net/publication/275953631
CITATIONS READS
0 2,767
1 author:
Pindo Tutuko
University of Merdeka Malang, Indonesia
62 PUBLICATIONS 136 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Model Pola Mobilitas Sebaran Sarana Pendidikan Bebasis Space Syntax pada Kawasan Pengembangan Kota Malang (Mobility Pattern Model of Educational Facilities
Distribution Based on Space Syntax Analysis in Malang City Development Area) View project
Mobility Patterns of Settlement Community Post PPDB Policy in Malang City View project
All content following this page was uploaded by Pindo Tutuko on 07 May 2015.
Oleh:
Pindo Tutuko1
Staff Pengajar Arsitektur Unmer Malang
pindo@telkom.net
Abstrak
Resesi kali ini bukan hanya ‘menggangu’ kelangsungan hidup profesi arsitek
saat ini, namun juga merupakan momen yang menetukan arah ‘berasitektur’ para arsitek
jika saja kesulitan ini berlalu nanti. Beratus-ratus bahkan beribu Arsitek dan calon
arsitek telah kehilangan pekerjaan dan juga kesempatan untuk memanfaatkan hasil
pendidikan Arsitektur yang mereka miliki. Kesempatan mungkin akan muncul kembali
beberapa tahun lagi, namun dalam bentuk yang berbeda. Sementara menunggu, rasanya
kita akan kehilangan ketajaman kemampuan akibat hilangnya sarana untuk terus
mengasah kemampuan kita
Dalam bidang pendidikan terdapat kesulitan dalam menghubungkan perubahan
dengan faktor-faktor yang mempunyai pengaruh terhadapnya. Perubahan kurikulum
saja tidak memberi gambaran yang lengkap mengenai perubahan-perubahan konsepsual
yang sesungguhnya terjadi. Konflik-konflik yang terjadi di pembangunan saat ini
membentuk wawasan para alumni mengenai arsitektur, peran profesi di dalam
masyarakat dan karya-karya yang diciptakannya.
Arsitek dalam segala tindakannya selalu mempertimbangkan diri pada etika
profesi serta tanggung jawab sebagai profesional. Dalam memberikan jasa profesional,
arsitek selalu bertindak tegas dan jujur. Mematuhi rambu-rambu standar profesional dan
teknis yang relevan. Namun saat menghadapi penugasan, keahlian, dan ketelitiannya
berjalan dalam ritme yang tinggi sesuai dengan syarat integritas, obyektivitas, serta
syarat independensi yang berlaku. Sehingga jika ditinjau dari keprofesian arsitek maka
terdapat kerangka pikir atas kontrak, hasil rancangan dipandang dari kontrak tertulis
antara arsitek atau Biro Arsitek dengan klien, dan antara Arsitek dengan patner dan
kontrak sosial dengan masyarakat sebagai kontrol.
1
Disampaikan pada Seminar Nasional Arsitektur: Profesional dan Legalitas, Teknik
Arsitektur UPN “Veteran” Jatim, Surabaya, 2004
1. LATAR BELAKANG
…..Untuk mencetak ‘sebuah arsitek’ tidak semudah membikin ketoprak yang siap
saji untuk dimakan. Disini perlu kita cermati betul sejauh mana lembaga perguruan tinggi
kita mampu menjadi dapur dengan koki-koki yang brilian. Betulkah wisudawan-wisudawan
strata satu yang ada sekarang ini sudah pantas menyandang gelar sarjana teknik arsitektur?
Untuk dapat mencetak sesuai dengan harapan nampaknya perlu dilakukan kajian yang
mendalam oleh pihak-pihak yang benar-benar concern terhadap nasib profesi arsitek
Indonesia di masa mendatang. Dimulai dari kurikulum, materi ajaran dan kualitas pengajar-
nya. Hal yang paling mendasar sejauh manakah benang merah dapat disepakati bersama di
lembaga-lembaga yang menyelenggarakan pendidikan arsitektur, karena dari materi-materi
inilah yang akan terlahir wujud tiga dimensional arsitektur kita kelak …….
