Anda di halaman 1dari 3

Aisya Nabila Adianto

SAA/E/402019215117

Pendekatan Sosiologis Dalam Studi Agama

- August Comte
Teori tingkatan telah dikemukakan oleh August Comte (1798-1857). Dalam
bukunya yang berjudul, Cours de Philososophie Positive, ia menerangkan tentang
pandangannya terhadap ‘Pendekatan Sosiologis’, paham positivism yang alamiah
dan menjabarkan tingkatan-tingkatan dalam evaluasi pemikiran manusia adalah
sebagai berikut:
1. Tingkatan pertama, disebut juga tingkatan teologi pada tingkatan ini, semua
kejadian yang dialami manusia dianggap berasal dari atau bersumber dari suatu
kekuatan ketuhanan atau suatu dzat yang Maha Kuasa.
2. Tingkatan kedua, yaitu tingkatan metafisika. Pada tingkatan ini manusia
sudah mulai memahami kejadian di lingkungan dan alam sekitarnya berdasarkan
kekuatankekuatan yang lebih abstrak dan tidak kelihatan.
3. Tingkatan ketiga, yaitu tingkatan positif. Pada tingkatan ini manusia sudah
memahami sesuatu sebab itu berdasarkan akal pikiran yang praktis. Selanjutnya,
sosiologi dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam memahami agama
yang berkaitan dengan masalah sosial.

- Emile Durkheim
Holisme metodologi Durkheim berkaitan dengan sebuah pendirian yang
sangat deterministik yang berpendapat bahwa individu-individu tidak berdaya
dihadapan pembatasan-pembatasan dari kekuatan-kekuatan sosial yang menghasilkan
penyesuaian diri dengan norma-norma sosial atau tingkah laku yang disebabkan oleh
norma sosial tersebut. Durkheim, menyatakan apa yang dipikirkan adalah kebiasaan
kebiasaan, adat istiadat dan cara hidup umum manusia sebagai sesuatu yang
terkandung dalam institusi, hukum, moral dan ideologi-ideologi politis. Konsep
Durkheim tentang agama, juga tidak terlepas dari argumentasinya tentang agama
sebagai bagian dari fakta sosial. Artinya, Durkheim mempunyai pandangan bahwa
“fakta sosial” jauh lebih fundamental dibandingkan dengan fakta individu. Seluruh
pandangan Durkheim tentang agama terpusat pada klaimnya bahwa “agama adalah
sesuatu yang amat bersifat sosial”. Artinya, bahwa dalam setiap kebudayaan, agama
adalah bagian yang paling berharga dari seluruh kehidupan sosial. Dengan mengikuti
pola profan dan sakral, agama melayani masyarakat dengan menyediakan ide, ritual
dan perasaanperasaan yang akan menuntun seseorang dalam hidup bermasyarakat.
Karyanya, diantaranya The Division of Labor (1893); The Rules of Sosiological
Method (1895); juga dalam Suicid (1897).

- Max Weber
Max Weber mengatakan bahwa agama adalah kepercayaan kepada sesuatu
yang gaib yang pada akhirnya muncul dan memengaruhi kehidupan kelompok
masyarakat yang ada Weber lebih menekan kajiannya pada tindakan sosial. Yang
mana, sesuatu yang dilakukan tersebut memberikan sebuah pengaruh terhadap orang
lain dan tidak lepas dari adanya keterkaitan dengan orang-orang yang ada di sekitar.
Secara tidak langsung juga akan mempengaruhi pandangan-pandangannya tentang
agama. Tindakan sosial juga merupakan suatu perilaku, perbuatan seorang individu
atau kelompok dalam upaya pencapaian tujuan dirinya.

- Bryan Stanley Turner


Turner memahami bahwa relasi agama dan sosiologi tidak hanya
mencukupkan pada pola kehidupan subjektif orang per orang dalam menjalankan
agamanya, tapi lebih dari itu juga ia mengurai tentang sejauh apa agama dengan
ragam ajaran di dalamnya mempengaruhi tatanan sosial para pemeluknya. Dalam
konteks kajian sosiologis, agama tidak dilihat berdasar apa dan bagaimana isi ajaran
dan doktrin keyakinannya, melainkan bagaimana ajaran dan keyakinan agama itu
dilakukan dan mewujud dalam perilaku para pemeluknya dalam kehidupan sehari-
hari.

- Ibnu Khaldun

Teorinya tentang semua yang disaksikannya dan dinyatakannya


dalam kitab al muqaddimah yaitu peradaban manusia (Al-Umron Al basyari) dan
masyarakat kemanusiaan (Al ijtima’ Al Insani). Hubungan sosial manusia adalah
sesuatu yang tidak bisa ditinggalkan. Para menjelaskan hal ini bahwa manusia itu
memiliki tabiat madani (spirit atau sosial). Maksudnya, manusia itu harus memiliki
hubungan sosial yang menurut istilah disebut Al-Madinah (kesipilan atau
kependudukan). Ini sama dengan makna Al- ‘Umran (peradaban) hubungan sosial
merupakan sesuatu yang urgen dalam kehidupan manusia. Jika hubungan sosial tidak
ada, maka tidak sempurna wujud manusia dan tidak terwujud apa yang dikehendaki
oleh Allah berupa memakmurkan dunia dengan menjadikan manusia sebagai khalifah-
Nya di bumi. Inilah makna Al- ‘Umran (peradaban). Ibnu Khaldun yang dikenal
sebagai bapak sosiologi berpendapat berkaitan dengan sifat manusia dan sifat
masyarakat manusia. Menurutnya, bahwa manusia itu lemah, pada awalnya bebal dan
pada dasarnya bersifat egois (self-centered). Di sisi lain Allah memberikan manusia
kekuatan untuk melakukan penalaran dan pemikiran yang abstrak. Bertolak dari
premis tersebut, ia menjelaskan bahwa masyarakat dari sudut keharusan, bukan dari
sudut kealamiahan, bahwa Ibnu Khaldun melihat masyarakat sebagai suatu alat
manusia yang sengaja diciptakan untuk mengimbangi kelemahan manusia dan
memperbesar peluang-peluangnya untuk mempertahankan hidupnya.

Anda mungkin juga menyukai