Anda di halaman 1dari 23

Aesthetics and Religion

by
Lyra A. Utami, Ph.D

Home Sanctuary- Author (Peguyangan, 2018)


Still remember this?

BONUM
(good/baik)
relates to moral, ethics

VERUM PULCHRUM
(true/benar) (beautiful/indah)
relates to rationale, logic relates to pleasure, aesthetics

*bagi para filsuf Yunani abad pertengahan dimana pemikiran ini berkembang, ketiganya merupakan tiga sisi dari satu realitas yang sama

matters that together creates 4 Values of HUMANITY as we know today


The 4 Values of HUMANITY
Rationale - Nilai Penalaran, Kebenaran, Logika
Morale - Nilai Kesopanan/Etika
Spiritual - Nilai Pemaknaan, Keberagamaan
Aesthetics Olah RASA Sense - Nilai Rasa, Penghayatan, Keindahan

Get Ready Girls! - Author (Tenganan Pagringsingan 2019)


4 nilai kemanusiaan inilah yang semestinya disinkronisasi oleh agama, yang kembali menekankan kepada kesatuan dari ketiga hal
[kebenaran, kebaikan dan keindahan] tersebut.
Jadi, apa hubungan antara estetika dan agama?

Merefleksi kembali, apa itu tujuan agama? Mengapa ada agama?


Sebenarnya tujuan dari agama adalah membentuk etika manusia (ethics), yang pada hakekatnya menjelaskan posisi manusia
sebagai salah satu makhluk hidup dan mengatur hubungan manusia dengan Sang Pencipta, dengan sesama makhluk hidup [yang
juga bersama-sama tinggal di dimensi fisik - planet Bumi yang sama], dan dengan alam semesta yang menjadi lingkungan tempat
kehidupannya [anda hidup didalam semesta raya, diri anda sendiripun merupakan semesta bagi segala organisme yang
mendukung kehidupan anda]. Etika ini adalah hal yang selanjutnya membentuk akhlak (membentuk sopan santun, budi pekerti,
dan kearifan). Akhlak adalah tindakan - perilaku anda sebagai manusia, yang anda bentuk untuk mengembangkan moralitas anda
sebagai salah satu kualitas dari spesies manusia modern - sapiens.

Apa tujuan etika dan kenapa hubungan-hubungan itu perlu diatur?


Pada dasarnya manusia butuh merasa aman, tenteram, damai, nyaman, tertib, dan tujuan etika (yang merupakan muara agama)
adalah untuk menciptakan rasa tenteram, aman, nyaman, dan tertib tersebut.
Kita lihat, bahwa penekanan etika kembali kepada RASA, pada sensasi yang dihasilkan dari pengalaman keber-agama-an
(religiosity) dan hasil dari memiliki perilaku etis yang menghayati fitrah anda sebagai manusia, pengalaman spiritualitas anda dalam
kehidupan beragama dan memiliki kepercayaan.

Domain rasa dan sensasi, adalah domain Estetika.


Estetika kembali lagi membicarakan sensasi kepuasan batiniah, kenyamanan spiritual, kedekatan dengan Sumber Penciptaan,
ketenteraman, keamanan, kedamaian dan keindahan yang manusia perlukan dalam menjalani kehidupan. Agama menyediakan
cara-cara, baik secara kajian-kajian yang membuat manusia memahami aturan-aturan kebaikan dan kebenaran [hakiki] dengan
menyeluruh, baik secara edukasi dan keilmuan, dan praktik-praktik yang menyediakan media penghayatan maupun benda dan
perilaku yang mengekspresikan penghayatan atas kepercayaan.

Sehingga orang yang beragama perlu memahami tentang dunia estetik, karena tanpanya, agama akan kering karena kehilangan visi
dan misinya.

