Anda di halaman 1dari 24

DETERMINAN EFEKTIVITAS BELANJA DAERAH

DAN DAMPAKNYA PADA PERTUMBUHAN EKONOMI

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan


Guna Mencapai Derajat Sarjana S2
Program Magister Akuntansi

Disusun Oleh

MARSELA WIJAYANTI
121500476

MAGISTER AKUNTANSI
PROGRAM PASCASARJANA
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI
YAYASAN KELUARGA PAHLAWAN NEGARA
YOGYAKARTA
2017

i
PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Determinan Efektivitas Belanja Daerah dan
Dampaknya Pada Pertumbuhan Ekonomi

Marsela Wijayanti
STIE YKPN Yogyakarta
Marchella.w19@gmail.com

ABSTRACT

Increasing local budgets every year should be offset by increasing economic


growth, but in fact economic growth has decreased from 2012 to 2015. This study
aims to determine the effect of priority, the accuracy of allocation, timeliness,
transparency and accountability to the effectiveness of regional expenditure and its
impact on economic growth. The sample of this research is all districts and cities
in Indonesia. Sources of data used are secondary data from budget reports and
realized APBD obtained from the Directorate General of Fiscal Balance Ministry
of Finance of the Republic of Indonesia, performance evaluation report of local
government implementation (EKPPD) obtained from the Directorate General of
Regional Autonomy of the Ministry of Home Affairs of the Republic of Indonesia
and data of gross regional domestic product (GRDP) obtained from Indonesian
Central Bureau of Statistics. The data used are from 2012 to 2015. Data analysis
technique used is Partial Least Square (PLS). The result of the research shows that
the priority has influence to the effectiveness of regional expenditure, the accuracy
of allocation has no effect on the effectiveness of regional expenditure, the
timeliness effect on the effectiveness of regional expenditure, transparency and
accountability affect the effectiveness of regional expenditure and effectiveness
affect the economic growth.

Kata kunci : Prioritas, Ketepatan Alokasi, Ketepatan Waktu, Transparansi dan


Akuntabilitas, Pertumbuhan Ekonomi.

1. PENDAHULUAN
Otonomi daerah di Indonesia mulai di berlakukan pada tahun 1999 melalui UU
nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan seiring berjalannya waktu
UU tersebut dianggap tidak sesuai lagi dengan keaadaan sehingga mengalami
perubahan menjadi UU nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU
nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah. Pada tahun 2014 UU nomor 32 Tahun 2004 mengalami revisi
menjadi UU nomor 23 Tahun 2014.
Dengan dilaksanakannya otonomi daerah maka setiap daerah dapat
berfokus dalam memperbaiki kesejahteraan masyarakat. Setiap daerah dapat

