Anda di halaman 1dari 72

STATUS

KEDOKTERAN INDUSTRI
“Perusahaan Pemotongan Ayam”
Cantek Group

PEMBIMBING :
Dr. Febri Endra B.S, dr., M.Kes., FISPH., FISCM

Disusun oleh:
Rajiv Abdullah Bin Hatim 201810401011086
Rieka Yudistia 201810401011058

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2020
STATUS KEDOKTERAN INDUSTRI

I. STATUS UMUM TEMPAT KERJA (FACTORY VISIT)

A. IDENTITAS

1. Nama Perusahaan : Cantek Group

2. Alamat : Ntalya Organize Sanayi Bölgesi 21.

Caddesi No:1, 07190, Aosb

Kısım/Döşemealtı/Antalya, Turki

3. Jenis usaha :Perusahaan pemrosesan makanan dan penyimpanan

4. Jumlah tenaga : 300 orang


B. ANALISIS KOMPONEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

1. Proses Industri/Proses Kerja

No Unit Kerja Bahan


Bahan Baku Alat Kerja Cara Kerja
Berbahaya
1. Produksi - Ayam Hidup 1. Mesin Penggantung 1. Begitu ayam tiba di rumah jagal, - Mesin
Pemotongan Ayam (Overhead mereka diambil dari peti ke area - Tangki panas
Ayam Conveyor)
gantung melalui sistem penerima
2. Alat pembiusan
(Stunning Cabinet) unggas hidup. Sistem ini dirancang
3. Mesin pemotong berdasarkan kapasitas pabrik,
(Head cutter)
kebutuhan spesifik pelanggan,
4. Bak penampungan
darah (Blood peraturan kesejahteraan hewan,
collecting pool) karakteristik iklim, jenis dan berat
5. Ruang pencucian
ayam yang akan disembelih.
(Plucking cabinet)
6. Tangki mendidih 2. Penyembelihan adalah tempat
(Scalding tank) dimulainya pemrosesan ayam.
7. Mesin Pencabut disini, poin paling penting untuk
Bulu (Plucking
Machines) dipertimbangkan adalah
8. Mesin penarik penanganan ayam secara manusiawi
kepala (Head dan etis dengan mempertimbangkan
puller)
psikologi mereka.
9. Mesin pemotong
Kaki (Feet cutter) 3. Proses pemotongan dimulai dengan
10. Mesin cuci menggantung ayam hidup ke dalam
belenggu (Shackle belenggu
Washer) 4. Diikuti oleh proses utama, seperti
11. Alat Pelindung
pemingsanan (opsional)
Diri (Masker,
google, head cap, 5. Pemotongan
Sarung tangan / 6. Drainase darah
handscoen, boot,
7. Pelunakan
baju pelindung
(Protective Dress) 8. Pencabutan bulu
9. Menarik kepala dan memotong
kaki. Proses-proses ini memainkan
peran penting dalam kualitas ayam
yang keluar dari pemotongan.
Tangki mendidih Cantek
menyediakan suhu yang diperlukan
yang ditujukan untuk prosedur
mendidih. Mesin pemetikan (untuk
pencabutan bulu) diklasifikasikan
dalam tiga jenis: pemetikan awal,
pemetikan sementara dan pemetikan
akhir. Setelah disembelih, ayam
dipindahkan ke area pengeluaran isi

2 Pengeluaran isi / 1. Alat eviserasi 1. Pengeluaran isi adalah proses di - Mesin


jeroan manual mana bangkai dibuka untuk - Pisau
(Evisceration) 2. Mesin eviserasi menghilangkan visera (organ
- Ayam yang otomatis dalam) dari ayam. Sangat
telah dipotong 3. Mesin pencuci isi /
penting untuk menghilangkan
dan jeroan (Giblet
dibersihkan washer) organ internal dengan benar
bulunya 4. Mesin pengeluaran untuk menjaga kualitas produk.
lemak ampela
Organ yang dapat dimakan,
(Gizzard fat
remover machine) seperti rempela, hati dan jantung
5. Mesin pengangkut diambil.
ampela (Gizzard
2. Organ yang tidak dapat dimakan
Harvester)
6. Meja inspeksi dibawa ke area limbah.
Ampela (Gizzard Tergantung pada permintaan
inspection table) pasar, leher dapat dibiarkan
7. Meja inspeksi hati
(Liver inspection pada ayam, atau diambil secara
table) terpisah.
8. Mesin Pengeluaran 3. Pada pabrik unggas dengan
Ayam (Chicken
kapasitas kecepatan baris untuk
Unloader)
9. Alat Pelindung 4.000 ayam per jam, proses
Diri (Masker, pengeluaran isi dapat dilakukan
google, head cap,
secara manual dengan alat-alat
Sarung tangan /
handscoen, boot, tangan khusus.
baju pelindung 4. Mesin otomatis lebih disukai
(Protective Dress)
untuk pabrik dengan kapasitas
lebih tinggi
5. Untuk memastikan waktu
simpan lebih tahan lama, ayam
yang keluar dari area
pengeluaran isi dengan cepat
dipindahkan ke area
pendinginan.
3 Pendinginan 1. Kabin penyemprot 1. Cantek group memiliki berbagai - Mesin
- Ayam 2. Mesin refrigerasi metode pendinginan seperti. - Suhu dingin
potong yang untuk ayam utuh
pendingin air, pendingin udara, dan
telah 3. Mesin referigerasi
dikeluarkan untuk jeroan pendinginan jeroan.
isinya/jeroan 4. Pengikat daging - Pendinginan air, salah satu
nya (karkas) untuk proses
metode pendinginan tertua,
pendinginan
masih banyak digunakan,
karena menyediakan
pendinginan cepat untuk ruang
kecil. Karena air dingin adalah
sistem "off-line", itu tidak
memungkinkan penimbangan
otomatis sebelum atau setelah
pendinginan.
- Pendinginan udara, seperti
terbukti dari namanya,
menggunakan aliran udara
dingin yang terkontrol. Sistem
ini telah menjadi metode
pendinginan yang disukai
karena merupakan proses yang
sangat higienis dan tidak ada air
yang digunakan. Ayam
didinginkan melewati
terowongan berpendingin udara.
Panjang garis dapat dirancang
hingga 4 kali lebih lama untuk
menurunkan suhu ayam hingga
di bawah 4 ° C.
- Setelah itu jeroan dipindahkan
berkeliling melalui sistem pada
konveyor sabuk di ruang kering
untuk pendinginan. Perubahan
warna pada kulit unggas
dicegah dengan membalikkan
jeroan pada alat peluncuran
yang digunakan untuk
melewatkan jeroan. Ketika
jumlah jeroan lebih dari satu
pada conveyor belt yang sama,
mereka dipisahkan dengan
pemisah. Sekrup pendingin juga
dapat digunakan
4. Penyortiran, - Ayam yang 1. Timbangan 1. Bagian ini adalah tempat dimana ayam - Mesin
pemotongan telah didinginkan 2. Mesin pemindah dikemas secara keseluruhan atau masing-
dan otomatis
masing berdasarkan kebutuhan pasar sesuai
pengepakkan, 3. Mesin penyortir
4. Mesin pembuka dengan bobot dan kualitasnya. Ayam yang
kantong datang dari pendingin udara mudah
5. Mesin pencuci
dipindahkan ke mesin sortasi dengan mesin
keranjang plastic
6. Kamera transfer otomatis. Selain itu, kebutuhan
kapasitas yang lebih tinggi dipenuhi
melalui sistem deteksi kualitas dengan
kamera. Bersamaan dengan semua ini,
perancangan proyek dan produksi untuk
solusi yang diperlukan untuk pemrosesan
produk dan transfer internal dilakukan
dalam fasilitas Cantek group

2. Lingkungan Kerja:

No Unit Kerja Ling. Fisik Ling. Biologi Ling. Kimia Ling. Sos-Bud Ling. Ergonomi
1. Pemotongan - Luas ruangan - Laboratorium - Bahan - Cantek group - Posisi kerja tidak
ayam 60x45 meter. Luas - Daerah kotor: desinfeksi terletak cukup jauh ergonomis. Petugas
ruangan cukup - Live bird area - Kotoran ayam dari pusat kota. kesehatan melakukan
memadai dengan - Pemingsanan yang Disekitar pekerjaannya dengan
jumlah mesin yang - Penyembelihan didekomposisi perushaan ini tidak berdiri tidak dengan
cukup sehingga - Pencelupan ke mikroorganisme ditemukan industri duduk
membuat produksi air panas , yang kemudian logam dan kimia, - Jarak antara mesin ke
pemotongan ayam - Pencabutan akan serta bebas asap, mesin cukup dekat
efisien dan tidak bulu membentuk gas bau, namun sehingga saat pegawai
membutuhkan - Pencucian amoniak, nitrit terletak didaerah memiliki keterbatasan
banyak waktu karkas (NO2), dan gas yang memiliki ruang gerak.
- Ruangan cukup luas - Pengeluaran sulfida (H2S) iklim cukup kering - Proses pemotongan
yang berisi mesin – jeroan sehingga banyak ayam dicantek group
mesin yang besar - Penanganan debu disekitar menggunakan mesin
dan tinggi namun jeroan perusahaan yang mana satu mesin
tidak menyediakan - Pada perusahaan dengan mesin lainnya
tempat duduk bagi ini unit pekerjaan berkesinambungan
pekerja sudah terbagi (menggunakan
- Penyusunan tata dengan baik konveyor) sehingga
ruang rapi dan sesuai bagian proses yang berasal
bersih masing-masing dari satu mesin dapat
- Penerangan/cahaya sehingga para dipindahkan mudah ke
cukup baik untuk pekerja dapat area kerja berikutnya
proses kerja melalukan tanpa tenaga pekerja
- Ruangan pekerjaannya sehingga meringankan
pengolahan di sesuai tanggung beban pekerja.
industri pemotongan jawabnya. - Terdapat mesin yang
ayam bersuhu - Lingkungan ketinggiannya tidak
maksimal 15°C dan dalam perusahaan sesuai dengan tinggi
ruang penyimpanan yang cukup padat badan pekerja sehingga
beku maksimal dengan mesin pekerja harus
bersuhu -20°C. mesin besar cukup menekuk tubuh
- Ruang pembekuan menyulitkan bagian atas agar
cepat memiliki Suhu untuk mobilisasi dekat dengan mesin.
maksimum –35°C serta Pada video tersebut
dengan kecepatan berkomunikasi seperti pada mesin
udara minimum 2 satu sama lain konveyor.
meter per detik. - Kerja mesin sangat
cepat sehingga
pekerja harus
melakukan pekerjaan
menggunakan tangan
sangat cepat dan
berulang.