(2003 & 2020 Semakin Dekat Perenungan Atas Kekhawatiran Adhi Moersid )
Seharusnya timbul kesadaran baru diantara para arsitek bahwa pada masa-masa
sekarang ini merupakan momen yang menentukan arah ‘berasitektur’ para arsitek jika
saja kesulitan ini berlalu nanti, jadi bukan hanya menjadikan gangguan kelangsungan
pendidikan di Arsitektur. Kehadiran Arsitektur asing sebenarnya tidak harus menjadi
acuan yang esensial, karena Karya-karya yang mereka sebagian besar hanya merupakan
karya-karya replikasi atau karya-karya standar.
Secara umum memang pendidikan di luar negeri lebih baik daripada di dalam
negeri, tetapi tidak semua pendidikan di luar negeri lebih baik daripada pendidikan di
Indonesia. Memang pada dasarnya Pendidikan di luar negeri, lebih inovatif dan
mahasiswa diberi kebebasan untuk menganut teori atau paham tertentu, dan yang paling
utama pengajar disana berusaha untuk memahami dalam proses, kerangka berpikir, dan
maupun pola pikir para mahasiswanya. Sedangkan di Indonesia terasa lebih konservatif.
Indonesia memiliki peninggalan arsitektur dan variasi urban design yang beragam
namun sering terabaikan dan mengalami proses ‘Ke-Aus-an’. Ditambah dengan adanya
kesenjangan antara kaya dan miskin juga menjadi kendala bagi pembangunan
perkotaan. Pendidikan arsitektur mempunyai kewajiban untuk memecahkan masalah
tersebut. Namun demikian, pendidikan harus pula punya visi ke depan, kita harus
mampu membekali calon arsitek untuk bersaing lebih luas lagi.
Tuntutan pembangunan meningkat, sejalan dengan pembangunan yang telah
dialami. Implikasinya ialah keharusan adanya desentralisasi dan pelibatan masyarakat
yang lebih besar dalam pembangunan melalui mobilisasi sumberdaya yang ada dalam
masyarakat. Potensi yang latent dalam bentuk ‘energi sosial’ perlu dimanfaatkan
dengan baik. Untuk itu perencanaan dan perancangan partisipasi menjadi penting, suatu
hal yang bertolak-belakang dengan praktek-praktek yang kini lazim dipergunakan.
2. HARAPAN DAN KENYATAAN PENDIDIKAN ARSITEKTUR
Pada dasarnya setiap Institusi Arsitektur akan mengatarkan mahasiswa didikannya
untuk memiliki kemampuan dengan skill tinggi. Hal ini sangat menunjang dalam proses
merancang, baik itu berupa konsep maupun perancangan (karya). Selain itu ada
permasalah lain yang tidak kalah penting adalah Teknologi, dinama kita harus lebih
banyak belajar untuk memahami teknologi dan bahan yang lebih modern dalam
merancang.
Kita hanya bisa berharap arsitektur Indonesia dihasilkan dengan dasar teori disain
yang lebih bervariasi dan mendalam. Di Indonesia saat ini memiliki banyak bangunan-
bangunan yang sangat membutuhkan revitalisasi dan konservasi. Revitalisasi bangunan-
bangunan kuno untuk difungsikan secara modern sangat penting. Urban disain dan
ruang publik yang ada diciptakan sebaik-baiknya bagi masyarakat. Tipologi dan Proses
Perancangan bangunan kita dan daerah pedestrian kita kondisinya sangat jauh dari
yang diharapkan, maka dari itu Pendidikan Arsitektur di Indonesia seharusnya bisa kita
pecahkan dalam waktu yang tidak terlalu lama.
4. TREN ARSITEKTUR
Masa kini, profesi arsitektur telah menjadi suatu tantangan fana, dimana arsitek
mempunyai kemungkinan berhasil mencapai tujuan ‘arsitektur’ atau tidak. Berdasarkan
pengamatan terhadap perkembangan arsitektur masa lalu dan masa kini diperkirakan
akan terjadi trend desain arsitektur ke beberapa arah tertentu. Desain Industri/Arsitektur
Masa kini, desain industri telah menjadi profesi kuat dengan ilmu desain yang
berkembang pesat akibat dukungan proses produksi industri yang inovatif. Para desainer
industri mulai melirik dunia arsitektur untuk pemasaran jasa mereka dan membawa
pendekatan kreatif, serta cara kerja profesi mereka. Hal ini, mengakibatkan
kemungkinan dunia arsitektur harus mulai mengadaptasi kiat berpikir desain industri
sebagai usaha pendukung inovasi profesi.
