Anda di halaman 1dari 47

STATUS

KEDOKTERAN INDUSTRI
PABRIK MINYAK KELAPA SAWIT PT
PERKEBUNAN NUSANTARA IV DISTRIK BAH
JAMBI

Pembimbing:

Dr. dr. Febri Endra Budi S., M. Kes, FISPH, FISCM

Disusun oleh:

Nurul Choviya Syaifudin 201810401011014


Eninta Karyana Majidah 201810401011084

LAB/SMF KEDOKTERAN KELUARGA-INDUSTRI FAKULTAS


KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2020

1
STATUS KEDOKTERAN INDUSTRI

I. STATUS UMUM TEMPAT KERJA (FACTORY VISIT)


A. IDENTITAS:
1. Nama Perusahaan/tempat kerja : PT Perkebunan Nusantara IV Distrik Bah Jambi
2. Alamat : Ds. Simalungun, Mancuk, Hutabayu Raja, Pematang
Siantar, Sumatera Utara 21182
3. Jenis usaha : Minyak Kelapa Sawit
4. Jumlah tenaga kerja : 970 orang

B. Analisis Komponen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

1. Proses Industri/Proses Kerja

No Unit Bahan Baku Alat Kerja Cara Kerja Bahan


Kerja Berbahaya
  
1. Loading  Buah Ramp cage Setelah buah disortir pihakCapstand, para
Ramp Kelapa 
Rel Lori sortasi pekerja akan

Sawit / 
Capstand Buah dimasukkan menariknya
ke
Tandan 
Loader dalam ramp cage yang agar TBS
Buah diberada di atas lori masuk ke
Segar 
Lori yang sudah terisi akantransfer
(TBS) di tarik dengan capstand carriage
ke transfer carriage
dengan berat masing -
masing lori 3,3 – 3,5 ton

Kemudian dimasukkan
kedalam sterilizer dengan
loader
  
2. Sterilizing Tandan Sterilizer Proses perebusan dilakukan Sterilizer dengan
Buah selama 85 -95 menit. Untuk panas bertekanan
Segar media pemanas dipakai tinggi
(TBS) steam dari BVP (Back
yang Pressure Vessel) yang
sudah bertekanan 2,8-3 bar.

disortir Perebusan dengan system 3
peak : 1,5kg/cm2 ,
2 2
2,0kg/cm , 2,8-3kg/cm

Deaeration dilakukan 2
menit, dimana posisi
condensate terbuka.

Memasukkan uap untuk
peak pertama yang dicapai
dalam waktu 10 menit.

2
Biasanya tekanan
mencapai 1,2 bar.

Uap dan kondensat
dibuang sampai tekanan
menjadi 0 bar dalam waktu
5 menit.

Uap dimasukkan selama
15 menit untuk mencapai
tekanan 2 bar.

Uap kondensat dibuang
lagi selama 3 menit.

Kemudian steam
dimasukkan lagi untuk
mencapai peak ke-3 dalam
waktu 15 – 20 menit.

Setalah peak ketiga
tercapai maka dilakukan
penahanan selama 40 – 50
menit.

Uap kondensat dibuang
selama 5 – 7 menit sampai
tekanan 0

3. Threshing Tandan  Thresser  TBS yang sudah masak
Buah  Hoisting setelah perebusan di  Hoisting Crane,
Segar Crane angkut dengan Hoisting alat pengangkat
(TBS)  Hopper Crane menuju Thresser lori
yang thresser  Lori yang berisi TBS akan  Hopper thresser
sudah (Autofeeder diangkat dan dibalik di
masak ) atas Hopper thresser
 Conveyor  Setelah mencapai
 Elevator Thresser, TBS akan
 Empty dipisahkan antara
bunch berondolan dan tandannya
conveyor  Hopper thresser dengan
menggunakan putaran
akan membanting TBS
sehingga berondolan lepas
dari tandannya dan jatuh
ke conveyor dan elevator
 Didistribusikan lagi ke
rethresser untuk
pembantingan yang kedua
 Jika terdapat tandan
kosong akan
didistribusikan dengan
empty bunch conveyor ke
penampungan

4. Digesting Brondolan  Conveyor  Berondolan yang keluar  Digester, alat
 Fruit dari thresser jatuh ke pencacah

3
Elevator conveyor, kemudian dengan suhu
 Cross diangkut dengan fruit tinggi
Conveyor elevator ke top cross
 Distributin conveyor yang
g conveyor mendistribusikan
 Digester berondolan ke
 Conveyor distributing conveyor
recycling untuk dimasukkan dalam
tiap-tiap digester untuk
dilakukan pencacahan
 Tiap-tiap digester telah
terisi penuh maka
brondolan menuju ke
conveyor recycling,
diteruskan ke elevator
untuk dikembalikan ke
digester
 Digester di-inject steam
bersuhu sekitar 90 – 95
°C untuk memudahkan
pelumatan
   
5. Pressing Brondolan Screw Berondolan yang telah Screw press
yang telah press lumat masuk ke dalam bertekanan

lumat Sand trap screw press untuk diperas tinggi
tank sehingga dihasilkan

Cake minyak (crude oil)

breaker Penyemprotan air panas
conveyor agar minyak yang keluar
(CBC) tidak terlalu kental
(penurunan viscositas)

Tekanan mesin press harus
diatur, karena bila
tekanan terlalu tinggi
dapat menyebabkan inti
pecah dan screw press
mudah aus. Sebaliknya,
jika tekanan mesin press
terlalu rendah maka oil
losses di ampas tinggi

Minyak hasil mesin press
kemudian menuju ke
sand trap tank untuk
pengendapan

Hasil lain adalah ampas
(terdiri dari biji dan
fiber), yang akan
dipisahkan dengan
menggunakan cake
breaker conveyor (CBC)

4
6. Purifying 
Minyak  Sand Trap  Minyak hasil mesin press  Sand Trap
(crude oil) Tank merupakan minyak Tank, berisi
 Vibrating mentah yang masih minyak pnas
Screen banyak mengandung  Crude Oil Tank
 Crude Oil kotoran-kotoran masuk ke  Continuous
Tank sand trap tank untuk Settling Tank
 Continous mengendapkan partikel-
Settling partikel yang mempunyai
Tank (CST) densitas tinggi
 Oil Tank  Minyak bagian atas dari
 Purifier sand trap tank yang masih
 Vacum mengandung serat dan
Dryer sedikit kotoran dialirkan
 Sludge Oil ke ayakan getar (vibrating
Tank screen) untuk penyaringan
 Sludge  Padatan yang tertahan
Vibrating pada ayakan akan
Screen dikembalikan ke digester
melalui conveyor,
 Sludge
sedangkan minyak
Centrifuge
dipompakan ke crude oil
 Fat Pit
tank
 Storage
 Pada crude oil tank ini
Tank
minyak dipanaskan
dengan steam melalui
sistem pipa pemanas, dan
suhu dipertahankan 90-
95°C. Dari sini minyak
dipompakan ke CST
(Continuous Settling
Tank).
 CST bertujuan untuk
mengendapkan lumpur
(sudge) berdasarkan
perbedaan berat jenisnya.
Di CST suhu
dipertahankan 86-90 oC.
Minyak pada bagian atas
CST dikutip dengan
bantuan skimmer menuju
oil tank, sedangkan sludge
(yang masih mengandung
minyak) pada bagian
bawah dialirkan secara
underflow ke sludge
vibrating screen sebelum
ke sludge oil tank. Sludge
dan pasir yang mengendap
didasar CST di-blowdown
untuk dibawa ke sludge