Dalam analisa estetika, agama juga mengekspresikan sublimitas, sensasi beyond beauty yang kerap diwacana-kan dan dikaji secara
mendalam dalam teori-teori Estetika dari mulai periode Helenistik hingga modern. Tiap agama memiliki alatnya sendiri-sendiri
untuk dapat mencapai target penghayatan rasa dan sensasi keindahan dan kesubliman dalam keber-agama-an (religiosity) tersebut.
Diantara pengejahwantahan estetika relijius itu adalah seni dan berkesenian. Kesatuan [bonum, verum, pulchrum] yang (semestinya)
ditegaskan oleh agama tersebut diejahwantahkan dalam karya cipta dan kesenian yang menjadi media dan perlakuan untuk
menghayati maupun menyampaikan ekspresi penghayatan. Dan jika saat itu ia dapat ditangkap dan dirasakan oleh pelaku/
pengamat, itulah nilai estetisnya.

Agama menunjukkan pada kebenaran, adanya agama adalah untuk memunculkan moralitas (etika) dalam hidup bersama yang
penuh keberagaman. Kebenaran tanpa kebaikan akan kehilangan pijakan, sementara kebaikan tanpa keindahan menjadi formalitas
yang tidak ada rasanya. Sehingga dalam suatu kepercayaan, faith, submission to the Divine dan God-consciousness itu adalah
realitas yang seharusnya berkesinambungan, tidak dapat terpisah.
Rainbow Church - Tokujin Yoshioka 吉岡徳仁個展『スペクトル ― プリズムから放たれる虹の光線』Museum of Contemporary Art, Tokyo (2014)
Nasir Al Mulk Mosque, Iran (Google Map)
Canang Sari - author (Tenganan Pagringsingan, 2014)
Illuminated Bible ‘the Book of Genesis’- commissioned by Khodja Nazar (Istanbul, 1623)
Agama memerlukan perwujudan dalam bentuk fisik dan ada di alam kebendaan (material world), dan juga tercermin dalam tindakan
- bentuk perilaku manusia itu sendiri. Baik tujuannya untuk mengungkapkan rasa tersebut atau untuk membangkitkan sensasi
religiosity di kalangan pemeluk kepercayaan suatu agama agar dapat benar-benar dihayati ataupun dirasakan hakekatnya.
New Year’s First Prayer [Hatsumode] - Author (Hiroshima - 2018)
Pilgrimage to Mecca (Euronews)
Upacara Melasti- Horvath Mark (Kura-kura Guide, Bali)
Kemampuan pengadaan (materialization) dalam dunia fisik, kemampuan pengungkapan lewat
benda serta tindakan tersebut bersandar pada daya simbolik dalam konteks kapasitas komunikasi
non-verbal yang dimiliki oleh sebuah karya maupun tindakan yang merupakan ekspresi
penghayatan tersebut.
“the transience of life teaches constant transformation….
Before enlightenment, is not what pales but when men would call a “work of art”?

Sand Mandala - Lhasa, Tibet (Faena Aleph)


Senbazuru [a thousand paper cranes]- Author - (Nagasaki Atomic Bomb Memorial Park, 2015)
La Disputa del Sacramento (Disputation of Holy Sacrament) - Rafael (1509~1510)
Toori Gate to the Goddesses Realm [Itsukushima-jinja] - Author (Miyajima-to 2015)
Daya simbolik (simbolic potency) suatu benda maupun tindakan yang
mencerminkan perilaku relijius dan religiosity pada hakikatnya bertumpu pada
sistem kepercayaan manusia.
“in return” - Author (Miyajima-to, 2018)
“Las Ánimas Festival at the General Cemetery of Mérida [Dia de Los Muertos, México] - Beatrice Garcia (2019)
In appreciating religious aesthetics and in making connection with the divine through art…

Google; Aceh - “Tari Saman”, Istanbul Whirling Dervishes - “Mevlevi Sema Ceremony”, Barcelona - Antoni Gaudi’s La Sagrada Familia, Jogjakarta - Waisak di Borobudur
Kapasitas dan kemampuan untuk dapat mengungkapkan dan/atau membangkitkan emosi/rasa/
sensasi dari penghayatan religiosity tersebut pada dasarnya selaras dengan kualitas pesona yang
dimiliki oleh benda maupun tindakan, dan terdapat dalam benda seni yang diciptakan oleh
pemeluk kepercayaan mupun perilaku keseniannya. Karena itulah agama dan seni berhubungan
sangat erat.

To be continued..

Anda mungkin juga menyukai