Anda di halaman 1dari 14

Laboratorium Kimia Lingkungan II [STL 1308 P]

limbahnya ke sungai Babura akan berpengaruh terhadap kualitas air. Pengelolaan kualitas air
dilakukan dengan upaya pengendalian pencemaran air, yaitu dengan upaya memelihara fungsi
air sehingga kualitas air memenuhi baku mutu. (Peraturan Pemerintah RI Nomor 82 Tahun
2001; Marfai Aris: 2004)

Sungai Tuntungan dan sungai Babura adalah salah satu sungai yang mengalir di Kabupaten
Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan peruntukannya tentunya diharapkan
bahwa kualitas air yang ada disungai tersebut masih dalam batas-batas toleransi. Kriteria
kualitas air, apakah masih layak untuk dimanfaatkan atau tidak, dalam artian kualitas air di
gunakan untuk mengetahui apakah air itu cukup aman untuk dikonsumsi atau dipergunakan
untuk kegiatan tertentu. (Azwir: 2006)

1.1 Rumusan Masalah


Rumusan masalah praktikum kimia lingkungan mengenai metode pengambilan sampel air
sungai, antara lain :
1. Berapa nilai DO pada sungai Tuntungan dan sungai Babura?
2. Berapa nilai pH pada sungai Tuntungan dan sungai Babura?
3. Berapa besar suhu pada sungai Tuntungan dan sungai Babura?
4. Berapa besar DHL pada sungai Tuntungan dan sungai Babura?

1.2 Tujuan Praktikum


Tujuan pelaksanaan praktikum kimia lingkungan mengenai metode pengambilan sampel air
sungai, antara lain :
1. Untuk mengetahui nilai DO pada sampel air sungai Tuntungan dan sungai Babura.
2. Untuk mengetahui nilai pH pada sampel air sungai Tuntungan dan sungai Babura.
3. Untuk mengetahui besar suhu pada sampel air sungai Tuntungan dan sungai Babura.
4. Untuk mengetahui besar DHL pada sampel air sungai Tuntungan dan sungai Babura.

1.3 Manfaat Praktikum


Manfaat praktikum kimia lingkungan mengenai pengukuran kualitas air sungai, antara lain:
1. Sebagai syarat kelulusan mata kuliah kimia lingkungan.
2. Mahasiswa mengetahui bagaimana cara mengukur parameter kualitas air sungai Tuntungan
dan sungai Babura dengan menggunakan Alat uji parameter lapangan (pH meter, DO
meter,Termometer, Konduktimeter).

Kelompok 1 I-2
Laboratorium Kimia Lingkungan II [STL 1308 P]

Tuntungan sebagai medianya telah dilakukan oleh balai perikanan setempat, dimana hal ini
turut mengoptimalkan fungsi lain dari sungai tersebut. Air sungai tersebut diduga memiliki
kandungan mineral besi, magnesium, kalsium, dan klorida yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan ikan mas koi bilamana air tersebut digunakan sebagai media budidayanya.
(Pravil, 2018)

2.2 Pengertian Air Sungai


Sungai merupakan saluran terbuka yang terbentuk secara alami di atas permukaan bumi, tidak
hanya menampung air tetapi juga mengalirkannya dari bagian hulu menuju ke bagian hilir dan
ke muara. Proses terbentuknya sungai berasal dari mata air yang mengalir di atas permukaan
bumi. Proses selanjutnya aliran air akan bertambah seiring dengan terjadinya hujan, karena
limpasan air hujan yang tidak dapat diserap bumi akan ikut mengalir ke dalam sungai.
Perjalanan dari hulu menuju hilir, aliran sungai secara berangsur-angsur menyatu dengan
banyak sungai lainnya, Penggabungan ini membuat tubuh sungai menjadi semakin besar.
(Junaidi, 2014)

Peraturan Pemerintah RI No. 38 tahun 2011, suatu wilayah daratan yang merupakan satu
kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, 11
menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke laut secara alami, yang
batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan
yang masih terpengaruh aktivitas daratan disebut dengan daerah aliran sungai (DAS).
Norhadi, dkk., (2015) dalam penelitian mengklasifikasikan sungai menurut para ahli maupun
lembaga seperti Kern, Okologie, Helfrich et al, dan LFU. Kern mengklasifikasikan sungai
berdasarkan lebarnya, mulai dari kali kecil yang bersumber dari mata air hingga bengawan
dengan lebar lebih dari 220 meter.

