Anda di halaman 1dari 5

NAMA : KARTIKA DWI CAHYANI RAHIMATUL ZAKIAH

NIM : P07220119077

KELAS : D3 KEPERAWATAN/TK.2B

MATA KULIAH : PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI

RESUME MATERI KORUPSI

A.Pengertian Korupsi

Kata korupsi berasal dari bahasa latin corruptio (Fockema Andrea, 1951) atau corruptus
(Webster Student Dictionary, 1960). Selanjutnya, disebutkan pula bahwa corruptio berasal dari
kata corrumpere—satu kata dari bahasa Latin yang lebih tua. Dari bahasa Latin tersebut,
kemudian dikenal istilah corruption, corrupt (Inggris), corruption (Perancis), dan
“corruptic/korruptie” (Belanda). Indonesia kemudian memungut kata ini menjadi korupsi. Arti
kata korupsi secara harfiah adalah “sesuatu yang busuk, jahat, dan merusakkan (Dikti, 2011).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat, korupsi didefinisikan lebih spesifik lagi
yaitu penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan, organisasi, yayasan, dsb.)
untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Korupsi diturunkan dari kata korup yang bermakna

1) buruk; rusak; busuk; 2) suka memakai barang (uang) yang dipercayakan kepadanya; dapat
disogok (memakai kekuasaannya untuk kepentingan pribadi). Selain itu, ada kata koruptif yang
bermakna bersifat korupsi dan pelakunya disebut koruptor.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa korupsi adalah tindakan menguntungkan diri
sendiri dan orang lain yang bersifat busuk, jahat, dan merusakkan karena merugikan negara dan
masyarakat luas.

B. Ciri dan Jenis Korupsi

ciri-ciri korupsi sebagai berikut :

1. Suatu pengkhianatan terhadap kepercayaan.

2. Penipuan terhadap badan pemerintah, lembaga swasta, atau masyarakat umumnya.


3. Dengan sengaja melalaikan kepentingan umum untuk kepentingan khusus.

4. Dilakukan dengan rahasia, kecuali dalam keadaan di mana orang-orang yang berkuasa atau
bawahannya menganggapnya tidak perlu.

5. Melibatkan lebih dari satu orang atau pihak. Beberapa jenis korupsi melibatkan adanya
pemberi dan penerima.

6. Adanya kewajiban dan keuntungan bersama, dalam bentuk uang atau yang lain.

7. Terpusatnya kegiatan korupsi pada mereka yang menghendaki keputusan yang pasti dan
mereka yang dapat memengaruhinya.

8. Adanya usaha untuk menutupi perbuatan korup dalam bentuk pengesahan hukum.

Beberapa ahli mengidentifikasi jenis korupsi, di antaranya Syed Hussein Alatas yang
mengemukakan bahwa berdasarkan tipenya korupsi dikelompokkan menjadi tujuh jenis korupsi
sebagai berikut :

1. Korupsi transaktif (transactive corruption) yaitu menunjukkan kepada adanya kesepakatan


timbal balik antara pihak pembeli dan pihak penerima, demi keuntungan kedua belah pihak.

2. Korupsi yang memeras (extortive corruption) adalah jenis korupsi di mana pihak pemberi
dipaksa untuk menyuap guna mencegah kerugian yang sedang mengancam dirinya,
kepentingannya atau orang-orang dan hal-hal yang dihargainya.

3. Korupsi investif (investive corruption) adalah pemberian barang atau jasa tanpa ada pertalian
langsung dari keuntungan tertentu, selain keuntungan yang dibayangkan akan diperoleh di masa
yang akan datang.

4. Korupsi perkerabatan (nepotistic corruption) adalah penunjukan yang tidak sah terhadap
teman atau sanak saudara untuk memegang jabatan dalam pemerintahan, atau tindakan yang
memberikan perlakuan yang mengutamakan dalam bentuk uang atau bentuk-bentuk lain, kepada

mereka, secara bertentangan dengan norma dan peraturan yang berlaku.


6. Korupsi defensif (defensive corruption) adalah perilaku korban korupsi dengan pemerasan,
korupsinya adalah dalam rangka mempertahankan diri.

7. Korupsi otogenik (autogenic corruption) yaitu korupsi yang dilaksanakan oleh seseorang
seorang diri.

8. Korupsi dukungan (supportive corruption) yaitu korupsi tidak secara langsung menyangkut
uang atau imbalan langsung dalam bentuk lain.

Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Pidana Korupsi


yang diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 menetapkan 7 (tujuh) jenis
Tindak Pidana Korupsi yaitu :

1. Korupsi Terkait Kerugian Keuangan Negara

2. Korupsi Terkait dengan Suap-menyuap

3. Korupsi Terkait dengan Penggelapan dalam Jabatan

4. Tindak Pidana Korupsi Pemerasan

5. Tindak Pidana Korupsi Perbuatan Curang

6. Tindak Pidana Korupsi Terkait Benturan Kepentingan dalam Pengadaan

7. Tindak Pidana Korupsi Terkait Gratifikasi

C. Korupsi dalam Berbagai Perspektif

1. Korupsi dalam Perspektif Budaya

Dalam perspektif budaya, korupsi menjadi sesuatu yang dianggap biasa karena telah
dilakukan, baik secara sadar maupun tidak sadar dalam sikap hidup sehari-hari. Jika
dikategorikan secara berjenjang perilaku seseorang terhadap praktik korupsi dimulai dari sangat
permisif, permisif, antikorupsi, dan sangat antikorupsi.

“Budaya korupsi” sudah sejak zaman dahulu dilakukan, contohnya terjadi pada zaman
kerajaan bagaimana seorang penguasa menerima upeti dan hadiah dari rakyatnya agar
mendapatkan perlindungan. Hal ini masih kerap dilakukan oleh masyarakat terhadap
pemimpinnya. Karena itu, korupsi dianggap sudah menyebar secara vertikal dan horizontal.

2. Korupsi dalam Perspektif Agama

Dalam konteks perilaku korup, agama sebagai dasar dari segala kepercayaan dan
keyakinan tiap individu berperan penting. Dalam semua ajaran agama, tidak ada yang
mengajarkan umatnya untuk berlaku atau melakukan tindakan korupsi. Namun, pada
kenyataannya praktik korupsi sudah menjadi kebiasaan yang dilakukan orang-orang beragama.
Agama memang mengajarkan dan mengarahkan para penganutnya untuk hidup jujur, lurus, dan
benar. Korupsi termasuk kategori perilaku mencuri yang diharamkan agama dan tindakan
pendosa. Logikanya seseorang yang beragama atau memegang teguh ajaran agamanya tidak akan
melakukan korupsi

3. Korupsi dalam Perspektif Hukum

Korupsi harus dipahami sebagai tindakan melawan hukum dan ada pandangan sebagai
kejahatan luar biasa (extraordinary crime). KPK telah mendata tindakan korupsi di Indonesia
sehingga diperoleh hasil 50% adalah penyuapan (Republika, 2014). Dari data ini KPK
memandang korupsi sebagai kejahatan luar biasa.

Selesai :)

Anda mungkin juga menyukai