repository.stieykpn.ac.id
PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dilakukan pengembangan yang disesuaikan dengan pemerintah daerah setempat,
kebutuhan, potensi dan kekhasan dari daerah tersebut. Sehingga setiap daerah dapat
membuktikan kemampuannya dalam melaksanakan kewenangannya yang menjadi
hak setiap daerah. Pemerintah daerah juga bebas berkreasi untuk mengembangkan
daerahnya selama tidak melanggar peraturan perundang-undangan yang ada. Maju
atau tidaknya suatu daerah ditentukan oleh Pemerintah Daerah itu sendiri dalam
dalam melaksanakan pembangunan.
Untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah tersebut maka dana
pemerintah yang semula dikelola oleh pemerintah pusat menjadi wewenang
pemerintah pusat menjadi wewenang pemerintah daerah melalui skema dana
transfer atau disebut dengan desentralisasi fiskal. Desentralisasi fiskal dengan
otonomi daerah ini tidak dapat dipisahkan. Mereka seperti dua sisi mata uang yang
berbeda namun saling melengkapi.
Desentralisasi fiskal yang efektif membutuhkan otoritas yang dimiliki
semua tingkat pemerintah untuk membuat keputusan mengenai pengeluaran dan
pendapatan yang mencukupi juga meningkatkan kemampuan daerah atau
penyerapan dari pemerintah pusat untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
tersebut. Mengikuti tema literatur desentralisasi fiskal yang menyebutkan “money
follows function” (Herwastoeti, 2010).
Prinsip money follows function menegaskan bahwa pengalokasian
anggaran harus berdasarkan fungsi masing-masing unit dalam organisasi
pemerintah. Prinsip ini mensyaratkan bahwa pemberian tugas dan kewenangan
kepada pemerintah daerah (expenditure assignment) akan diiringi oleh pembagian
kewenangan kepada daerah dalam hal penerimaan atau pendapatan (revenue
assignment). Dengan kata lain, penyerahan atau pelimpahan wewenang pemerintah
akan membawa konsekuensi anggaran yang diperlukan untuk melaksanakan
kewenangan tersebut. Secara filosofi maksud dari konsep ini adalah ingin
membangun konsep penganggaran yang efektif, efisien dan menjaga
kesinambungan fiskal melalui upaya peningkatan kualitas belanja (quality
spending), yang dimulai dari pelaksanaan program atau kegiatan oleh fungsi
organisasi yang tepat.
Pengaruh desentralisasi fiskal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi
jauh lebih besar melalui sisi pengeluaran dibandingkan sisi penerimaan daerah. Hal
ini disebabkan karena sejak memasuki pelaksanaan era desentralisasi, segala
sesuatu yang berkaitan dengan urusan dan tanggung jawab dalam penyediaan
pelayanan publik dari pusat kewenangannya sudah dilimpahkan ke daerah
sehingga, kondisi ini dapat mengakibatkan peningkatan alokasi dana belanja daerah
yang jauh lebih besar, baik pengeluaran rutin maupun pembangunan. Dengan
demikian adanya peningkatan alokasi dana belanja daerah yang lebih besar
berdampak positif terhadap peran Pemerintah Daerah mendorong pertumbuhan
ekonomi daerah melalui sisi pengeluaran (Kharisma, 2013:109).
Dari sisi pengeluaran, total belanja daerah dari tahun 2001 hingga tahun
2011 mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan. Secara total belanja daerah
mengalami pertumbuhan sebesar 430% dalam kurun waktu tersebut. Sementara itu
belanja rutin tumbuh 313,8% sedangkan belanja modal atau pembangunan tumbuh
sebesar 263% pada periode yang sama. Dari komposisi belanja daerah secara
proporsional ternyata pengeluaran pemerintah daerah sebagian besar digunakan
untuk pengeluaran rutin yang mencapai rata-rata 59%, bahkan proporsinya terus

repository.stieykpn.ac.id
PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
bertambah seiring berjalannya waktu. Sementara itu, untuk pengeluaran
pembangunan share-nya rata-rata mencapai 41% (Nurhemi dan Suryani,
2015:185). Oleh karena itu, analisis belanja daerah sangat penting dilakukan untuk
mengevaluasi apakah pemerintah daerah telah menggunakan APBD secara
ekonomis, efisien dan efektif (value for money). Selain itu juga bermanfaat untuk
mengetahui sejauh mana pemerintah daerah telah melakukan efisiensi anggaran,
menghindari pengeluaran yang tidak perlu dan pengeluaran yang tidak tepat sasaran
(Makka, et all, 2015:329).
Belanja yang dikeluarkan pemerintah daerah tersebut, khususnya belanja
langsung yang terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa dan belanja
modal sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan
ketiga belanja tersebut mempunyai peran yang penting dalam pertumbuhan
ekonomi daerah yaitu dalam peningkatan kinerja pegawai pemerintah daerah dan
penyediaan barang dan jasa. Belanja barang dan jasa yang diperuntukkan untuk
pembangunan infrastruktur publik, seperti jalan raya dan fasilitas publik lainnya
digunakan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat sehingga akan
berdampak pada kenaikan pertumbuhan ekonomi suatu daerah (Pratolo dan Yudha,
2012:147).
Belanja daerah dalam APBD merupakan salah satu faktor pendorong
pertumbuhan ekonomi daerah. Semakin besar belanja daerah diharapkan akan
semakin meningkatkan kegiatan perekonomian daerah. Namun pada kenyataannya,
masih banyak daerah yang belum sepenuhnya menyerap anggaran belanja daerah.
Kurangnya daerah dalam menyerap anggaran mengindikasikan belum efektifnya
belanja daerah yang dilakukan pemerintah daerah khususnya untuk belanja
pembangunan.