Sungai kecil disebut juga dalam bahasa inggris brooks, branceches, creeks, forks, dan runs,
tergantung bahasa lokal masing- masing daerah yang ada. Selanjutnya sungai kecil
didefinisikan sebagai air dangkal yang mengalir di suatu daerah dengan lebar aliran tidak
lebih dari 40 m pada muka air normal, sedangkan kondisi yang lebih besar dari sungai kecil
disebut sungai atau sungai besar. LfU (2000) mengklasifikasi sungai kecil atau sungai besar
berdasarkan kondisi vegetasi alamiah di pinggirnya. Disebut sungai kecil bila dahan dan
ranting vegetasi pada kedua sisi tebingnya bertautan dan dapat menutupi sungai yang
bersangkutan. Sedangkan pada sungai besar, dahan vegetasi pada kedua sisi tebingnya tidak
dapat bertautan karena terpisah cukup jauh. (Herdiyanto., 2018)

Kelompok 1 II-2
Laboratorium Kimia Lingkungan II [STL 1308 P]

2.3 Pengertian DO (Dissolved Oxygen)


DO (Dissolved oxygen) DO adalah kadar oksigen terlarut dalam air. Penurunan DO dapat
diakibatkan oleh pencemaran air yang mengandung bahan organik sehingga menyebabkan
organisme air terganggu. Semakin kecil nilai DO dalam a ir, tingkat pencemarannya semakin
tinggi. DO penting dan berkaitan dengan sistem saluran pembuangan maupun pengolahan
limbah.

Pengukuran tingkat kualitas air dilihat dari oksigen terlarut (Dissolved Oxygen). Semakin
tinggi kandungan Dissolved Oxygen (DO) semakin bagus kualitas air tersebut Oksigen terlarut
adalah banyaknya oksigen yang terkandung di dalam air dan diukur dalam satuan miligram
per liter. Oksigen terlarut ini dipergunakan sebagai tanda derajat atau tingkat kekotoran
limbah yang ada. Semakin besar oksigen terlarut menunjukkan tingkat kekotoran limbah yang
semakin kecil. Jadi ukuran DO berbanding terbalik dengan BOD. (Sugiharto:1987).

Oksigen terlarut atau Dissolved Oxygen (DO) merupakan salah satu parameter mengenai
kualitas air. Tersedianya oksigen terlarut didalam air sangat menentukan kehidupan di
perairan tersebut. Menurut PP No. 82 Tahun 2001, baku mutu kandungan DO disungai adalah
6 Mg/L. Parameter oksigen terlarut dapat digunakan sebagai indikator tingkat kesegaran air.

Oksigen memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan, karena oksigen
terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik. Karena
proses oksidasi dan reduksi inilah maka peranan oksigen terlarut sangat penting untuk
membantu mengurangi beban pencemaran pada perairan secara alami. Menurut Fardiaz
(1992) oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan tanaman maupun hewan
dalam air. Kehidupan makhluk hidup di dalam air tersebut tergantung dari kemampuan air
untuk mempertahankan konsentrasi oksigen minimal yang dibutuhkan untuk kehidupannya.
(PP No. 82 Tahun 2001; Sutriati: 2011)

2.4 Pengertian pH
Derajat keasaman lebih dikenal dengan sebutan pH (power of hydrogen) yang memiliki
kepekatan ion H. Terlalu banyak ion H+ akan mengakibatkan pH bersifat asam dan begitu
juga kebalikannya, jika kurang ion H- maka bersifat basa. pH mempengaruhi berbagai
parameter kualitas air. Nilai pH dapat mengalami penurunan, hal ini menunjukan bahwa
penurunan pH terjadi karena degradasi kualitas air yang disebabkan oleh sisa pakan, feses,
respirasi alga, dan berkurangnya CO2 dalam air. Faktor lain penurunan pH dipengaruhi oleh
pertumbuhan ikan dan tanaman bayam. pH berpengaruh terhadap penyerapan unsur yang

Kelompok 1 II-3
Laboratorium Kimia Lingkungan II [STL 1308 P]

terdapat dalam air, penyerapan unsur hara tersebut melalui perakaran tanaman. pH merupakan
suatu parameter untuk menentukan kadar asam dan basa dalam suatu perairan. Pengukuran
pH dapat dilakukan dengan menggunakan alat pH meter yaitu dengan menggunakan prinsip
potensiometrik.

