Anda di halaman 1dari 17

TUGAS

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT II


LAPORAN PENDAHULUAN
CIDERA OTAK SEDANG
(COS)

OLEH :

CLAUDIA CHRISTYAN PUTRA PRADIGDA


NIM. P27820108044

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURABAYA
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN SOETOMO
SURABAYA
2011

DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL ………...……………………………………………………… i
DAFTAR ISI……………………………………………………………. ii
BAB 1 PENDAHULUAN……………………………………………… 1
1.1 Latar Belakang………………………………………………. 1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………… 2
1.3 Tujuan ………………………………………………………. 2
BAB II KONSEP DASAR………………………………………….….. 3
2.1 Pengertian Cidera Otak Sedang……………………………... 3
2.2 Etiologi…………………... …………………………………. 3
2.3 Patofisiologi……………………………………….…….…… 3
2.4 Klasifikasi Cidera Kepala………………………………….… 4
2.5 Manifestasi Klinis………………………………………….… 5
2.6 Jenis Perdarahan yang sering ditemui…………………….…. 5
2.7 Penanganan Pertama Kasus Cidera Kepala…………………. 7
2.8 Fokus Pengkajian……………………………………………. 15
BAB III PENUTUP………………………………………...……..……. 16
3.1 Kesimpulan………………………………………………..… 16
DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 17
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Cedera kepala pada dasarnya dikenal dua macam mekanisme trauma yang mengenai kepala
yakni benturan dan goncangan (Gennereli and Meany, 1996).
Berdasarkan GCS maka cidera kepala dapat dibagi menjadi 3 gradasi yaitu cidera kepala
derajat ringan, bila GCS : 13 – 15, Cidera kepala derajat sedang, bila GCS : 9 – 12, Cidera kepala
berat, bila GCS kuang atau sama dengan 8. Pada penderita yang tidak dapat dilakukan pemeriksaan
misal oleh karena aphasia, maka reaksi verbal diberi tanda “X”, atau oleh karena kedua mata edema
berat sehingga tidak dapat di nilai reaksi membuka matanya maka reaksi membuka mata diberi nilai
“X”, sedangkan jika penderita dilakukan tracheostomy ataupun dilakukan intubasi maka reaksi
verbal diberi nilai “T”.
Prinsip - Prinsip pada Trauma Kepala:
1. Tulang tengkorak sebagai pelindung jaringan otak, mempunyai daya elastisitas untuk mengatasi
adanya pukulan.
2. Bila daya/toleransi elastisitas terlampau akan terjadi fraktur.
3. Berat/ringannya cedera tergantung pada :
a. Lokasi yang terpengaruh :
1) Cedera kulit.
2) Cedera jaringan tulang.
3) Cedera jaringan otak.
b. Keadaan kepala saat terjadi benturan.
4. Masalah utama adalah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial (PTIK)
5. TIK dipertahankan oleh 3 komponen :
1) Volume darah /Pembuluh darah ( 75 - 150 ml).
2) Volume Jaringan Otak (. 1200 - 1400 ml).
3) Volume LCS ( 75 - 150 ml).
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apakah pengertian cidera otak sedang?
1.2.2 Apakah etiologi pada cidera otak sedang?
1.2.3 Bagaimanakah patofisiologi cidera otak sedang?
1.2.4 Bagaimana klasifikasi cidera kepala?
1.2.5 Bagaimana manifestasi klinis cidera otak sedang?
1.2.6 Bagaimana jenis perdarahan yang sering ditemui pada cidera kepala?
1.2.7 Bagaimana penanganan pertama kasus cidera kepala?

1.3 Tujuan
1.3.1 Dapat mengerti dan memahami pengertian pengertian cidera otak sedang.
1.3.2 Dapat mengerti dan memahami etiologi pada cidera otak sedang.
1.3.3 Dapat mengerti dan memahami patofisiologi cidera otak sedang.
1.3.4 Dapat mengerti dan memahami klasifikasi cidera kepala.
1.3.5 Dapat mengerti dan memahami manifestasi klinis cidera otak sedang.
1.3.6 Dapat mengerti dan memahami jenis perdarahan yang sering ditemui pada cidera kepala
1.3.7 Dapat mengerti dan memahami penanganan pertama kasus cidera kepala.
BAB 2
KONSEP DASAR

