KEDOKTERAN INDUSTRI
PABRIK PISANG SEGAR
DI LAMPUNG
Pembimbing:
Disusun oleh:
2. Lingkungan Kerja
Panas:
Panas
didapatka
n pada
ruang
laboratori
um.
Tidak
ada APD
khusus
yang
digunaka
n selama
persiapan
bibit
Jumlah
No Populas Rata – rata Status Resiko Penanganan
Unit Kerja
. i lama kerja Kesehatan Kesehatan Resiko
Problem K3 Kebijakan
No. Komponen
Internal Eksternal Manajemen
1. Proses - Masih ada - Risiko penyakit -Proses kerja sesuai
Industri/Kerja beberapa akibat kerja dengan Standart
petugas yang -Risiko penyakit Operasional
tidak yang berhubungan Prosedur yang
menggunakan dengan kerja ditetapkan oleh
APD yang pihak PT.
disediakan Nusantara Tropical
- Masih ada Farma
beberapa -Proses dan alat
proses yang kerja sesuai dengan
dilakukan K3 yang diterapkan
secara manual
pada
seperti
menyiapkan Peraturan Menteri
bibit, Kesehatan
meletakkan Republik Indonesia
pupuk pada Nomor 70 Tahun
satu per satu 2016 Tentang
lubang, Standar Dan
meletakkan Persyaratan
bibit secara Kesehatan
manual, Lingkungan Kerja
pengawasan Industri.
tanaman dan
buah, serta
panen dan
pengepakan
- Masih ada
petugas yang
tidak
mengindahkan
peraturan pada
lokasi pabrik
seperti area
untuk
merokok, jam
dan waktu
istirahat
5. Regulasi / Undang-undang
a. Lokal atau Regional:
Ketenagakerjaan.
c. Internasional:
keselamatan kerja.
1. Definisi :
Sindrom carpal tunnel merupakan hasil dari kompromi fungsi saraf median di
pergelangan tangan yang disebabkan oleh peningkatan tekanan pada carpal tunnel,
sebuah kompartemen anatomi yang dibatasi oleh tulang-tulang dan ligamentum.
2. Faktor Resiko:
Penyebab CTS menjadi 3 faktor, yaitu: (1) faktor intrinsik, (2) faktor penggunaan
tangan (penggunaan tangan yang berhubungan dengan hobi dan penggunaan
tangan yang berhubungan dengan pekerjaan), (3) faktor trauma
3. Diagnosis :
Provocative Test : Tinel Sign Tinel sign dilakukan dengan perkusi di atas kulit
proximal nervus medianus carpal tunnel; jika positif pasien mengeluhkan
kesentrum atau sensasi tingling yang menjalar ke ibu jari, telunjuk, jari tengah,
atau kelingking.
Phalen Test Phalen wrist flexion sign atau phalen maneuver biasanya positif
pada pasien CTS dan dianggap lebih diagnostik dari tinel sign. Manuver ini
dilakukan dengan siku dalam posisi ekstensi sementara pergelangan tangan pasif
fleksi. Waktu yang diperlukan untuk menimbulkan simtom onset (60 detik)
dianggap mendukung diagnostik
Wrist Compression Test Kompresi di atas nervus medianus proximal wrist
memprovokasi symptom dalam waktu 60 detik.Tes ini konfirmasi untuk
pemeriksaan yang lain
Tourniquet Test Torniket dipasang disekitar lengan atas diatas tekanan sistolik.
Pada pasien normal tes menyebabkan parestesia pada distribusi nervus ulnaris
pada CTS parestesia pada distribusi nervus medianus
4. Tata Laksana
Terapi langsung terhadap CTS, Terapi konservatif:
Kompresi pergelangan tangan pada posisi fleksi ketika tidur yang
menimbulkan nyeri, initial terapi dengan memakai splint yang mempertahankan
pergelangan tangan dalam posisi netral ketika tidur.
Pemberian NSAID dan injeksi steroid. Injeksi steroid mengalami transient
relief 80% setelah injeksi, 22% gejala hilang setelah 12 bulan dan 40% bebas
gejala < 1 tahun.
Dermatitis Kontak Alergen
1. Definisi
Dermatitis Kontak Alergika (DKA) merupakan suatu penyakit keradangan
kulit yang ada dalam keadaan akut atau subakut, ditandai dengan rasa gatal,
eritema, disertai timbulnya papula, edema dan vesikula di tempat yang terkena.
