sirkulasi (B2)

14
Tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan tidak
didapatkan
Masalah keperawatan : tidak ditemukan
3) Sistem Persyarafan (B3)
Tn. B mengalami penurunan kesadaran
Masalah keperawatan : Tidak ditemukan masalah
4) Sistem Perkemihan (B4)
Normal
Masalah Keperawatan : Tidak ditemukan masalah
5) Sistem Pencernaan (B5)
Normal
Masalah Keperawatan : Tidak ditemukan masalah
6) Sistem Integumen, Penginderaan dan Muskuloskeletal (B6)
Normal
Masalah Keperawatan : Tidak ditemukan masalah

c. Pengkajian Psikososial
1) Pola pikir dan persepsi : keluarga Tn. B belum bisa menerima
hasil positif Covid-19
2) Suasana hati : denial
3) Hubungan atau komunikasi : keluarga Tn. B kurang kooperatif
4) Kehidupan keluarga : Tn. B hidup bertigadua dengan istri dan
anak terakhirnya. Semua keputusan rumah tangga ada pada Tn.
B

Diagnosis Keperawatan
1. D.0001: Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif berhubungan dengan
hipersekresi mukus pada jalan napas akibat reaksi infeksi
2. D.0003: Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran alveolar-kapiler
3. D0130: Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit pneumonia
4. D.0056: Intoleransi aktifvitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhana oksigen

15
Luaran Keperawatan
No Diagnosa Luaran Keperawatan
Keperawatan
1 D.0001: Bersihan L.01001 Bersihan Jalan Napas
Jalan Napas Tidak 1. Mampu melakukan batuk efektif (1-5)
Efektif 2. Produksi Sputum (1-5)
berhubungan 3. Bunyi napas ronki tidak terdengar (1-5)
dengan 4. Sesak napas/ dispnea (1-5)
hipersekresi mukus 5. Sianosis (1-5)
pada jalan napas 6. Tampak gelisah (1-5)
akibat reaksi 7. Frekuensi napas (1-5)
infeksi 8. Pola napas (1-5)
2 D.0003: Gangguan L.01003 Pertukaran Gas
pertukaran gas 1. Tingkas kesadaran (1-5)
berhubungan 2. Sesak napas/ dispnea (1-5)
dengan perubahan 3. Bunyi napas tambahan (1-5)
membran alveolar- 4. Perasaan pusing (1-5)
kapiler 5. Mengalami gelisah (1-5)
6. Pernapasan cuping hidung (1-5)
7. Nilai PCO2 dalam darah (1-5)
8. Nilai PO2 dalam darah (1-5)
9. Takikardia (nadi > 100 x/menit) (1-5)
10. pH dalam darah arteri (1-5)
11. Tampak sianosis (1-5)
12. Pola Napas (1-5)
13. Warna kulit (1-5)
3 D0130: L.14134 Termoregulasi
Hipertermia 1. Badan terlihat menggigil (1-5)
berhubungan 2. Kulit terlihat merah (1-5)
dengan proses 3. Kulit terlihat pucat (1-5)
penyakit 4. Takikardia (Nadi > 100 x/menit) (1-5)
pneumonia 5. Takipnea (RR > 24 x/menit) (1-5)
6. Suhu tubuh (1-5)
7. Suhu kulit (1-5)
8. Tekanan darah (1-5)
4 D.0056: Intoleransi L.05047 Toleransi Aktivitas
aktifvitas 1. Frekuensi denyut nadi (1-5)
berhubungan 2. Saturasi oksigen (1-5)
dengan 3. Kemudahan dalam melakukan aktivitas
ketidakseimbangan sehari-hari (1-5)
antara suplai dan 4. Kecepatan berjalan (1-5)
kebutuhana 5. Jarak tempuh dalam berjalan (1-5)
oksigen 6. Kekuatan tubuh bagian atas (1-5)
7. Kekuatan tubuh bagian bawah (1-5)
8. Keluhan kelelahan (1-5)
9. Dispnea saat melakukan aktivitas (1-5)
10. Dispnea setelah melakukan aktivitas (1-5)
11. Perasaan lemah (1-5)
12. Aritmia saat melakukan aktivitas (1-5)
13. Aritmia setelah melakukan aktivitas (1-5)

Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Intevensi Keperawatan
Keperawatan