2.1 Pengertian Cidera Otak Sedang


Cidera otak sedang adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau
tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.
Cidera kepala sedang yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau
penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi-decelerasi)
yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor
dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak
sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.
Cidera Kepala Sedang (COS):
1. GCS 9 – 12
2. Saturasi oksigen > 90 %
3. Tekanan darah systale > 100 mm Hg
4. Lama kejadian < 8 jam

2.2 Etiologi
1. Kecelakaan
2. Jatuh
3. Trauma akibat persalinan

2.3 Patofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi.
Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak
mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan
menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar
metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan
glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma
turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui
proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat,
hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal
ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit / 100 gr.
jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-myocardial,
perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah
perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan
tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi . Pengaruh persarafan
simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.

2.4 Klasifikasi Cidera Kepala


1. Cidera kepala primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (aselerasi-deselerasi rotasi) yang menyebabkan
gangguan pada jaringan.
Pada cidera primer dapat terjadi :
1). Geger kepala ringan
2). Memar otak
3). Laserasi.
2. Cedera kepala sekunder
Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti:
1). Hipotensi sistemik
2). Hiperkapnea
3). Hipokapnea
4). Udema otak
5). Komplikasi pernapasan
6). Infeksi komplikasi pada organ tubuh yang lain.

2.5 Manifestasi Klinis


1. Jika klien sadar akan merasakan sakit kepala hebat.
2. Muntah proyektil.
3. Papil edema.
4. Kesadaran menurun.
5. Perubahan tipe kesadaran.
6. Tekanan darah menurun, bradikardia.
7. An isokor.
8. Suhu tubuh yang sulit dikendalikan
2.6 Jenis Perdarahan yang sering ditemui
1. Epidural hematoma
Terdapat pengumpulan darah diantara tulang tengkorak dan duramater akibat
pecahnya pembuluh darah / cabang – cabang arteri meningeal media yang terdapat diantara
duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena sangat berbahaya . Dapat
terjadi dalam beberapa jam sampai 1 – 2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu di lobus
temporalis dan parietalis.
Gejala – gejalanya :
1). Penurunan tingkat kesadaran
2). Nyeri kepala
3). Muntah
4). Hemiparese
5). Dilatasi pupil ipsilateral
6). Pernapasan cepat dalam kemudian dangkal ( reguler )
7). Penurunan nadi
8). Peningkatan suhu
2. Subdural hematoma
Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan
kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena / jembatan vena yang biasanya
terdapat diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut dapat terjadi dalam
48 jam – 2 hari, 2 minggu atau beberapa bulan.
Gejala – gejalanya :
1). Nyeri kepala
2). Bingung
3). Mengantuk
4). Menarik diri
5). Berfikir lambat
6). Kejang
7). Udem pupil.
3. Perdarahan intra serebral
Perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh darah arteri, kapiler dan
vena.
Gejala – gejalanya :
1). Nyeri kepala
2). Penurunan kesadaran
3). Komplikasi pernapasan
4). Hemiplegi kontra lateral
5). Dilatasi pupil
6). Perubahan tanda – tanda vital
4. Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan di dalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan
permukaan otak, hampir selalu ada pada cedera kepala yang hebat.
Gejala – gejalanya :
1). Nyeri kepala
2). Penurunan kesadaran
3). Hemiparese
4). Dilatasi pupil ipsilateral
5). Kaku kuduk.