5
drain tank
 Dalam oil tank juga terjadi
pemanasan (75-80°C)
dengan tujuan untuk
mengurangi kadar air
 Di dalam purifier
dilakukan pemurnian
untuk mengurangi kadar
kotoran dan kadar air yang
terdapat pada minyak
berdasarkan atas
perbedaan densitas dengan
menggunakan gaya
sentrifugal, dengan
kecepatan perputarannya
7500 rpm.
 Kotoran dan air pada
dinding blowdown menuju
saluran pembuangan untuk
dibawa ke Fat Pit
sedangkan minyak akan
dialirkan ke vacuum drier
7. Drying  Minyak  Vacuum  Minyak disemprot dengan
hasil drier menggunakan nozzle
purifier  Storage sehingga campuran
tank minyak dan air tersebut
akan pecah. Hal ini akan
mempermudah pemisahan
air dalam minyak, dimana
minyak yang memiliki
tekanan uap lebih rendah
dari air akan turun ke
bawah dan kemudian
dipompakan ke storage
tank untuk penyimpanan
dengan suhu 50o – 55oC

2. Lingkungan Kerja

No Unit Ling. Fisik Ling. Biologi Ling. Kimia Ling. Sos- Ling.
Kerja Bud Ergonomi
1. Unit 1. Bising: Proses 1. Kondisi Komunika 1. Posisi
produksi Berdasarka pengambilan lingkungan PKS si antara pekerja
minyak n Peraturan bahan baku pada umumnya pekerja pada unit
kelapa Menteri berupa air berdebu pada baik produksi
sawit Tenaga limbah beberapa area kerja karena adalah
Kerja dan kelapa sawit yang bersumber pekerja berdiri di
Transmigra yang terletak dari sisa setiap samping

6
si Nomor : di cooling pembakaran boiler bagian mesin tanpa
13/MEN/X/ pond tidak berbahan bakar saling menggunak
2011 menggunaka fibre dan berkoordin an APD
tentang n APD cangkang, fibre asi dalam sehingga
Nilai sehingga terbang yang proses dapat
Ambang meningkatka bersumber dari produksi langsung
Batas n risiko fibre storage serta minyak kontak
Faktor infeksi pada debu yang kelapa dengan
Fisika dan pekerja. bersumber dari sawit. debu atau
Faktor kernel plant, ampas asap yang
Kimia di sisa pressing buah dikeluarkan
Tempat kelapa sawit, oleh mesin.
Kerja, Niai cangkang sawit
Ambang dan debu hasil
Batas yang penangkapan unit
ditetapkan dust collector.
sebesar 85 Penendalian debu
dB(A) dapat dikendalian
untuk lama dengan
pemajanan penggunaan APD
8 jam namun pada
kerja. Rata- pekerja belum
rata tingkat menggunakan
kebisingan APD.
pada unit
produksi
minyak
kelapa sawit
adalah >85
dB sehingga
lokasi
tersebut
dikategorik
an sebagai
daerah
dengan
tekanan
bising yang
tinggi
(Dasir,
2018).

2. Iklim
Kerja dan
Suhu: Pada
hasil
observasi
pengukuran
dan
pencatatan

7
di area
Loading
Ramp,
Sterilizer,
Trasher
serta
Digester
dan Press
didapatkan
suhu
36,3°C,
36,8°C,
34,7°C serta
37,1°C dan
kelembaban
31,5%,
31,9%,
31,3% serta
34,0%.
Pada
pengukuran
suhu
didapatkan
selisih
antara Nilai
Ambang
Suhu
normal
dengan
hasil
pengukuran
sebesar
±7°C. Pada
pengukuran
kelembaban
didapatkan
selisih
antara Nilai
Ambang
Kelembaba
n normal
dengan
hasil
pengukuran
sebesar
±53%.
Perbedaan
hasil
pengukuran
yang

8
melebihi
batas
normal
merupakan
salah satu
bahaya
potensial
fisik
terhadap
para
pekerja.

3. Cahaya :
Standart
Menurut
PERMEN
KES No.
70 tahun
2016
persyaratan
faktor
pencahaya
an
disarankan
berdasarka
n jenis
area,
pekerjaan
atau
aktivitas
tertentu.
Berdasar
penelitian,
pencahaya
an dalam
gedung
produksi
kelapa
sawit tidak
sesuai.
Pencahaya
an yang
tidak
memadai
pada
lingkungan
kerja
menyebabk
an
beberapa

9
masalah
yang dapat
merugikan
seperti
pada aspek
psikologis,
yang dapat
dirasakan
sebagai
kelelahan
rasa
kurang
nyaman,
kurang
kewaspada
an sampai
kepada
pengaruh
yang
terberat
seperti
kecelakaan
kerja.

4. Getaran :
Setelah
dilakukan
pengukuran
proses
threshing
dengan
vibrometer
didapatkan
hasil getaran
pada whole
body
vibration
sebesar 1
m/s2 . Hasil
ini
menunjukan
bahwa
paparan
getaran pada
bagian ini
melebihi
batas yang
sudah
ditentukan
oleh

10
permenaker.
Menurut
Permenaker
(2011) nilai
ambang batas
(NAB)
getaran yang
kontak
langsung
maupun tidak
langsung
pada seluruh
tubuh
ditetapkan
sebesar 0,5
meter per
detik kuadrat
(m/det2 ).

3. Karyawan
Status
Juml. Rata-rata Lama Penanganan
No. Unit kerja Kesehata Resiko Kesehatan
Populasi kerja Resiko
n
1. Bagian Jumlah  Teknisi NIHL - Resiko penyakit - Mewajibka
Pengolahan keseluruh bekerja secara akibat kerja: n setiap
Buah Sawit an 2 shift selama Musculos -NIHL : pekerja
Terdiri dari karyawan 8 jam dengan keletas gangguan
menggunak
Unit : 944 jeda istirahat Disorder pendengaran
1. Loading orang akibat terpapar an APD
 Normal waktu
Ramp kerja bising di suatu (Alat
2. Sterilizing berdasarkan Luka lingkungan kerja Pelindung
3. Threshing UU RI tahun Bakar dalam jangka Diri)
4. Digesting 2003 tentang Suhu waktu yang lama - Karyawan
5. Pressing ketenagakerjaa Tinggi dan terus memiliki
6. Purifying n mengenai menerus. NIHL
asuransi
7. Drying waktu kerja Heat merupakan jenis
Related tuli sensorineural tenaga kerja
pada pasal 77
ayat dua: Illness dan umumnya yang
Waktu kerja terjadi pada ditanggung
sebagaimana kedua telinga oleh Pabrik
dimaksud jika terjadi
dalam ayat (1) - Musculosceletal kecelakaan
meliputi : Disorder :
akibat kerja
7 jam kerja/ hari gangguan yang
atau 40 jam kerja timbul berupa - Pelatihan
/ minggu untuk 6 nyeri akibat K3 kepada
hari kerja dalam kerusakan nervus semua
1 minggu; atau 8 dan pembuluh karyawan
jam kerja/ hari darah pada agar
atau 40 jam berbagai lokasi

11
kerja/minggu tubuh seperi mengetahui
untuk 5 hari bahu (Cervical SOP dalam
kerja dalam 1 Root Syndrome), bekerja
minggu. pinggang (Low
- Menjadwal
Dalam waktu Back Pain),
kerja normal pergelangan kan
tersebut juga tangan (Carpal pemeriksaa
terdapat Tunnel n untuk
peraturan Syndrome) akibat para pekerja
mengenai waktu pajanan
istirahat bekerja, ergonomi yang
istirahat tidak sesuai,
beribadah, gerakan statis
ketentuan waktu dan berulang dan
kerja bagi pajanan fisik
perempuan, berupa suhu dan
waktu cuti, getaran
lembur, dsb.
(UU RI NO. 13 - Luka bakar Suhu
tahun 2003 Tinggi : cedera
tentang akibat paparan
ketenagakerjaan) atau kontak
. dengan api atau
cairan panas

- Heat Related
Illness :
merupakan
penyakit paparan
panas yang
terjadi akibat
gangguan
regulasi suhu
tubuh akibat
input panas dan
metabolisme
tubuh meningkat
tetapi tidak
diimbangi
dengan
pengeluaran
panas dari kulit.