16
1 D.0001: Bersihan 1.01011 Manajemen Jalan Napas
Jalan Napas Tidak Observasi
Efektif 1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,
berhubungan usaha napas)
dengan 2. Monitor bunyi napas tambahan (mis.
hipersekresi mukus Gurgling, mengi, wheezing, ronki kering)
pada jalan napas 3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
akibat reaksi Terapeutik
infeksi 1. Posisi semifowler atau fowler
2. Berikan minum hangat
3. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
4. Lakukan penghisapan lendir, kurang dari 15
detik
5. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
Edukasi keluarga tentang tindakan yang
dilakukan kepada pasien
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu

1.01004 Fisioterapi Dada


Observasi
1. Identifikasi indikasi dilakukan fisioterapi dada
(mis. Hipersekresi sputum, sputum kental dan
tertahan, tirah baring lama)
2. Identifikasi kontraindikasi fisioterapi dada
(mis. PPOK eksaserbasi akut, pneumonia
tanpa produksi sputum berlebih, kanker paru-
paru)
3. Monitor status pernapasan (mis. Kecepatan,
irama, suara napas, dan kedalaman napas)
4. Periksa segmen paru yang menunjukkan
sekresi berlebih
5. Monitor jumlah dan karakter sputum
Terapeutik
1. Posisikan pasien sesuai dengan area paru yang
mengalami penumpukan sputum
2. Gunakan bantal untuk mengatur posisi
3. Lakukan perkusi dengan posisi telapak tangan
ditangkupkan selama 3-5 menit
4. Lakukan vibrasi dengan posisi telapak tangan
rata bersamaan dengan ekspirasi melalui
mulut
5. Lakukan fisioterapi setidaknya dua jam
setelah makan
6. Hindari perkusi pada tulang belakang, ginjal,
payudara wanita, insisi dan tulang rusuk yang
patah
1. Jelaskan tujuan dan prosedur fisioterapi dada

1.01006 Latihan Batuk Efektif


Observasi
1. Identifikasi kemampuan batuk
2. Monitor adanya retensi sputum
3. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas
4. Monitor input dan output cairan tubuh pasien
Terapeutik
17
1. Atur posisi semi fowler atau fowler
2. Pasang perlak dan bengkok di pangkuan
pasien
3. Buang sekret pada tempat sputum
Edukasi
Edukasi keluarga tentang tindakan yang
dilakukan kepada pasien
1. Kolaborasi pemberian mukolitik atau
ekspektoran, jika perlu
2 D.0003: Gangguan 1.01014 Pemantauan Respirasi
pertukaran gas Observasi
berhubungan 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan
dengan perubahan upaya napas
membran alveolar- 2. Monitoring pola napas (bradipnea, takipnea,
kapiler hiperventilasi, kusmaul, cheyne-stokes, biot,
ataksik)
3. Monitor kemampuan batuk efektif
4. Monitor adanya produksi sputum
5. Monitor adanya sumbatan jalan napas
6. Auskultasi jalan napas
7. Monitor saturasi oksigen
Terapeutik
1. Atur interval pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

1.01026 Terapi Oksigen


Observasi
1. Monitor kecepatan aliran oksigen
2. Monitor posisi alat terapi oksigen
3. Monitor aliran oksigen secara periodik dan
pastikan fraksi yang diberikan cukup
4. Monitor efektivitas terapi oksigen
5. Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen
dan atelektasis
Terapeutik
1. Bersihkan sekret pada mulut, hidung, trakea,
jika perlu
2. Pertahankan kepatenan jalan napas
3. Siapkan dan atur alat pemberian oksigen
4. Berikan oksigen tambahan jika perlu
Edukasi
Edukasi keluarga tentang tindakan yang
dilakukan kepada pasien
1. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
2. Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas
dan tidur
3 D0130: 1.15506 Manajemen Hipertermia
Hipertermia Observasi
berhubungan 1. Identifikasi penyebab hipertermia (mis.
dengan proses Dehidrasi, terpapar lingkungan panas,
penyakit penggunaan inkubatur)
pneumonia 2. Monitor suhu tubuh
3. Monitor kadar elektrolit
18
4. Monitor haluaran urine
5. Monitor komplikasi akibat hipertermia
Terapeutik
1. Sediakan lingkungan yang dingin
2. Longgarkan atau lepaskan pakaian
3. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
4. Berikan cairan oral
5. Ganti linen setiap hari, terutama pada keadaan
pasien yang berkeringat lebih
Edukasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
3. Kolaborasi pemberian antipiretik, jika perlu
4 D.0056: Intoleransi 1.05178 Manajemen Energi
aktifvitas Observasi
berhubungan 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
dengan mengakibatkan mudah lelah
ketidakseimbangan Terapeutik
antara suplai dan 1. Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah
kebutuhana dari stimulus
oksigen 2. Fasilitasi untuk duduk di tempat tidur, jika
tidak dapat berpindah dan berjalan
Edukasi
1. Anjurkan untuk tirah baring
2. Anjurkan melakukan aktivitas fisik secara
bertahap
3. Anjurkan menghubungi perawat jika ada tanda
dan gejala kelelahan tidak berkurang

