Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

NIKAH
MATA KULIAH DOSEN PENGAMPU
FIQIH Drs. Abdus Sani, M.Ikom

PENDIDIKAN OLAHRAGA

Kelompok 4 :
Nama : Jam’ani
Npm : 19240126
Nama : Dwiky Arsy Syahnanda
Npm : 19240133
Nama : Siti Maryati
Npm : 19240042
Nama : Muhammad Rizky Ramadhan
Npm : 19240105

Kelas : Non Reg Bjm C

FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN (UNISKA)
MUHAMMAD ARSYAD AL-BANJARY
BANJARMASIN
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Telah diketahui bahwa pernikahan adalah sunnah Nabi. Dalam al-Qur’an Allah SWT juga
berfirman Qs. Dzariyat bahwa makhluk yang bernyawa itu diciptakan berpasang-pasangan, baik
laki-laki maupun perempuan. Oleh sebab itu wahai dara pemuda, jangan kau habiskan waktu
mudamu untuk memikirkan hal yang sudah dijamin untukmu tapi gunakanlah waktu mudamu
untuk memperbaiki diri dan terus beramal sholeh karena Allah SWT.
Pernikahan bukan sekedar perintah agama yang diatur oleh syariat Islam dan merupakan satu-
satunya jalan penyaluran seks yang disahkan oleh agama Islam.[1] Namun, bagaimana
pernikahan itu dapat digunakan untuk mengagungkan Allah SWT dengan harapan sakinah
mawadah wa rahmah wa dzurriyah. Pernikahan bukan sekedar menyatukan dua insan, tetapi
juga merupakan sebuah fondasi kemajuan umat. Karena pendidikan awal bagi akhlak manusia
berasal dari keluarga. Membangun keluarga yang saleh, merupakan cita-cita luhur, demi
tercapainya umat yang madani.[2]
Islam mengajarkan bahwa pernikahan merupakan peristiwa yang patut disambut dengan rasa
syukur dan gembira. Islam telah memberikan konsep yang jelas tentang tata cara ataupun
proses sebuah pernikahan yang berlandaskan al-Qur’an dan as-Sunnah yang shahih. Oleh
karena itu, dalam makalah ini penyusun akan belajar rmengeksplorasi pengertian pernikahan,
tujuan dan hikmah disyariatkan pernikahan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari pernikahan ?
2. Apa tujuan dari pernikahan ?
3. Apa saja hikmah atas disyariatkannya pernikahan ?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk memahami pengertian dari pernikahan.
2. Untuk memahami tujuan adanya pernikahan.
3. Untuk mengambil hikmah atas disyariatkannya pernikahan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pernikahan
1. Pengertian Pernikahan
Pernikahan atau perkawinan berasal dari dua kata, an-nikah (‫ ) النكاح‬dan az-ziwaj/az-
zawj atau az-zijah (‫ الزيجه‬-‫ الزوج‬-‫)الزواج‬.[3] Kedua kata itulah yang digunakan oleh bangsa Arab
dan tercantum dalam al-Qur’an.
Nikah secara bahasa berarti al-wath’u, adh-dhammu, al;jam’u. Al-wath’u artinya berjalan di
atas, melalui, memijak, menginjak, memasuki, menaiki, menggauli, dan bersetubuh atau
bersenggama. Adh-dhammu artinya mengumpulkan, memegang, menggabungkan,
menyayukan, menyandarkan, merangkul, memeluk, dan menjumlahkan serta lunak dan
ramah. Al-jam’u berarti mengumpukan, menghimpun, menggabungkan, menyatukan,
menjumlahkan, dan menyusun.[4]