Dimana efektivitas menurut Mardiasmo (2009:132) pada dasarnya


berhubungan dengan pencapaian tujuan atau target kebijakan (hasil guna).
Efektivitas merupakan hubungan antara keleuaran dengan tujuan atau sasaran yang
harus dicapai. Kegiatan operasional dikatakan efektif apabila proses kegiatan
mencapai tujuan dan sasaran akhir kebijakan (spending wisely). Sedangkan
menurut Ihyaul (2009:26) efektivitas merupakan hubungan antar keluaran dengan
tujuan atau sasaran yang harus. Indikator efektivitas menggambarkan jangkauan
akibat dan dampak (outcome) dari keluaran atau ouput program dalam mencapai
tujuan program. Semakin besar kontribusi output pada pencapaian tujuan, maka
semakin efektif organisasi, program atau kegiatan. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa efektivitas adalah kesuksesan atau kegagalan antara keluaran dengan tujuan
atau sasaran yang harus dicapai.
Realisasi anggaran yang masih kurang dari anggaran yang ditetapkan
menggambarkan masih belum efektifnya pemerintah daerah dalam menggunakan
anggaran. Padahal anggaran belanja semakin meningkat setiap tahunnya dari tahun
2009 hingga tahun 2015 mengalami kenaikan. Tetapi peningkatan anggaran setiap
tahunnya tersebut belum digunakan secara maksimal. Belum efektifnya
penggunaan anggaran oleh pemerintah daerah yang digunakan untuk belanja daerah
tidak hanya ditentukan oleh belum terserapnya secara maksimal anggaran yang
ditetapkan, namun kita juga harus melihat faktor lain yang menyebabkan
pemerintah daerah belum secara maksimal menggunakan anggaran.

repository.stieykpn.ac.id
PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Data dari Kementerian Keuangan RI juga menyebutkan bahwa realisasi
anggaran belanja tidak langsung lebih besar dari pada belanja tidak langsung. Setiap
tahunnya belanja tidak langsung selalu lebih besar dari pada belanja langsung.
Seperti yang diketahui bahwa belanja langsung merupakan belanja yang berkaitan
langsung dengan program kegiatan pembangunan pemerintah daerah.
Belanja langsung yang merupakan kegiatan belanja daerah yang
dianggarkan dan berhubungan secara langsung dengan pelaksanaan program
kegiatan pemerintah daerah seperti belanja pegawai, belanja barang dan jasa dan
belanja modal seharusnya bisa lebih besar dari pada belanja tidak langsung. Karena
belanja tidak langsung sendiri merupakan kegiatan belanja daerah yang
dianggarkan dan tidak memiliki hubungan apapun secara langsung dengan
pelaksanaan program dan kegiatan pemerintah daerah. Contoh belanja tidak
langsung ini seperti belanja pegawai, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja
bagi hasil bantuan keuangan dan belanja tidak terduga. Belanja tidak rutin ini
seharusnya dapat ditekan anggarannya, sehingga pemerintah bisa lebih berfokus
terhadap belanja langsung guna menyediakan barang dan jasa, serta infrasturktur
melalui belanja modal untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat.
Seperti yang telah disebutkan bahwa belanja langsung yang dikeluarkan
oleh pemerintah daerah seperti belanja pegawai, belanja barang dan jasa dan belanja
modal berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi karena berkaitan dengan
penyediaan infrastruktur untuk pelayanan kepada masyarakat. Belanja langsung
yang realisasinya masih di bawah belanja tidak langsung mengindikasikan belum
efektifnya belanja pemerintah dalam menggunakan anggaran untuk kegiatan
belanja langsung. Pada Gambar 1.3 terlihat bahwa realisasi belanja langsung masih
belum maksimal. Tahun 2009 realisasi belanja langsung sebesar 84,59%, pada
tahun 2010 sebesar 87,39% dan pada tahun 2011, 2012, 2013, 2014, dan 2015
berturut-turut sebesar 90,60% , 87,86%, 87,59%, 81,29%, dan 86,20%. Rata-rata
realisasi belanja langsung pemerintah daerah dari tahun 2009 sampai dengan tahun
2015 sebesar 86,50% belum mencapai 100%.
Apabila realisasi belanja langsung dapat ditingkatkan maka akan tercapai
efektivitas belanja pemerintah daerah dimana input yang merupakan anggaran
belanja pemerintah dapat menghasilkan output yang dapat berkontribusi pada
pencapaian tujuan pembangunan daerah. Efektivitas belanja pemerintah yang
tercapai akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini karena alokasi
anggaran daerah lebih diprioritaskan pada sektor-sektor yang lebih produktif.
Efektivitas belanja daerah yang dikontrol oleh pemerintah daerah akan sangat
mempengaruhi pertumbuhan daerah (Kharisma, 2013:112).
Namun, efektivitas belanja pemerintah daerah yang diduga berpengaruh
terhadap pertumbuhan ekonomi tidak hanya ditentukan dengan peningkatan belanja
langsung saja, tetapi masih ada faktor lain yang dapat meningkatkan efektivitas
belanja daerah sehingga berdampak pada pertumbuhan ekonomi.

II. LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS


Teori Otonomi Daerah
Otonomi daerah sering diartikan sebagai hak penduduk yang tinggal dalam suatu
daerah untuk mengatur, mengurus, mengendalikan dan mengembangkan urusannya

repository.stieykpn.ac.id
PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sendiri dengan menghormati peraturan perundangan yang berlaku (Nurcholis,
2007: 30). Pada dasarnya, otonomi daerah merupakan upaya untuk mewujudkan
tercapainya salah satu tujuan negara, yaitu peningkatan kesejahteraan masyarakat
melalui pemerataan pelaksanaan pembangunan dan hasil-hasilnya. Daerah memilki
kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan
peran serta, prakarsa dan pemberdayaan masyarakatyang bertujuan pada
peningkatan kesejahteraan rakyat (Nurana dan Muta’ali, 2012: 174).
Otonomi diberikan kepada pemerintah kabupaten/kota. Pilihan ini
didasarkan pada 2 (dua) alasan. Alasan pertama adalah untuk menekan seminimal
mungkin potensi kecenderungan separatis dari daerah otonom. Asumsinya, dari
segi kekuatan politik maupun ekonomi, potensi sebuah kabupaten/kota untuk
melakukan separatisme jauh lebih kecil dibandingkan dengan sebuah provinsi.
Alasan kedua adalah alasan efisiensi, yaitu pemerintah kabupaten/kota dipandang
lebih dekat dengan publik, sehingga lebih memahami kebutuhan-kebutuhan dan
tuntutan-tuntutan publik. Dengan demikian diasumsikan bahwa otonomi pada level
pemerintah kabupaten/kota akan lebih menjamin pelaksanaan pelayanan publik
(public service) (Herwastoeti, 2010: 100).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah Pasal 1 angka 6 menjelaskan tentang pengertian Otonomi Daerah adalah
hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Dari pengertian otonomi daerah tersebut maka
terdapat tiga unsur otonomi daerah, yaitu hak, wewenang dan kewajiban daerah
otonom.
Unsur wewenang yang dijelaskan dalam Pasal 1 angka 12 yang
menjelaskan bahwa Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Urusan pemerintahan menurut UU Nomor 23 tahun 2014 klasifikasi terdiri
3 urusan yakni urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkruen dan
pemerintahan umum. Urusan pemerintahan absolut adalah urusan pemerintahan
yang sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah pusat. Urusan pemerintahan
konkruen adalah urusan pemerintahan yang dibagi antara pemerintah pusat dan
daerah kabupaten/kota.
Teori Pertumbuhan Ekonomi
Secara umum, pertumbuhan ekonomi dapat dipahami sebagai suatu perkembangan
kegiatan ekonomi yang berlaku dari waktu ke waktu dan menyebabkan pendapatan
nasional riil semakin berkembang (Sukirno, 2012: 29). Menurut Arsyad (2010: 13),
pertumbuhan ekonomi adalah suatu kondisi dimana kenaikan GDP tanpa

