Anda di halaman 1dari 19

Philosophy of Art

Lyra A. Utami, Ph.D

C-3PO and R2-D2 Arrive on Tatooine - Ralph McQuarrie (a conceptual drawing for “Star Wars’’ director George Lucas) Brooklyn Museum of Art
What Philosophy of Art concerns…
Definition of art
The reality of art
The purpose of art
The values of art
Expression and medium
The semiotics
Attitude/mind-stance of the artist
The process of creating art
The relationship art has with knowledge, morality, religion, psychology, culture
The relationship between the creator and the medium of art
In the deeper meaning, it concerns the experiential aspect, spiritual aspect, relational aspect,
intellectual aspect, cultural aspect, moral aspect, etc.
Art as Mimesis
The aim of art is to represent not the outward appearance of things, but
their inward significance’ - Aristotle
Greek origin.. μῖμος
mimos
“imitator, actor”

μιμεισθαι
mimeisthai
“to imitate”

mīmēsis - mimesis
“imitation, non-sensuous similarity, receptivity, representation,
mimicry, the act of expression, the act of resembling, and the
presentation of the self.”
Mimesis in art is the tendency for artists to imitate, or copy of what is in the real world or imitate the
style, technique, form or other aspects from another artist’s work.

Gagasan mengenai Seni sebagai tiruan yang mendominasi selama berabad-abad sejarah seni, berasal
dari Yunani kuno. Plato sang Filsuf tidak terlalu menyukai seni. Menurutnya semua bentuk seni adalah
sebagai contoh 'mimesis' atau imitasi, dia mengkritik mereka karena gagal menggambarkan realitas
ideal abadi yang dia sebut sebagai 'bentuk' atau 'ide'. Karena kehidupan itu sendiri hanyalah salinan
belaka dari bentuk ideal yang sempurna, seni sebagai “salinan” hanyalah citra dari apa yang nyata dan
benar. Demikian pula, Aristoteles menelusuri seni kembali ke karakter manusia yang mencintai imitasi
dan mengenali kemiripan yang menjadi ke-khasan skill yang dimiliki manusia. Tapi baginya, seni bukan
sekadar menyalin. Sebagai realisasi dari sesuatu ide, seni mengidealkan alam dan melengkapi
kekuarangannya dengan berusaha untuk menangkap apa yang universal dalam fenomena individu
(yang dirasakan oleh sang pencipta). 'Tujuan seni adalah untuk mewakili bukan penampilan luar dari
sesuatu, tetapi signifikansi batin mereka', tulis Aristoteles. Teori seni sebagai tiruan keindahan atau
alam tetap ada sepanjang sejarah seni rupa. Dalam “Lives of the Painters” pelukis era Renaissance dan
sejarawan seni Giorgio Vasari menulis 'lukisan hanyalah tiruan dari semua makhluk hidup di alam
dengan warna dan desainnya sebagaimana adanya di alam'. Baru pada awal abad ke-19 dan
kebangkitan Romantisisme (Romanticism), gagasan ini mulai memudar dan penekanan yang lebih
besar diberikan pada ekspresi emosi seniman.
Drawing Hands - M.C Escher (1948)
Rosa centifolia foliacea - by Pierre-Joseph Redouté (1824), Ascidiae - Ernst Haeckel, The Flowering Plants of Great Britain - Anne Pratt
David - Michaelangelo (1504) - and the details of hand and facial expression
Art as a form of Expression
‘Art is a human activity, consisting in this, that one person consciously, by certain external signs, conveys
to others feelings he has experienced, and other people are affected by these feelings and live them
over in themselves’ - Leo Tolstoy

Santana Mural [9th St. The Mission, San Fransisco] - Mel Walters
Lahir dari Romanticism, teori seni sebagai ekspresi mendefinisikan seni sebagai sarana untuk
menggambarkan emosi seniman yang unik dan individual. Tolstoy mendefinisikan seni dalam karyanya
“What Is Art?”: ‘Seni adalah aktivitas manusia, yang terdiri dari [hal] ini; bahwa satu orang secara
sadar, dengan tanda-tanda eksternal tertentu, menyampaikan kepada orang lain perasaan yang
telah dia alami, dan orang lain dipengaruhi oleh perasaan ini dan menghidupinya dalam dirinya
sendiri'. Perdebatan bahwa teori ekspresi membatasi seniman pada ekspresi perasaan dan emosi, para
ahli teori kemudian menekankan bahwa seni tidak hanya dapat mengekspresikan perasaan dan
emosi tetapi juga ide. Dalam 'Sentences of Conceptual Art' in Art and Its Significance, seniman
Amerika Sol Le Witt menyatakan: 'Ide saja bisa menjadi karya seni….Semua gagasan tidak perlu
dibuat fisik.…Sebuah karya seni dapat dipahami sebagai konduktor dari pikiran artis kepada audiens.
Tapi itu mungkin juga tidak pernah mencapai audiens, atau mungkin tidak pernah meninggalkan
pikiran sang artis’.
Sebagai cara untuk mengekspresikan emosi dan ide, seni juga merupakan sarana komunikasi yang
kuat. Memberi dampak pada persepsi sensorial orang lain, sebuah karya seni bisa dikatakan
mengomunikasikan emosi atau perasaan seniman. Berabad-abad sebelum teori ekspresi, Leonardo da
Vinci menyatakan bahwa 'seni adalah Ratu dari semua ilmu yang mengkomunikasikan pengetahuan
kepada semua generasi di dunia'. Dalam bagian yang disebutkan di atas, Tolstoy menulis: 'Untuk
membangkitkan dalam diri seseorang perasaan yang telah dialami seseorang, dan... kemudian, melalui
gerakan, garis, warna, suara, atau bentuk yang diungkapkan dalam kata-kata, untuk mengirimkan
perasaan itu—inilah kegiatan seni'.
I feel, I sense, I ideate, therefore I am…
The idea of Pina Bausch:
In ‘space where we can encounter
each other,’ it is ‘not how people
move, but what moves them,’.