Sedangkan menurut istilah nikah berarti suatu akad yang menghalalkan pergaulan antara
seorang laki-laki dan perempuan yang bukan mahram yang menimbulkan hak dan kewajiban
atas keduanya. Dalam pengertian luas, pernikahan adalah suatu ikatan lahir antara dua orang,
laki-laki dan perempuan, untuk hidup bersama dalam rumah tangga dan keturunan yang
dilangsungkan menurut ketentuan-ketentuan Islam.[5]
Menurut ahli Ushul, nikah secara majazi (metaphoric) ialah bersetubuh yakni akad yang
menghalalkan hubungan alat kelamin laki-laki dan perempuan. Sedangkan menurut fuqaha,
nikah adalah akad yang diatur oleh agama untuk memberikan kepada pria hak memiliki dan
menikmati faraj dan seluruh tubuh wanita itu dan membentuk rumah tangga.
Dari definisi nikah di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:
a. Hak kemanfaatan atas istri hanya dimiliki oleh suami, maka selain suami haram merasakan
kenikmatan itu.
b. Si istri tidak terikat dengan suami karena ia mempunyai hak untuk melepaskan diri dari
suami.
c. Faraj si istri adalah hak miliknya selaku pemilik raqabah (budak atau benda) dan manfa’at,
jika terjadi kekeliruan dalam wati syubhat (kekeliruan pasangan tanpa maksud), maka wajib
atas suami membayar misl kepada istri.
d. Suami tidak berkewajiban menyetubuhi istrinya, tetapi istri berkewajiban menyerahkan faraj
sewaktu diminta suaminya.[6]
e. Saling pengertian antar pasutri dengan cara ma’ruf pada Allah lewat manusia.
Dalam UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin
antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga ( rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa. Dan dalam pasal 2 ayat (1)
dan pasal 2 ayat (2) menyebutkan bahwa perkawinan sah apabila dilakukan menurut hukum
masing-masing agama dan kepercayaann yaitu. Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut
peraturan perrundang-undangan yang berlaku.[7] Sehingga, dari pengertian di atas terdapat
tiga pandangan :
a. Dari segi hukum pernikahan adalah perjanjian, seperti: ijab qabul dengan syarat dan
rukunnya, prosedur talak, fasakh, syiqoq, nusus, dan sebagainya.
b. Dari segi sosial, orang yang sudah berkeluarga lebih dihargai.
c. Dari segi agama, ikatan pernikahan adalah lembaga yang suci.
Kompilasi hukum Islam memberikan pengertian bahwa pernikahan tidak semata-mata sebagai
hubungan kontrak keperdataan biasa, akan tetapi merupakan akad yang sangat kuat mitsaaqan
ghaliidan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.[8]
Meskipun banyak perbedaan tentang perumusan pengertian pernikahan, tetapi dari sekian
rumusan yang dikemukakan terdapat terdapat kesamaan yaitu nikah merupakan ikrar suci
antara laki-laki dan perempuan dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia.
2. Dasar-Dasar Pernikahan
a. Al-Qur’an
Qs. ad-Dzariyat: 49
ْ ‫ن لَ َعلَّك‬
َ‫ُم تَ َذك َُّرون‬ َ ‫خلَ ْق َنا َز ْو‬
ِ ‫ج ْي‬ َ ‫ي ٍء‬
ْ ‫ش‬
َ ‫ل‬
ّ ِ ‫ن ُك‬
ْ ‫َو ِم‬
Artinya: “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat
kebesaran Allah”[9]