3. Karyawan:

No. Unit kerja Juml. Populasi Rata-rata Status Risiko Kesehatan Penanganan Risiko
L P Lama
Kesehatan
kerja
1 Karyawan 198 102 - Normal - Risiko terjadi mechanical - Mengatur posisi agar lebih
Pemotongan injury karena bekerja ergonomis, seperti posisi
Ayam dengan menggunakan duduk
banyak jenis mesin
- Menggunakan APD
produksi yang dapat
melukai dan lengkap yaitu masker,
mengakibatkan kecacatan google, baju pelidung,
pada salah satu anggota handscoon, pelindung
gerak telinga, dll
- Risiko terjadi dermatitis - Melakukan skrining
kontak serta dermatitis kesehatan secara berkala
alergi karena beberapa
terhadap karyawan
bahan baku dan sarung
tangan dapat
menyebabkan iritasi dan
alergi
- Risiko terjadi cold stress
karena suhu udara yang
relatif dingin yaitu pada
ruangan pengolahan
bersuhu maksimal 15°C ,
ruangan penyimpanan
beku memiliki suhu
maksimal -20°C, dan
ruangan pendinginan
cepat memiliki suhu
ruangan maksimal -35°C
- Risiko Noise-induced
hearing loss (NIHL) yang
diakibatkan karena suara
– suara bising dari mesin
yang sangat banyak

4. Sistem Manajemen
 Upaya atau kebijakan pimpinan pada kegiatan K3

Problem K3
No. Komponen Kebijakan Manajemen
Internal Eksternal

1 Proses - Pemakaian APD masih kurang - Pengawasan terhadap Menggunakan APD lengkap sesuai
disiplin, yaitu masih ada pemakaian APD Permenakertrans No.8 Tahun 2010 tentang Alat
Industri/Kerja
beberapa pegawai yang tidak pekerja kurang Pelindung Diri
memakai masker dan ada APD sebagaimana dimaksud meliputi:
maksimal
sebagian juga memakai masker 1. pelindung kepala;
tapi tidak sempurna, hal ini 2. pelindung mata dan muka;
dapat menimbulkan penyakit 3. pelindung telinga;
akibat kerja yang diakibatkan 4. pelindung pernapasan beserta
oleh debu dan beberapa partikel perlengkapannya;
kecil dari mesin produksi yang 5. pelindung tangan;dan/atau
dapat terhirup dan mengganggu 6. pelindung kaki.
saluran nafas. serta tidak Selain APD sebagaimana dimaksud diatas
memakai handscoon atau sarung termasuk APD:
tangan saat bekerja. Tidak 1. pakaian pelindung;
menggunakan pelindung tangan 2. alat pelindung jatuh perorangan;
juga bisa menimbulkan dan/atau
kecelakaan kerja lain seperti 3. pelampung.
tergores pada besi – besi di Melakukan pengawasan dan memastikan semua
mesin produksi, jari terpotong karyawan telah menggunakan APD dengan
mesin-mesin pemotong, terjadi lengkap
luka bakar dari mesin yang
panas.
2 Lingkungan Kerja
Lingkungan Fisik - Ruangan cukup luas namun - Lingkungan sekitar - Peraturan Menteri ketenagakerjaan
berisi mesin – mesin yang industri yang cukup jauh Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018
besar dan tinggi sehingga sisa dari daerah perkotaan dan Tentang Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
ruang hanya sedikit dan tidak Lingkungan Kerja pasal 9
terletak dia area dengan
bisa menyediakan tempat - Permenakertrans No.8 Tahun 2010 tentang
kecenderungan udara yang Alat Pelindung Diri
duduk bagi pekerja.
- Mesin mesin yang kering serta berdebu - Karyawan diberi tempat duduk saat bekerja
mengeluarkan suara bising atau dengan memberikan waktu istirahat 30
dapat menyebabkan penurunan menit dengan menghindari posisi yang tetap
pendengaran (NIHL) dalam waktu lama
- Ruangan produksi di industri - Penggunaan Alat pelindung telinga, fungsi
pemotongan ayam bersuhu Alat pelindung telinga adalah alat pelindung
maksimal 15°C dan ruang yang berfungsi untuk melindungi alat
pendingin adalah -20°C hal ini pendengaran terhadap kebisinganatau
umumnya dapat menyebabkan tekanan. JenisJenis alat pelindung telinga
cold stress bagi pekerja terdiri dari sumbat telinga (ear
sehingga diperlukan alat plug)danpenutup telinga (ear muff)
pelindung diri untuk menjaga - Pada pekerja di ruangan dingin / pada
tubuh tetap hangat, serta proses pendinginan, supaya memakai alat
menambah ruangan hangat pelindung diri lengkap dan menjadwalkan
ketika setelah dari ruang shift secara bergantian yang bermanfaat
pendingin atau cold storage untuk menghindari efek cold stress
dan membuat shift jaga untuk - Alat kerja, perkakas, dan bahan harus ditata
bergantian antar karyawan dan disimpan secara rapi dan tertib untuk
dalam bekerja di suhu dingin menjamin kelancaran pekerjaan dan tidak
dan lebih memprioritaskan menimbulkan bahaya kecelakaan. (pasal 44)
pegawai berjenis kelamin laki
– laki
- Risiko terjadi mechanical
injury karena bekerja dengan
menggunakan berbagai jenis
mesin produksi yang dapat
melukai dan mengakibatkan
kecacatan pada salah satu
anggota gerak.
Lingkungan Biologi - Jika tidak dapat menjaga - - Peraturan Menteri ketenagakerjaan
kebersihan atau tidak Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018
membersihkan lingkungan Tentang Keselamatan Dan Kesehatan
pabrik secara berkala maka Kerja Lingkungan Kerja pasal 9
dapat tumbuh bakteri ataupun - Perusahaan harus memiliki program
jamur pada lingkungan pembersihan dan sanitasi yang efektif.
perusahaan hal ini dapat Seperti membersihkan mesin scara
menyebabkan berbagai berkala, lantai, serta alat bahan
penyakit salah satunya produksi sesudah digunakan
penyakit dermatitis karena - Staf harus di edukasi serta dilatih untuk
mikroba pada ungags memastikan langkah-langkah pembersihan
dan sanitasi yang dilakuka sudah benar
dan benar benar dilakukan.

Lingkugan Kimia - Bahan Kimia yang terdapat - - Selalu menggunakan APD secara lengkap
pada rumah pemotongan terutama handscoon/ sarung tangan, serta
unggas adalah bahan masker
desinfeksi yang digunakan
untuk membersihkan ruangan
seperti clorin yang dapat
mengakibatkan dermatitis
kontak iritan.
- Kotoran dari unggas yang
didekomposisi oleh
mikroorganisme akan
menghasilkan gas ammonia
dan H2S
Lingkungan - Posisi kerja tidak ergonomis. - Memperbaiki tata letak ruangan. Setiap
Ergonomi Petugas kesehatan melakukan orang yang bekerja sebaiknya dalam
pekerjaannya dengan berdiri ruangan harus mendapat ruang udara (cubic
tidak dengan duduk space) paling sedikit 10 (sepuluh) meter
- Jarak antara mesin ke mesin kubik. Serta karyawan diberi tempat duduk
terlalu dekat sehingga saat saat bekerja atau atau dengan memberikan
pegawai memiliki keterbatasan waktu istirahat 30 menit dengan
ruang gerak. menghindari posisi yang tetap dalam waktu
- Pada bagian eviserasi untuk lama.
pengeluaran isi/ jeroan masih
dilakukan dengan manual - Pengadaan Kursi yang ergonomis
sehingga pekerja pada area ini
sering melakukan gerakan
tangan repetitive yang dapat
memicu terjadinya Carpal
Tunnel Syndrome (CTS)

Lingkungan sosial, - Tidak ditemukan Tidak ditemukan Menjamin kesehatan kerja pada karyawan
dengan mengadakan jaminan kesehatan pada
ekonomi, budaya
karyawan baik penyakit akibat kerja ataupunn
penyakit yang berhubungan dengan ppekerjaan
sesuai dengan PP Nomor 84 Tahun 2013