2.7 Penanganan Pertama Kasus Cidera Kepala


Pertolongan pertama dari penderita dengan cidera kepala mengikuti standart yang telah
ditetapkan dalam ATLS (Advanced Trauma Life Support) yang meliputi, anamnesa sampai
pemeriksaan fisik secara seksama dan stimultan pemeriksaan fisik meliputi Airway, Breathing,
Circulasi, Disability (ATLS ,1997).
Pada pemeriksaan airway usahakan jalan nafas stabil, dengan cara kepala miring, buka mulut,
bersihkan muntahkan darah, adanya benda asing. Perhatikan tulang leher, Immobilisasi, Cegah
gerakan hiperekstensi, Hiperfleksi ataupun rotasi, Semua penderita cidera kepala yang tidak sadar
harus dianggap disertai cidera vertebrae cervikal sampai terbukti tidak disertai cedera cervical,
maka perlu dipasang collar barce. Jika sudah stabil tentukan saturasi oksigen, minimal saturasinya
diatas 90 %, jika tidak usahakan untuk dilakukan intubasi dan support pernafasan.
Setelah jalan nafas bebas sedapat mungkin pernafasannya diperhatikan frekwensinya normal
antara 16 – 18 X/menit, dengarkan suara nafas bersih, jika tidak ada nafas lakukan nafas buatan,
kalau bisa dilakukan monitor terhadap gas darah dan pertahankan PCO 2 antara 28 – 35 mmHg
karena jika lebih dari 35 mmHg akan terjadi vasodilatasi yang berakibat terjadinya edema serebri.
Sedangkan jika kurang dari 20 mmHg akan menyebabkan vasokonstruksi yang berakibat terjadinya
iskemia, Periksa tekanan oksigen (O2) 100 mmHg jika kurang berikan oksigen masker 8 liter/menit.
Pada pemeriksaan sistem sirkulasi Periksa denyut nadi/jantung, jika (tidak ada) lakukan resusitasi
jantung, Bila shock (tensi < 90 mmHg nadi >100 X/menit) dengan infus cairan RL, cari sumber
perdarahan ditempat lain, karena cidera kepala single pada orang dewasa hampir tidak pernah
menimbulkan shock. Terjadinya shock pada cidera kepala meningkatkan angka kematian 2x. Pada
pemeriksaan disability/kelainan kesadaran pemeriksaan kesadaran memakai glasgow coma scale.
Periksa kedua pupil bentuk dan besarnya serta catat reaksi terhadap cahaya langsung maupun tidak
langsung, Periksa adanya hemiparese/plegi. Periksa adanya reflek patologis kanan kiri, Jika
penderita sadar baik tentukan adanya gangguan sensoris maupun fungsi misal adanya aphasia.
Setelah fungsi vital stabil (ABC stabil baru dilakukan survey yang lain dengan cara melakukan
sekunder survey/ pemeriksaan tambahan seperti skull foto, foto thorax, foto pelvis, CT Scan dan
pemeriksaan ini sebenarnya dikerjakan secara stimultan dan seksama) (ATLS , 1997).
2.7.1 Glasgow coma scale (GCS)
Untuk mendapatkan keseragaman dari penilaian tingkat kesadaran secara kwantitatif (yang
sebelumnya tingkat kesadaran diukur secara kwalitas seperti apatis, somnolen dimana pengukuran
seperti ini didapatkan hasil yang tidak seragam antara satu pemeriksaan dengan pemeriksa yang
lain) maka dilakukan pemeriksaan dengan skala kesadaran secara glasgow, ada 3 macam indikator
yang diperiksa yaitu reaksi membuka mata, Reaksi verbal, Reaksi motorik.
1. Reaksi membuka mata

Reaksi membuka mata Nilai

Membuka mata spontan 4

Buka mata dengan rangsangan suara 3

Buka mata dengan rangsangan nyeri 2

Tidak membuka mata dengan rangsangan nyeri 1

2. Reaksi Verbal
Reaksi Verbal Nilai
Komunikasi verbal baik, jawaban tepat 5
Bingung, disorientasi waktu, tempat dan ruang 4