1.01014 Pemantauan Respirasi


Observasi
1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan
upaya napas
2. Monitoring pola napas (bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, kusmaul, cheyne-stokes, biot,
ataksik)
3. Monitor kemampuan batuk efektif
4. Monitor adanya produksi sputum
5. Monitor adanya sumbatan jalan napas
6. Auskultasi jalan napas
7. Monitor saturasi oksigen
Terapeutik
1. Atur interval pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

1.01026 Terapi Oksigen


Observasi
1. Monitor kecepatan aliran oksigen
2. Monitor posisi alat terapi oksigen
3. Monitor aliran oksigen secara periodik dan
pastikan fraksi yang diberikan cukup
19
4. Monitor efektivitas terapi oksigen
5. Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen
dan atelektasis
Terapeutik
1. Bersihkan sekret pada mulut, hidung, trakea,
jika perlu
2. Pertahankan kepatenan jalan napas
3. Siapkan dan atur alat pemberian oksigen
4. Berikan oksigen tambahan jika perlu
Edukasi
1. Ajarkan pasien dan keluarga cara
menggunakan oksigen di rumah
Kolaborasi
1. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
2. Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas
dan tidur

20
WOC

Obstruksi mekanik saluran Infeksi mikroorganisme patogen Penurunan daya


pernapasan: aspirasi bekuan (bakteri, virus, jamur) pada saluran tahan dan
darah, makanan, dan tumor pernapasan kemampuan saluran
bronkus pernapasan

Aspirasi bakteri / mikroorganisme lain secara berulang

Peradangan pada bronkus menyebar ke parenkim paru

Terjadi konsolidasi
- Edema trakeal/
faringeal
pengisian rongga Reaksi sistemis: Peningkatan
- Peningkatan
alveoli oleh eksudat bakterimia/viremia mukus pada
produksi sekret alveoli

Penurunan Penurunan jaringan efektif Terjadi proses gangguan dalam


Kemampuan paru dan kerusakan inflamasi pertukaran gas di
Batuk Efektif membran alveolar-kapiler alveoli-kapiler

Peningkatan laju
Penumpukan Sesak napas, terjadi metabolisme Sesak napas
sekret pada jalan gangguan dalam Divisi
napas pertukaran gas di Respirologi
Reaksi Mudah
alveoli-kapiler Bagian Ilmu
peningkatan mengalami
Kesehatan Anak
Sesak napas, RR suhu tubuh kelelahan
meningkat MK : D.0003 (2006) FK Unair
Gangguan RSU Dr
pertukaran gas Soetomo
MK : D0130 MK : D.0056
Surabaya) Divisi
Hipertermia Intoleransi
MK: D.0001
Bersihan Jalan Napas Respirologi aktifvitas
Tidak Efektif Bagian Ilmu
Kesehatan Anak
(2006) FK Unair
RSU Dr
Soetomo
Surabaya)

21
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) Shared Decision-Making Tool (Wallace et
al., 2020)

22
3. IDENTIFIKASI PILIHAN
Alternatif Solusi :
1. Perawat tetap menjalankan tindakan keperawatan dengan prinsip SOP
perawatan pasien dengan Covid-19 dan fokus pada perawatan pasien
Covid-19
2. Perawat tetap menjalankan tindakan keperawatan dengan prinsip SOP
perawatan pasien dengan Covid-19dan mengkomunikasikan dan
mengatakan secara jujur dan jelas apa akibat yang terjadi baik pada
keluarga Tn. B serta Tn. B sendiri. Memberi penjelasan terkait virus
Covid-19, pentingnya pemutusan rantai penularan dengan melakukan
isolasi dirumah dan tes swab bagi keluarga yang tinggal satu rumah
dengan Tn. B