Anyelir merah muda dipakai untuk


mengatakan, 'Aku akan ada untukmu.'
Anyelir, buatan maupun aslinya, adalah
simbol ketertarikan Pina Bausch pada
cinta

Nelken (Carnation) - Tanztheater Wuppertal Pina Bausch (2016)


Grapefruit - Yoko Ono (1963)
Art and the Truth
art expresses the spirit of particular cultures, as well as that of individual artists and the general human
spirit. - Hegel

Narasi Kehidupan Pinggir Kali - Batik Artisan Batik Girli


Bagi Martin Heidegger, seni memanifestasikan, mengartikulasikan, atau mengkonfigurasi ulang ‘style’
sebuah budaya dari dalam dunia budaya tersebut. Dalam pengertian ini, seni mampu mengungkapkan
dunia orang lain dan menghasilkan pemahaman bersama. Jauh sebelum Heidegger, Hegel berpikir
bahwa seni mengekspresikan semangat budaya tertentu, serta semangat seniman individu dan
semangat manusia secara umum. Menekankan pada perkembangan sejarah ide dan kesadaran, ia
melihat ekspresi artistik sebagai semacam klimaks dari sejarah jiwa manusia yang mengungkapkan
kebenaran secara intuitif.

Seni sering kali berkisar pada pencarian kebenaran dan makna dalam hidup seseorang. Tapi bisakah
sebuah karya seni menghasilkan kebenaran? Sementara Plato berpikir itu tidak bisa, Hegel dan
beberapa pemikir lain berpikir berbeda. Pengertian kebenaran dalam seni bukanlah soal representasi
akurat secara empiris (apa yang dialami), tetapi seni dapat mengungkapkan rasa realitas yang lebih
dalam dan menyampaikan pengetahuan tertentu. Penyair Amerika Robert Frost menulis: ‘To me the
thing that art does for life is to clean it – to strip it to form’. Demikian pula, Pablo Picasso berpikir
bahwa 'seni adalah kebohongan yang membuat kita menyadari kebenaran, setidaknya kebenaran yang
diberikan untuk kita pahami'. Karena seniman dan audiens mereka berbagi dunia material tempat
mereka tinggal, seni dapat berkontribusi pada perubahan dunia itu, pada kepekaan rasa serta sikap
secara umum. Seperti yang ditulis Paul Klee dalam The Inward Vision, 'seni tidak mereproduksi yang
terlihat; sebaliknya, itu membuat [apapun itu menjadi] terlihat ‘.
Realitas manusia dalam kosmos yang tertuang dalam kain Gringsing di komunitas Bali Aga Tenganan Pagringsingan:
Bahwa siklus kehidupan sejatinya mengekspresikan ke-fana-an semua elemennya, dan dalam ke-fana-an tersebut, jika seseorang tidak
memperhatikan keterkaitan segala sesuatunya dan tidak melindungi dirinya, maka ia akan rentan terhadap mara bahaya dan ‘bala’, dan
sakitnya akan membawa dampak bagi lingkungan hidupnya maupun hubungan-hubungannya pada Tuhan, alam serta manusia lainnya.

Gringsing Wayang Kebo - Gringsing Artisan Desa Tenganan Pagringsingan (2016)


Which side
are you on?

Truth represented as a woman, beleaguered on all sides by persecution, superstition and violence - Christoph Murer (c. 1600-1614)
Art as the tool to shape the World
Dostoevsky pernah menulis: 'Seni adalah kebutuhan umat manusia seperti halnya makan dan minum.
Kebutuhan akan keindahan dan ciptaan yang mewujudkannya tidak dapat dipisahkan dari
kemanusiaan dan tanpanya manusia mungkin tidak ingin hidup di bumi. Manusia haus akan keindahan,
menemukan dan menerima keindahan tanpa syarat apapun tetapi apa adanya hanya karena keindahan
itu; dan dia bersujud di hadapannya dengan hormat tanpa bertanya apa gunanya dan apa yang bisa
dibeli dengannya”. Bagi Nietzsche, 'seni pada dasarnya adalah penegasan, berkah, dan pendewaan
keberadaan'. Seni adalah sarana untuk menghadapi dunia tempat kita hidup, keberadaan kita sendiri,
dan memahami semuanya (pada momen tersebut - existential truth). Di sisi lain, bagi Oscar Wilde, ‘art
is the most intense mode of individualism that the world has known’. Seni juga merupakan upaya
keabadian, atau seperti yang ditulis Andre Malraux, 'seni adalah pemberontakan, protes terhadap
kepunahan'. Seni adalah semua hal itu dan banyak lagi lainnya.
Artist doing grafitti on a wall in Munich, Germany https://www.thestar.com.my/lifestyle/culture/2020/03/18/covid-19-how-the-art-world-is-taking-on-the-virus

Anda mungkin juga menyukai