3 Karyawan - Risiko Myalgia karena posisi Diadakan pemeriksaan Permenakertrans No.8 Tahun 2010 tentang Alat
berdiri yang cukup lama saat Pelindung Diri (APD)
berkala bagi
melakukan proses produksi Menjamin kesehatan kerja pada karyawan
- Risiko terjadinya CTS tenaga kerja, Perusahaan dengan mengadakan jaminan kesehatan pada
terutama bagi karyawan yang karyawan sesuai dengan PP Nomor 84 Tahun
menyediakan anggaran
bekerja di bidang penyortiran 2013
giblet dan proses eviserasi pegawainya pada program Promotif
karena melakukan gerakan - Memberikan penyuluhan mengenai
secara repetitive terutama pada asuransi kesehatan sebagai pentingnya penggunaan APD
pergelangan tangan - edukasi mengenai penyakit-penyakit yang
langkah preventif, kuratif
- Risiko terjadi dermatitis ditimbulkan akibat pekerjaan (CTS, NIHL,
kontak iritan serta dermatitis serta kesejahteraan karyawan Cold Stress, Dermatitis, Myalgia,)
alergi karena beberapa bahan diantaranya mengenai bahaya dan
agar tidak terjadi penyakit
pembersih area produksi dan bagaimana mencegah agar meminimalkan
sarung tangan dapat akibat kerja pada karyawan risiko terkena penyakit akibat kerja.
menyebabkan iritasi dan alergi - edukasi mengenai posisi ergonomis saat
(Kurnia,2017)
- Risiko terjadi cold stress mengambil barang, mendorong, dan posisi
karena suhu udara yang relatif duduk
dingin yaitu pada ruangan - Memberikan pelatihan kepada pekerja
produksi memiliki suhu ruang tentang penggunaan alat dalam melakukan
maksimal 15°C pekerjaan serta alat pelindung diri yang
- Risiko Noise-induced hearing benar
loss (NIHL) yang diakibatkan - membuat visual display penggunaan APD
karena suara – suara bising yang dipasang di tempat-tempat yang
dari mesin produksi eskrim mudah terlihat pekerja dan strategis.
yang sangat banyak Preventif
- Risiko terjadinya dermatitis
- Penggunaan APD
karena mikroba yang terdapat
pada unggas - Pengecekan kesehatan secara berkal

Kuratif
Memberi pengobatan yang sesuai dengan
kondisi kesehatan pekerja

Rehabilitasi
Rehabilitasi untuk memperbaiki kualitas hidup
pekerja.
5. Regulasi/Undang-Undang

a. Lokal atau Regional:

Peraturan Gubernur Jawa Timur nomor 19 tahun 2017 tentang petunjuk

pelaksanaan peraturan daerah provinsi jawa timur nomor 8 tahun 2016 tentang

penyelenggaraan ketenagakerjaan

b. Nasional:

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan

2. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem

Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

3. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan

4. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang

Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri.

5. PP no.50 tahun 2012 tentang penerapan sistem manajemen keselamatan dan

kesehatan kerja (K3).

6. pada UU No.13 tahun 2003 pasal 87 Tentang Ketenagakerjaan

7. permenaker nomer 5 tahun 2018 Keselamatan dan kesehatan kerja lingkungan

kerja (K3 Lingkungan kerja)

Pengelolaan bahaya kesehatan di lingkungan kerja industri maupun

pemenuhan persyaratan kesehatan lingkungan merupakan salah satu aspek

penting dalam penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja

seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang

kesehatan, Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, dan Peraturan Pemerintah


Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan. Lingkungan kerja

industri yang sehat merupakan salah satu faktor yang menunjang meningkatnya

kinerja dan produksi yang secara bersamaan dapat menurunkan Risiko gangguan

kesehatan maupun penyakit akibat kerja. Lingkungan kerja industri harus

memenuhi standar dan persyaratan kesehatan lingkungan kerja industri sebagai

persyaratan minimal yang harus dipenuhi. Standar dan persyaratan kesehatan

lingkungan kerja industri terdiri atas nilai ambang batas, indikator pajanan

biologi, dan persyaratan kesehatan lingkungan kerja industri. Ketentuan

mengenai standar dan persyaratan kesehatan lingkungan kerja industri

sebelumnya juga telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja

Perkantoran dan Industri.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat dengan K3

adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan

kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan akibat kerja.

(Permenaker nomor 5 tahun 2018). K3 diatur dalam PP no.50 tahun 2012 tentang

penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (K3). K3

diselenggarakan untuk melindungi keselamatan pekerja demi terwujudnya

produktifitas kerja yang optimal. Penerapan K3 dalam sistem manajemen

perusahaan bersifat wajib, diantaranya dapat dimasukkan dalam standar

operasional kerja. Hal ini sebagaimana bunyi pasal 5 PP no.50 tahun 2012

tentang Penerapan Sistemm Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) adalah bagian


dari sistem manajemen perusahaan secara keseluuhan dalam rangka

pengendalian Risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja agar tercipta tempat

kerja yang aman, efisien dan produktif. Hal ini dijelaskan pada UU No.13 tahun

2003 pasal 87 Tentang Ketenagakerjaan maka demi terlaksananya jaminan

perlindungan K3, maka K3 dilaksanakan dengan integrasi pada Sistem

Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang merupakan bagian

dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan, Meliputi ; struktur,

organisasi, perencanaan, pelaksanaan, tanggungjawab, prosedur, proses, dan

sumberdaya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian,

pengkajian dan pemeliharaan kebijakan K3 dalam rangka pengendalian Risiko

yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman

efisien serta produktif.

Menurut permenaker nomer 5 tahun 2018 Keselamatan dan kesehatan kerja

lingkungan kerja (K3 Lingkungan kerja) merupakan segala kegiatan untuk

menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui

pengendalian lingkungan kerja dan penerapan higiene hanitasi di tempat kerja.

Pengukuran dan pengendalian lingkungan kerja meliputi faktor fisika, kimia,

biologi, ergonomi dan psikologi. Sedangakan penerapan higiene dan sanitasi

meliputi bangunan tempat kerja, fasilitas kebersihan, kebutuhan udara serta

tatalaksana kerumahtanggaan.
Untuk melakukan pengendalian lingkungan kerja dapat dilakukan beberapa

hal seperti eliminasi, subtitusi, rekayasa teknis, administratif atau penggunaan

alat pelindung diri. Upaya eliminasi yaitu berupa menghilangkan sumber potensi

bahayayang berasal dari bahan, proses, operasi, atau peralatan. Upaya substitusi

yaitu mengganti bahan, proses, operasi atau peralatan dari yang berbahaya

menjadi tidak berbahaya. Upaya rekayasa teknis sebagaimana dimaksud pada

yaitu dengan memisahkan sumber bahaya dari Tenaga Kerja dengan memasang

sistem pengaman pada alat, mesin, dan/atau area kerja. Sedangkan upaya

administratif yaitu dengan pengendalian dari sisi Tenaga Kerja agar dapat

melakukan pekerjaan secara aman. Serta Penggunaan alat pelindung diri yang

berfungsi untuk mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari sumber bahaya.

Hal serupa diatas juga terdapat pada permenaker no. 8 tahun 2010 yang mana

Pekerja/buruh dan orang lain yang memasuki tempat kerja wajib memakai atau

menggunakan APD sesuai dengan potensi bahaya dan Risiko yang fungsinya

mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja.

APD harus sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) atau standar yang

berlaku.

APD sebagaimana dimaksud meliputi: pelindung kepala, pelindung mata dan

muka, pelindung telinga, pelindung pernapasan beserta perlengkapannya,

pelindung tangan dan/atau pelindung kaki, pakaianpelindung, alat pelindung

jatuh perorangan dan/atau pelampung.

c. Regulasi Internasional
Panduan Internasional menggunakan buku “Prinsip-prinsip Ketenagakerjaan
Global Compact – Perserikatan Bangsa Bangsa” oleh International Labour

Organization (ILO) serta buku Rekomendasi Mengenai Kerangka Promotional

Untuk Keselamatan Dan Kesehatan Kerja oleh International Labour Organization

II. OCCUPATIONAL DIAGNOSIS (DIAGNOSIS KESEHATAN KERJA)

III. No Diagnosis Kategori

1 Cold Stress Occupational disease


2 NIHL Occupational disease
3 CTS Occupational disease
4 Dermatitis Kontak Iritan Occupational disease
5 Myalgia Occupational Related disease
6 Dermatitis ec mikroba Occupational Related disease
PEMBAHASAN

3.1 Tinjauan Pustaka


3.1.1 Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu

pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik

jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada

umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan

sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu

pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan

terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Kesehatan dan

keselamatan Kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi

baik jasa maupun industri (Rejeki, 2016).


1. Keselamatan Kerja

Keselamatan Kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin,

pesawat, alat kerja, bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat

kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan.

Keselamatan Kerja memiliki sifat sebagai berikut.

a. Sasarannya adalah lingkungan kerja.

b. Bersifat teknik.

Pengistilahan Keselamatan dan Kesehatan Kerja bermacam-macam, ada

yang menyebutnya Hygene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hyperkes)

dan ada yang hanya disingkat K3, dan dalam istilah asing dikenal

Occupational Safety and Health.