Dengan rangsangan nyeri keluar kata-kata 3

Keluar suara tetapi tak berbentuk kata-kata 2

Tidak keluar suara dengan rangsangan apapun 1

3. Reaksi Motorik
Reaksi Motorik Nilai
Mengikuti perintah 6
Melokalisir rangsangan nyeri 5
Menarik tubuhnya bila ada rangsangan nyeri 4
Reaksi fleksi abnormal dengan rangsangan nyeri 3
Reaksi ekstensi abnormal dengan rangsangan nyeri 2
Tidak ada gerakan dengan rangsangan nyeri 1
Berdasarkan GCS maka cidera kepala dapat dibagi menjadi 3 gradasi yaitu cidera kepala
derajat ringan, bila GCS : 13 – 15, Cidera kepala derajat sedang, bila GCS : 9 – 12, Cidera kepala
berat, bila GCS kuang atau sama dengan 8. Pada penderita yang tidak dapat dilakukan pemeriksaan
misal oleh karena aphasia, maka reaksi verbal diberi tanda “X”, atau oleh karena kedua mata edema
berat sehingga tidak dapat di nilai reaksi membuka matanya maka reaksi membuka mata diberi nilai
“X”, sedangkan jika penderita dilakukan tracheostomy ataupun dilakukan intubasi maka reaksi
verbal diberi nilai “T”.
2.7.2 Indikasi foto polos kepala
Tidak semua penderita dengan cidera kepala diindikasikan untuk pemeriksaan kepala karena
masalah biaya dan kegunaan yang sekarang makin dittinggalkan. Jadi indikasi meliputi jejas lebih
dari 5 cm, Luka tembus (tembak/tajam), Adanya corpus alineum, Deformitas kepala (dari inspeksi
dan palpasi), Nyeri kepala yang menetap, Gejala fokal neurologis, Gangguan kesadaran (Bajamal
A.H ,1999). Sebagai indikasi foto polos kepala meliputi jangan mendiagnose foto kepala normal
jika foto tersebut tidak memenuhi syarat, Pada kecurigaan adanya fraktur depresi maka dillakukan
foto polos posisi AP/lateral dan oblique.
2.7.3 Indikasi CT Scan
1. Nyeri kepala menetap atau muntah – muntah yang tidak menghilang setelah pemberian
obat – obatan analgesia/anti muntah.
2. Adanya kejang – kejang, jenis kejang fokal lebih bermakna terdapat lesi intrakranial
dibandingkan dengan kejang general.
3. Penurunan GCS lebih 1 point dimana faktor – faktor ekstracranial telah disingkirkan
(karena penurunan GCS dapat terjadi karena misal terjadi shock, febris, dll).
4. Adanya lateralisasi.
5. Adanya fraktur impresi dengan lateralisasi yang tidak sesuai, misal fraktur depresi
temporal kanan tapi terdapat hemiparese/plegi kanan.
6. Luka tembus akibat benda tajam dan peluru.
7. Perawatan selama 3 hari tidak ada perubahan yang membaik dari GCS.
8. Bradikardia (denyut nadi kurang 60 X / menit).
2.7.4 Cidera kepala yang perlu masuk rumah sakit (MRS)
1. Adanya gangguan kesadaran (GCS < 15).
2. Pernah tidak sadar lebih dari 15 menit (contusio serebri).
3. Adanya gangguan fokal neorologis (Hemiparese/plegi, kejang - kejang, pupil anisokor).
4. Nyeri kepala, muntah - mual yang menetap yang telah dilakukan observasi di UGD dan
telah diberikan obat analgesia dan anti muntah selama 2 jam tidak ada perbaikan.
5. Adanya tanda fraktur tulang kavaria pada pemerisaan foto kepala.
6. Klinis adanya tanda – tanda patah tulang dasar tengkorak.
7. Luka tusuk atau luka tembak
8. Adanya benda asing (corpus alienum).
9. Penderita disertai mabuk.
10.Cidera kepala disertai penyakit lain misal hipertensi, diabetes melitus, gangguan faal
pembekuan.
Indikasi sosial yang dipertimbangkan pada pasien yang dirawat dirumah sakit tidak ada yang
mengawasi di rumah jika di pulangkan,Tempat tinggal jauh dengan rumah sakit oleh karena jika
terjadi masalah akan menyulitkan penderita. Pada saat penderita di pulangkan harus di beri advice