Qs. ar-Rum: 21
ٍ َ‫ل َءا ٰي‬
‫ت‬ َ ‫ك‬ َ ِ‫م ۚ ًة إِنَّ فِى ٰ َذل‬ ْ ‫ل َب ْي َنكُم َّم َو َّد ًة َو َر‬
َ ‫ح‬ َ ‫س ُك ُن ٓو ۟ا إِلَ ْي َها َو‬
َ ‫ج َع‬ ً ‫ُم أَ ْز ٰ َو‬
ْ ‫جا لِ ّ َت‬ ِ ‫ن أَن ُف‬
ْ ‫سك‬ ْ ‫ق لَكُم ِ ّم‬ َ ْ‫ه أَن‬
َ َ‫خل‬ ‫ن َءا ٰيَتِ ِٓۦ‬
ْ ‫َو ِم‬
َ‫لِ ّ َق ْو ٍم يَ َت َفك َُّرون‬
Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-
Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.[10]

Qs. an-Nur: 32
‫ع‬
ٌ ‫س‬ ‫ضلِ ِۗۦ‬
ِ ‫ه َوٱللَّ ُه َوا‬ ْ ‫ن َف‬
ْ ‫م ٱللَّ ُه ِم‬
ُ ‫وا ُف َق َرٓا َء ُي ْغنِ ِه‬ ْ ۚ ‫ُم َوإِ َمٓائِك‬
۟ ‫ُم إِن يَكُو ُن‬ ْ ‫عبَا ِدك‬
ِ ‫ن‬
ْ ‫ين ِم‬
َ ‫ح‬ َّ ٰ ‫ُم َوٱل‬
ِ ِ‫صل‬ ْ ‫ى ِم ْنك‬ َ َ‫وا ٱأْل َ ٰي‬
ٰ ‫م‬ ُ ِ‫َوأَ ْنك‬
۟ ‫ح‬
‫م‬
ٌ ‫َعلِي‬
Artinya: “Dan kawinkanlah orang-orang yang sedir diantara kamu, dan orang-orang yang layak
(berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang
perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah
Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui”.[11]

Qs. an-Nisa: 1
‫سٓا ۚ ًء‬
َ ِ‫جااًل َكثِي ًرا َون‬
َ ‫ما ِر‬
َ ‫ج َها َوبَثَّ ِم ْن ُه‬ َ ‫ق ِم ْن َها َز ْو‬َ َ‫خل‬ ِ ‫س ٰ َو‬
َ ‫ح َد ٍة َو‬ ٍ ‫خلَ َقكُم ِ ّمن نَّ ْف‬
َ ‫ُم ٱلَّ ِذى‬ ۟ ‫اس ٱتَّ ُق‬
ُ ‫وا َربَّك‬ ُ ‫يٰ ٓاَيُّ َها ٱل َّن‬
‫ُم َرقِيبًا‬ ْ ‫م إِنَّ ٱللَّ َه َكانَ َعلَ ْيك‬ َ ‫ه َوٱأْل َ ْر‬
َ ۚ ‫حا‬ ‫سٓا َءلُونَ بِ ِۦ‬ ۟ ‫َوٱتَّ ُق‬
َ َ‫وا ٱللَّ َه ٱلَّ ِذى ت‬
Artinya: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu
dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah
memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah
yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain dan
(peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.
[12]

b. Hadis
‫ن‬ِ ‫الشبَابِ َم‬ َّ ‫ش َر‬َ ‫ َيا َم ْع‬: ‫م‬ َ َّ‫سل‬ ِ ‫صلَّى ال ٰل ّ ُه َعلَ ْي‬
َ ‫ه َو‬ َ ‫ه‬ ِ ّ ‫ل ال ٰل‬ُ ‫س ْو‬ ُ ‫ل َر‬ َ ‫ َقا‬،‫ي ال ٰل ّ ُه َع ْن ُه‬ َ ‫ض‬ ِ ‫س ُع ْو ٍد َر‬ ْ ‫ن َم‬
ٰ
ُ ‫ن َع ْب ُد الل ّه اِ ْب‬
ْ ‫َع‬
ٰ‫ص ْو ِم َفاِنَّ ُه لَ ُه‬
َّ ‫ه بِال‬ِ ‫ع َف َعلَ ْي‬eْ ‫ط‬ِ ‫س َت‬ ْ َّ‫ن ل‬
ْ َ‫م ي‬ ْ ‫ن لِ ْل َف ْرجِ َو َم‬
ُ ‫ص‬ َ ‫ح‬ ْ َ‫ص ِر َوا‬ َّ ‫ُم ْالبَا َء َة َف ْليَ َت َز َّو ْج َفاِنَّ ُه اَ َغ‬
َ َ‫ض لِ ْلب‬ ْ ‫ع ِم ْنك‬ َ ‫اس َتطَا‬ ْ
‫جا ٌء )متفق عليه‬
َ ‫ِو‬
Artinya: “Abdullah Ibnu Mas’ud Radiyallahu’anhu berkata: Rasulullah SAW bersabda pada kami:
“Wahai generasi muda, barang siapa di antara kamu teelah mampu berkeluarga hendaknya iya
kawin, karena ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Baraang siapa
belum mampu hedaknya berpuasa, sebab ia dapat mengendalikan”. (HR. Muttafaqun’alaih).
[13]