4. Sistem Manajemen
 Upaya atau kebijakan pimpinan pada kegiatan K3

Problem K3
No. Komponen Kebijakan Manajemen
Internal Eksternal
1 Proses - Ketidaklengkapan - Resiko - Peraturan Menteri

12
Industri/Kerja APD pada pekerja terhantuk Tenaga Kerja dan
(Helmet, kaca mesin Transmigrasi
mata pelindung, produksi Republik Indonesia
alat pelindung karena Nomor
pernafasan, ear tidak per.08/men/vii/2010
plug, sarung menggunak tentang Alat
tangan pelindung, an APD Pelindung Diri.
sepatu) secara - UU NO.1 Tahun 1970
- Permukaan lantai lengkap. mengenai
pabrik penuh - Risiko Keselamatan Kerja
dengan oli terjatuh
- Fasilitas tempat karena
kerja yang tidak posisi yan
memadai seperti tidak
kursi yang tidak ergonomis
ergonomis, dan
perawatan dan keadaan
pemeliharaan alat- lantai yan
alat kurang licin
sistematis, , - Risiko
terluka
akibat
peralatan
kerja
karena
kurangnya
pemelihara
an alat.

2 Lingkungan Kerja - Nilai Ambang - Resiko Peraturan Menteri Kesehatan


a. Lingkungan Bising >85 dB pekerja Republik Indonesia Nomor
fisik - Suhu dan mengalami
kelempada area gangguan 70 tahun 2016 Tentang
Loading Ramp, pendengara Standar dan persyaratan
Sterilizer, n seperti
Trasher serta tinitus, tuli kesehatan lingkungan Kerja
Digester dan sementara industri
Press melebihi dan tuli
batas nilai menetap.
normal. - Bahaya
- Pencahayaan potensial
ruangan yang fisik pada
tidak memadai iklim kerja
- Paparan getaran dapat
melebihi ambang menyebabk
batas an
gangguan
kesehatan
pada
pekerja,

13
seperti
dehidrasi,
nyeri
kepala,
badan
mudah
lelah, heat
rush, heat
fatigue,
heat
exhaustion,
dan heat
sincope
- Pencahayaa
n yang
tidak
memadai
pada
lingkungan
kerja dapat
meningkatk
an
kecelakaan
kerja,
kelelahan
mata dan
menurunny
a daya
akomodasi
mata.
- Risiko
gangguan
pada sistem
musculoske
letal
(MSDs/Mu
sculoskelet
al
disorders),
masalah
pada
vaskular
perifer dan
gangguan
sensorineur
al,
hilangnya
refleks
motorik,
dan

14
vasospasme
yang
menyebabk
an jari dan
tangan
memucat.

b. Lingkungan - Risiko pada Peraturan Menteri Kesehatan


Biologi - Kurangnya pekerja Republik Indonesia Nomor
higienitas petugas terkena
infeksi oleh 70 tahun 2016 Tentang
saat di dalam pabrik
paparan Standar dan persyaratan
bakteri atau
jamur. kesehatan lingkungan Kerja
industri

c. Lingkungan - Risiko Peraturan Menteri Tenaga


Kimia - Ketidaklengkapan terkena Kerja dan Transmigrasi
APD pada pekerja penyakit Republik Indonesia
(Helmet, kaca saluran Nomor
mata pelindung, napas pada per.08/men/vii/2010
alat pelindung pekerja tentang Alat Pelindung
pernafasan, ear yang tidak Diri.
plug, sarung menggunak
tangan pelindung, an APD
sepatu) terhadap
paparan debu sisa
pembakaran boiler
berbahan bakar
fibre dan
cangkang.
d. Lingkungan Tidak
Sos-Bud Tidak ditemukan ditemukan

e. Lingkungan - Risiko Peraturan Menteri


ergonomi Posisi kerja yang terjatuh Ketenagakerjaan Republik
tidak ergonomis, akibat sikap Indonesia Nomor 5 tahun
pekerja di kerja yang 2018 Tentang Keselamatan
lingkungan pabrik tidak aman dan kesehatan kerja
bekerja dengan
posisi berdiri dan
pada ketinggian.
3 Karyawan - Kurangnya - Risiko - Promotif
pengetahuan gangguan Memberi penyuluhan dan
karyawan tentang pendengaran pelatihan kepada pekerja
penyakit akibat kerja , infeksi terhadap alat pelindung

15
di pabrik kelapa saluran diri
sawit yaitu gangguan pernapasan, - Preventif
pendengaran, MSDs Keharusan penggunaan
infeksi saluran (Musculosk alat pelindung diri yang
pernapasan, MSDs eletal sesuai dengan standar,
(Musculoskeletal disorders) berhati-hati terhadap
disorders) dan dan risiko keamanan diri sendiri
risiko kecelakaan kecelakaan - Kuratif
kerja kerja Memberi pengobatan
secara holistic
komprehensif sesuai hasil
pemeriksaan kesehatan
akibat kecelakaan kerja
- Rehabilitasi
Menyelenggarakan check
up rutin untuk evaluasi
kesehatan pekerja

5. Regulasi/Undang-Undang

a. Lokal atau Regional:

 Perusahaan menerapkan Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia No

11/PERMENTAN/OT.140/3/2015 Tentang Sistem Sertifikasi Kelapa Sawit

Berkelanjutan Indonesia (Sustainable Palm Oil Certification System/ ISPO)

b. Nasional:

 PP No 50 tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan


Kesehatan Kerja
 Undang-Undang Republik Indonesia No.13 Tahun 2003 Pasal 86 Ayat 2
Tentang Ketenagakerjaan.
 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2016
Tentang Standar Dan Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Industri.
b. Internasional:

Secara internasional mengacu pada WHO/ILO 2013 (diterjemahkan dalam Bahasa

Indonesia) tentang kesehatan dan keselamatan kerja.

OCCUPATIONAL DIAGNOSIS (DIAGNOSIS KESEHATAN KERJA)

No. Diagnosis Kategori

16
1. NIHL (Noice-Induced Hearing Loss) Occupational Disease
2. Heat Related Illness Occupational Disease
3. MSDs (Musculoskeletal Disorders) Occupational Disease
4. Luka Bakar Occupational Disease
5. Hipertensi Occupational Related Disease
6. Tinea Corporis Occupational Related Disease

II. PEMBAHASAN

a. Tinjauan Pustaka

SMK3 (Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja)

Pasal 86 ayat 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 menyatakan bahwa

upaya keselamatan dan kesehatan kerja dimaksud untuk memberikan jaminan

keselamatan dan meningkatan derajat kesehatan para pekerja atau buruh dengan

cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya

ditempat kerja, promosi, kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan perusahaan untuk menjaga kesehatan

dan keselamatan kerja karyawan adalah dengan melakukan penerapan Sistem

Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) yang baik dan benar.

Menurut Permenaker No.05/MEN/1996 Sistem Manajemen Kesehatan dan

keselamatan kerja adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara

keseluruhan yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian,

pengkajian dan pemeliharan kewajiban Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3),

dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna

terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. Sesuai Pasal 3

Permenaker 05/MEN/1996, perusahaan yang mempekerjakan minimal 100 tenaga

kerja dan atau ada potensi bahaya ledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit

akibat kerja, wajib menerapkan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan

Kerja.

17
Penerapan peraturan undang-undang dan perlindungan para tenaga kerja

merupakan prinsip dasar dalam Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan

Kerja. Dalam undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Kesehatan dan

Keselamatan Kerja (K3) disebutkan bahwa “Setiap tenaga kerja berhak mendapat

perlindungan atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan

hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas” (Sari RR, 2013).

Pelaksanaan produktivitas kerja maksimum dibutuhkan faktor

pendukung antara lain kesehatan pekerja. Adapun tujuan dari

diselenggarakannya upaya kesehatan kerja dalam suatu industri antara lain:

1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan

pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi dan

produktivitas.

2. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja.