(lembaran penjelasan) apabila terdapat gejala seperti ini harus segera ke rumah sakit misalnya :
mual – muntah, sakit kepala yang menetap, terjadi penurunan kesadaran, Penderita mengalami
kejang – kejang, Gelisah. Pengawasan dirumah harus dilakukan terus menerus selama kerang lebih
2 x 24 jam dengan cara membangunkan tiap 2 jam (Bajamal AH ,1999).
a. Perawatan dirumah sakit
Perawatan di rumah sakit bila GCS 13 – 15 meliputi:
1). Infus dengan cairan normoosmotik (kecuali Dextrose oleh karena dextrose cepat
dimetabolisme menjadi H2O + CO2 sehingga dapat menimbulkan edema serebri) Di RS
Dr Soetomo surabaya digunakan D5% ½ salin kira – kira 1500 – 2000 cc/24 jam untuk
orang dewasa.
2). Diberikan analgesia/antimuntah secara intravena, jika tidak muntah dicoba minum
sedikit – sedikit (pada penderita yang tetap sadar).
3). Mobilisasi dilakukan sedini mungkin, dimulai dengan memberikan bantal selama 6 jam
kemudian setengah duduk pada 12 jam kemudian duduk penuh dan dilatih berdiri (dapat
dilakukan pada penderita dengan GCS 15).
4). Jika memungkinkan dapat diberikan obat neorotropik, seperti: Citicholine, dengan dosis
3 X 250 mg/hari sampai minimal 5 hari.
5). Minimal penderita MRS selama 2 X 24 jam karena komplikasi dini dari cidera kepala
paling sering terjadi 6 jam setelah cidera dan berangsur – angsur berkurang sampai 48
jam pertama.
b. Perawatan di rumah sakit bila GCS < 13
Perawatan di rumah sakit bila GCS < 13
1). Posisi terlentang kepala miring kekiri dengan diberi bantal tipis (head up 15° – 30°) hal
ini untuk memperbaiki venous return sehingga tekanan intra kranial turun.
2). Beri masker oksigen 6 – 8 liter/menit.
3). Atasi hipotensi, usahakan tekanan sistolok diatas 100 mmHg, jika tidak ada perbaikan
dapat diberikan vasopressor.
4). Pasang infus D5% ½ saline 1500 – 2000 cc/24 jam atau 25 – 30 CC/KgBB/24jam.
5). Pada penderita dengan GCS < 9 atau diperkirakan akan memerlukan perawatan yang
lebih lama maka hendaknya dipasang maagslang ukuran kecil (12 Fr) untuk
memberikan makanan yang dimulai pada hari I dihubungkan dengan 500 cc Dextrose
5%. Gunanya pemberian sedini mungkin adalah untuk menghindari atrophi villi usus,
menetralisasikan asam lambung yang biasanya pH nya sangat tinggi (stress ulcer),
menambah energi yang tetap dibutuhkan sehingga tidak terjadi metabolisme yang
negatip, pemberian makanan melalui pipa lambung ini akan ditingkatkan secara
perlahan – lahan sampai didapatkan volume 2000 cc/24 jam dengan kalori 2000 Kkal.
Keuntungan lain dari pemberian makanan peroral lebih cepat pada penderita tidak sadar
antara lain mengurangi translokasi kuman di dinding usus halus dan usus besar,
Mencegah normal flora usus masuk kedalam system portal.
6). Sedini mungkin penderita dilakukan mobilisasi untuk menghindari terjadinya statik
pneumonia atau dekubitus dengan cara melakukan miring kekiri dan kanan setiap 2 jam.
7). Pada penderita yang gelisah harus dicari dulu penyebabnya tidak boleh langsung
diberikan obat penenang seperti diazepam karena dapat menyebabkan masking efek
terhadap kesadarannya dan terjadinya depresi pernapasan. Pada penderita gelisah dapat
terjadi karena nyeri oleh karena fraktur, Kandung seni yang penuh, Tempat tidur yang
kotor, Penderita mulai sadar, Penurunan kesadaran, Shock, Febris.
2.7.5 Transpor Oksigen
Sebagaimana yang diuraikan oleh beberapa peneliti (MacLean, 1971, Peitzman, 1987,
Abrams, 1993) mekanisme ini terdiri dari tiga unsur besar yakni:
1. Sistim pernafasan yang membawa O2 udara alveoli, kemudian difusi masuk kedalam