Nilai pH normal menurut baku mutu air Kelas I memiliki rentang antara 6,5 – 8,5. Sudadi
(2003) menyebutkan bahwa apabila air sampel memiliki nilai pH ≤ 6 maka air tesebut bersifat
asam. Air yang bersifat asam dapat menimbulkan korosi pada pipa sehingga melarutkan
unsur-unsur (logam) tertentu yang akan bersifat racun. Sedangkan, apabila pH ≥ 8,5 maka
akan menyebabkan terbentuknya endapan (kerak) pada pipa sehingga menghasilkan
trihalomethane yang bersifat racun.

pH menyatakan intensitas keasaman atau alkalinitas dari suatu cairan encer, dan mewakili
konsentrasi hidrogen ionnya. Air minum sebaiknya netral, tidak asam/basa, untuk mencegah
terjadinya pelarutan logam berat dan korosi jaringan distribusi air minum. pH standar untuk
air bersih sebesar 6,5 – 8,5. Air adalah bahan pelarut yang baik sekali, jika dibantu dengan pH
yang tidak netral, dapat melarutkan berbagai elemen kimia yang dilaluinya. (Asmi dkk., 2016)

2.5 Pengertian Suhu


Suhu adalah besaran yang menyatakan derajat panas dingin suatu benda dan alat dengan
menggunakan alat ukur khusus. Suhu perairan merupakan salah satu faktor yang amat penting
bagi kehidupan organisme di perairan. Suhu merupakan salah satu faktor eksternal yang
paling mudah untuk diteliti dan ditentukan. Aktivitas metabolisme serta penyebaran
organisme air banyak dipengaruhi oleh suhu air (Nontji, 2005).

Suhu juga sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan pertumbuhan biota air, suhu pada
badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan
dan aliran serta kedalaman air. Suhu perairan berperan mengendalikan kondisi ekosistem
perairan. Peningkatan suhu menyebabkan peningkatan dekomposisi bahan organik oleh
mikroba. Kenaikan suhu dapat menyebabkan stratifikasi atau pelapisan air dan berpengaruh
terhadap pengadukan air dan diperlukan dalam rangka penyebaran oksigen sehingga dengan
adanya pelapisan air tersebut di lapisan dasar tidak menjadi anaerob.

Temperatur merupakan parameter fisik yang dapat diuji dengan menggunakan alat
termometer. Pengukuran dilakukan secara in situ (pengukuran yang dilakukan langsung pada
saat pengambilan sampel dan tanpa diawetkan). Kenaikan temperatur menyebabkan

Kelompok 1 II-4
Laboratorium Kimia Lingkungan II [STL 1308 P]

terjadinya peningkatan konsumsi oksigen, namun di lain pihak juga mengakibatkan turunnya
kelarutan oksigen dalam air (Effendi, 2003).

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2001 standar baku mutu air Kelas
I menyebutkan bahwa kondisi temperatur air yang layak dikonsumsi adalah ± 3°C yaitu,
temperatur yang memiliki nilai sampai dengan 3°C dibawah dan diatas temperatur udara
disekitarnya. Suripin (2002) menyatakan bahwa temperatur normal yang terdapat di alam
(tropis) yaitu sekitar 30 °C. (Asmi dkk., 2016)

2.6 Baku Mutu Air Sungai


Menurut pengertian secara pokok, baku mutu adalah peraturan pemerintah yang harus
dilaksanakan yang berisi spesifikasi dari jumlah bahan pencemar yang boleh dibuang atau
jumlah kandungan yang boleh berada dalam media ambien. Peraturan mengenai baku mutu
kualitas air yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001
Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air dapat dilihat seperti
tabel dibawah ini:
Tabel 2.1 Baku Mutu Kualitas Air
Parameter Satuan Kelas Keterangan
I II III IV
Temperatur Deviasi 3 Deviasi 3 Deviasi 3 Deviasi 5 Deviasi Temperatur dan
alamiahnya
pH 6-9 6-9 6-9 5-9 Apabila secara alamiah diluar
rentang tersebut, maka
ditentukan berdasarkan kondisi
ilmiah.
DO mg/L 6 4 3 0 Angka batas minimum
Sumber: Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air