2. Etiologi
Bahan kimia yang tampaknya memberi pengaruh terhadap sebanyak
setengah dari semua kasus DKA. Ini termasuk pestisida dan getah pisang
3. Diagnosis
Langkah-langkah penegakan diagnosis untuk penyakit dermatitis kontak iritan
antara lain:
Anamnesis : Anamnesis terarah tentunya diperlukan untuk mengeksplor riwayat
pajanan terhadap bahan atau substansi kimia tertentu.
Pemeriksaan Klinis : Pemeriksaan klinis sangat penting untuk mengeksklusi
pernyakit lain. Menentukan lokasi dan efloresensi dengan jelas. Biasanya tempat
predileksi DKA adalah pada tangan dan lengan. Pemeriksaan tubuh secara
menyeluruh sangat dianjurkan untuk melihat lesi di tempat-tempat tertentu.
Pemeriksaan penunjang : Patch test dapat dilakukan untuk eksklusi dermatitis
kontak alergi.
4. Tata Laksana
Medikamentosa
Terapi medikamentosa untuk dermatitis kontak iritan mempunyai beberapa
prinsip, seperti, emollient, menghindari iritasi, dan krim yang mengandung
dimethicone adalah terapi yang digunakan sebagai mainstay. Agen-agen
terapeutik yang mengandung propilen glikol dan urea dapat mengakibatkan
inflamasi sehingga harus dihindari sebagai terapi.
Pengobatan sistemik dapat diberikan antihistamin sebagai efek anti pruritus.
Topikal kortikosteroid digunakan sebagai antiinflamasi,supresi aktivitas mitotik,
dan vasokonstriksi. Efek steroid juga dapat mensupresi pengeluaran histamine,
sehingga bisa juga sebagai antipruritus.
KIE
KIE kepada pasien terutama dalam hal penggunaan dan pajanan bahan iritan
sehari-hari, seperti:
Jika pasien adalah pekerja yang sering kontak dengan bahan-bahan yang sudah
diketahui alergennya, dapat memberikan edukasi ke pasien dan perusahaan
tempatnya bekerja berupa pencegahan seperti pemakaian masker, sarung tangan,
perawatan kulit sehari-hari terutama yang mempunyai kulit sensitif.
Pelaksanaan uji tempel pada calon pekerja, sehingga dapat menempatkan pekerja
di bagian yang tidak kontak dengan bahan iritan
Pemeriksaan kesehatan secara rutin dan berkala kepada para pekerja
(Wirata,2017).
Low Back Pain
1. Definisi
Low Back Pain (LBP) atau nyeri punggung bawah, nyeri yang dirasakan di
punggung bagian bawah, dengan waktu kurang lebih 3 bulan. LBP merupakan
penyebab utama kedua kecacatan di seluruh dunia menjadi masalah kesejahteraan
dan ekonomi utama.
2. Etiologi
Beberapa faktor yang dapat menimbulkan low back pain adalah:
a. Faktor mekanik
Gaya berat tubuh menimbulkan rasa nyeri pada punggung dan
dapat menimbulkan komplikasi. Kehamilan dan obesitas juga
merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya low back
painkarena menimbulkan penekanan pada diskus akibat
penumpukan lemak. Selain itu, fraktur vertebral, spondylolisis dan
deformitas kongenital seperti skoliosis dan kifosis juka merupakan
faktor terjadinya low back pain.
b. Faktor non mekanik
Neoplasia seperti tumor primer atau metastasis, penyakit infeksi
seperti osteomyelitis dan keadaan inflamasi atritis seperti
rheumatoid atritis, spondylitis.
c. Faktor Neurogenik
Herniasi diskus, stenosis pada spinal kegagalan pada operasi
surgical seperti herniasi berulang dan perlekatan epidural juga
dapat menyebabkan low back pain.
d. Faktor penyebab lain
Fibromyalgia, gangguan somatoform dan malingering dapat
menyumbang angka kejadian low back pain sekitar 2% hingga 4%
(Sideman, 2016).
3. Faktor Resiko
Faktor individu dapat dilihat:
Usia
Jenis Kelamin
Indeks Massa Tubuh
Masa Kerja
Kebiasaan merokok
Riwayat pendidikanTingkat pendapatan
Aktivitas fisik
Riwayat trauma
Faktor pekerjaan antara lain:
Beban kerja
Posisi kerja
Repetisi
Durasi
Faktor lingkungan:
Getaran
Kebisingan (Andini, 2015).
4. Diagnosis
Anamnesis
Anamnesis merupakan awal yang penting dalam pemeriksaan Low back pain.