‫ل‬َ ‫كاحِ َو َقا‬َ ّ‫ق بِال ِن‬َ ‫الرّ ْز‬


ِ ‫س ْوا‬ ُ ‫م‬ ِ ‫ي ال َت‬ ُّ ِ‫ل ال َّنب‬َ ‫ َو َقا‬.‫ي‬ َ ‫ي َفلَ ْي‬
ْ ّ‫س ِم ِن‬ ْ ِ‫س َّنت‬
ُ ‫ن‬
ْ ‫ب َع‬
َ ‫غ‬
ِ ‫ن َر‬ َ ‫ي َف‬
ْ ‫م‬ ْ ِ‫س َّنت‬
ُ ‫ح‬ َ ّ‫ي ال ِن‬
ُ ‫كا‬ َ ‫َقا‬
ُّ ِ‫ل ال َّنب‬
ْ
‫ف ال ِعبَا َد ِة‬
ُ ‫ص‬ ْ ِ‫ي ن‬َ ‫ط‬ َ
ِ ‫ج فق َْد ا ُْع‬ َ ‫ن تَ َز َّو‬ ْ ‫ي َم‬ ُّ ِ‫ال َّنب‬
Artinya: Nabi bersabda: “menikah (itu) sunnahku, barang siapa yang benci dari sunnahku maka
tiada bagiku”. Dan Nabi bersabda:”carilah kalian rizekk dengan menikah”. Dan Nabi
bersabda:”siapa yang nikah maka sungguh diberi separo ibadah.[14]

‫ك‬
َ ‫ت يَ َدا‬
ْ َ‫ن تَ ِرب‬
ِ ‫ِد ْي‬
eِّّ ‫ت ال‬ ْ ‫ َفا‬،‫مالِ َها َولِ ِد ْي ِن َها‬
ِ ‫ظ َف ْر بِذَا‬ َ ‫ج‬
َ ِ‫س ِب َها َول‬
َ ‫ح‬ َ ِ‫ل‬: ٍ‫م ْرأَ ٌة َٔاِل ْربَع‬
َ ِ‫مالِ َها َول‬ َ ‫ح ا ْل‬ َ ‫ ُت ْن‬.
ُ ‫ك‬
Artinya: “Seorang wanita dinikahi karena empat hal; karena hartanya, keturunannya,
kecantikannya, dan agamanya. Maka hendaklah kamu pilih wanita yang taat agamanya (ke-
Islamannya), niscaya kamu akan beruntung.

Dalil di atas itulah yang menjadi dasar hukum bahwa pernikahan merupakan salah satu hal yang
sangat disenangi Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW untuk dilaksanakan. Hal ini
membuktikan bahwa isi kandungan dari al-Qur’an sangat benar sebagai petunjuk manusia dan
membuktikan Maha Kuasa Allah SWT yang menciptakan manusia yang diberi rasa cinta.

3. Hukum Pernikahan
Pemahaman terhadap hukum nikah asalanya adalah mubah, namun dapat berubah menurut
ahkâmal-khamsah (hukum yang lima) sesuai keadaan pelakunya, secara rinci hukum pernikahan
sebagai berikut:
a. Wajib. Bagi orang yang mampu untuk menikah dan nafsunya telah mendesak, serta takut
terjerumus kelembah perzinaan.
b. Haram. Apabila motivasi menikah karena ada niatan jahat, seperti: menyakiti istri,
keluarganya, serta niatan jahat yg lain.[15] Tau bahwa dirinya tidak mampu berumah tangga
dan melaksanakan kewajiban lahir dan batin.
c. Sunnah. Bagi orang yang sudah mampu, tetapi masih sangup mengendalikan nafsunya dari
perbuatan haram. Maka, menikah lebih baik dari pada membujang.
d. Mubah. Bagi orang yang tidak ada halangan untuk menikah dan dorongan untuk menikah
belum membahayakan dirinya.
e. Makruh. Bagi orang yang lemah syahwat dan tidak mampu memberi nafkah.[16]
Dari uraian di atas menggambarkan bahwa dasar perkawinan menurut Islam, pada dasarnya
bisa menjadi wajib, haram, sunnah, mubah dan makruh tergantung keadaan maslahat atau
mafsadatnya.
B. Tujuan Pernikahan
Tujuan pernikahan pada umumnya tergantung masing-masing individu yang akan
melakukannya artinya bersifat subyektif. Adapun tujuan pernikahan antara lain:
1. Menunjukkan tanda-tanda kebesaran Allah SWT.
2. Menjaga iffah (kehormatan diri).
3. Memperoleh keturunan yang sah yang akan melangsungkan keturunan serta
memperkembangkan suku-suku bangsa manusia.
4. Memenuhi naluri tuntunan hidup manusia.
5. Memelihara manusia dari kejahatan dan kerusakan.
6. Membentuk dan mengatur rumah tangga menjadi basis pertama dari masyarakat yang besar
di atas cinta dan kasih sayang.
7. Menumbuhkan kesungguhan berusaha mencari rezeki penghidupan yang halal, serta
memperbesar rasa tanggung jawab.[17]
Pernikahan juga bertujuan untuk menata keluarga sebagai subjek untuk membiasakan
pengalaman belajar agama, selain itu terdapat perjanjian (suci) antara seorang pria dan wanita,
yang mempunyai segu-segi perdata, diantaranya: kesukarelaan, persetujuan kedua belah pihak,
bebas memilih, dan darurat.[18] Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari
pernikahan ialah untuk menyatukan laki-laki dan perempuan dalam ikatan rumah tangga demi
memperoleh keturunan yang sah menurut syariat Islam dan terhindar dari perzinahan.