3. Memelihara dan mempergunakan sumber produksi secara aman dan

efisien

Pengertian sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi fisik, mental

dan social seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan kesehatan

melainkan juga menunjukkan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan

dan pekerjaannya. Paradigma baru dalam aspek kesehatan mengupayakan agar

yang sehat tetap sehat dan bukan sekadar mengobati, merawat, atau

menyembuhkan gangguan kesehatan atau penyakit. Oleh karenanya, perhatian

utama di bidang kesehatan lebih ditujukan ke arah pencegahan terhadap

kemungkinan timbulnya penyakit serta pemeliharaan kesehatan seoptimal

18
mungkin. Status kesehatan seseorang menurut Blum (1981) ditentukan oleh empat

faktor sebagai berikut.

a. Lingkungan, berupa lingkungan fisik (alami, buatan), kimia (organik/anorganik,

logam berat, debu), biologik (virus, bakteri, mikroorganisme), dan sosial budaya

(ekonomi, pendidikan, pekerjaan).

b. Perilaku yang meliputi sikap, kebiasaan, tingkah laku.

c. Pelayanan kesehatan: promotif, perawatan, pengobatan, pencegahan kecacatan,

rehabilitasi.

d. Genetik, yang merupakan faktor bawaan setiap manusia.

Beberapa penyakit akibat kerja yang berisiko terjadi di pabrik minyak kelapa sawit

PT perkebunan nusantara iv distrik BAH jambi antara lain yaitu:

NIHL (Noice-Induced Hearing Loss)

NIHL merupakan gangguan pendengaran akibat terpapar bising di suatu

lingkungan kerja dalam jangka waktu yang lama dan terus menerus. NIHL

merupakan jenis tuli sensorineural dan umumnya terjadi pada kedua telinga. Bising

adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat- alat proses

produksi dan alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan

gangguan pendengaran. Secara audiologik bising adalah campuran bunyi nada

murni dengan berbagai frekuensi. Bising dengan intensitas berlebih dapat merusak

organ pendengaran. Faktor yang mempengaruhi kejadian NIHL adalah Intensitas

dan lamanya pemaparan bising frekuensi bising, usia dan jenis kelamin.

Paparan bising mengakibatkan perubahan sel-sel rambut silia dari organ

Corti. Stimulasi dengan intensitas bunyi sedang mengakibatkan perubahan ringan

pada sillia dan hensen’s body, sedangkan stimulasi dengan intensitas tinggi pada

19
waktu pajanan yang lama akan mengakibatkan kerusakan pada struktur sel rambut

lain seperti mitokondria, granula lisosom, lisis sel dan robek membrane reissner.

Daerah yang pertama terkena adalah sel-sel rambut luar yang menunjukkan adanya

degenerasi yang meningkat sesuai dengan intensitas dan lama paparan. Stereosilia

pada sel-sel rambut luar menjadi kurang kaku sehingga mengurangi respon

terhadap stimulasi.

Ada berbagai tes untuk mendiagnosis jenis dan tingkat keparahan hearing

loss, yaitu: konduksi udara, audiometri konvensional atau standar, bone

conduction, pengenalan kata, immittance akustic, emisi otoacoustic, auditory

brainstem response dan audiometri.

Penanganan hearing loss harus dilakukan secara menyeluruh dimulai dari

pencegahan hingga tahap rehabilitatif. Bagi pekerja yang belum atau sudah

terpajan dengan kebisingan diberikan perlindungan menurut tata cara medis

berupa:

1. Monitoring paparan bising

a. Melakukan identifikasi sumber bising:

- Menilai intensitas bising dan frekuensinya. Tujuannya untuk

menilai keadaan maksimum, ratarata, minimum, fluktuasi jenis

intermiten dan steadiness bising. Untuk pengukuran bising dipakai

alat Sound Level Meter. Ada yang dilengkapi dengan Octave Band

Analyser.

20
- Mencatat jangka waktu terkena bising. Makin tinggi intensitas

bising, jangka waktu terpajan yang diizinkan menjadi semakin

pendek. Hal ini sudah ditetapkan dalam keputusan menteri tenaga

kerja RI no. KEP-51/MEN/1999 tentang nilai ambang batas faktor

fisika di tempat kerja.

b. Pengurangan jumlah bising di sumber bising:

- Pengurangan bising di tahap perencanaan mesin dan bangunan

(engineering control program)

- Pemasangan peredam, penyekat mesin dan bahan-bahan penyerap

suara.

c. Sesuai dengan penyebab ketulian, penderita sebaiknya dipindahkan

kerjanya dari lingkungan bising ataupun menggunakan ear protector

seperti:

- Penggunaan ear plug/mold yaitu suatu alat yang dimasukkan ke

dalam telinga, alat ini dapat meredam suara bising sebesar 30-40

dB

- Ear muff/valve, dapat menutup sendiri bila ada suara yang keras

dan membuka sendiri bila suara kurang keras

- Helmet, suatu penutup kepala yang melindungi kepala sekaligus

sebagai pelindung telinga.

d. Menerapkan sistem komunikasi, informasi dan edukasi serta

menerapkan penggunaan APD (Alat Pelindung Diri) secara ketat dan

melakukan pencatatan dan pelaporan data. Pemasangan poster dan

tanda pada daerah bising adalah salah satu usaha yang dapat dilakukan.

21
2. Pemeriksaan pendengaran para pekerja dengan audiometri nada murni,

yang terdiri atas:

a. Pengukuran pendengaran sebelum karyawan diterima bekerja di

lingkungan bising (pre employment hearing test). Termasuk

masyarakat yang berada di lingkungan bising diperiksa

pendengarannya.

b. Pengukuran pendengaran secara berkala dan teratur 6 bulan sekali.

Agar didapatkan gambaran dasar dari kemampuan pendengaran pekerja

dan masyarakat di lingkungan bising.

3. Bila hearing loss sudah mengganggu komunikasi dapat dicoba dengan

pemasangan alat bantu dengar (hearing aid). Jika dengan hearing aid masih

susah untuk berkomunikasi maka diperlukan psikoterapi agar dapat

menerima keadaanya. Latihan pendengaran (auditory training) bertujuan

agar penderita dapat menggunakan sisa pendengarannya dengan alat bantu

dengar, secara efisien dapat dibantu dengan membaca gerakan ucapan bibir

(lip reading), mimik dan gerakan anggota badan serta bahasa isyarat untuk

dapat berkomunikasi. Bila penderita mendengar suaranya sendiri sangat

lemah, maka dapat dilakukan rehabilitasi suara agar dapat mengendalikan

volume, tinggi rendah dan irama percakapan. Pada penderita yang telah

mengalami tuli total bilateral dapat dipertimbangkan pemasangan implan

koklea.

Heat Related Illness

Tekanan panas adalah suatu masalah kesehatan yang dapat terjadi pada

pekerja yang bekerja di luar maupun di dalam ruangan dengan pengaturan udara

yang buruk. Heat related-illness (penyakit akibat panas) merupakan keluhan atau

22
kelainan klinis yang disebabkan oleh gangguan pengaturan suhu tubuh akibat

peningkatan paparan panas. Penyakit ini muncul jika terdapat gangguan regulasi

suhu tubuh akibat input panas dan metabolism tubuh meningkat namun tidak

diimbangi dengan pengeluaran panas dari kulit secara radiasi, evaporasi, dan

konveksi. Penyakit ini banyak terjadi di daerah tropis (Ashar, et al., 2017).

Suhu tubuh adalah hasil interaksi panas berupa produksi, penyerapan, dan

disipasi. Pengaturan suhu tubuh diatur terutama oleh hipotalamus untuk tetap

berada diantara 36-37˚C meski berada di suhu lingkungan yang bervariasi.

Keadaan hipertermi ditunjukkan dengan peningkatan suhu yang diakibatkan oleh

ketidakseimbangan penyerapan panas atau kegagalan dalam membuang panas.

Transfer panas terjadi dengan empat cara yaitu konduksi, konveksi, radiasi, dan

Evaporasi (Ashar, et al., 2017).

Perubahan fisiologis akut terjadi ketika tubuh terpapar panas. Termoregulasi

diatur sistem saraf pusat di hipotalamus dan sumsum tulang serta sistem saraf

perifer di kulit dan organ. Vasodilatasi pada pembuluh darah di kulit terjadi untuk

menghilangkan panas secara konvektif. Pada suhu tubuh yang ekstrim, terjadi

kerusakan sel yang mengakibatkan terbentuknya respon inflamasi sistemik dan

peningkatan permeabilitas dinding sel sehingga terjadi pelepasan endotoksin.