Beberapa definisi yang berkaitan dengan Kualitas air menurut PPRI Nomor 82 Tahun 2001
antara lain :
1) Sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah,
termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air, Sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan
muara;
2) Mutu air adalah kondisi kualitas air yang diukur dan atau diuji berdasarkan parameter-
parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
3) Kelas air adalah peringkat kualitas air yang dinilai masih layak untuk dimanfaatkan bagi
peruntukan tertentu;

Kelompok 1 II-5
Laboratorium Kimia Lingkungan II [STL 1308 P]

4) Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen
yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di
dalam air;
5) Status mutu air adalah tingkat kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar atau
kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu dengan membandingkan dengan
baku mutu air yang ditetapkan;
6) Pencemaran air adalah memasuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan
atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun
sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan
peruntukannya.

Menurut PPRI Nomor 82 Tahun 2001, mutu air atau kualitas air diklasifikasikan menjadi 4
kelas, yang terdiri dari :
1. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan untuk
peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegiatan tersebut.
2. Kelas dua, air yang diperuntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air,
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanian, dan peruntukan lain
yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
3. Kelas tiga, yang diperuntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar,
peternakan, air untuk mengairi pertamanan, dan peruntukan lain yang persyaratan mutu air
yang sama dengan kegunaan tersebut.
4. Kelas empat, air yang diperuntukannya lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut.

Penetapan kelas air sebagaimana dimaksud diatas sesuai dengan Pasal 9 pada PP RI No. 82
Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air dimana
untuk sumber air yang berada dalam wilayah Kabupaten/Kota ditetapkan dengan Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota, dan untuk Sungai Babura belum ditetapkan klasifikasi kelas air nya
dalam bentuk Peraturan Daerah dan untuk sungai yang belum ditetapkan klasifikasi kelas
airnya umumnya dianggap sebagai golongan air kelas II. (PP RI No. 82 Tahun 2001)

Kelompok 1 II-6
Laboratorium Kimia Lingkungan II [STL 1308 P]

2.7 Dampak Dari Parameter Terhadap Kualitas Sungai


2.7.1 Suhu
Temperatur merupakan parameter fisik yang dapat diuji dengan menggunakan alat
termometer. Pengukuran dilakukan secara in situ (pengukuran yang dilakukan langsung pada
saat pengambilan sampel dan tanpa diawetkan). Temperatur air mempunyai peranan dalam
mengatur kehidupan biota perairan, terutama dalam proses metabolisme. Kenaikan temperatur
menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen, namun di lain pihak juga
mengakibatkan turunnya kelarutan oksigen dalam air.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2001 standar baku mutu air Kelas
I menyebutkan bahwa kondisi temperatur air yang layak dikonsumsi adalah ± 3°C yaitu,
temperatur yang memiliki nilai sampai dengan 3°C dibawah dan diatas temperatur udara
disekitarnya. Temperatur normal yang terdapat di alam (tropis) yaitu sekitar 30oC. Wilayah
Singkawang Utara memiliki temperatur normal rata-rata 27-30 °C dengan kelembaban 70%.
(Effendi, 2003 ; PP RI No 28 Tahun 2001 ; Suripin:2002)

2.7.2 Derajat Keasaman


pH merupakan suatu parameter untuk menentukan kadar asam dan basa dalam suatu perairan.
Pengukuran pH dapat dilakukan dengan menggunakan alat pH meter yaitu dengan
menggunakan prinsip potensiometrik. Nilai pH normal menurut baku mutu air Kelas I
memiliki rentang antara 6,5-8,5. Air sampel memiliki nilai pH ≤ 6 maka air tesebut bersifat
asam dan dapat menimbulkan korosi pada pipa sehingga melarutkan unsur- unsur (logam)
tertentu yang akan bersifat racun. Sedangkan, apabila pH ≥ 8,5 maka akan menyebabkan
terbentuknya endapan (kerak) pada pipa sehingga menghasilkan trihalomethane yang bersifat
racun. (Sudadi: 2003)