C. Hikmah Pernikahan
Mengenai hikmah pernikahan tidak lepas dari tujuan pernikahan itu sendiri, dan masih
berkaitan erat dengan tujuan diciptakannya manusia, antara lain:
1. Menyambung silaturahmi.
Dengan silaturahmi akan terbentuk struktur masyarakat, seperti: hubungan darah antara anak,
suami dan istri, hubungan keluarga dari pihak suami maupun istri, waris mewaris, solidaritas,
dan sebagainya.
2. Mengendalikan nafsu syahwat liar.
Dengan menikah seseorang yang awalnya belum memiliki ketetepan hati dan pikiranpun labil
maka setelah menikah dia telah memiliki pegangan dan tempatuntuk menyalurkan hati dan
melepaskan kerinduan serta gejolak nafsu pada pasangannya.
3. Menghindari diri dari perzinaan
Seseorang yang telah menikah telah menemukan tempat yang halal untuk menuangkan segala
hawa nafsunya yang telah bergejolak.[19]
4. Estafet amal manusia.
Anak sebagai pelanjut cita-cita dan menambah amal orang tuanya.
5. Keindahan kehidupan.
Yang paling indah bukanlah permata, ataupun kecantikan, namun ia adalah istri yang sholehah
yang senantiasa menjaga diri dan harta suaminya.
6. Memperbanyak keturunan.
7. Laki-laki dan perempuan dua sekutu yang berfungsi memakmurkan dunia dengan ciri
khasnya berbuat dengan berbagai macam pekerjaan.
8. Akan cenderung mengasihi orang yang dikasihi.
9. Manusia diciptakan dengan memiliki rasa ghirab (cemburu).
10. Berbuat baik yang banyak lebih baik dari pada berbuat baik yang sedikit.
11. Untuk mengeluarkan air sperma yang sangat bahaya jika ditahan.
Dan masih banyak lagi hikmah yang ada dalam pernikahan, seperti apa yang dilakukan
seseorang setelah menikah pahala amalnya semakin berlipat ganda, menikah merupakan
proses pendewasaan diri dimana sifat egois lebih direndahkan dan khususnya untuk istri mudah
sekali masuk surga, asal mau taat dan menjaga harta suami dengan baik.