Gangguan homeostasis ini menginisiasi kaskade yang mengakibatkan hipoksia

jaringan, asidosis metabolik, dan kerusakan organ (Ashar, et al., 2017).

Peningkatan paparan secara bertahap diperlukan pada pekerja yang

sebelumnya mengalami intoleransi panas agar dapat bekerja dengan aman.

Adaptasi fisiologi seperti peningkatan retensi sodium, peningkatan filtrasi

glomerulus, dan peningkatan kemampuan kardiovaskuler dibutukan waktu

beberapa minggu (Ashar, et al., 2017).

23
Penyakit akibat panas memiliki manifestasi yang bervariasi mulai dari yang

ringan seperti heat edema, heat rash, heat crumps, dan heat syncope ke keadaan

yang lebih serius seperti heat exhaustion hingga pada keadaan yang berat seperti

heart stroke yang merupakan keadaan emergensi medis (Ashar, et al., 2017).

Tatalaksana awal yang dilakukan adalah koreksi dan evaluasi airway,

breathing, dan circulation. Intubasi endotrakel dilakukan jika diperlukan.

Resusitasi cairan dapat dilakukan dengan pemberian normalsaline dan Ringer’s

laktat. Pemberian cairan secara intravena harus dipantau untuk menghindari edema

paru. Terapi adjuvant seperti pemasangan kateter urin,monitor kardiorespirasi, dan

pengukur suhu diberikan setelah memastikan pemberian resusitasi telah adekuat.

Pemberian ice packs bisa dilakukan dengan meletakannya pada permukaan kulit

dengan pembuluh darah besar seperti leher dan axilla walaupun perlakuan tersebut

masih perlu penelitian lebih lanjut (Ashar, et al., 2017).

Musculoskeletal Disorders (MSDs)

Keluhan Muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal

yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan yang ringan , sedang hingga

berat. Sebuah metode semi-kuantitatif yang mengevaluasi potensi terjadinya lelah

otot pada sebagian besar bagian tubuh melalui penilaian berdasarkan tingkat usaha

suatu pekerjaan, durasi usaha yang kontinu, dan frekuensi usaha. Bila terjadi

kelelahan otot, maka cedera akan lebih mudah terjadi. Bagian tubuh yang

berpotensi mengalami lelah otot dikelompokkan menjadi low, moderate, dan high

sehingga dapat teridentifikasi prioritas penanganan untuk menghindari cedera otot.

Apabila otot menerima beban statis secara berulang dalam jangka waktu yang lama

akan menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen, dan tendon

(Tarwaka, 2010).

24
Hernandez dan Peterson (2013) mengelompokkan faktor risiko dari MSDs ke

dalam tiga kelompok besar yaitu faktor pekerjaan, faktor psikososial, dan faktor

individu. Faktor pekerjaan terdiri dari postur, beban, frekuensi, durasi kerja.

Sedangkan factor individu terdiri dari usia, jenis kelamin, dan indeks masa tubuh.

Berikut adalah gangguan muskuloskeletal pada berbagai Tubuh

2. Gangguan pada Tangan


Tabel 1. Gangguan Muskuloskeletal pada Tangan
Tendonitis Peradangan pada tendon, umumnya digambarkan
sebagai nyeri dan kesulitan untung menggerakan
persendian yang terkena. Terjadi akibat trauma pada
pergelangan tangan, siku dan sendi bahu.
Tenosinovitis Cedera pada selubung synovial yang diinduksi
pergerakan repetitif. Gejala yang timbul termasuk
nyeri,edema,baal, kesemutan, dan sulit menggerakan
ibu jari.
Carpal Terjadi ketika kompesi nervus medianus pada
tunnel terowongan karpal. Faktor yang menyebaban CTS
syndrome diantaranya tekanan pada tangan dalam jangka lama,
(CTS) pergerakan repetitif, paparan suhu dingin dalam waktu
yang lama. Gejala yang timbul biasanya seperti
kesemutan, perasaan terbakar, dan baal pada tangan dan
jari khususnya jari telunjuk dan jari tengah.
Trigger Terjadinya hentakan tiba-tiba, triggering dan
finger terkuncinya jari pada posisi fleksi atau ekstensi.
Hand-Arm HAVS digambarkan sebagai episode berulang dari
Vibrition kepucatan jari akibat penutupan arteri digitalis, paparan
Syndrome(H terus menerus pada getaran dan suhu dingin merupakan
AVS) pencetus terjadinya HAVS
(Smith E at all, 2014)

3. Gangguan Pada Leher dan Bahu

Tabel 2. Gangguan pada Leher dan Bahu


Bursitis Peradangan (pembengkakan) atau iritasi yang terjadi
pada jaringan ikat yang berada pada sekitar persendian.

25
Penyakit ini akibat posisi bahu yang janggal seperti
mengangkat bahu di atas kepala dan bekerja dalam
waktu yang lama.
Tension neck Gejala ini terjadi pada leher yang mengalami
syndrome ketegangan pada otot-ototnya disebabkan postur leher
menengadah ke atas dalam waktu yang lama. Sindroma
ini mengakibatkan kekakuan pada otot leher, kejang
otot, dan rasa sakit yang menyebar ke bagian leher.
Thoracic Terjadinya kompresi pada pleksus brachialis, arteri dan
outlet vena subclavialis pada ekstremitas atas. Gejala yang
Syndrome timbul antara lain, nyeri pada bahu atau lengan, baal dan
kesemutan pada jari.
(McCauley-Bush, 2012)
4. Gangguan pada Punggung dan Lutut
Tabel 2. Gangguan pada Punggung dan Lutut
Low Back Kondisi patologis yang mempengaruhi tulang, tendon,
Pain syaraf, ligamen, intervertebral disc dari lumbar spine
(tulang belakang). Cidera pada punggung dikarenakan
otot- otot tulang belakang mengalami peregangan jika
postur punggung membungkuk. Diskus (discs)
mengalami tekanan yang kuat dan menekan juga bagian
dari tulang belakang termasuk syaraf.
Tendinitis Penyakit muskuloskeletal yang terdapat di bagian lutut
berkaitan dengan tekanan pada cairan di antara tulang
dan tendon. Tekanan yang berlangsung terus menerus
akan mengakibatkan cairan tersebut (bursa) tertekan,
membengkak, kaku, dan meradang atau biasa disebut
bursitis. Tekanan dari luar ini juga menyebabkan tendon
pada lutut meradang yang akhirnya menyebabkan sakit
(tendinitis).
(Stack et al, 2016)
5. Gangguan Muskuloskeletal pada Kaki atau Tumit
Tabel 4. Gangguan Muskuloskeletal pada Kaki atau Tumit
Ankle Terjadi akibat tertariknya tendon dari otot. Sedangkan
strains / sprain diakibatkan terjadi peregegangan atau robeknya
sprains ligament pada sistem muskuloskeletal. Gejala yang

26
mungkin timbul seperti nyeri, bengkak, merah, dan
kesulitan untuk menggerakan persendian.
(Stack et al, 2016)

Penanganan musculoskeletal disorders pada operator gudang dapat dilakukan

dengan melakukan investigasi lebih lanjut serta peningkatan dalam pengawasan

postur kerja (Kamat et al, 2017). Menurut Basahel (2015), postur saat mengangkat

beban berat lebih berisiko menimbulkan musculoskeletal disorders dibandingkan

aktivitas mendorong. Lima solusi utama dalam mencegah musculoskeletal

disorders pada industri ban yaitu: mengurangi beban angkut secara manual,

mengurangi tinggi rak untuk peletakan ban, menggunakan permesinan dalam

mengangkat ban, merancang workstation yang sesuai dengan antropometri

operator, serta menerapkan siklus jam istirahat berdasarkan kebutuhan operator.

Dalam Motamedzade (2013), untuk mengurangi musculoskeletal disorders pada

industri ban perlu dilakukan penerapan practical ergonomic dimana melibatkan

seluruh anggota perusahaan untuk mengawasi kondisi lingkungan kerja. Kondisi

menunjukkan sikap tubuh yang tidak ergonomis dalam angkat angkut seperti pada

operator ban menimbulkan keluhan musculoskeletal pada berbagai lokasi terutama

pinggang bawah, sehingga perlu dicarikan upaya perbaikan kondisi kerja yang ada.