Masalah lingkungan merupakan kendala besar dalam budaya dunia masa kini
(amdal dan penghematan energi), dan menyebabkan klien di mana-mana menginginkan
bangunan yang mempunyai kemampuan teknologi pendukung (sustainable buildings).
Karena kebutuhan pelestarian lingkungan kini lebih mendesak daripada pelestarian
sumber energi. Diharapkan arsitektur pendukung (sustainable architecture) yang
mampu menyesuaikan dengan kebutuhan berbeda setiap tempat, sebentar lagi dapat
terwujud. Smart Building dan adaptif (intelligence and adaptability) mungkin dapat
menjadi solusi dalam menghadapi masalah kebutuhan bangunan sustainable building.
Oleh karena itu, diperlukan pemikiran dan teknologi inovatif di bidang proses
konstruksi bangunan, usaha yang telah diawali dengan pemunculan wujud ‘pintar’,
materi, dan komponen bangunan ‘pintar’.
Menghindari kondisi kacau struktur transportasi perkotaan masa kini, tak lama
lagi kota akan ditata sebagai suatu sistem (city as a system) yang mendikte bentuk
bangunan dan teknologi bangunan yang berbeda. Selain itu, jika dilihat dari atas, kini
area kota-kota besar menyerupai penyakit kulit pada permukaan bumi. Salah satu kiat
memperbaiki kondisi ini adalah dengan memperbanyak vegetasi melalui teknologi baru
yang menyatukan tanaman dan bangunan (the green city). Oleh karena itu, pemaduan
arsitektur dengan vegetasi dapat menjadi trend desain dalam sepuluh tahun mendatang.
8. ETIKA PROFESIONAL
Menjaga citra profesi menjadi tanggung jawab semua arsitek. Secara
profesional, dalam tindakkan kesehariannya akan terlihat bahwa arsitek secara konsisten
menjaga reputasi profesi dan menghindari tindakkan yang merendahkan martabat
profesi. Arsitek dalam segala tindakannya selalu mempertimbangkan diri pada etika
profesi serta tanggung jawab sebagai profesional. Untuk itu, dalam memberikan jasa
profesional, arsitek selalu bertindak tegas dan jujur. Mematuhi rambu-rambu standar
profesional dan teknis yang relevan. Namun saat menghadapi penugasan, keahlian, dan
ketelitiannya berjalan dalam ritme yang tinggi sesuai dengan syarat integritas,
obyektivitas, serta syarat independensi yang berlaku.
Di lain sisi, sebagai seorang profesional arsitek menyadari kekurangan yang
dimiliki. Untuk itu perlu meningkatkan kompetensi dengan meningkatkan terus
keahlian, pengetahuan, pengalaman dengan teliti, dan diligence. Jika memang tidak
memiliki keahlian dan pengetahuan terhadap suatu penugasan, lebih baik menghindari
pemberian jasa profesional tanpa memiliki kompetensi terhadap masalah itu. Kecuali
jika ia mendapatkan nasehat dan bantuan untuk menyakinkan bahwa pelayanan
dilakukan dengan memuaskan.
Sehingga jika ditinjau dari keprofesian arsitek maka terdapat kerangka pikir atas
kontrak, hasil rancangan dipandang dari kontrak tertulis antara arsitek atau Biro Arsitek
dengan klien, dan antara Arsitek dengan patner dan masyarakat sebagai kontrol.
Berkaitan dengan kualitas, terdapat dua kriteria, pertama, kriteria organisasional
berkaitan dengan kemampuan organisasi untuk menghasilkan keluaran yang terbaik
dari sumberdaya yang dimiliki dan dikelola.