KONSEP PEMINANGAN (KHITBAH) DALAM HUKUM ISLAM

A. Pengertian Peminangan (Khitbah) Al-Khitbah berasal dari lafadz Khathiba, yakhthibu,


khithbatun. Terjemahannya ialah lamaran atau pinangan. Al-Khithbah ialah permintaan seorang
laki-laki kepada seorang perempuan untuk dijadikan istri menurut cara-cara yang berlaku di
kalangan masyarakat. Dalam pelaksanaan khithbah (lamaran) biasanya masing-masing pihak
saling menjelaskan keadaan dirinya dan keluarganya. Khithbah merupakan pendahuluan
perkawinan, disyari‟atkan sebelum ada ikatan suami istri dengan tujuan agar waktu memasuki
perkawinan didasarkan kepada penelitian dan pengetahuan serta kesadaran masingmasing
pihak.1 Peminangan mengakar pada kata pinang-meminang yang artinya melamar, meminta,
mempersunting, dan menanyakan.2 Kata khitbah merupakan bentuk masdar dari kata khataba
yang diartikan sebagai meminang atau melamar. 3 Kata khitbah dalam istilah bahasa Arab
merupakan akar dari kata al- khitbah dan al- khatbu. Al- khitab berarti pembicaraan. Jika al-
khitab (pembicaraan) ada kaitannya dengan perempuan, maka makna eksplisit yang bisa kita
tangkap adalah pembicaraan yang menyinggung ihwal pernikahan. Sehingga, makna meminang
bila ditinjau dari akar katanya adalah pembicaraan yang berhubungan dengan lamaran atau
permohonan untuk menikah.

Macam-macam pernikahan
Dalam Islam terdapat macam-macam pernikahan yang digolongkan berdasarkan
hukum Islam yang berlaku. Macam-macam pernikahan tersebut yaitu sebagai
berikut:
1. Pernikahan Az Zawaj Al Wajib
Pernikahan Az Zawaj Al Wajib adalah pernikahan wajib yang harus dilakukan oleh
individu yang memiliki kemampuan untuk melakukan pernikahan serta memiliki
nafsu biologis (nafsu syahwat), dan khawatir pribadinya melakukan dosa paling berat
dalam Islam yakni perbuatan zina yang dosa dan dilarang Allah manakala tidak
melakukan pernikahan. Untuk menghindari perbuatan zina, maka melakukan
pernikahan menjadi wajib bagi individu yang seperti ini.
2. Pernikahan Az Zawaj Al Mustahab
Pernikahan Az Zawaj Al Mustahab adalah pernikahan yang dianjurkan kepada
individu yang mampu untuk melakukan pernikahan dan memiliki nafsu biologis
untuk menghindarkan pribadinya dari kemungkinan melakukan zina yang dosa.
Seorang muslim yang memiliki kemampuan dalam bidang ekonomi, serta sehat
jasmani dalam artian memiliki nafsu syahwat, maka dia tetap dianjurkan supaya
melakukan pernikahan meskipun individu yang bersangkutan merasa mampu untuk
memelihara kehormatan pribadinya.
Dalam suatu hadits, Rasulullah bersabda:
"Dari Abdillah berkata : Rasulullah SAW bersabda kepada kami, "hai para pemuda
barang siapa pribadi kalian mampu untuk melakukan pernikahan maka melakukan
pernikahanlah, sesungguhnya pernikahan itu menundukkan pandangan dan menjaga
farji (kehormatan). Dan barang siapa tidak mampu maka berpuasalah, sesungguhnya
puasa itu baginya sebagai penahan. (pribadiwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab
Pernikahan)"."
3. Pernikahan Az Zawaj Al Makruh
Pernikahan Az Zawaj Al Makruh merupakan pernikahan yang kurang atau tidak
disukai oleh Allah. Pernikahan ini bisa terjadi karena seorang muslim tidak memiliki
kemampuan biaya hidup meskipun memiliki kemampuan biologis, atau tidak
memiliki nafsu biologis meskipun memiliki kemampuan ekonomi, tetapi
ketidakmampuan biologis atau ekonomi itu tidak sampai membahayakan salah satu
pihak khususnya istri. Hal itu terjadi apabila seorang muslim akan menikah tetapi
tidak berniat memiliki anak, juga ia mampu menahan diri dari berbuat zina. Padahal,
apabila ia menikah ibadah sunnahnya akan terlantar.
4. Pernikahan Az Zawaj Al Mubah
Pernikahan Az Zawaj Al Mubah adalah pernikahan yang diperbolehkan untuk
dilakukan tanpa ada faktor-faktor pendorong atau penghalang. Seseorang yang
hendak menikah tetapi mampu menahan nafsunya dari berbuat zina, maka hukum
nikahnya adalah mubah. Sementara, ia belum berniat memiliki anak dan seandainya
ia menikah ibadah sunnahnya tidak sampai terlantar.
5. Pernikahan Haram
Pernikahan Haram adalah pernikahan yang berdasarkan hukum Islam haram apabila
seorang muslim menikah justru akan merugikan istrinya, karena ia tidak mampu
memberi nafkah lahir dan batin. Atau jika menikah, ia akan mencari mata
pencaharian yang diharamkan oleh Allah padahal sebenarnya ia sudah berniat
menikah dan mampu menahan nafsu dari zina.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengertian pengertian
a. Menikah berarti suatu akad yang menghalalkan pergaulan antara seorang laki-laki dan
perempuan yang bukan mahram yang menimbulkan hak dan kewajiban atas keduanya.
b. Dasar-dasar pernikahan, menurut al-Qur’an:. ad-Dzariyat: 49, ar-Rum: 21, an-Nur: 32, an-
Nisa: 1. Hadits: “Seorang wanita dinikahi karena empat hal; karena hartanya, keturunannya,
kecantikannya, dan agamanya. Maka hendaklah kamu pilih wanita yang taat agamanya (ke-
Islamannya), niscaya kamu akan beruntung”
c. Hukum Pernikahan ada 5, yaitu: wajib, sunah, makruh, mubah, dan haram. Hukum tersebut
tergantung keadaan.
2. Tujuan pernikahan pada umumnya tergantung masing-masing individu yang akan
melakukannya (subyektif), seperti: menunjukkan tanda-tanda kebesaran Allah SWT., menjaga
iffah (kehormatan diri), memperoleh keturunan yang sah, memenuhi naluri tuntunan hidup,
memelihara manusia dari kejahatan dan kerusakan, dan sebagainya.
3. Hikmah Pernikahan antara lain: menyambung silaturahmi, mengendalikan nafsu syahwat liar,
menghindari diri dari perzinaan, estafet amal manusia, memperbanyak keturunan, akan
cenderung mengasihi orang yang dikasihi, dan sebagainya.