Luka Bakar

Luka adalah kerusakan pada jaringan dan proses seluler, sedangkan dalam

pengertian luka bakar adalah adanya cedera terjadi akibat paparan terhadap suhu

tinggi. Penyebabnya dapat berupa termal (>60C), cairan panas (air, minyak dan

kuah), api (bensin, mintak tanah, gas LPG), listrik (PLN, Petir), Zat Kimia (Asam,

Basa, Komestik), Radiasi (Matahari, Radioterapi, Bom) (Vorstenbosch, 2017).

Luka bakar telah menjadi masalah kesehatan masyarakat global yang

menyebabkan kematian sekitar 195.000 orang per tahun. Prevalensi luka bakar di

27
Jawa Tengah adalah 7,2 % dari seluruh kejadian cedera total. Data Unit Luka

Bakar RSCM tahun 2009-2010 menunjukkan bahwa mortalitas pasien luka bakar

mencapai 34% dengan penyebab terbesar adalah ledakan tabung gas LPG (30,4%),

diikuti kebakaran (25,7%) dan tersiram air panas (19,1%) (Saputra, 2016).

Penilaian Derajat Luka Bakar : (Vorstenbosch, 2017).

1. Luka bakar grade I

a. Disebut juga luka bakar superficial

b. Mengenai lapisan luar epidermis, tetapi tidak sampai mengenai daerah

dermis. Sering disebut sebagai epidermal burn

c. Kulit tampak kemerahan, sedikit oedem, dan terasa nyeri.

d. Pada hari ke empat akan terjadi deskuamasi epitel (peeling).

2. Luka bakar grade II

a. Superficial partial thickness:

 Luka bakar meliputi epidermis dan lapisan atas dari dermis

 Kulit tampak kemerahan, oedem dan rasa nyeri lebih berat daripada luka

bakar grade I

 Ditandai dengan bula yang muncul beberapa jam setelah terkena luka

 Bila bula disingkirkan akan terlihat luka bewarna merah muda yang basah

 Luka sangat sensitive dan akan menjadi lebih pucat bila terkena tekanan

 Akan sembuh dengan sendirinya dalam 3 minggu (bila tidak terkena

infeksi), tapi warna kulit tidak akan sama seperti sebelumnya.

b. Deep partial thickness

 Luka bakar meliputi epidermis dan lapisan dalam dari dermis

 Disertai juga dengan bula

28
 Permukaan luka berbecak merah muda dan putih karena variasi dari

vaskularisasi pembuluh darah( bagian yang putih punya hanya sedikit

pembuluh darah dan yang merah muda mempunyai beberapa aliran darah

 luka akan sembuh dalam 3-9 minggu.

3. Luka bakar grade III

a. Menyebabkan kerusakan jaringan yang permanen

b. Rasa sakit kadang tidak terlalu terasa karena ujung-ujung saraf dan

pembuluh darah sudah hancur.

c. Luka bakar meliputi kulit, lemak subkutis sampai mengenai otot dan tulang

4. Luka Bakar grade IV

Berwarna hitam

Luka bakar menyebabkan terjadinya hipermetabolisme akibat stimulasi

sitokin-sitokin berlebihan yang menyebabkan meningkatnya respons stres akibat

proses infeksi. Proses inflamasi umumnya meningkat segera setelah trauma terjadi

dan bertahan sekitar 5 minggu paska trauma. Respons metabolisme yang terjadi

diantaranya peningkatan suhu, kebutuhan O2, glukosa serta peningkatan produksi

CO2. Komplikasi yang terjadi pada pasien luka bakar antara lain, gagal napas, syok

dan infeksi sistemik ke berbagai organ yang dapat menyebabkan kematian

(Dzulfikar, 2012).

Pertolongan pertama pada pasien dengan luka bakar :

a. Segera hindari sumber api dan mematikan api pada tubuh, misalnya dengan

menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar untuk menghentikan pasokan

oksigen pada api yang menyala

b. Singkirkan baju, perhiasan dan benda-benda lain yang membuat efek Torniket,

karena jaringan yang terkena luka bakar akan segera menjadi oedem

29
c. Setelah sumber panas dihilangkan rendam daerah luka bakar dalam air atau

menyiramnya dengan air mengalir selama sekurang-kurangnya lima belas menit.

Proses koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan suhu tinggi berlangsung

terus setelah api dipadamkan sehingga destruksi tetap meluas. Proses ini dapat

dihentikan dengan mendinginkan daerah yang terbakar dan mempertahankan

suhu dingin ini pada jam pertama sehingga kerusakan lebih dangkal dan

diperkecil.

d. Akan tetapi cara ini tidak dapat dipakai untuk luka bakar yang lebih luas karena

bahaya terjadinya hipotermi. Es tidak seharusnya diberikan langsung pada luka

bakar apapun.

e. Evaluasi awal

f. Prinsip penanganan pada luka bakar sama seperti penanganan pada luka akibat

trauma yang lain, yaitu dengan ABC (Airway Breathing Circulation) yang diikuti

dengan pendekatan khusus pada komponen spesifik luka bakar pada survey

sekunder (Vorstenbosch, 2017).

Beberapa Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan yang berisiko terjadi

di Pabrik Minyak Kelapa Sawit BAH Jambi antara lain yaitu :

Hipertensi

Tekanan darah tinggi adalah masalah kesehatan masyarakat. Prevalensi global

tekanan darah tinggi (didefinisikan sebagai sistolik dan/atau tekanan darah

diastolik ≥ 140/90 mmHg) pada orang dewasa berusia 18 tahun atau lebih adalah

sekitar 22% di 2014. Tekanan darah tinggi adalah faktor risiko kardiovaskular

utama dalam kasus stroke, insufisiensi jantung, insufisiensi ginjal dan penyakit

koroner (misalnya severe coronary syndrome atau infark miokard), yang semuanya

bertanggung jawab atas penyebab utama kematian di dunia. Dari 17.000.000 pasien

30
yang meninggal setiap tahun akibat penyakit kardiovaskular, diperkirakan

7.000.000 hingga 8.000.000 pasien menderita tekanan darah tinggi. Pada 2010,

tekanan darah tinggi adalah salah satu faktor risiko utama untuk kematian di dunia

dan diperkirakan telah menyebabkan 9.400.000 kematian dan 7% dari beban

penyakit. Menurut studi STEPS, prevalensi tekanan darah tinggi secara signifikan

lebih tinggi di daerah perkotaan (29,54%) daripada di daerah pedesaan (26,44%) (p

< 0.01). Prevalensi tekanan darah tinggi berbeda di setiap benua dan Negara

(Vikkey Hinson et al., 2019).

Tekanan darah tinggi sekarang menjadi tantangan besar bagi seluruh populasi,

terutama di daerah kerja yang berkaitan dengan tingkat morbiditas, kematian, dan

cacat kerja yang terkait dengan penyakit ini. Beberapa penelitian yang dilakukan di

tempat kerja telah menunjukkan tingkat prevalensi 19,6% di antara karyawan

perusahaan industri di Tunisia, 29,7% pekerja dari Otoritas Pelabuhan Abidjan,

28,9% pekerja perusahaan telekomunikasi di Togo, 43,7% pekerja perusahaan

telekomunikasi swasta di Senegal, 49,3% tugang giling di Kongo dan 32,5% di

antara karyawan Departemen Kesehatan Benin di 2012 (Vikkey Hinson et al.,

2019).

Terjadinya hipertensi dipengaruhi oleh banyak factor, seperti: genetika,

kebiasaan perilaku, pola makan, faktor mental dan psikologis, dan faktor

pekerjaan. Jika kelompok berisiko tinggi dapat mengubah kebiasaan buruk dan

kebiasaan makan sedini mungkin, secara efektif dapat mengurangi kejadian

hipertensi, setidaknya sangat mengurangi kejadian hipertensi, sehingga penilaian

risiko hipertensi dianggap sebagai cara yang efektif untuk mencegah hipertensi

(Wu et al., 2019).