2. Kesehatan Kerja

Pengertian sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi fisik,

mental dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau

gangguan kesehatan melainkan juga menunjukkan kemampuan untuk

berinteraksi dengan lingkungan dan pekerjaannya. Paradigma baru dalam

aspek kesehatan mengupayakan agar yang sehat tetap sehat dan bukan

sekadar mengobati, merawat, atau menyembuhkan gangguan kesehatan

atau penyakit. Oleh karenanya, perhatian utama di bidang kesehatan lebih

ditujukan ke arah pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya penyakit

serta pemeliharaan kesehatan seoptimal mungkin. Status kesehatan

seseorang menurut Blum (1981) ditentukan oleh empat faktor sebagai

berikut.
a. Lingkungan, berupa lingkungan fisik (alami, buatan), kimia

(organik/anorganik, logam berat, debu), biologik (virus, bakteri,

mikroorganisme), dan sosial budaya (ekonomi, pendidikan, pekerjaan).

b. Perilaku yang meliputi sikap, kebiasaan, tingkah laku.

c. Pelayanan kesehatan: promotif, perawatan, pengobatan, pencegahan

kecacatan, rehabilitasi.

d. Genetik, yang merupakan faktor bawaan setiap manusia. (Redjeki,

2016)

Menurut Sumamur, bahaya adalah sesuatu yang berpotensi

menyebabkan cedera atau luka, sedangkan risiko adalah kemungkinan

kecelakaan akan terjadi dan dapat mengakibatkan kerusakan. Kecelakaan

merupakan sebuah kejadian tak terduga yang dapat menyebabkan cedera atau

kerusakan. Kecelakaan dapat terjadi akibat kelalaian dari perusahaan, pekerja,

maupun keduanya, dan akibat yang ditimbulkan dapat memunculkan trauma

bagi kedua pihak. Bagi pekerja, cedera akibat kecelakaan dapat berpengaruh

terhadap kehidupan pribadi, kehidupan keluarga, dan kualitas hidup pekerja

tersebut. Bagi perusahaan, terjadi kerugian produksi akibat waktu yang

terbuang pada saat melakukan penyelidikan atas kecelakaan tersebut serta

biaya untuk melakukan proses hukum atas kecelakaan kerja. (Redjeki, 2016)

Sumamur berpendapat bahwa kecelakaan tidak mungkin terjadi secara

kebetulan sehingga pasti ada sebab dibalik setiap kecelakaan. Penting sekali

agar suatu kecelakaan diteliti dan ditemukan penyebabnya sehingga dapat

dilakukan usaha untuk mencegah terjadinya kecelakaan tersebut terulang


kembali. Pencegahan kecelakaan bertujuan untuk mengurangi peluang

terjadinya kecelakaan hingga mutlak minimum, mengurangi bahaya, serta

risiko yang dihasilkan dalam suatu kegiatan pekerjaan. Kecelakaan dapat

dibagi menjadi 2 jenis, kecelakaan langsung dan kecelakaan tidak langsung.

Kecelakaan langsung dapat dibedakan menjadi kejadian kecelakaan

sesungguhnya dan juga kejadian nyaris celaka/hampir celaka. Nyaris celaka

adalah sebuah kejadian yang hampir menyebabkan terjadinya cedera atau

kerusakan dan hanya memiliki selang perbedaan waktu yang sangat singkat.

Nyaris celaka tidak mengakibatkan kerusakan, sedangkan kecelakaan pasti

mengakibatkan kerusakan. Setiap kecelakaan bukan peristiwa tunggal, namun

terjadi karena penyebab yang saling berkaitan yaitu kesalahan dari sisi

perusahaan, sisi pekerja, atau keduanya. Akibat yang ditimbulkan yakni

trauma bagi keduanya, bagi pekerja yaitu cedera yang dapat memengaruhi

terhadap pribadi, keluarga, dan kualitas hidup, sedangkan bagi perusahaan

berupa kerugian produksi, waktu yang terbuang untuk penyelidikan dan biaya

untuk proses hukum. Tindakan pencegahan kecelakaan bertujuan untuk

mengurangi peluang terjadinya kecelakaan hingga mutlak minimum.(Redjeki,

2016)

Faktor penyebab kecelakaan kerja salah satunya disebabkan oleh faktor

manusia (unsafe human acts), berupa tindak perbuatan manusia yang tidak

mengalami keselamatan seperti tidak memakai Alat Pelindung Diri (APD),

bekerja tidak sesuai prosedur, bekerja sambil bergurau, menaruh alat atau

barang tidak benar, sikap kerja yang tidak benar, bekerja di dekat alat yang
berputar, kelelahan, kebosanan dan sebagainya. Selain faktor manusia juga

disebabkan faktor lingkungan (unsafe condition), berupa keadaan lingkungan

yang tidak aman, seperti mesin tanpa pengaman, peralatan kerja yang sudah

tidak baik tetapi masih dipakai, penerangan yang kurang memadai, tata ruang

kerja tidak sesuai, cuaca, kebisingan, dan lantai kerja licin. Pengendalian

risiko yang dapat dilakukan pada risiko terjadinya kecelakaan kerja adalah

inspeksi K3 harian untuk pemakaian APD (Alat Pelindung Diri) lengkap,

memperketat pengawasan manajemen terhadap pekerja yang tidak

memakai alat pelindung diri (Waruwu S. dan Yuamita F., 2016).

Alat pelindung diri (APD) suatu alat yang mempunyai kemampuan

untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau

seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja. Alat pelindung diri terdiri

dari alat pelindung kepala, mata, muka, telinga, pernafasan, tangan dan kaki

(Permenakertrans No. 8 tahun 2010). Masing-masing alat pelindung diri

mempunyai fungsi yang berbeda-beda yang bertujuan melindungi tubuh dari

paparan bahaya berupa zat kimia, debu, partikel, dan mikroorganisme seperti

bakteri, virus dan jamur. Alat Pelindung diri sangat disarankan untuk

digunakan oleh pekerja yang terpapar langsunmg oleh bahan berbahaya.

Selain itu, penggunaan APD ini juga harus menyesuaikan manajemen yang

sudah ditetapkan oleh pemerintah melalui Permenakertrans Nomor 8 Tahun

2010, seperti berikut:

1. Identifikasi kebutuhan dan syarat APD;


2. Pemilihan APD yang sesuai dengan jenis bahaya dan

kebutuhan/kenyamanan pekerja/buruh;

3. Pelatihan;

4. Penggunaan, perawatan, dan penyimpanan;

5. Penatalaksanaan pembuangan atau pemusnahan;

6. Pembinaan;

7. Inspeksi; dan

8. Evaluasi dan pelaporan.

COLD STRESS

Suhu dingin dan peningkatan kecepatan angin (angin dingin) menyebabkan

panas meninggalkan tubuh lebih cepat, membuat pekerja berisiko mengalami stres

dingin. Siapa pun yang bekerja dalam lingkungan yang dingin mungkin berisiko

(OSHA, 2014)

Paparan suhu dingin pada karyawan dapat menyebabkan penyakit akibat

kerja seperti chillblain, immersion foot, trench foot, frostnip, frostbite dan hipotermia.

Cold Storage merupakan suatu ruang pendingin yang menampung benda – benda

yang akan mengalami proses pendinginan. Salah satunya faktor fisik adalah suhu

rendah (suhu dibawah suhu nyaman <18°C) yang dapat menimbulkan berbagai

masalah kesehatan pada tenaga kerjanya. Tempat yang bersuhu rendah ditemukan di

industri makanan yang dikemas dan dibekukan atau industry pembekuan antara lain

untuk es krim, daging, udang, ikan dan sebagainya. Lingkungan tempat kerja dingin

(bersuhu rendah) adalah suhu udara lingkungan tempat kerja tersebut di bawah
normal (suhu kamar) sesuai dengan Kepmenkes No 1405 tahun 2002 yang

menyebutkan bahwa dilingkungan, perkantoran dan industri persyaratan suhu

berkisar antara 18 - 28°C, hal demikian telah menyebabkan cuaca atau iklim di dalam

lingkungan tersebut berubah dan mengakibatkan terjadinya tekanan dingin (cold

stress) yang akan diterima oleh tenaga (Kurnia, Suryono, Koerniasari., 2017).

Gejala utama pekerja pada lingkungan yang dingin adalah nyeri sendi, sakit

pinggang, sakit kepala, dan pusing. Selain itu, tingkat terjadinya gejala-gejala ini

terkait dengan senioritas pekerja freezer dan suhu freezer (Chen et al. 2014). Huang et

al. memberikan kuesioner pada operator cold storage dan menemukan bahwa, gejala

utama pekerja makanan laut beku (suhu lingkungan umumnya -10˚ ~ -18˚) adalah

sakit pinggang (57,8%), sakit lutut (54,6%) ), nyeri bahu, siku, dan pergelangan

tangan (19,8%), refluks asam lambung (18,72%), perut kembung dan diare (13,9%)

dan batuk kronis (13,9%) (Chen et al. 2014).

Para pekerja yang bekerja dalam pengemasan daging dan operasi

pemrosesan makanan beku adalah mereka yang paling mudah terkena bahaya dingin.

Sebagai bentuk pencegahan perlindungan untuk bahaya dingin saat ini hanya dengan

memakai baju pelindung, sarung tangan, dan sarung telinga yang tepat untuk

mengisolasi tubuh dan lingkungan dingin untuk mencapai efek menjaga kehangatan.

NOISE INDUCED HEARING LOSS (NIHL)

Noise Induced Hearing Loss (NIHL) adalah gangguan pendengaran akibat

paparan kebisingan yang berkepanjangan. Ditandai sebagai gangguan pendengaran


sensorineural dan biasanya bilateral, ireversibel, dan progresif saat terpapar

kebisingan berkelanjutan (Department of Brazil, 2006).

Berkembangnya pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan (NIHL)

umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk tingkat paparan kebisingan,

usia pekerja, pengalaman pekerjaan dan perilaku pekerja terkait kesehatan seperti

penggunaan perangkat perlindungan pendengaran (HPD), merokok, dan lain-lain

(Aliabadi, et.al., 2014).

Ketulian akibat paparan bising terjadi setelah beberapa tahap, yaitu: Tahap

pertama yang timbul setelah 10 – 20 hari terpapar bising; tahap kedua mulai muncul

keluhan telinga berbunyi namun tidak selalu muncul terus menerus. Tahap ini dapat

berlangsung selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun; tahap ketiga tenaga kerja

mulai mengalami gangguan pendengaran karena mulai tidak dapat mendengar

beberapa bunyi terutama bila ada suara lain dan tahap keempat yaitu Noise Induced

Hearing Loss (NIHL) terjadi secara jelas (Harrianto, 2008).

Kebisingan di tempat kerja dapat bersumber dari aktivitas pekerja maupun

mesin yang beroperasi. Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.

PER.13/MEN/X/2011 Tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan

Faktor Kimia di Tempat Kerja, kebisingan adalah semua suara yang tidak

dikehendaki yang bersumber dari alat- alat proses produksi dan atau alat-alat kerja

yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran. Nilai Ambang

Batas (NAB) yang ditetapkan yaitu 85 dBA selama 8 jam/hari dengan catatan tidak

boleh lebih dari 140 dBA walaupun sesaat (Permenakertrans, 2011).