2.7.3 Daya Hantar Listrik


Daya hantar listrik dipengaruhi oleh salinitas. Satuan DHL adalah mmhos/cm atau mS/cm.
DHL yang terlalu tinggi akan menyebabkan penyerapan unsur hara terganggu. Faktor
tersedianya daya hantar listrik dalam air disebabkan oleh penguraian secara organik dan suhu.
Terdapat hubungan yang linier antara temperatur dengan konduktivitas listrik. Semakin tinggi
temperatur, nilai konduktivitas listrik juga semakin tinggi. Apabila temperatur semakin tinggi,
maka ion- ion bergerak semakin cepat dan nilai konduktivitas listrik juga akan semakin tinggi.
Tinggi rendahnya daya hantar listrik dalam larutan nutrisi mempengaruhi metabolis me

Kelompok 1 II-7
Laboratorium Kimia Lingkungan II [STL 1308 P]

tanaman, yaitu kecepatan fotosintesis tanaman, aktivitas enzim, dan potensi penyerapan ion-
ion larutan oleh akar tanaman (Suryani: 2015 ; Irwan dkk: 2016).

2.7.4 Oksigen Terlarut/DO


Dissolved Oxygen (DO) atau oksigen terlarut adalah banyaknya oksigen yang terkandung
dalam air dan diukur dalam satuan mg/l. Kehidupan makhluk hidup di dalam air tersebut
tergantung dari kemampuan air untuk mempertahankan konsentrasi oksigen minimal yang
dibutuhkan untuk kehidupannya. Gas oksigen terlarut adalah salah satu faktor yang paling
penting dalam sistem air. Sumber utama oksigen terlarut ini berasal dari atmosfer dan proses
fotosintesa tumbuhan hijau. Air yang tidak mengalami pencemaran dan dipenuhi dengan
tumbuhan air yang hijau akan mempunyai oksigen terlarut yang meningkat jelas dan
mencapai maksimum pada sore hari. Hal ini disebabkan oleh oksigen hasil fotosintesa
tumbuhan air bila terkena sinar matahari cukup dengan waktu yang lama.

Oksigen terlarut berkurang atau hilang dari dalam air oleh karena digunakan tumbuhan air
untuk proses pernafasannya, penguraian bahan organik, adanya logam besi dan naiknya
temperatur. Gelembung-gelembung gas lain yang memasuki air akan mendesak oksigen
terlarut keluar dari air. Penurunan yang serius dapat terjadi bila penyebab penyebab tersebut
bekerja secara bersamaan. Batas minimum Kandungan Oksigen terlarut untuk air Kelas I
peruntukan air minum adalah 6 mg/l sedangkan untuk kelas II batas minimum adalah 4 mg/l.
(PPRI-82, 2001; Sugiharto:1987; Erni dkk: 2014)

Kelompok 1 II-8
Laboratorium Kimia Lingkungan II [STL 1308 P]

3) Sungai dengan debit antara 5-150 /detik, sampel diambil pada empat titik masing-
masing pada jarak 1/3 dan 2/3 lebar sungai pada 0,2 kali dan 0,8 kali kedalaman dari
permukaan air sungai.
4) Sungai dengan debit lebih dari 150-1000 /detik sampel diambil minimun pada
sembilan titik masing- masing pada jarak ¼, ½ dan ¾ lebar sungai pada 0,2 kali, 0,5 kali
dan 0,8 kali kedalaman dari permukaan air sungai.
5) Sungai dengan kategori besar, debit lebih dari 1000 /detik, air sungai diambil pada
enam belas titik pada jarak 1/5, 2/5, 3/5, dan 4/5 lebar sngai pada 0,2 ; 0,4; 0,6; dan 0,8
kali kedalaman sungai.
Tabel 3.1 Karakteristik Sungai
Debit Rata-Rata
Klasifikasi Sungai Jumlah Kedalaman Jumlah Titik Sampel
Tahunan (M3 /Det)

<5m
(kedalaman air rerata Sangat kecil 1
<1m)

<5m
(kedalaman air rerata Kecil 1
>1m)