darah.
Setelah difusi menembus membran alveolokapiler, oksigen berkaitan dengan
hemoglobin dan sebagian kecil larut dalam plasma. Gangguan oksigenansi
menyebabkan berkurangnya oksigen didalam darah (hipoksemia) yang selanjutnya akan
menyebabkan berkurangnya oksigen jaringan (hipoksia). Atas penyebabnya, dibedakan
4 jenis hipoksia sesuai dengan proses penyebabnya:
1). Hipoksia – hipoksik : gangguan ventilasi-difusi
2). Hipoksia – stagnan : gangguan perfusi/sirkulasi
3). Hipoksia – anemic : anemia
4). Hipoksia – histotoksik: gangguan pengguanaan oksigen dalam sel (racun HCN,
sepsis).
Pada pendarahan dan syok terjadi gabungan hipoksia stagnan dan anemik.
Kandungan oksigen dalam darah arterial (Ca O 2) menurut rumus Nunn-Freeman
(MacLean, 1971, Lentner, 1984, Buran, 1987) adalah:
Ca O2 = (Hb x Saturasi O2 x 1,34) + (p O2 x 0,003)
Keterangan:
Hb= kadar hemoglobin darah (g/dl) saturasi
O2 = saturasi oksigen dalam hemoglobin (%)
1,34 = koefisien tetap (angka Huffner) beberapa penulis menyebut 1,36 atau 1,39
pO2 = tekanan parsiel oksigen dalam plasma, mmHg
0,003 = koefisien kelarutan oksigen dalam plasma.
2. Sistim sirkulasi yang membawa darah berisi O2 ke jaringan
Perubahan-perubahan hemodinamik sebagai kompensasi yaitu: nadi meningkat
(takikardia), kekuatan kontraksi miokard meningkat, vasokonstriksi di daerah arterial
reaksi takikardia terjadi segera. Tujuh puluh lima persen volume sirkulasi berada di
daerah vena. Vasokonstriksi memeras darah dari cadangan vena kembali ke sirkulasi
efektif. Vasokonstriksi arterial membagi secara selektif aliran untuk organ prioritas
(otak dan jantung) dengan mengurangi aliran ke kulit, ginjal, hati, usus. Vasokonstriksi
yang berupaya mempertahankan tekanan perfusi (perfusion pressure) untuk otak dan
jantung, menyebabkan jantung bekerja lebih berat mengatasi SVR, pada saat yang sama
oksigenasi koroner sedang menurun. Vasokonstriksi yang berlebihan di daerah usus
dapat menyebabkan cedera iskemik (iscemic injury), translokasi kuman menembus usus
dan masuknya endotoksin ke sirkulasi sistemik (Kreimeier 1990 dan 1992; Hartmann,
1991). Takikardia dan vasokonstriksi sudah berjalan dengan cepat melalui respons
baroreseptor dan katekolamin. Takikardia yang berlebihan justru merugikan, karena
menyebabkan EDV menurun sehingga CO juga turun. Cardiac output atau curah
jantung adalah volume aliran darah yang membawa oksigen ke jaringan. Hubungan
antara curah jantung (CO), frekwensi denyut jantung (f) dan Stroke Volume (SV)
adalah sebagai berikut:
CO = f x SV
SV : dipengaruhi oleh EDV--- C --- SVR
EDV : volume ventrikel pada akhir diastole
C : contractility (kekuatan kontraksi otot jantung)
SVR : Systemic Vascular Resistance
VR : Venous Return (jumlah darah yang masuk atrium), dalam keadaan normal
VR = CO
Available O2 = CO x Ca O2
Available O2 : oksigen tersedia (untuk jaringan)
Ca O2 : kandungan oksigen darah arterial.
3. Sistim O2-Hb dalam eritrosit dan transpor ke sel jaringan
Eritrosit mendapat oksigen dari difusi yang terjadi di kapiler paru. Dinamika
oksigen dalam eritrosit ditunjukkan oleh kurva disosiasi oksigen-hemoglobin (Lentner,
19984; Odorico, 1993). Untuk memenuhi kebutuhan oksigen pada organ vital (otak,
jantung) diisyaratkan bahwa kadar Hb harus > 9 sampai 10 gr %. Bila kadar Hb kurang
dari 9 gr % masih dapat memenuhi kebutuhan oksigen dengan peningkatan curah
jantung dan pelepasan lebih banyak oksigen ke jaringan (Odorico, 1993; Rotondo,
1993).