31
Terapi awal hipertensi disarankan menggunakan monoterapi atau kombinasi

obat 1 pil (Nerenberg et al., 2018)

i. Rekomendasi monoterapi sebagai berikut:

a. Thiazide/thiazide-like diuretic, dengan saran pilihan durasi kerja diuretik

lebih lama

b. Beta blocker (untuk pasien di bawah 60 tahun);

c. ACE inhibitor (untuk pasien nok kulit hitam);

d. Angitotensin Reseptor Blocker atau ARB; atau

e. Calcium channel blocker (CCB) durasi panjang.

ii. Rekomendasi obat kombinasi dalam 1 pil adalah ACE inhibitor yang

dikombinasi dengan CCB, ARB dengan CCB, atau diuretic dikombinasi dengan

ACE inhibitor atau ARB.

iii. Kondisi hipokalemi harus dicegah pada pasien yang menjalani terapi dengan

thiazide/thiazide-like diuretic monotherapi.

Terapi Medikamentosa meliputi :

- Olahraga

Untuk individu non-hipertensi (untuk mengurangi kemungkinan

menjadi hipertensi) atau untuk pasien hipertensi (untuk mengurangi tekanan

darah mereka), direkomendasikan untuk olah raga dengan waktu minimal 30-

60 menit latihan intensitas sedang (misalnya, berjalan, jogging, bersepeda,

atau berenang) 4-7 hari per minggu di samping kegiatan rutin hidup sehari-

hari. Intensitas latihan yang lebih tinggi tidak lebih efektif. Untuk non-

hipertensi atau individu hipertensi tahap 1, penggunaan latihan tahanan atau

berat badan (seperti angkat berat bebas, tetap angkat berat, atau latihan

leluasa) tidak mempengaruhi BP.

32
- Mengurangi Berat Badan

1. Tinggi, berat, dan lingkar pinggang harus diukur dan indeks massa tubuh

dihitung untuk semua orang dewasa.

2. Mempertahankan berat badan yang sehat (indeks massa tubuh 18,5 hingga

24,9 kg/m2, dan lingkar pinggang < 102 cm untuk pria dan < 88 cm untuk

wanita) dianjurkan untuk penderita non hipertensi untuk mencegah

hipertensi dan untuk pasien hipertensi mengurangi BP. Semua penderita

hipertensi kelebihan berat badan harus disarankan untuk menurunkan berat

badan.

3. Strategi penurunan berat badan harus menggunakan pendekatan multidisiplin

yang mencakup edukasi diet, peningkatan aktivitas fisik, dan intervensi

perilaku (Nerenberg et al., 2018).

Tinea Corporis

Tinea korporis merupakan dermatofitosis yang mengenai kulit tidak berambu

(glabrosa), kecuali telapak tangan, telapak kaki, dan sela paha. Beberapa

penelitian di dunia yang telah dilakukan melaporkan bahwa tinea korporis

merupakan bentuk dermatofitosis yang paling sering ditemukan (Juwita, et al.,

2016).

Distribusi penyebaran spesies penyebab dan karakteristik tinea kruris dan tinea

korporis bervariasi bergantung berbagai faktor, yaitu kondisi geografi, iklim,

populasi, gaya hidup, migrasi, kultur budaya, tingkat pendidikan, sosioekonomi

dan pekerjaan (Juwita, et al., 2016).

33
Dermatofita tumbuh optimal pada suhu 15 - 35°C pada kulit manusia yang

hangat, dan lembap, sehingga dermatofitosis umumnya lebih banyak ditemukan di

negara tropis dan subtropis. Dematofitosis dapat pula diperberat oleh penggunaan

pakaian yang tertutup rapat, kelembapan tinggi, keadaan sosioekonomi yang

rendah, lingkungan tempat tinggal yang padat, dan higiene yang rendah (Juwita,

et al., 2016).

Keluhan yang sering ditemukan pada pasien tinea korporis adalah rasa gatal

hingga kadang-kadang disertai nyeri akibat iritasi karena garukan. Rasa gatal

terutama dirasakan ketika berkeringat, saat cuaca panas, atau lembap. Pada tinea

korporis, lokasi paling sering terkena adalah bagian tubuh yang terpajan

lingkungan luar, seperti ekstremitas atas dan bawah serta perut. Infeksi

dermatofita umumnya memberikan gambaran klinis berupa makula dan plak

eritema atau hiperpigmentasi, berbatas tegas, dan pada tepi lesi kulit dapat

ditemukan papula, vesikel, atau pustula, dan disertai skuama. Pada bagian tengah

lesi kulit memberikan gambaran “menyembuh” atau central clearing (Juwita, et

al., 2016).

1) Kesesuaian/Ketidaksesuaian terhadap Pustaka


Secara garis besar PTPN IV Distrik BAH Jambi belum menerapkan Peraturan

Menteri Pertanian Republik Indonesia No 11/PERMENTAN/OT.140/3/2015

Tentang Sistem Sertifikasi Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Sustainable

Palm Oil Certification System/ ISPO) dan PP No 50 tahun 2012 tentang Penerapan

Sistem Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja dalam pelaksaannya.

IV. INTERVENSI (menggunakan 5 langkah penatalaksanaan gangguan kesehatan


akibat kerja)
LANGKAH 1: Proses Kerja

34
Berdasarkan hasil pengamatan pada proses kerja didapatkan beberapa masalah

yaitu masih belum lengkapnya APD (Alat Pelindung Diri) pada semua unit kerja seperti

masker, topi, sarung tangan, helm dan lain-lain, yang digunakan para karyawan

sehingga berdampak pada beberapa risiko yaitu seperti risiko terjadinya penyakit akibat

kerja. Posisi tidak ergonomis yang dilakukan oleh pekerja sehingga dapat meningkatkan

risiko penyakit akibat kerja atau penyakit yang berhubungan dengan kerja, sehingga

perlunya dilakukan sosialisasi kepada petugas kesehatan mengenai posisi ergonomis

saat bekerja.

Pekerjaan yang terorganisir, dikerjakan sesuai dengan prosedur, tempat kerja

yang luas, istirahat yang cukup dapat mengurangi bahaya dan kecelakaan dalam proses

pengolahan minyak kelapa sawit. Kecelakaan tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi

dapat dicegah, terjadi dengan tiba-tiba dan tentunya tidak direncanakan ataupun tidak

diharapkan oleh pegawai, yang dapat menyebabkan kerusakan pada alat-alat, makanan

dan “melukai” karyawan/ pegawai.

LANGKAH 2: Lingkungan Kerja

Berdasarkan hasil pengamatan pada lingkungan kerja didapatkan beberapa

masalah yaitu nilai Ambang Bising >85 dB, suhu dan kelempada area Loading Ramp,

Sterilizer, Trasher serta Digester dan Press melebihi batas nilai normal, pencahayaan

ruangan yang tidak memadai serta paparan getaran melebihi ambang batas.

Gangguan kebisingan yang melebihi ambang batas dapat di minimalisasi dengan

penggunaan alat pelindung diri berup ear-muff ataupun ear plug. Iklim kerja yang tidak

sesuai dan suhu panas menyebabkan beberapa keluhan seperti dehidrasi, badan mudah

lelah, nyeri kepala dan sebagainya, hal yang dapat dilakuka untuk meminimalisasi hal

ini dengan memenuhi kecukupan kalori sesuai beban kerja, asupan cairan yang adekuat

35
(minimal 8 gelas/hari), tidak terlalu dekat dengan alat yang meghasilkan uap panas dan

pemakaian pakaian berwarna terang untuk menghambat dan dan menurunkan efek

panas radiasi. Pencahayaan yang tidak adekuat dapat dievaluasi dengan memastikan

setiap pekerja mendapatkan penerangan yang sesuai dapat menurunkan risiko

kecelakaan kerja. Pengendalian getaran dapat dilakukan dengan mendesain ulang

peralatan dengan memasangkan peredam getaran, bila getaran disebabkan oleh mesin

besar, gunakan penutup lantai yang bersifat menyerap getaran dan gunakan alas kaki.