Perlu ditanyakan keluhan utama, anamnesis keluarga, penyakit- penyakit
sebelumnya, keadaan sosial, dan penyakit saat ini. Cara ini praktis dan efi sien
untuk mendeteksi kondisi-kondisi penyebab yang lebih serius (red flags).
Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda penyebab sistemik dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik umum:
demam didapatkan proses infeksi maupun infl amasi lain seperti pada kasus
neoplasiatekanan darah dan nadi dapat membantu evaluasi adanya nyeri dan
perdarahan. Pemeriksaan leher dapat melihat kemungkinan nyeri akibat tidak
langsung dari gangguan paratiroid dan kemungkinan metastasis neoplasma
dengan adanya limfadenopati. Pemeriksaan muskuloskeletal perlu dilakukan,
khususnya pada daerah yang dikeluhkan. Pemeriksaan neurologik meliputi
pemeriksaan motorik, sensorik, refleks fi siologik dan patologik, serta uji untuk
menentukan kelainan saraf, seperti straight leg raising (SLR)/Laseque test (iritasi
n. ischiadicus), cross Laseque (HNP median), reverse Laseque (iritasi radiks
lumbal atas), sitting knee extension (iritasi n.ischiadicus), saddle anesthesia
(sindrom konus medularis).
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium dilakukan sesuai indikasi. Pemeriksaan radiologi Foto
polos Foto polos vertebra lumbosakral tidak perlu dilakukan secara rutin, kecuali
ada indikasi. Foto polos ini berguna untuk dugaan fraktur dan dislokasi.
Biasanya, foto polos proyeksi anteroposterior dan lateral sudah cukup membantu
diagnosis. Foto oblik dilakukan bila ada dugaan spondilolistesis. Yang perlu
dinilai adalah ada tidaknya kelainan visera dan ABCs (alignment, bony changes,
cartilagineus changes, soft tissue changes). Computed tomography (CT) scan
Computed tomography (CT) scan dapat menentukan kelainan tulang,
(Panduwinata, 2014).
5. Tata Laksana
Terapi secara psikologi
Meyakinkan pada penderita bahwa ia tidak mengalami hal ini sendirian dan
bahwa keluhan low back pain pada 90% kasus akan sembuh dalam waktu 6 bulan.
Obat-obatan
Pilihan obat untuk kasus low back pain adalah NSID dan muscle relaxant.
Bedrest
Menyarankan penderita untuk istirahat selama 2 sampai 3 hari pada matras yang
datar dan kokoh atau kaku
Aparatus ortopedi
Menyarankan penderita untuk menggunakan korset beberapa waktu setelah
menjalani masa bedrest
Terapi fisik
Terapi fisik disarankan untuk penderita low back pain adalah aktivitas
fisikpunggung dan abdomen. Pemanasan lokal pada regio punggung bawah dapat
meredakan nyeri punggung bawah pada serangan akut
Asthma
1. Definisi :
Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas dengan berbagai sel dan elemen
seluler yang berperan. Inflamasi kronik dihubungkan dengan hiperesponsif
saluran napas yang mengakibatkan episode berulang mengi, dada sesak, napas
pendek dan batuk, khususnya saat malam atau dini hari.
2. Etiologi :
Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi dan zat perangsang
yang dikenal berada dalam proses pekerjaan yang ditandai oleh gangguan aliran
nafas dan hipereaktiviti bronkus yang terjadi akibat suatu keadaan di lingkungan
kerja dan tidak terjadi pada rangsangan diluar tempat kerja (Intan, 2017).
3. Klasifikasi Asthma:
Klasifikasi asma ditempat kerja menurut The American Collage of Chest
Physicians adalah :
a. Asma Akibat Kerja
1) Asma akibat kerja dengan masa laten yaitu asma yang terjadi melalui
mekanisme imunologis. Pada kelompok ini terdapat masa laten yaitu masa sejak
awal pajanan sampai timbul gejala. Biasanya terdapat pada orang yang sudah
tersensitisasi yang bila terkena lagi dengan bahan tersebut maka akan
menimbulkan asma.