2.8 Fokus Pengkajian


Menurut Doenges (1997).
a. Aktifitas istirahat
Gejala : merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan
   Tanda : perubahan kesadaran, letargi, hemiparase, kehilangan tonus otot.
b.   Sirkulasi
      Gejala : perubahan tekanan darah/normal. Perubahan frekuensi jantung.
c.   Integritas ego
      Gejala : perubahan tingkah laku/kepribadian (tenang atau dramatis).
      Tanda : cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, binggung, depresi, dan impulsif.
d.   Eliminasi
Gejala : inkontinesia kandung kemih / usus atau mengalami gangguan fungsi.
e.   Makanan cairan
      Gejala : mual, muntah dan mengalami perubahan selera.
      Tanda : muntah (mugkin proyektil)
                  gg. menelan (batuk, air liur keluar, disfagia).
f.   Neurosensori
   Gejala : kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinnitus,
kehilangan pendengaran, perubahan pada penglihatan lapang pandang, fotofobia, gangguan
pengecapan dan juga penciuman.
     Tanda : perubahan kesadaran bias sampai koma, perubahan status mental (orientasi,
kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah).
Perubahan pupil (respon thd cahaya, simetri), deviasi pada mata, ketidakmampuan mengikuti.
Kehilangan penginderaan, spt pengecapan, penciuman, dan pendengaran. Wajah tidak simetri, gg
lemah, tidak seimbang, sangat sensitive terhadap sentuhan & gerakan, kehilangan sebagian tubuh.
Kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.
g.   Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala dengan intensitas & lokasi yag berbeda, biasanya lama.
   Tanda  : wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah tidak bisa
istirahat, merintih.
h.   Pernafasan
      Tanda : perubahan pada nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi)
i.    Interaksi sosial
      Tanda : afasia motorik / sensorik; bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang.

BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan
garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi-decelerasi) yang merupakan
perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan
kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat
perputaran pada tindakan pencegahan.
Cidera Kepala Sedang (COS):
1. GCS 9 – 12
2. Saturasi oksigen > 90 %
3. Tekanan darah systale > 100 mm Hg
4. Lama kejadian < 8 jam
Pertolongan pertama dari penderita dengan cidera kepala mengikuti standart yang telah
ditetapkan dalam ATLS (Advanced Trauma Life Support) yang meliputi, anamnesa sampai
pemeriksaan fisik secara seksama dan stimultan pemeriksaan fisik meliputi Airway, Breathing,
Circulasi, Disability. Setelah ABC stabil baru dilakukan survey yang lain dengan cara melakukan
sekunder survey/ pemeriksaan tambahan seperti skull foto, foto thorax, foto pelvis, CT Scan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hafid, M. Sajid Darmadiputra, Umar Kasan, (1989), Strategy Dasar Penanganan Cidera
Otak, Warta IKABI Cab. Surabaya.
American College of Surgeons, (1995), Advanced Trauma Life Support Course for Physicians, ACS
Chicago

Bajamal AH, (1999), Penatalaksanaan Cidera Otak Karena Trauma Pendidikan Kedokteran
Berkelanjutan Ilmu Bedah Saraf Surabaya.

Becker DP, Gardner S, (1985), Intensive Management of Head Injury. In : Wilkins RH,
Rengachary SS, eds. Neurosurgery New York : Mc. Grow Hill Company, 1953.

Bouma GJ, Muizelaar JP, Choi Sc et.al, (1991), Cerebral Circulation and Metabolism After Severe
Traumatic Barin Injury : the elusive role of ischemia. J. Neurosurg.

Bambang Wahyu Prajitno, (1990), Terapi Oksigen, Lab Anestesiologi F.K Unair Surabaya.

Barzo MK, rau AM, Donaldson D et.al, (1997), Protective Effect of Ifenprodil on Ishemic Injury
Size, Blood Breakdown, and Edema Formation in Focal Cerebral Ischemia.

Gennerelli TA and Meany DF ( 1996 ), Mechanism of Primary Head Injury, Wilkins RH and
Renfgachery SS ( eds ) Neurosurgery, New York

Ishige N, Pitts LH et.al (1987), Effect of Hypoxia on Traumatic brain Injury in rats Neurosurgery

Narayan RK (1989), Emergency Room Management of the Head Injury Patient. In : Becker D.P,
Gudeman S.K, eds Text Book of Head Injury Philadelphia : WB Saunders

R. Zander, F. Mertzlufft (1990), The Oxygen Status of Arterial Blood, Saarstrabe Germany.

Sumarmo Makam et.,al (1999), Cidera Kepala, Balai Penerbit FK UI Jakarta.

Umar kasan (1998), Peran Ilmu Bedah Saraf Dalam Penanganan Cidera Kepala Pidato
Pengukuhan Guru Besar Airlangga Univ. Press.

Umar Kasan (2000), Penanganan Cidera Kepala Simposium IKABI Tretes

Anda mungkin juga menyukai