LANGKAH 3: Kondisi Karyawan

Penyakit yang sering menjadi keluhan pasien salah satunya adalah NIHL

dimana pasien merasa merasa pendengerannya hilang mendadak. Hal ini karena pasien

yang tiap hari bekerja dengan lingkungn bising dengan intensitas tinggi dan dalam

jangka waktu yang lama tanpa menggunakan alat pelindung pelindung telinga. Selain

itu pada proses pengolahan minyak sawit berada pada suhu yang tinggi, kerap kali

terjadi pekerja yang tidak memakai APD tidak sengaja terkena cairan tersebut sehingga

menyebabkan luka bakar. Maka dari itu kelengkapan APD pada tiap unit harus

diperhatikan.

Perlu diadakan pemeriksaan kesehatan kesehatan secara berkala agar bisa

mendeteksi lebih dini gangguan kesehatan pada karyawannya. Penyediaan bilik

kesehatan untuk keadaan gawat saat terjadi kecelakaan kerja agar pekerja segera bisa

ditangani.

LANGKAH 4: Kebijakan Manajemen

Penerapan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja di PTPN IV Bah Jambi

melalui P2K3(Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja). Pelatihan belum

dilakukan secara teratur dan tidak terdapat sistem yang menjamin dilakukan pelatihan

ulang dan evaluasi setiap sesi pelatihan. Kejadian kecelakaan kerja berkaitan dengan

36
faktor manajemen. Oleh karena itu perlu menjalankan program kerja Panitia Pembinaan

Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang baru dibentuk agar rencana keselamatan dan

kesehatan kerja perusahaan berjalan sesuai dengan prosedur standar.

LANGKAH 5: Regulasi yang Berlaku

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1996, PT Perkebunan VII

dilebur, selanjutnya dilaksanakan penggabungan (Merger) PT.Perkebunan di wilayah

Sumatera Utara dan PT Perkebunan VI, PT . Perkebunan VI, PT. Perkebunan VII, PT

Perkebunan VIII dilebur menjadi satu Badan Usaha PT. Perkebunan Nusantara IV

(Persero).

Sesuai dengan regulasi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun

1970, industri khususnya di pabrik kelapa sawit, perlu adanya keselamatan dan

kesehatan kerja untuk mencegah atau menanggulangi kecelakaan kerja. Pelaksanaan

keselamatan dan kesehatan kerja di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) ini telah mendapat

perhatian dengan telah dibentuknya P2K3, disediakannnya alat pelindung diri, dan

pembekalan beberapa karyawan dengan pengetahuan K3 dengan mengirim mereka di

berbagai pelatihan yang berkaitan dengan masalah K3. Namun pada pelaksanaannya

masih belum sesuai dengan regulasi undang-undang tersebut dimana masih banyak

pekerja yang tidak menggunakan APD saat sedang bekerja. Untuk mengatasi hal

tersebut perusahaan dapat menerapkan beberapa hal yaitu perlu diadakan evaluasi

mengenai penggunaan APD untuk meminimalisir terjadinya kecelakaan saat kerja.

Perusahaan perlu memberikan sanksi yang tegas terhadap pekerja yang tidak pakai APD

dan bagi pekerja yang menggunakan alat pelindung diri lengkap sebaiknya

dipertahankan untuk menggunakan alat pelindung diri lengkap saat bekerja.

37
38
LAMPIRAN

Pabrik Kelapa Sawit Distrik BAH JAMBI

Jembatan Timbang

Loading Ramp

39
Unit Sterilizing

40
Unit Threshing

Unit Digesting

41
Unit Pressing

42
Unit Purifying

43
Unit Drying

44
DAFTAR PUSTAKA

Ashar, Tiffani Dinda., Saftarina, Fitria., Wahyudo, Riyan., 2017, Penyakit Akibat Panas,
Jurnal Medula Vol. 7 No. 5

Baalijas JSK, dkk. 2015. Penentuan Tingkat Kebisingan Pada Pabrik Kelapa Sawit Pt Tasma
Puja Kecamatan Kampar Timur. JOM FMIPA Volume 2(1), pp. 235-264.

Gunawan AC, 2016. Analisis Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (Studi Evaluasi
Penanggulangan Kecelakaan Kerja Karyawan Pabrik Kelapa Sawit Rama Bakti
Estate, Kec Tapung Hilir, Kab Kampar, Riau). JOM FISIP, Vol 3(1), pp. 1-16.

Hendra, Rahardjo S. 2009. Risiko Ergonomi Dan Keluhan Musculoskeletal Disorders


(MSDs) Pada Pekerja Panen Kelapa Sawit, pp. 1-8.

Ikhssani A. 2019. Bahaya Potensial Fisik Padaproses Pengolahan Kelapa Sawit Pt


Perkebunan Nusantaravii Tahun 2019. Jurnal Kesehatan Masyarakat Volume 10 No 2,
pp. 95-103.

Kampong Cip, 2010, Proses Pengolahan Minyak Kelapa Sawit (Crude Palm Oil),
https://kampongpergam.wordpress.com/2010/01/24/proses-pengolahan-minyak-
kelapa-sawit-crude-palm-oil/ (diakses pada 30 Juni 2020 pukul 16.00)

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Kesehatan dan Keselamatan Kerja.


Jakarta : Pusdik SDM Kesehatan

Majalah Internal Nusantara Empat, 2018, Majalah Internal Nusantara Empat Edisi Mei:
Kebun Bah Jambi Rebound, Medan : Corporate Secretary PT Perkebunan Nusantara
IV

Nerenberg, K. A. et al. (2018) ‘Hypertension Canada’s 2018 Guidelines for Diagnosis, Risk
Assessment, Prevention, and Treatment of Hypertension in Adults and Children’,
Canadian Journal of Cardiology, 34(5), pp. 506–525. doi: 10.1016/j.cjca.2018.02.022.

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor, (5). Tahun 2018 Tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor (88). Tahun 2019 Tentang Kesehatan
Kerja.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, 2012, Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan


dan Kesehatan Kerja.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2016, Tentang Standar Dan Persyaratan
Kesehatan

Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia, 2015, Tentang Sistem Sertifikasi Kelapa
Sawit Berkelanjutan Indonesia (ISPO)

45
Rudi Kho, 2019, Begini ternyata proses pengolahan minyak di PKS,
https://youtu.be/UQ6l6MmBLE0 (diakses pada 30 Juni 2020 pukul 10.00)

Salawati S. 2013. Noise-Induced Hearing Loss. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala Volume 13,
pp. 45-49.

Saputra., Dedyanto Henky., 2016, Peran Probiotik dalam Manajemen Luka Bakar, Cermin
Dunia Kedokteran Vol 43 No. 48

Undang-Undang Republik Indonesia No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Paragraf


4: Waktu Kerja. Pasal 77-85.
https://www.ilo.org/dyn/natlex/docs/ELECTRONIC/64764/71554/F1102622842/IDN
64764.pdf
Vikkey Hinson, A. et al, 2019, Epidemiological Aspects of the High Blood Pressure in
Occupational Environment-Case of a Bank in Cotonou (Benin)’, Journal of
Environmental Science and Public Health, 03(03), pp. 435–449. doi:
10.26502/jesph.96120074.

Vorstenbosch, Joshua., 2019, Thermal Burn Overview,


https://emedicine.medscape.com/article/1278244-overview (Diakses pada 3 Juli 2020
jam 22.00 WIB)

Wu, J. H. et al. (2019) ‘Risk Assessment of Hypertension in Steel Workers Based on LVQ
and Fisher-SVM Deep Excavation’, IEEE Access, 7, pp. 23109–23119. doi:
10.1109/ACCESS.2019.2899625.

Yuwita, Wulan., Ramali, Lies Marlaysa., Miliawati, Risa., 2016, Karakteristik Tine Kruris
dan atau Tinea Korporis di RSUD Ciamis Jawa Barat, Berkala Ilmu Kesehatan Kulit
dan Kelamin Vol. 28 No 2

46
47

Anda mungkin juga menyukai