23
4. PENGAMBILAN KEPUTUSAN
SFF Matrix
Alternatif Suitability Feasibility Flexibilit Tota
y l
Perawat tetap Kriteria : Alat : Kondisi 5
menjalankan Tx membaik
tindakan pengganti Setrawat ditandai
keperawatan cairan PEG dengan :
dengan prinsip TTV : Alat TTV
SOP perawatan Suhu : 37˚C Obervasi dan hasil
pasien dengan Nadi : 60-100 Set Lab
Covid-19 dan x/mnt penggantia normal
fokus pada RR : 20-24 n cairan BB
perawatan pasien x/mnt Sarana meningka
Covid-19 TD : 130 Lab. t
mmHg Skor : 3
Skor : 1
Kenyamana
n Px
Skor : 1
Perawat tetap Kriteria : Alat : Kondisi 7
menjalankan Tx membaik
tindakan
pengganti Setrawat ditandai
keperawatan
dengan prinsip cairan PEG dengan
SOP perawatan TTV : Alat TT TTV
pasien dengan
Suhu : 37˚C Observasi dan hasil
Covid-19dan
mengkomunikasika Nadi : 60-100 Set Lab
n dan mengatakan x/mnt penggantia normal
secara jujur dan
RR : 20-24 n cairan BB
jelas apa akibat
yang terjadi baik x/mnt Sarana meningka
pada keluarga Tn. TD : 130 Lab. t
B serta Tn. B mmHg Skor : 3
sendiri. Memberi
penjelasan terkait Skor : 2

24
virus Covid-19,
pentingnya Kenyamana
pemutusan rantai
n Px
penularan dengan
melakukan isolasi Skor : 2
dirumah dan tes
swab bagi keluarga
yang tinggal satu
rumah dengan Tn.
B

Berdasarkan ketiga pilihan tersebut di atas, maka solusi yang tepat untuk
Tn. B yakni pilihan yang terakhir, yaitu :
Perawat tetap menjalankan tindakan keperawatan dengan prinsip SOP perawatan
pasien dengan Covid-19dan mengkomunikasikan dan mengatakan secara jujur dan
jelas apa akibat yang terjadi baik pada keluarga Tn. B serta Tn. B sendiri. Memberi
penjelasan terkait virus Covid-19, pentingnya pemutusan rantai penularan dengan
melakukan isolasi dirumah dan tes swab bagi keluarga yang tinggal satu rumah
dengan Tn. B

25
5. PELAKSANAAN (ALGORITMA)

Terapi farmakologi Terapi non farmakologi pasien


dan keluarga

Dilakukan edukasi
terapi untuk
pneumonia
dan covid- Isolasi
mandiri Tidak dilakukan Resiko penularan
19
keluarga

+ Dilakukan

Tes swab
Tes Swab

Hasil + Hasil -

Aman melakukan
Dilakukan aktivitas sesuai
perawatan protokol
kesehatan

Melakukan
perilaku hidup
sehat

Physical distancing

26
6. EVALUASI
Evaluasi perlu dilakukan pada setiap intervensi yang diberikan pada pasien.
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui intervensi yang diberikan pada pasien
berhasil atau tidak. Pada kasus Tn. B, telah dilakukan tindakan-tindakan untuk
menyelesaikan masalah. Rencana tindakan harus dapat beradaptasi dengan
perubahan keadaan. Pengambilan keputusan yang terbuka dan transparan:
keputusan yang baik akan bersifat inklusif, setransparan dan serendah mungkin.
Mereka harus rasional, berbasis bukti, hasil dari proses yang wajar dan praktis
dalam keadaan tersebut.
Kesimpulan yang dapat saya ambil dari kode etik dan hubungannya dengan
pandemi saat ini adalah bahwa perawat harus tetap menjaga kode etik dan
melakukan pengaplikasiannya dalam menangani situasi saat ini. Kode etik sangat
mempengaruhi kinerja dan kualitas perawat serta pandangan pasien serta
masyarakat terhadap perawat. Pasien akan cepat sembuh apabila ditangani dengan
baik oleh perawat. Penanganan berupa praktek yang baik berhubungan dengan kode
etik, yaitu perawat mengembangkan diri melalui kegiatan-kegiatan peningkatan
mutu agar dapat meningkatkan kualitas asuhan keperawatan. Asuhan keperawatan
yang diberikan juga harus dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan pasien. Selain
memberikan asuhan keperawatan secara langsung kepada pasien, perawat juga
memberikan penyuluhan terkait covid-19 agar masyarakat dapat lebih berhati-hati
di tengah situasi genting seperti ini. Perawat juga memberikan energi positif kepada
sekitarnya agar lingkungan kerja