Istilah lain selain NAB adalah Batas Paparan Kerja/ Occupational Exposure

Limits (OEL) diatur untuk memastikan paparan tidak mempengaruhi kesehatan

pekerja dan didasarkan pada prinsip bahwa paparan harus serendah mungkin dan

harus membantu dalam mencegah penyakit akibat kerja. Tingkat kebisingan dalam

produksi unggas dapat mencapai tingkat yang jauh melebihi Occupational Exposure

Limits (OEL) untuk kebisingan; misalnya kadar bising selama pemrosesan primer (87

dB (A)), pemotongan dan pemrosesan daging (90 dB (A)), pengemasan termasuk

hopper (95 dB (A)), blast chillers (lemari pendingin) (107 dB (A)) adalah sumber

utama paparan. Tingkat kebisingan mungkin bervariasi tergantung pada tingkat

produksi, kondisi peralatan, proses yang terlibat dan jenis kebisingan menyebabkan

dan menyebabkan gangguan pendengaran akibat kebisingan terkait pekerjaan,

dampak reproduksi, menurunkan angka kelahiran dan peningkatan tekanan darah, lain

sebagainya (Harmse, et.al., 2016).

Kejadian NIHL mayoritas dialami oleh pekerja yang tidak pernah

menggunakan Alat Pelindung Telinga (APT) saat bekerja (Berliana Syah dan Keman,

2017). Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor

PER.08/MEN/VII/2010, Alat Pelindung Telinga (APT) adalah alat pelindung yang

berfungsi untuk melindungi alat pendengaran terhadap kebisingan atau tekanan. APT

tersebut dapat mengurangi intensitas bising yang diterima 15-30 dB untuk earplug

dan 30-40 dB untuk earmuff (Permenakertrans, 2010).

Carpal Tunnel Syndrome

Carpal Tunnel Syndrome merupakan neuropati tekanan saraf medianus dalam

terowongan karpal di pergelangan tangan dengan kejadian yang relative sering,


bersifat kronik, dan ditandai dengan nyeri tangan pada malam hari, parastesia jari-jari

yang mendapatkan inervasi saraf medianus, kelemahan dan atrofi otot tenar.

(Bahrudin, 2013)

National Health Interview Study (NIHS) memperkirakan bahwa prevalensi

CTS yang dilaporkan sendiri diantara populasi dewasa adalah sebesar 1.55% (2,6

Juta). Kejadian CTS pada populasi diperkirakan 3% pada wanita dan 2% pada laki-

laki dengan prevalensi tertinggi wanita usia > 55 tahun, biasanya antara 40-60 tahun.

Penyebab CTS dapat dikelompokkan menjadi beberapa penyebab antara lain:

(Bahrudin, 2013)

1. Herediter: neuropaty herediter

2. Trauma

3. Infeksi

4. Metabolik: contoh seperti gout

5. Endokrin : contoh akromegali

6. Kegemukan

7. Neoplasma

8. Penyakit kolagen vaskuler

9. Degeneratif

10. Iatrogenik

11. Penggunaan tangan berlebihan dengan gerakan repetitive

Prevalensi kejadian CTS pada pekerja industri rumah pengolahan daging

sebesar 14,1%, dan kejadian 11,3 kasus / 1000 orang-tahun. Kejadian ini lebih dari

tiga kali dari yang dilaporkan dalam populasi umum Siena selama dekade 1991-1998.
ada kemungkinan bahwa tenaga kerja manual yang dilakukan dalam berbagai tugas

yang terkait dengan industri pengolahan daging merupakan faktor risiko yang lebih

besar untuk CTS, semakin lama seseorang bekerja pada industri pengolahan daging ia

memiliki faktor risiko yang lebih besar untuk terkena CTS. (Ricco, 2017)

Dermatitis Kontak Iritan

Dermatitis kontak iritan merupakan reaksi peradangan kulit non-imunologik,

yaitu kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului proses pengenalan/sensitisasi

(Sularsito, 2018). Kulit merupakan organ terluar dari tubuh kita dengan banyak

fungsi penting antara lain untuk menahan cairan, agar tidak menjadi kering. Selain itu

berfungsi untuk melindungi dari pengaruh luar seperti cahaya, suhu dingin, dan

panas. Kulit terdiri dari tiga lapisan yakni epidermis, dermis, dan subkutan. (Wolff C,

2015).

Epidermis (kulit ari) adalah bagian luar dari kulit yang diselubungi sel sel

keras mirip tanduk. Lapisan tanduk atau keratin ini senantiasa dilepaskan sebagai

serpihan serpihan dan diperbaharui oleh jaringan yang ada di bawahnya yang

mengeras lagi menjadi keratin. Lapisan ini tidak mengandung pembuluh darah dan

melindungi tubuh dari pengaruh luar. Dermis (kulit jangat) adalah terdiri dari jaringan

pengikat (kolagen) dan mengandung pembuluh pembuluh darah kapiler dan

pembuluh pembuluh limfe. Di lapisan ini juga banyak terapat saraf, kantong rambut

(folikel), kelenjar keringat, kelenjar lemak, serta sel mast yang memegang peranan

penting pada terjadinya reaksi alergi kulit. Ujung saraf halus merupakan unsur

penerima (reseptor) untuk rangsangan indera perasa, nyeri, dan suhu. (Wolff C, 2015)
Subkutan (kulit bawah) terdiri dari jaringan pengikat longgar dan jaringan

lemak. Berfungsi sebagai penyekat (isolasi) dan sebagai tempat penimbunan dari

bahan gizi cadangan. Di sini terdapat banyak pula pembuluh darah dan saraf. Secara

sistem fungsional, perangkat imun kulit terdiri dari: jaringan limfoid yang terhubung

kulit (aliran limfatik, kelenjar limfatik reginal), sitokin dan eiconasoid, keomplemen

dan molekul adhesi. Sitokin merupakan molekul terlarut yang memperantarai aksi

antar sel (misalnya : aktivasi jalur NFkB dalam proses inflamasi), dan diproduksi

oleh: sel T limfosit, keratinosit, fibroblas, sel endotelia, dan makrofag. Sedangkan

eicosanoid yang diproduksi asam arakidonat oleh sel mast, makrofag, keratinosid,

merupakan mediator inflamasi non spesifik (prostaglandin, tromboksan, leukotrien).

Komplemen berperan dalam opsonisasi, lisis, degranulasi sel mast. Molekul adhesi,

khususnya ICAM1, berperan dalam membantu limfosit, sel sel endotelial, ataupun

keratinosi untuk menempel pada sel T. (Wolff C, 2015)

Dermatitis kontak iritan adalah respons non-alergi kulit yang spesifik terhadap

bahan kimia langsung kerusakan dari agen korosif yang melepaskan mediator

peradangan terutama dari sel epidermis. Dermatitis kontak iritan dapat bersifat akut

atau kronis. Iritan dapat diklasifikasikan sebagai secara kumulatif toksik (misalnya,

sabun tangan yang menyebabkan dermatitis iritan pada karyawan rumah sakit),

subtoksik, bersifat degeneratif, atau toksik (mis. paparan asam hidrofluorik di pabrik

kimia). Secara akut, ini peradangan dimanifestasikan oleh kemerahan, eritema, edema

ringan, dan scaling. Kontak iritan kronis dermatitis timbul dengan likenifikasi, skala

hiperkeratotik, fisura, atau ulserasi. (Schnuch A, 2011)


Dermatitis kontak iritan adalah penyakit multifaktor dimana faktor eksogen

(iritan dan lingkungan) dan faktor endogen sangat berperan. (Wilkinson SM, 2014)

Faktor Eksogen

Selain dengan asam dan basa kuat, tidak mungkin untuk memprediksi

potensial iritan sebuah bahan kimia berdasarkan struktur molekulnya.

Potensial iritan bentuk senyawa mungkin lebih sulit untuk diprediksi. Faktor-

faktor yang dimaksudkan termasuk : (1) Sifat kimia bahan iritan: pH, kondisi

fisik, konsentrasi, ukuran molekul, jumlah, polarisasi, ionisasi, bahan dasar,

kelarutan ; (2) Sifat dari pajanan: jumlah, konsentrasi, lamanya pajanan dan

jenis kontak, pajanan serentak dengan bahan iritan lain dan jaraknya setelah

pajanan sebelumnya ; (3) Faktor lingkungan: lokalisasi tubuh yang terpajan

dan suhu, dan faktor mekanik seperti tekanan, gesekan atau goresan.

Kelembapan lingkunan yang rendah dan suhu dingin menurunkan kadar air

pada stratum korneum yang menyebabkan kulit lebih rentan pada bahn iritan.(

Sularsito, S.A, 2018)

Faktor Endogen

a. Faktor genetik

Ada hipotesa yang mengungkapkan bahwa kemampuan individu untuk

mengeluarkan radikal bebas, untuk mengubah level enzim antioksidan, dan

kemampuan untuk membentuk perlindungan heat shock protein semuanya

dibawah kontrol genetik. Faktor tersebut juga menentukan keberagaman

respon tubuh terhadap bahan-bahan ititan. Selain itu, predisposisi genetik

terhadap kerentanan bahan iritan berbeda untuk setiap bahan iritan.(Wolff K,


2018) Pada penelitian, diduga bahwa faktor genetik mungkin mempengaruhi

kerentanan terhadap bahan iritan. TNF-α polimorfis telah dinyatakan sebagai

marker untuk kerentanan terhadap kontak iritan.( Schnuch A, 2011)

b. Jenis Kelamin

Gambaran klinik dermatitis kontak iritan paling banyak pada tangan,

dan wanita dilaporkan paling banyak dari semua pasien. Dari hubungan antara

jenis kelamin dengan kerentanan kulit, wanita lebih banyak terpajan oleh

bahan iritan, kerja basah dan lebih suka perawatan daripada laki-laki. Tidak

ada pembedaan jenis kelamin untuk dermatitis kontak iritan yang ditetapkan

berdasarkan penelitian. (Schnuch A, 2011)

c. Umur

Anak-anak dibawah 8 tahun lebih muda menyerap reaksi-reaksi

bahan-bahan kimia dan bahan iritan lewat kulit. Banyak studi yang

menunjukkan bahwa tidak ada kecurigaan pada peningkatan pertahanan kulit

dengan meningkatnya umur. Data pengaruh umur pada percobaan iritasi kulit

sangat berlawanan. Iritasi kulit yang kelihatan (eritema) menurun pada orang

tua sementara iritasi kulit yang tidak kelihatan (kerusakan pertahanan)

meningkat pada orang muda (Wolff K, 2018). Reaksi terhadap beberapa

bahan iritan berkurang pada usia lanjut. Terdapat penurunan respon inflamasi

dan TEWL (Trans Epidermal Water Loss), dimana menunjukkan penurunan

potensial penetrasi perkutaneus. (Schnuch A, 2011)


d. Suku

Tidak ada penelitian yang mengatakan bahwa jenis kulit

mempengaruhi berkembangnya dermatitis kontak iritan secara signifikan.

Karena eritema sulit diamati pada kulit gelap, penelitian terbaru menggunakan

eritema sebagai satu-satunya parameter untuk mengukur iritasi yang mungkin

sudah sampai pada kesalahan interpretasi bahwa kulit hitam lebih resisten

terhadap bahan iritan daripada kulit putih. (Wolff K, 2018)

e. Lokasi kulit

Ada perbedaan sisi kulit yang signifikan dalam hal fungsi pertahanan,

sehingga kulit wajah, leher, skrotum, dan bagian dorsal tangan lebih rentan

terhadap dermatitis kontak iritan. Telapak tangan dan kaki jika dibandingkan

lebih resisten. (Wolff K, 2018)

f. Riwayat Atopi

Adanya riwayat atopi diketahui sebagai faktor predisposisi pada

dermatitis iritan pada tangan. Riwayat dermatitis atopi kelihatannya

berhubungan dengan peningkatan kerentanan terhadap dermatitis iritan karena

rendahnya ambang iritasi kulit, lemahnya fungsi pertahanan, dan lambatnya

proses penyembuhan.Pada pasien dengan dermatitis atopi misalnya,

menunjukkan peningkatan reaktivitas ketika terpajan oleh bahan iritan.(Saivna

Aneja, 2019)

Pada dermatitis kontak iritan kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang

disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi maupun fisik. Bahan iritan

merusak lapisan tanduk, dalam beberapa menit atau beberapa jam bahan-bahan iritan
tersebut akan berdifusi melalui membran untuk merusak lisosom, mitokondria dan

komponen-komponen inti sel. Dengan rusaknya membran lipid keratinosit maka

fosfolipase akan diaktifkan dan membebaskan asam arakidonik akan membebaskan

prostaglandin dan leukotrin yang akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan

transudasi dari faktor sirkulasi dari komplemen dan system kinin. Juga akan menarik

neutrofil dan limfosit serta mengaktifkan sel mast yang akan membebaskan histamin,

prostaglandin dan leukotrin. PAF akan mengaktivasi platelets yang akan

menyebabkan perubahan vaskuler. Diacil gliserida akan merangsang ekspresi gen dan

sintesis protein. (Chew AL, 2016)

Pada dermatitis kontak iritan terjadi kerusakan keratisonit dan keluarnya

mediator- mediator. Sehingga perbedaan mekanismenya dengan dermatis kontak

alergik sangat tipis yaitu dermatitis kontak iritan tidak melalui fase sensitisasi (Chew

AL, 2016).

Ada dua jenis bahan iritan yaitu : iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan

menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang, sedang

iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan atau mengalami kontak berulang-

ulang. Faktor kontribusi, misalnya kelembaban udara, tekanan, gesekan dan oklusi,

mempunyai andil pada terjadinya kerusakan tersebut. (Buxton, Paul K, 2013)

.Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan

melalui kerja kimiawi atau fisis. Ada empat mekanisme yang dihubungkan dengan

dermatitis kontak iritan, yaitu:

1. Hilangnya substansi daya ikat air dan lemak permukaan

2. Jejas pada membran sel


3. Denaturasi keratin epidermis

4. Efek sitotoksik langsung

Pada respon iritan, terdapat komponen menyerupai respon imunologis yang

dapat didemonstrasikan dengan jelas, dimana hal tersebut ditandai oleh pelepasan

mediator radang, khususnya sitokin dari sel kulit yang non-imun (keratinosit) yang

mendapat rangsangan kimia. Proses ini tidaklah membutuhkan sensitasi sebelumnya.

Kerusakan sawar kulit menyebabkan pelepasan sitokin-sitokin seperti Interleukin-1α

(IL-1α), IL-1β, tumor necrosis factor- α (TNF- α). Pada dermatitis kontak iritan,

diamati peningkatan TNF-α hingga sepuluh kali lipat dan granulocyte-macrophage

colony-stimulating factor (GM-CSF) dan IL-2 hingga tiga kali lipat. TNF- α adalah

salah satu sitokin utama yang berperan dalam dermatitis iritan, yang menyebabkan

peningkatan ekspresi Major Histocompatibility Complex (MHC) kelas II dan

intracelluler adhesin molecul-I pada keratinosit. (Wolff K, 2018)

Pada dermatitis kontak iritan akut, mekanisme imunologisnya mirip dengan

dermatitis kontak alergi akut. Namun, perbedaan yang mendasar dari keduanya

adalah keterlibatan dari spesisif sel-T pada dermatitis kontak alergi akut.( Wolff K,

2018)

Rentetan kejadian tersebut menimbulkan peradangan klasik di tempat

terjadinya kontak dikulit berupa eritema, edema, panas, dan nyeri bila iritan kuat. Ada

dua jenis bahan iritan yaitu iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan

menyebabkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang,

sedangkan iritan lemah akan menimbulkan kelainan kulit setelah berulang kali

kontak, dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh karena depilasi yang
menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawarnya, sehingga mempermudah

kerusakan sel di bawahnya oleh iritan.( Sularsito, S.A, 2018).

Terjadinya DKI diawali dengan adanya paparan iritan yang mampu penetrasi

menembus pertahanan kulit dan menyebabkan kerusakan keratinosit. Keratinosit

mengalami perubahan struktur sebagai responnya terhadap iritan dengan bentuk

bervariasi tergantung tipe iritan yang digunakan. Sodium lauril sulfat (SLS)

menimbulkan adanya gambaran sel parakeratosis pada epidermis atas, sedangkan

asam nonanoik menimbulkan adanya gambaran sel diskeratotik. Aktivitas fungsional

keratinosit juga terganggu oleh adanya iritan, selanjutnya terjadi pelepasan mediator

inflamasi, aktivasi limfosit dan respon vaskular. Pada kasus kronis atau kumulatif

terjadi kerusakan lapisan pertahanan lipid akibat hilangnya kohesi korneosit dan

deskuamasi. Kondisi ini selanjutnya dapat menyebabkan peningkatan kehilangan

cairan transepidermal sebagai akibat terganggunya fungsi barier kulit. Gangguan

fungsi barier akibat paparan surfaktan menginduksi pelepasan sitokin seperti

interleukin-1α, interleukin-1β, interleukin-6 dan tumor necrosis factor-α dari

keratinosit. Sitokin ini kemudian beraksi sebagai sinyal pelepasan kemokin

proinflamasi yang akan menarik sel mononuklear dan polimorfonuklear pada area

yang terpapar bahan iritan. (Chew AL, 2016)

Dermatitis kontak iritan dibagi tergantung sifat iritan. Iritan kuat memberikan

gejala akut, sedang iritan lemah memberi gejala kronis. Selain itu juga banyak hal

yang mempengaruhi sebagaimana yang disebutkan sebelumnya (Sularsito, S.A,


2018). Berdasarkan penyebab tersebut dan pengaruh faktor tersebut, dermatitis kontak

iritan dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:

1. Dermatitis Kontak Iritan Akut

2. Dermatitis Kontak Iritan Lambat (Delayed ICD)

3. Dermatitis Kontak Iritan Kronis (DKI Kumulatif)

4. Reaksi Traumatik (DKI Traumatik)

5. Dermatitis Kontak Iritan Noneritematous

6. Dermatitis Kontak Iritan Subyektif (Sensory ICD)

Menurut Rietschel dan Flowler, kriteria dignosis primer untuk DKI sebagai

berikut: (Buxton, 2013)

- Makula eritema, hiperkeratosis, atau fisura predominan setelah terbentuk

vesikel

- Tampakan kulit berlapis, kering, atau melepuh

- Bentuk sirkumskrip tajam pada kulit

- Rasa tebal di kulit yang terkena pajanan

Pada industri rumah pemotongan ayam kecenderungan terjadinya


dermatitis kontak iritan dapat terjadi terutama pada pekerja yang kontak
dengan bahan desinfektan seperti klorin (Fath, 2015)

Myalgia

Penyakit myalgia (nyeri otot), lowback pain, musculoskeletal disorders

merupakan beberapa penyakit yang disebabkan oleh cara kerja yang tidak sesuai

postur tubuh/ tidak ergonomis. Pada kasus myalgia (nyeri otot) dengan gambaran
klinisnya masih kurang spesifik, tetapi memberikan gambaran histologis yang jelas

dari tanda-tanda kerusakan otot (Yuliarti dan Sugianto, 2017).