2) Asma akibat kerja tanpa masa laten yaitu asma yang timbul setelah pajanan
dengan bahan di tempat kerja dengan kadar tinggi dan tidak terlalu dihubungkan
dengan mekanisme imunologis. Gejala seperti ini dikenal dengan istilah Irritant
Induced Asthma atau Reactive Airways dysfunction Syndrome (RADS). RADS
didefinisikan asma yang timbul dalam 24 jam setelah satu kali pajanan dengan
bahan iritan konsentrasi tinggi seperti gas, asap yang menetap sedikitnya dalam 3
bulan.
b. Asma yang diperburuk ditempat kerja Asma yang sudah ada sebelumnya atau
sudah mendapat terapi asma dalam 2 tahun sebelumnya dan memburuk akibat
pajanan zat ditempat kerja. Pada pekerja yang sudah menderita asma sebelum
bekerja, 15% akan memburuk akibat pajanan bahan/faktor dalam lingkungan kerja
(Athena, et al., 2015).
4. Faktor Resiko Asthma
Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor penjamu (host
Gambar 1.1
Proses pengangkutan tandan pisang menggunakan Cable Way
Tahap Pengiriman
Tahap pengiriman meliputi semua kegiatan yang menyangkut ekspedisi dari areal
ke pelabuhan, serah terima, pemuatan dan pengiriman ke negara tujuan.
Sedangkan untuk pasar lokal kegiatan pengiriman tidak dilakukna sampai ke
tujuan tapi hanya sampai pada pengepakan saja.
5. INTERVENSI
LANGKAH 1: Proses Kerja
Menurut hasil pengamatan pada proses kerja didapatkan beberapa masalah yaitu
masih belum lengkapnya APD (Alat Pelindung Diri) seperti masker, sarung
tangan, dan helm, yang digunakan para karyawan sehingga berdampak pada
beberapa risiko yaitu seperti risiko terjadinya penyakit akibat kerja. Saat
pemberian pestisida, penyemprotan melalui traktor tidak diikuti dengan
penggunaan masker. Begitupun saat proses packaging. Penggunaan sarung tangan
masih sangat minim. Dari mulai kegiatan maintenance hingga packaging, sangat
sedikit pekerja yang memakai sarung tangan. Sedangkan penggunaan helm yang
merupakan penting saat proses maintenance tidak digunakan sama sekali. Ditinjau
dari proses kerja, Pekerjaan dilakukan secara terorganisir, dikerjakan sesuai
dengan prosedur, tempat kerja yang terjamin dan aman, istirahat yang cukup dapat
mengurangi bahaya dan kecelakaan dalam proses penyelenggaraan makanan
banyak. Kecelakaan tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi dapat dicegah, terjadi
dengan tiba-tiba dan tentunya tidak direncanakan ataupun tidak diharapkan oleh
pegawai, yang dapat menyebabkan kerusakan pada alat-alat, makanan dan
“melukai” karyawan/ pegawai.
LANGKAH 2: Lingkungan Kerja
Menurut hasil pengamatan pada lingkungan kerja, beberapa hal sudah cukup baik,
tetapi untuk tingkat keergonomisan terhadap beberapa tahapan proses produksi
kurang. Seperti proses penarikan cable way yang sedang mengangkut pisang yang
masih ditarik manual dan pengangkatan pisang yang masih dipikul. Pada
optimalisasi ergonomi, disarankan untuk diberikan alat bantu, pada Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1970 Bab III tentang Syarat-Syarat
Keselamatan Kerja pasal 3 menyebutkan bahwa “memperoleh keserasian antara
tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya.”
LANGKAH 3: Kondisi Karyawan
Perlu diadakan pemeriksaan kesehatan secara berkala agar bisa mendeteksi lebih
dini gangguan kesehatan pada karyawan terutama penyakit akibat kerja. Seperti
permasalahan proses maintenance yang berisiko akibat paparan pestisida. Serta
proses kerja yang menimbulkan permasalahan ergonomi. Pemeriksaan rutin serta
pemberian edukasi diharapkan juga mampu memberikan dampak besar dalam
menjaga kondisi karyawan. Sedangkan dari sisi keterjaminan kesehatan, karyawan
dapat juga diberikan jaminan kesehatan dan keselamatan kerja.
LANGKAH 4: Kebijakan Manajemen
Melakukan pengadaan APD guna meminimalisir kecelakaan kerja sesuai
dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 mengenai Keselamatan Kerja ,
Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2012 Tentang Penerapan Sistem
Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja. Sosialisasi kepada pekerja
mengenai peraturan pemerintah dan perundang-undang yang mengatur
perlindungan kesehatan kerja, dan mewajibkan semua pekerja untuk mentaati
peraturan guna meningkatkan keselamatan dan kesehatan pekerja. Selain itu, juga
dapat menciptakan lingkungan kerja aman dan nyaman sesuai dengan PMK No 5
Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja.