5-150 Sedang 2

150-1000 Besar 3

Kelompok 1 III-2
Laboratorium Kimia Lingkungan II [STL 1308 P]

>1000 Sangat besar 4

Sumber : Modul Praktikum Pengambilan Sampel Lingkungan

a. Pengambilan Sampel Air untuk pengujian parameter in situ


1) Siapkan alat pengambilan sampel yang sesuai dengan keadaan sumber airnya
2) Bilas alat pengambilan sampel dengan air yang akan diambil sebanyak 3 kali
3) Ambil sampel sesuai dengan peruntukan analisis dan campurkan dalam penampungan
sementara, kemudian homogenkan.
4) Masukkan sampel yang sudah dihomogenkan ke dalam wadah (botol sampel)
5) Lakukan pengujian untuk parameter suhu, ph, daya hantar listrik dan oksigen terlarut
6) Catat hasil pengujian untuk parameter lapangan.

Kelompok 1 III-3
Laboratorium Kimia Lingkungan II [STL 1308 P]

3.3 Flowchart
a) Pengambilan Sampel Air untuk Pengujian Parameter In Situ

Mulai

Disiapkan alat pengambilan sampel yang


sesuai dengan keadaan sumber airnya

Bilas alat pengambilan sampel dengan air


yang akan diambil sebanyak 3 kali

Diambil sampel sesuai dengan peruntukan analisis dan


campurkan dalam penampungan sementara, kemudian
homogenkan

Dimasukkan sampel yang sudah dihomogenkan


ke dalam wadah (botol sampel)

Dilakukan pengujian untuk parameter suhu,


ph, daya hantar listrik, dan oksigen terlarut

Dicatat hasil pengujian


untuk parameter lapangan

Selesai

Gambar 3.1 Bagan Alir Pengambilan Sampel Air Untuk Pengujian Parameter In Situ
Sumber : Penulis, 2019

Kelompok 1 III-4
Laboratorium Kimia Lingkungan II [STL 1308 P]

Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Kualitas Air Sungai Babura

Koordinat Debit Air Jumlah Parameter in Situ


Lokasi Sungai Kedalaman
(m3/s) Fisika Kimia
Suhu pH DHL DO
03°35'14.63" U 098°40'06.26."T 0,65 d1= 0,31 ( ) (μS/cm)

d2 = 0,65 31,8 5,6 0,255 3,6


1
d3 = 0,25 31,4 5,7 0,255 3,1
31,5 5,7 0,255 3,8

Koordinat Debit Air Jumlah Parameter in Situ


Lokasi Sungai Kedalaman
(m3/s) Fisika Kimia
Suhu pH DHL DO
03°35'14.63" U 098°40'06.26."T 0,65 d1= 0,31 ( ) (μS/cm)

d2 = 0,65 31,9 5,7 0,250 2,9


3
d3 = 0,25 31,7 5,7 0,257 3,1
3
31,7 5,7 0,257 3
3
Sumber: Penulis, 2019

4.2 Pembahasan Kualitas Air Sungai Tuntungan dan Babura


4.2.1 Suhu
Berdasarkan praktikum yang dilakukan kondisi temperatur kedua sungai tersebut 29 dan 31
Temperatur sungai Tuntungan dan Babura masih digolongkan kedalam temperature
normal, sehingga tidak menimbulkan dampak tertentu terhadap kualitas air sungai tersbut. Hal
ini dapat dilihat berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2001
standar baku mutu air Kelas I menyebutkan bahwa kondisi temperatur air yang layak
dikonsumsi adalah ± 3°C yaitu, temperatur yang memiliki nilai sampai dengan 3°C dibawah
dan diatas temperatur udara disekitarnya. Suripin (2002) menyatakan bahwa temperatur
normal yang terdapat di alam (tropis) yaitu sekitar 30 °C. (Asmi dkk., 2016)

4.2.2 Derajat Keasaman/Ph


Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan didapatkan kualitas pH sungai Tuntungan dan
Babura seperti tabel dibawah ini:

Kelompok 1 IV-2
Laboratorium Kimia Lingkungan II [STL 1308 P]

Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Kualitas pH Air Sungai


pH
Nomor Sampel Sungai Tuntungan Sungai
Babura
1 5,54 5,73
2 5,52 5,73
3 5,51 5,73
Sumber: Penulis, 2019