Daerah tubuh yang paling sering terkena adalah punggung, leher, bahu, lengan,

dan tangan, meskipun baru-baru ekstremitas bawah telah mendapat perhatian lebih

(Maryani, dkk., 2016).

Occupational Safety and Health Administration (OSHA) merekomendasikan

suatu tindakan ergonomik untuk mengatasi keluhan muskuloskeletal melalui

dua cara, yaitu rekayasa teknik pada desain stasiun dan alat kerja, dan

rekayasa manajemen pada kriteria dan organisasi kerja (Diana dan Saftarina, 2016).

A.Rekayasa teknik

Beberapa alternatif yang dapat dilakukan antara lain:

1. Eliminasi, dengan cara menghilangkan sumber bahaya yang ada, namun

cara ini jarang dapat dilakukan mengingat tuntutan dan kondisi pekerjaan

yang mengharuskan menggunakan peralatan kerja yang ada.

2. Subtitusi, dengan cara mengganti alat/bahan lama dengan yang baru dan

aman, menyempurnakan proses produksi dan menyempurnakan prosedur

penggunaan peralatan.

3.Partisi, yaitu melakukan pemisahan antara sumber risiko dengan pekerja.

4.Ventilasi, yaitu menambah ventilasi untuk mengurangi risiko, seperti suhu

udara yang terlalu panas.


B.Rekayasa Manajemen

Tindakan yang dapat dilakukan dalam rekayasa manajemen antara lain :

1.Pendidikan dan pelatihan, hal ini dilakukan agar pekerja dapat lebih

memahami alat dan lingkungan kerja, sehingga dapat melakukan upaya

pencegahan terhadap risiko.

2.Pengaturan waktu kerja dan istirahat yang seimbang, untuk mencegah

paparan berlebihan terhadapt faktor risiko.

3.Pengawasan yang intensif.

Dermatitis et causa Mikroba

Agen biologis berbahaya/Hazardous Biological Agents (HBA) di rumah potong

unggas termasuk parasit, virus, bakteri dan jamur, serta produk sampingan dari

mikroorganisme, seperti endotoksin. Penularan dapat melalui inhalasi, kontak

langsung, kontak dengan cairan tubuh, dan atau transmisi seperti air dan makanan,

atau oleh vektor. Cedera pekerja, luka atau serpihan tulang unggas dapat

membahayakan kulit, memungkinkan masuknya mikroba selama penyembelihan dan

penanganan bangkai dan daging. Pekerja juga terkena kotoran burung yang

mengandung mikroorganisme, selama menerima atau membelenggu unggas. Paparan

tersebut dapat menyebabkan penyakit salah satunya yaitu, dermatitis (Harmse, 2017).

Kondisi kulit dan infeksi kulit yang muncul pada para pekerja yaitu,

Staphylococcus aureus. Faktor seperti tipe organisme, virulensi, kondisi lingkungan,

dan pekerja memiliki peranan dalam perkembangan penyakit tersebut. Agen mikroba,
seperti bakteri mesofilik, bakteri aerob, B. cereus, coliforms, Clostridium perfringens,

Enterobacteriaceae spp., Enterococcus spp., Pseudomonas aeruginosa, Yersinia

enterocolitica, dan Sagenomella sclerotialis terjadi di beberapa area produksi. Misal,

di daerah Australia terdapat dermatitis iritan akibat Erysipelothrix rhusiopathiae

(Harmse, 2017).

Hasil analisis data karakteristik individu menunjukkan hasil tidak terdapat

hubungan antara jenis kelamin dengan gejala occupational dermatosis, terdapat

hubungan antara masa kerja dengan gejala occupational dermatosis dan terdapat

hubungan antara higiene personal dengan gejala occupational dermatosis (Fath,

dkk., 2015).

Saran yang dapat diberikan pada pekerja yaitu bagi pekerja dengan masa kerja

>2 tahun lebih rutin memeriksakan kondisi kesehatannya, minimal sekali dalam 1

bulan, pekerja menggunakan APD yang lengkap dan lebih memperhatikan kebersihan

diri selama bekerja, bagi pihak manajemen rumah potong unggas lebih

meningkatkan pengawasan yang bukan hanya mengawasi proses kerja tetapi

juga mengawasi higiene personal dan penggunaan APD pekerja, memberikan

peringatan ataupun sanksi tegas bagi pekerja yang tidak patuh terhadap peraturan

untuk menjaga kebersihan diri dan penggunaan APD (Fath, dkk., 2015) .
Kesesuaian/ketidaksesuaian dengan literatur

1. Proses Kerja

Proses kerja yang dilakukan pada rumah pemotongan ayam modern

ini berupa

 Penggantungan unggas

 Pembiusan

 Pemotongan leher

 Pelunakkan dengan merendam unggas kedalam tangki panas

 Pencabutan bulu

 Pemotongan kaki

 Pengeluaran isi / eviserasi

 Pendinginan

 Penyortiran, pemotongan dan pengepakkan

Kebijakan dalam pelaksanaan penggunaan APD pada setiap bagian

masih belum maksimal masih terdapat pekerja yang tidak lengkap dalam

penggunaan APD seperti pada video dimana pekerja penyortiran giblet tidak

mengenakan sarung tangan dan masker.

Posisi mesin conveyor juga cukup tinggi bagi sebagian pekerja

sehingga sedikit menyulitkan pada saat melakukan pekerjaannya


2. Lingkungan Kerja

2.1 Lingkungan Fisik


Sesuai/Tidak
Peraturan yang berlaku Cantek Group
sesuai
Tingkat pencahayaan dalam Pencahayaan baik.
Sesuai
ruangan minimal 220 luks
Luas Bangunan dan ruangan Lingkungan tempat pengolahan dari
disesuaikan dengan jumlah penyembelihan hingga penyortiran
pekerja, Tata ruang harus didisain tertata cukup baik dan bersih
agar searah dengan alur proses
serta memiliki Sesuai
ruang yang cukup sehingga
seluruh kegiatan pemotongan
unggas dapat berjalan
baik dan higienik
Tabel 1. Lingkungan Fisik Cantek Group

2.2 Lingkungan Kimia


Sesuai/Tidak
Peraturan yang berlaku Cantek Group
sesuai
Area bersih dan area kotor harus Area bersih dan area kotor di pisah
terpisah. Kotoran unggas yang
terdapat pada area kotor yang
sesuai
didekomposisi bakteri dapat
menghasilkan H2S dan gas
amoniak
Terdapat bahan desinfeksi untuk Sulit dievaluasi Sulit
membersihkan lantai dievaluasi
Tabel 2. Lingkungan Fisika dan Kimia Cantek group

2.3 Lingkungan Ergonomi


Peraturan yang berlaku Cantek group Sesuai/Tidak
sesuai
Penggunaan sarung tangan pada Pekerja tidak menggunakan sarung
pekerja yang melakukan tangan Tidak sesuai
penyortiran
Pekerja yang memiliki tinggi kurang
Tinggi Mesin dengan pekerja
sesuai dengan mesin tidak diberi Tidak Sesuai
sesuai
pijakan kaki
Tabel 3. Lingkungan Ergonomi Cantek Group

3. Karyawan

Prevalensi kejadian CTS pada pekerja industri rumah pengolahan daging

sebesar 14,1%, dan kejadian 11,3 kasus / 1000 orang-tahun. Kejadian ini lebih dari

tiga kali dari yang dilaporkan dalam populasi umum Siena selama dekade 1991-1998.

ada kemungkinan bahwa tenaga kerja manual yang dilakukan dalam berbagai tugas

yang terkait dengan industri pengolahan daging merupakan faktor risiko yang lebih

besar untuk CTS, semakin lama seseorang bekerja pada industri pengolahan daging ia

memiliki faktor risiko yang lebih besar untuk terkena CTS. (Ricco, 2017)

Risiko penyakit lainya pada pekerja di industri rumah pemotongan unggas juga

dapat berupa cold stress teruma apabila bekerja diruang penyimpanan dingin, myalgia

oleh karena posisi berdiri terlalu lama, dermatitis kontak iritan, serta dermatitis oleh

karena mikroba.

INTERVENSI
Industri unggas selama beberapa dekade terakhir telah memfokuskan

energinya terhadap pencegahan cedera dan penyakit di tempat kerja, khususnya

gangguan muskuloskeletal (MSD) seperti carpal tunnel syndrome, dengan

berdasarkan nilai penerapan ergonomi dan prinsip intervensi medis. Perusahaan juga

mematuhi Administrasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja/Occupational Safety and

Health Administration’s (OSHA), pedoman yang lebih lanjut membantu melindungi

pekerja unggas.

Berikut ini merupakan rekomendasi dari Oxfam yaitu :

Kompensasi yang Adil

 Membayar pekerja dengan upah yang adil yang memungkinkan mereka

untuk menghidupi keluarga mereka tanpa mengandalkan bantuan federal

atau amal.

 Berikan perlindungan asuransi kesehatan untuk pekerja dan keluarga

 Berikan waktu libur/cuti, terutama waktu sakit (untuk diri mereka

sendiri atau untuk dirawat anggota keluarga)

 Sediakan semua peralatan dan perlengkapan terkait pekerjaan dengan

biaya perusahaan.

 Pastikan pekerja dibayar untuk waktu mengenakan dan melepas

perlengkapan.

Tempat Kerja yang Sehat dan Aman


 Pastikan bahwa kecepatan kerja berada pada kecepatan yang tidak

menimbulkan kerusakan pada pekerja,dan pastikan bahwa kecepatan ini

tidak terlampaui.

 Ikuti rekomendasi NIOSH untuk istirahat untuk pekerja yang berisiko

cedera muskuloskeletal.

 Pastikan tingkatan kepegawaian cukup tinggi sehingga dapat bertahan

ketika pekerja perlu istirahat untuk menggunakan kamar kecil atau

untuk memulihkan.

 Putar pekerja di antara berbagai posisi di pabrik, untuk mengurangi

ketegangan berulang.

 Pastikan peralatan dipelihara dengan baik untuk meminimalkan risiko

(mis., terus-menerus mempertajam pisau untuk mengurangi kekuatan

yang diperlukan untuk melakukan tindakan)

Pelaporan dan Perawatan Cedera

 Pastikan bahwa pekerja diizinkan untuk melaporkan insiden tanpa takut

akan pembalasan.

 Memberikan perawatan medis yang tepat waktu dan sesuai dengan individu

yang berkualifikasi yang bekerja dalam lingkup praktik berlisensi mereka.

 Catat insiden dengan tepat, bersama dengan tindakan yang

direkomendasikan untukperawatan medis, serta langkah-langkah yang

diambil oleh perusahaan untuk mengatasi bahaya yang menyebabkan cedera

atau sakit.
Latihan

 Berikan pelatihan kesehatan dan keselamatan yang bermakna dan

pelatihan tugas yang sesuai bahasa, setelah perekrutan, dan secara

berkala setelahnya.

Desain Ergonomis yang Tepat untuk Pekerja

 Kontrak ahli ergonomi untuk menganalisis pabrik, melibatkan pekerja

dalam menilai masalah dan merancang perbaikan, dan

mengimplementasikan perubahan.

 Peganglah prinsip ergonomis untuk memastikan bahwa workstation

cocok untuk pekerja.

Suara Pekerja

 Hilangkan atau modifikasi sistem poin: Gunakan poin hanya untuk

menghukum perilaku ilegal atau berbahaya; dan memberikan kepada

pekerja salinan tertulis dari kebijakan sistem poin, diterjemahkan ke

dalam bahasa yang sesuai.

Kesempatan Pekerja

 Berikan pelatihan reguler tentang berbagai topik (termasuk keamanan

pangan, kesehatan pekerja) dan keselamatan, dan hak-hak pekerja) yang

bebas biaya dan dilakukan oleh pihak ketiga yang independen.

 Buat mekanisme yang kuat untuk keluhan pekerja, memastikan tidak

ada retribusi terhadap pekerja karena berbicara.


Pertahankan sikap netral pada aktivitas serikat oleh pekerja; dan

memungkinkan kebebasan asosiasi untuk pekerja, sebagaimana disebut dalam

Global Compact dan Deklarasi Universal PBB Manusia (Oxfarm, 2015).


DAFTAR PUSTAKA
Aliabadi, M., Farhadian, M. and Darvishi, E., 2014. Prediction of hearing loss among

the noise-exposed workers in a steel factory using artificial intelligence

approach. International Archives of Occupational and Environmental Health,

88(6), pp.779-787.

Bahrudin M, Neurologi Klinis. UMM Press. 2013 pp 58-59

Buxton, Paul K. ABC Of Dermatology 4th ed. London: BMJ Books; 2013.p.19-21
Chen, 2014

Fath, Maulita, Sujoso, Anita Dewi Prahastuti, dan Ariyanto, Yunus. Faktor Risiko

Timbulnya Gejala Occupational Dermatosis pada Pekerja Rumah Potong

Unggas (Risk Factors that Affect to Occupational Dermatosis Symptoms on the

PoultrySlaughterhouse Employees). Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa

2015

Harmse, J., Engelbrecht, J. and Bekker, J., 2016. The Impact of Physical and

Ergonomic Hazards on Poultry Abattoir Processing Workers: A Review.

International Journal of Environmental Research and Public Health, 13(2),

p.197.

Harmse, JL., Engelbrecht JC., Bekker, JL. Exposure Of Poultry Processors To

Microbial Agents In Poultry Abattoirs. Occupational Health Southern Africa.

Vol 23. No 6. November/December 2017

Harrianto, R. (2008). Buku Ajar Kesehatan Kerja. Jakarta : EGC.


Kurnia et.al., 2017. Manajemen Pengaturan Ruang Penyimpanan Dingin Dan

Keluhan Cold Stress Pada Perusahaan Es Krim Surabaya Tahun 2017. Gema

Kesehatan Lingkungan. Hal 21-27

Maryani, A., Partiwi, S. and Ratnasanti, D. Analisa Postur Kerja Pekerja Pengupas

Mete Dengan REBA (Rapid Entire Body Assessment). IPTEK Journal of

Proceedings Series, 0(1). 2018

Mayasari dan Saftarina. Ergonomi sebagai Upaya Pencegahan Musculoskeletal

Disorders pada Pekerja. Diana Mayasari dan Fitria Saftarina| Ergonomi Sebagai

Upaya Pencegahan Musculoskletal Disorders. JK Unila. Volume 1. Nomor 2.

Oktober 2016

OSHA, 2014. Protecting Workers from Cold Stress. US Department of Labor


Peraturan Gubernur Jawa Timur nomor 19 tahun 2017 tentang petunjuk pelaksanaan

peraturan daerah provinsi jawa timur nomor 8 tahun 2016 tentang

penyelenggaraan ketenagakerjaan

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor 5 tahun 2018 Keselamatan

dan kesehatan kerja lingkungan kerja (K3 Lingkungan kerja)

Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor

Per.13/Men/X/2011 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Dan Faktor

Kimia Di Tempat Kerja

Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor

Per.08/Men/Vii/2010 Tentang Alat Pelindung Diri


Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan

Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2013 Penyelenggaraan Program Jaminan

Sosial Tenaga Kerja

Permenaker Nomor 5 tahun 2018 tentang Keselamatan dan kesehatan kerja

Lingkungan Kerja

Permenakertrans No. Per-08/MEN/VII/2010 tentang alat pelindung diri.

Rejeki, S. 2016. Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta Selatan: Kemenkes RI


Pusdik SDM Kesehatan.
Riccò, M. and Signorelli, C., 2017. Personal and occupational risk factors for carpal
tunnel syndrome in meat processing industry workers in Northern Italy.
Medycyna Pracy,.
Rodrigues, H., Filho, F., Ferraz, D., Neto, A., Torres, S. and Metidieri, M., 2014.

Noise-Induced Hearing Loss (NIHL): literature review with a focus on

occupational medicine. International Archives of Otorhinolaryngology, 17(02),

pp.208-212.

Saivna Aneja, MD. Irritant Conntact Dermatitis: Practice Essentials, Background,

Pathophysiology. [Online] 2019 [cited 2020 July 01 10]:[5 screens]. Available

from : URL: https://emedicine.medscape.com


Schnuch A and Berit CC, editors. Genetics And Individual Predispotitions in Contact

Dermatitis. In: Johansen JD, Peter JF, Jean PL, editors. Contact Dermatitis 5th

ed. New York: Springer. 2011.p.28-30

Sularsito, S.A dan Suria Djuanda, editors. Dermatitis. In: Djuanda A, Mochtar H,

Aisah S, editors. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia; 2018.p.130-33

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan

Undang-Undang Nomor.13 tahun 2003 pasal 87 Tentang Ketenagakerjaan

Waruwu & Yuamita. 2016. Analisis Faktor Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (K3)

Yang Signifikan Mempengaruhi Kecelakaan Kerja Pada Proyek Pembangunan

Apartement Student Castle. Spektrum Industri, 2016, Vol. 14, No. 1, 1 – 108

ISSN : 1963-6590

Wilkinson SM, and Beck MH. Rook’s Textbook Of Dermatology 7th ed. Australia:

Blackwell Publishing. 2014.chapter 19.

Wolff C, Richard AJ, and Dick S, editors. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis Of

Clinical Dermatology 5th ed. New York: McGraw – Hill; 2015.

Wolff K, Lowel AG, Stephen IK, Barbara AG, Amy SP, David JL, editors.

Fitzpatrick’s Dermatology in general medicine. 7th ed. New York: McGraw –

Hill; 2018.p.396-401.
Yuliarty, P., Soegiyanto, S., Analisis Tingkat Risiko Ergonomi Pada Poin Kerja

Chassis And Tire Dengan Metode Rapid Entire Body Assessment (Reba) Di

Departemen Assembly Frame Pt. X (Industri Perakitan Mobil)


LAMPIRAN

1. Persiapan Ayam

2. Pemotongan Leher Ayam


3. Ayam yang sudah dipotong lehernya (Berdarah)

4. Penghitungan Ayam

5. Jacuzzi Scalder
6. Penarik Bulu Ekor Ayam

7. Penghitung Pencabut Bulu Berputar


8. Pembilasan

9. Pre Pemotongan Hock Kaki Ayam


10. Pemotongan Hock Kaki Ayam

11. Pemisahan Hock Ayam

12. Persiapan Evirasi


13. Pembuatan Celah Leher Ayam

14. Pemisahan Kepala Ayam


15. Pembukaan Perut Ayam

16. Mesin Pengeluaran Isi Perut Ayam


17. Pemotong Kepala Ayam

18. Pemungutan Jeroan Ayam


19. Pembukaan Isi Jeroan Ayam

20. Pencucian Jeroan Ayam


21. Pengulitan Jeroan Ayam

22. Meja Pengecekan


23. Penghancur Isi badan Ayam

24. Mesin Pengecekan Akhir


25. Pencucian Dalam dan Luar Ayam

26. Pemisah Leher


27. Screw Chiller

28. Pemotongan Ekor Ayam


29. Pemotong Sayap Ayam

30. Vertical Halver


31. Front Quarter Cutter

32. Pemangkas Kulit Leher Ayam


33. Pemotong Dada Ayam

34. Pemotong Pinggang Ayam


35. Leg Processor Type 1

36. Transportasi Vakum Marimatic


37. Pemisahan Paha Atas dan Bawah Ayam

38. Pemisah Berat Ayam

Anda mungkin juga menyukai