LANGKAH 5: Regulasi yang Berlaku
Regulasi yang digunakan pada PT Nusantara Tropical Farm seharusnya
berdasarkan pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun
2012 Tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
bahwa penerapan SMK3 bertujuan untuk meningkatkan efektifitas perlindungan
keselamatan dan kesehatan kerja yang terencana, terukur, terstruktur, dan
terintegras. Selain itu, juga mencegah dan mengurangi kecelakaan.kerja dan
penyakit akibat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, pekerja/buruh,
dan/atau serikat pekerja/serikat buruh; serta menciptakan tempat kerja yang aman,
nyaman, dan efisien untuk mendorong produktivitas.
Regulasi yang dipakai spesifik tentang kesehatan kerja sebagai bagian dari
perhatian dan pelindungan bagi pekerja agar sehat, selamat dan produktif yaitu
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 88 tahun 2019 dan sesuai dengan
International Labour Organization (ILO) No. 164. Selain itu regulasi dalam
penentuan standar lingkungan kerja yaitu Peraturan Menteri Ketenagakerjaan
Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018 dan sesuai dengan International Labour
Organization (ILO) No. 155 Tentang Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
Lingkungan Kerja, dengan mengusulkan untuk ditinjau kembali keluasan ruangan
pada tiap unit kerja, fasilitas, dan alat kebutuhan serta keamanan dan keselamatan.
Regulasi tentang Pedoman Tatalaksana Penyakit Akibat Kerja Karena
Pajanan Biologi, yang bertujuan dalam pencegahan pajanan biologis yang sering
terjadi pada pekerja pekerja yang tertuang pada seri pedoman Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia tahun 2011.
DAFTAR PUSTAKA
Allegri, M, Montella S, Salici, F, et all.2016. Mechanisms of low back pain: a
guide for diagnosis and therapy. F1000Research 2016, 5(F1000 Faculty
Rev):1530 Last updated: 11 OCT 2016.
Andini, F. (2015). Risk factors of low back pain in workers. Jurnal Majority, 4(1).
Bahrudin, M. (2012). Carpal Tunnel Syndrome (CTS). Saintika Medika: Jurnal
Ilmu Kesehatan dan Kedokteran Keluarga, 7(1).
Bland J. D. (2007). Carpal tunnel syndrome. BMJ (Clinical research
ed.), 335(7615), 343–346. https://doi.org/10.1136/bmj.39282.623553.AD
ILO. (2013). Keselamatan dan Kesehatan Kerja Sarana untuk Produktivitas.
Jakarta: International Labour Organization.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Penyakit Akibat Kerja Akibat
Pajanan Biologi. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI
Lambrecht BN, Hammad H. The immunology of asthma.
Immunology of the lung. 2015(16): 45–50.
Martin, S. F., Rustemeyer, T., & Thyssen, J. P. (2018). Recent advances in
understanding and managing contact dermatitis. F1000Research, 7, F1000
Faculty Rev-810. https://doi.org/10.12688/f1000research.13499.1
Oxford, U. H. (2016). Physiotherapy Department Low Back Pain
Information for Patient. Horton General Hospital
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor, (5). Tahun 2018
Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor (88). Tahun 2019 tantang
Kesehatan Kerja.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, 2012, Penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Salawati, L., Syahrul. (2014). Carpal Tunnel Syndrome. Jurnal Kedokteran Syiah
Kuala, 14(1), 29-35.
Setiawan, Kayan. 2018. Asma Bronkial. FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA RSUP SANGLAH
DENPASAR. Diakses 3 Juli 2020.
Sidemen, I., S, (2016). Manajemen Nyeri Pada Low Back Pain. Tinjauan Pustaka.
T. Jolly, Athena, MD, MPH, Julia E. Klees, MD, MPH, Karin A.
Pacheco, MD, MSPH, et al., 2015. Work-Related Asthma. Journal of
Occupational and Environmental Medicine. Volume 57, Number 10,
October 2015. America.
Ulfah N., Harwanti S., Nurcahyo P.J. 2014. Sikap Kerja dan Risiko
Musculoskeletal Disorders pada Pekerja Laundry. Jurnal Kesehatan
Masyarakat. Vol. 8. No. 7. Februari 2014
Wahyu, Intan Nur. 2017. Hubungan Penggunaan Alat Pelindung
Diri Pernapasan terhadap Tingkat Kontro Asma Pekerja Penyapu Jalan
di Kota Malang. Undergraduate (S1) thesis, University of
Muhammadiyah Malang.
Wirata, G. (2017). Dermatitis Kontak Alergi. Tinjauan Pustaka.