Profesionalisme
Pendidikan
dan
§ Kontrak Kerja
pengalamanan
Arsitek dg Klien
§ Kode Etik Profesi
Kontrak Sosial
Arsitek Dengan
Masyarakat
Legalitas
Gambar 1
Diagram Kontra Sosial dengan Pendidikan,
Profesionalisme, dan Legalitas Arsitek
Kriteria ini melihat efektivitas organisasi Arsitek atau Biro Arsitek dari
kemampuan arsitek memuaskan klien melalui proses pelayanannya. Sedang kriteria lain
yakni kriteria individual berkaitan dengan sejauh mana seorang arsitek atau biro arsitek
dalam proses pencapaian keluaran optimal itu dapat memberikan iklim dan suasana
psikologis yang menyenangkan arsitek yang terlibat dalam proses pencapaian tujuan
kriteria organisasional. Diagram diatas (gambar 1) menunjukkan hubungan antara
pendidikan, profesionalisme, dan legalitas hubungannya dengan kontrak sosial dengan
masyarakat, dimana:
§ Dalam dunia legalitas diperlukan profesionalisme untuk mengakomodasi
berbagai kepentingan dengan tujuan adanya kepahaman yang sama diantara
pihak-pihak yang terkait dalam suatu penugasan.
§ Terdapat kontrak kerja antara arsitek atau biro arsitek dengan kliennya.
Dimana masing-masing terdapat kesepakatan yang berdasarkan kode etik
profesi arsitek (jika bidang lain, misal akuntan maka memakai kode etik
akuntan).
§ Kontrak sosial merupakan kontrol yang selalu diperhatikan oleh arsitek dalam
menjaga reputasinya dalam berkarya menghasilkan sebuah rancangan bahkan
sampai dengan pelaksanaan di lapangan.
§ Hasil rancangan tergantung dari pependidikan dan penglaman yang telah
dilakukan oleh arsitek.
9. KESIMPULAN
Arsitek atau biro arsitek perlu menjawab tuntutan-tuntatan pembangunan dan
mengkonsolidasikan dengan pendidikan, profesional, dan legalitas, maka terdapat
beberapa syarat yang harus dipenuhi :
1. Penelitian yang kontinu perlu dikembangkan sebagai bagian dari kegiatan
kelembagaan di Institusi Arsitektur: hal ini juga untuk mencari akar ke dalam
kenyataan-kenyataan yang ada di Indonesia, sehingga konsepsualisasi arsitektur
menjadi kontekstual dan spesifik di Indonesia.
2. Perlu dikembangkan kualitas staff institusi Arsitektur dan penataan struktur
kelembagaannya, sehingga pendidikan arsitektur dapat berkembang dan ikut
memberi sumbangan yang lebih baik untuk menghasilkan tenaga akademis
maupun praktek profesi.
3. Publikasi dan perpustakaan perlu dikembangkan, serta menggiatkan kegiatan
seminar-seminar Arsitektur.
4. Hubungan yang baik antara pemerintah, dunia profesi, dan ilmiah, maupun
masyarakat.
5. Kesadaran akan adanya kontrak sosial antara arsitek dengan masyarakat dengan
tujuan untuk menjaga reputasi dan kepercayaan masyarakat terhadap arsitek
lokal (Indonesia), khususnya yang sangat memperhatikan aspek budaya dan
arsitektur Indonesia.
6. Untuk mencapai legalitas tertentu memperhatikan lingkup keprofesian, sehingga
untuk masa yang akan datang makna profesi dan legalitas seorang arsitek bisa
sejalan dengan perkembangan dan tuntutan jaman yang sekarang sedang giat-
giatnya dikumandangkan isu globalisasi.
Lee, T.A. 1993. Corporate Audit Theory. Ist Edition. Chapman and Hall. London
Poerbo, H., 1987, Perspektif Pendidikan Arsitektur di ITB 1950-1987, Pekan Ilmiah
Jurusan Teknik Arsitektur ITB, Panitia Pelaksana Kongres III Ikatan Alumni ITB
Arsitek.
Tutuko, P., 1999, Pendidikan Arsitektur antara Harapan dan Kenyataan. Mintakat On-
line, http://www.geocities.com/CollegePark/Hall/9781/.
Tulisan/Artikel Terpisah:
____, 1996, 2003 & 2020 Semakin Dekat Perenungan Atas Kekhawatiran Adhi
Moersid,