Dari hasil yang diperoleh pH yang ada disungai lebih rendah daripada 7 atau dalam keadaan
terlalu asam. Nilai pH normal menurut baku mutu air Kelas I memiliki rentang antara 6,5 –
8,5. Peraturan mengenai baku mutu kualitas air yang ditetapkan berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air nilai pH normal menurut baku mutu air Kelas IV memiliki rentang antara 5-
9. Apabila air sampel memiliki nilai pH ≤ 6 maka air tesebut bersifat asam. Air yang bersifat
asam dapat menimbulkan korosi pada pipa sehingga melarutkan unsur- unsur (logam) tertentu
yang akan bersifat racun. (Asmi dkk., 2016)

4.2.3 Daya Hantar Listrik


Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan didapatkan kualitas DHL air sungai Tuntungan
dan Babura seperti tabel dibawah ini:

Tabel 4.4 Hasil Pengukuran Kualitas DHL Air Sungai


DHL (μS/cm)
Nomor Sampel Sungai Tuntungan Sungai
Babura
1 132 0,250
2 131,9 0,257
3 131,3 0,257
Sumber: Penulis, 2019

Berdasarkan hasil penelitian diatas menunjukkan adanya nilai DHL dalam kadar rendah,
tepatnya pada sungai Tuntungan dan Sungai Babura. Dimana standart yang digunakan untuk
klasifikasi air tanah dengan daya hantar listrik yakni kurang dari 900 mhos/Cm air tanah
tawar (DHL rendah), 900-2000 mhos/Cm payau (DHL sedang), dan lebih besar dari
2000mhos/Cm air asin (DHL tinggi). (Suharjo:2004)

Perbedaan konduktivitas ini dipengaruhi oleh komposisi, jumlah ion terlarut dan salinitas
suhu. Tinggi rendahnya daya hantar listrik pada air dapat menunjukkan banyaknya jumlah
logam yang terlarut dalam air. DHL yang terlalu tinggi akan menyebabkan penyerapan unsur
hara terganggu. Faktor tersedianya daya hantar listrik dalam air disebabkan oleh penguraian

Kelompok 1 IV-3
Laboratorium Kimia Lingkungan II [STL 1308 P]

secara organik dan suhu. Tinggi rendahnya daya hantar listrik dalam larutan nutrisi
mempengaruhi metabolisme tanaman, yaitu kecepatan fotosintesis tanaman, aktivitas enzim,
dan potensi penyerapan ion-ion larutan oleh akar tanaman (Suryani: 2015; Irwan dkk: 2016).

4.2.4 Oksigen Terlarut/DO


Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan didapatkan kualitas DO air sungai Tuntungan
dan Babura seperti tabel dibawah ini:
Tabel 4.5 Hasil Pengukuran Kualitas DO Air Sungai
DO (Mg/L)
Nomor Sampel Sungai Sungai
Tuntungan Babura
1 4,4 2,9
2 4,6 3,1
3 4,8 3
Sumber: Penulis, 2019

Kadar air sedikitnya mengandung 5 ppm oksigen. Pada praktikum yang dilakukan terdapat
DO lebih rendah daripada 5, Padahal semakin tinggi DO nya semakin baik kualitas air sungai
tersebut. Sehingga dapat dikatakan sungai yang di uji sudah tercemar. Agar ikan dapat hidup,
air harus mengandung oksigen paling sedikit 5 mg/ liter atau 5 ppm (part per million).
Apabila kadar oksigen kurang dari 5 ppm, akibatnya hewan-hewan seperti ikan, udang dan
kerang akan mati, tetapi bakteri yang kebutuhan oksigen terlarutnya lebih rendah dari 5 ppm
akan berkembang.

Berdasarkan peraturan mengenai baku mutu kualitas air yang ditetapkan berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air sungai Tuntungan tergolong sebagai kelas II dengan batas
minimum DO adalah 4 mg/l. Sedangkan sungai Babura tergolong sebagai kelas III dengan
batas minimum DO adalah 3 mg/l (PPRI-82, 2001; Sugiharto:1987; Erni dkk:2014; Azhar:
2002)

Kelompok 1 IV-4

Anda mungkin juga menyukai