27
DAFTAR PUSTAKA

American Nurse Association (2015) ‘Nurses , Ethics And The Response To The
Covid – 19 Covid-19 Pandemic , Nurses Should Consider These Points ’:,
American Nurse Association, pp. 1–3.
Franquet, T. (2001) ‘SERIES " THORACIC IMAGING " Imaging of pneumonia :
trends and algorithms’, (1), pp. 196–208.
Hurford, J. E. et al. (2020) ‘The BMA COVID-19 ethical guidance : a legal analysis
The BMA COVID-19 ethical guidance : a legal analysis’, The New
Bioethics, 2877(May). doi: 10.1080/20502877.2020.1762027.
Lee, Jung-kyu et al. (2015) ‘Clinical manifestations of pneumonia according to the
causative organism in patients in the intensive care unit’, pp. 829–836.
Mackenzie, G. (2016) ‘The definition and classification of pneumonia’,
Pneumonia. Pneumonia, pp. 1–5. doi: 10.1186/s41479-016-0012-z.
Mani, C. S. and Murray, D. L. (2006) 34 - Acute Pneumonia and Its Complications.
Fourth Edition, Principles and Practice of Pediatric Infectious Disease.
Fourth Edition. Elsevier Inc. doi: 10.1016/B978-1-4377-2702-9.00034-9.
Mattila, J. T. et al. (no date) ‘Pittsburgh lung conference’, (1). doi:
10.1513/AnnalsATS.201401-027PL.
Nambu, A. et al. (2014) ‘World Journal of Radiology © 2014’, 6(10). doi:
10.4329/wjr.v6.i10.779.
‘Pneumonia in adults : diagnosis and management’ (2019), (December 2014).
Prasad, R. (2012) ‘Community Acquired Pneumonia : Clinical Manifestations’,
60(January), pp. 10–12.
Rubio-navarro, A. et al. (2019) ‘Ethical , legal and professional accountability in
emergency nursing practice : An ethnographic observational study’,
International Emergency Nursing. Elsevier, 46(November 2018), p.
100777. doi: 10.1016/j.ienj.2019.05.003.
Scott, J. A. G. et al. (2012) ‘The Definition of Pneumonia , the Assessment of
Severity , and Clinical Standardization in the Pneumonia Etiology Research
for Child Health Study’, 54(Suppl 2). doi: 10.1093/cid/cir1065.
The Hastings Center (2020) ‘Supporting Ethical Care and Responding to Moral
Distress in a Public Health Emergency Guidance , tools , and resources for
Hospital Ethics Committees ( HECs ) Clinical Ethics Consultation ( CEC
)’, The Hastings Center, (March).
Thomas, M. F., Wort, A. and Spencer, D. A. (no date) ‘Management and
complications of pneumonia’, Paediatrics and Child Health. Elsevier Ltd,
25(4), pp. 172–178. doi: 10.1016/j.paed.2014.11.004.
Torres, A. et al. (no date) ‘Laboratory diagnosis of pneumonia in the molecular
age’, pp. 1764–1778. doi: 10.1183/13993003.01144-2016.
Travis, W. D. et al. (2013) ‘American Thoracic Society Documents An Official
American Thoracic Society / European Respiratory Society Statement :
Update of the International Multidisciplinary Classification of the
Idiopathic Interstitial Pneumonias’, 188, pp. 733–748. doi:
10.1164/rccm.201308-1483ST.
Wallace, C. L. et al. (2020) ‘Grief during the COVID-19 pandemic: considerations
for palliative care providers’, Journal of Pain and Symptom Management.
Elsevier.
Watkins, R. R. and Lemonovich, T. L. (2011) ‘Diagnosis and Management of
Community-Acquired Pneumonia in Adults’, pp. 1299–1306.
Zhao, M. et al. (2017) ‘Etiological classification and clinical research on
28
community-acquired pneumonia in Yantai , China .’, 28(8), pp. 3501–3506.

29

Anda mungkin juga menyukai