repository.stieykpn.ac.id
PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat
pertumbuhan penduduk atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak.
Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas perekomian
akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu.
Karena pada dasarnya aktivitas perekonomian adalah suatu proses penggunaan
faktor-faktor produksi untuk menghasilkan output, maka proses ini pada gilirannya
akan menghasilkan suatu aliran balas jasa terhadap faktor produksi yang dimiliki
oleh masyarakat (Munandar, 2016: 23).
Sedangkan, Kuznet (dalam Todaro dan Stephen, 2003: 99) pertumbuhan
ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara bersangkutan
untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan
kapasitas ditentukan oleh kemajuan atau penyesuaian teknologi, institusional, dan
ideologis terhadap tuntutan keadaan yang ada. Lebih lanjut, Kuznet (dalam Arsyad,
2010: 277) menberikan 3 (tiga) komponen penting dalam definisi pertumbuhan
ekonomi, yaitu:
1. Kenaikan output nasional secara terus-menerus merupakan perwujudan dari
pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan kemampuan suatu perekonomian
negara tersebut dalam menyediakan berbagai macam barang ekonomi, serta
sebagai tanda kematangan ekonomi.
2. Kemajuan teknologi sebagai syarat yang diperlukan (necessary condition) bagi
pertumbuhan ekonomi, namun bukan merupakan syarat yang cukup (sufficient
condotion) dalam merealisasikan potensi pertumbuhan yang terkandung dalam
teknologi baru.
Penyesuaian kelembagaan, ideologi harus segera dilakukan. Adanya inovasi
teknologi harus disertai inovasi sosial. Jika potensi ada namun tanpa input yang
melengkapi, tidak akan berarti apa-apa.
Sedangkan, teori pertumbuhan ekonomi menurut Simon Kuznets (dalam
Badrudin, 2017), didasarkan pada hasil penelitiannya di sejumlah negara dalam
perjalanan sejarahnya ke arah modernisasi. Simon Kuznet memisahkan enam
karakteristik proses pertumbuhan pada hampir semua negara maju, yaitu :
1. Tingginya tingkat pertumbuhan output per kapita dan penduduk.
2. Tingginya tingkat kenaikan produktivitas faktor produksi secara keseluruhan
terutama produktivitas tenaga kerja.
3. Tingginya tingkat transformasi struktur ekonomi.
4. Tingginya tingkat transformasi sosial dan ideologi.
5. Kecenderungan negara-negara maju secara ekonomis untuk menjangkau
seluruh dunia untuk mendapatkan pasar dan bahan baku.
6. Pertumbuhan ini hanya terbatas pada sepertiga populasi dunia.
Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu
perekonomian. Pengukuran akan kemajuan sebuah perekonomian memerlukan alat
ukur yang tepat, berupa alat pengukur pertumbuhan ekonomi antara lain yaitu
Produk Domestik Bruto (PDB) atau di tingkat regional disebut dengan Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) yaitu jumlah barang atau jasa yang dihasilkan
oleh suatu perekonomian dalam jangka waktu satu tahun dan dinyatakan dalam
harga pasar (Supartoyo, et. al, 2013: 6). Dalam penelitian ini menggunakan data
laju pertumbuhan PDRB berdasarkan harga konstan.

repository.stieykpn.ac.id
PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pengaruh Prioritas Belanja terhadap Efektivitas Belanja Daerah
Prioritas belanja sebagai indikator penting dalam belanja daerah dimana dengan
adanya prioritas belanja maka pengeluaran belanja pemerintah menjadi terarah,
sesuai dengan perencanaan dan sasaran yang menjadi fokus pembangunan
pemerintah daerah. Pada dasarnya, efektivitas merupakan hasil kinerja dari
berbagai aspek. Efektivitas belanja daerah ditunjukkan dengan kondisi belanja
berkualitas. Belanja berkualitas tentu akan menempatkan atribut prioritas belanja
untuk dilaksanakan dengan disiplin tinggi (Juanda dan Heriwibowo, 2016: 20).
Dengan demikian, penulis menduga ada pengaruh antara prioritas belanja terhadap
efektivitas belanja daerah. Oleh karena itu hipotesis yang dapat disimpulkan yaitu:
H1 : Prioritas belanja berpengaruh terhadap efektivitas belanja daerah
Pengaruh Ketepatan Alokasi terhadap Efektivitas Belanja Daerah
Ketepatan Alokasi sangat penting, karena besarnya alokasi mengindikasikan
kesesuaian besarnya belanja daerah apakah besarnya alokasi sudah sesuai dengan
prioritas dan perencana ataukah lebih besar alokasi belanja daerah pada belanja
yang seharusnya dapat ditekan seperti belanja langsung. Kedisiplinan yang tinggi
terhadap prioritas akan menentukan ketepatan alokasi anggaran seperti yang
ditunjukkan oleh indikator besaran alokasi belanja modal, alokasi belanja subsidi,
hibah, dan bansos, serta belanja pegawai. Jadi ketepatan alokasi merupakan salah
satu atribut efektivitas belanja daerah (Juanda dan Heriwibowo, 2016: 20). Hal ini
dikarenakan pengalokasian anggaran disesuaikan dengan kemampuan daerah dan
rencana pembangunan daerah yang menunjukkan keinginan Pemerintah Daerah
untuk mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pelayanan
publik yang terbaik (Octariani, dkk., 2017: 32). Dengan demikian, penulis
mengindikasikan bahwa ketepatan alokasi belanja seharusnya berpengaruh pada
efektivitas belanja daerah yang merupakan kinerja dari berbagai urusan. Oleh
karena itu hipotesis yang dapat disimpulkan yaitu :
H2 : