Anda di halaman 1dari 2

2.

estimasi kestabilan ekonomi di Indonesia dengan kondisi cuaca extrem seperti ini cenderung
mengalami inflasi pada sektor pangan dan logistic. Pada sektor pangan mengalami inflasi
dikarenakan peningkatan curah hujan memengaruhi produksi komoditas pertanian, sehingga
makanan pokok seperti beras menjadi langka dan terjadi inflasi pada harga beras. Sedangkan
pada sektor logistik beresiko terhambatnya arus logistic barang dikarenakan peningkatan curah
hujan yang berdampak kebanjiran di beberapa Kota di Indonesia sehingga langkanya kurir atau
jasa logistik membuat biaya ongkos meningkat.

4. Pemulihan ekonomi AS yang semakin kuat, serta perbaikan ekonomi di Tiongkok dan sejumlah negara di Kawasan
Eropa yang terus berlangsung sejalan percepatan vaksinasi dan berlanjutnya stimulus kebijakan. Sementara itu,
ekonomi India diprakirakan makin melemah akibat kenaikan kasus Covid-19 dan perluasan pembatasan mobilitas.
Kondisi perekonomian Indonesia semakin membaik hal tersebut tercermin pada berbagai indikator dini pada Mei
2021 yang terus membaik. Indikator konsumsi rumah tangga meningkat seperti penjualan makanan, minuman dan
tembakau, serta bahan bakar kendaraan bermotor, penjualan online, dan PMI Manufaktur yang melanjutkan
peningkatan. Dari sisi eksternal, kinerja ekspor terus meningkat, khususnya pada komoditas batu bara, besi dan baja,
serta kendaraan bermotor sejalan kenaikan permintaan mitra dagang utama.
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) diprakirakan tetap baik, sehingga mendukung ketahanan sektor
eksternal. Defisit transaksi berjalan diprakirakan tetap rendah, didorong oleh surplus neraca barang yang
berlanjut. Neraca perdagangan Mei 2021 mencatat surplus sebesar 2,4 miliar dolar AS, melanjutkan surplus pada
bulan sebelumnya sebesar 2,3 miliar dolar AS. Perkembangan tersebut dipengaruhi oleh kinerja positif pada sebagian
besar komoditas utama di tengah impor yang tetap kuat seiring perbaikan ekonomi domestik.
Nilai tukar Rupiah menguat sejalan dengan kembali masuknya aliran modal asing dan langkah stabilisasi
Bank Indonesia. Nilai tukar Rupiah pada 16 Juni 2021 menguat 0,49% secara rerata dan 0,30% secara point to
point dibandingkan dengan level Mei 2021. Penguatan nilai tukar Rupiah didorong oleh berlanjutnya aliran masuk
modal asing ke pasar keuangan domestik seiring dengan penurunan ketidakpastian pasar keuangan global dan persepsi
investor yang membaik terhadap prospek ekonomi domestik. Dengan perkembangan tersebut, Rupiah sampai dengan
16 Juni 2021 mencatat depresiasi sekitar 1,32% (ytd) dibandingkan dengan level akhir 2020, relatif lebih rendah dari
negara lain di kawasan, seperti Thailand, Korea Selatan, dan Malaysia.
Inflasi tetap terkendali di tengah kenaikan permintaan sesuai pola musiman HBKN. Inflasi Indeks Harga
Konsumen (IHK) pada Mei 2021 tercatat 0,32% (mtm), meningkat dibandingkan dengan inflasi pada April 2021
sebesar 0,13% (mtm). Inflasi IHK tersebut lebih tinggi dari pola musiman HBKN tahun 2020 (0,07%, mtm), namun
lebih rendah dari rerata historis lima tahun terakhir (0,52%, mtm). Dengan perkembangan tersebut, secara tahunan
inflasi IHK tercatat 1,68% (yoy), meningkat dari inflasi bulan sebelumnya (1,42%, yoy). Perkembangan inflasi
tersebut dipengaruhi oleh kenaikan inflasi inti sejalan dengan permintaan domestik yang membaik, di tengah stabilitas
nilai tukar yang terjaga dan kebijakan Bank Indonesia yang konsisten mengarahkan ekspektasi inflasi pada kisaran
target. Inflasi kelompok volatile food meningkat sejalan dengan permintaan musiman HBKN. Sementara itu, inflasi
kelompok administered prices terkendali meskipun terjadi kenaikan tarif angkutan. Ke depan, Bank Indonesia tetap
berkomitmen menjaga stabilitas harga dan memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah, baik di tingkat pusat
maupun daerah melalui Tim Pengendali Inflasi (TPI dan TPID), guna menjaga inflasi IHK sesuai kisaran targetnya,
yakni 3,0%±1% pada 2021.
Kondisi likuiditas tetap longgar didorong kebijakan moneter yang akomodatif dan dampak sinergi Bank
Indonesia dengan Pemerintah dalam mendukung pemulihan ekonomi nasional. Bank Indonesia telah menambah
likuiditas (quantitative easing) di perbankan sebesar Rp94,03 triliun pada tahun 2021 (hingga 15 Juni 2021). Bank
Indonesia juga melanjutkan pembelian SBN di pasar perdana sebagai bagian dari sinergi kebijakan Bank Indonesia
dan Pemerintah untuk pendanaan APBN 2021. Hingga 15 Juni 2021, pembelian SBN di pasar perdana tercatat sebesar
Rp116,26 triliun yang terdiri dari Rp40,80 triliun melalui mekanisme lelang utama dan Rp75,46 triliun melalui
mekanisme Greenshoe Option (GSO). Dengan ekspansi moneter tersebut, kondisi likuiditas perbankan sangat
longgar, tercermin pada rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yang tinggi, yakni 32,71% dan
pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 10,71% (yoy). Likuiditas perekonomian juga meningkat, tercermin
pada uang beredar dalam arti sempit (M1) dan luas (M2) yang tumbuh masing-masing sebesar 12,6% (yoy) dan 8,1%
(yoy) pada Mei 2021. Ekspansi likuiditas tersebut belum optimal mendorong pertumbuhan ekonomi, di tengah
kecepatan perputaran uang di ekonomi (velositas) yang menurun, seiring belum kuatnya permintaan domestik.
Suku bunga kebijakan moneter yang tetap rendah dan likuiditas yang masih longgar mendorong suku bunga
kredit perbankan terus menurun walaupun masih terbatas. Di pasar uang dan pasar dana, suku bunga PUAB
overnight dan suku bunga deposito perbankan telah menurun, masing-masing sebesar 153 bps dan 207 bps sejak April
2020 menjadi 2,79% dan 3,66% pada April 2021. Di pasar kredit, penurunan Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK)
perbankan berlanjut, meski dengan besaran respons yang lebih terbatas, yaitu menurun sebesar 177 bps sejak April
2020 menjadi 8,87% pada April 2021. Di tengah menurunnya Harga Pokok Dana untuk Kredit (HPDK), penurunan
SBDK masih terbatas didorong oleh kembali meningkatnya komponen margin keuntungan, terutama terjadi pada
kelompok Bank Umum Swasta Nasional (BUSN).
Ketahanan sistem keuangan tetap terjaga, meskipun fungsi intermediasi perbankan masih perlu
didorong. Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio / CAR) perbankan April 2021 tetap tinggi sebesar
24,21%, dan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan / NPL) tetap terjaga, yakni 3,22% (bruto) dan 1,06%
(neto). Di tengah kondisi likuiditas yang tetap longgar, intermediasi perbankan menunjukkan perbaikan meskipun
masih mengalami kontraksi sebesar   -1,28% (yoy) pada Mei 2021. Perbaikan ini didorong oleh membaiknya
permintaan kredit seiring dengan berlanjutnya pemulihan aktivitas korporasi yang tercermin antara lain dari
meningkatnya penjualan, pajak yang dibayarkan, dan kemampuan bayar korporasi. Di sektor rumah tangga,
permintaan kredit di sektor properti terus membaik tercermin dari pertumbuhan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang
tumbuh 6,61% (yoy) sejalan dengan implementasi pelonggaran LTV dan insentif pajak oleh Pemerintah. Pemulihan
kredit juga terjadi di sektor UMKM, terutama di sektor perdagangan.
Bank Indonesia terus melakukan penguatan kebijakan sistem pembayaran guna akselerasi transaksi ekonomi
dan keuangan digital dan mendukung pemulihan ekonomi nasional. 

https://www.bi.go.id/id/publikasi/laporan/Pages/Tinjauan-Kebijakan-Moneter-Juni-2021.aspx

Anda mungkin juga menyukai