Pernikahan adalah suatu bentuk keseriusan dalam sebuah hubungan. Selain merupakan
bentuk cinta, pernikahan dalam Islam merupakan salah satu bentuk ibadah kepada
Allah. Bahkan, disebutkan bahwa pernikahan adalah menggenapkan setengah agama.

Penyatuan dua insan, laki-laki dan perempuan ini diharapkan menjadi media dan tempat
yang sempurna untuk mendapatkan pahala dan ridho dari Allah SWT. Oleh karena itu,
pernikahan dalam islam merupakan sesuat yang sakral, jadi sebisa mungkin harus dijaga
bahkan hingga maut memisahkan.

Allah SWT memberikan keterangan mengenai keutamaan menikah. Bahkan, Allah SWT
akan memberikan karunia-Nya kepada laki-laki dan perempuan yang menikah karena-
Nya. Dalam salah satu ayat di dalam Alquran, Allah berfirman:

“Dan nikahkan lah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-
orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan
perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka
dengan karunia-Nya. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui.” (An-
Nur: 32).
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Suma Muhammad, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam. Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2004.

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia,. Jakarta: Kencana, 2006.

An-Nawawi, Imam, Syarah Shahih Muslim. Jakarta: Darus Sunnah Press, 2010.

Atabik, Ahmad dan Mudhiiah, Khoridatu, “Pemikiran Hukum dan Hukum Islam”
Pernikahan dan Hikmahnya Perspektif Hukum Islam, Yudisia, Vol. 5 No. 2, Desember 2014.

Huzaimah, Tahido Yanggo, Masail Fiqhiyah, Bandung: Angkasa, 2005.

Kompilasi Hukum Islam: 1997.

Miftahuljannah, Honey, Ta’aruf, Khitbah, dan Talak bagi Muslimah. Jakarta: Grasindo, 2014.

Qur-any 5

Rifa’I, Moh, Fiqih Islam Lengkap. Semarang: Karya Thoha Putra, 1978.

Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan. Yogyakarta:


Liberty,2007.

Sudarto, Masailul Fiqhiyah Al-Hadi’tsah. Yogyakarta: Deepublish, 2018.

Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010.

Tohari, Hamim i, Al-Qur’an Tirkrar. Jakarta: Sygma Examedia Arkanleema, 2014.

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Anda mungkin juga menyukai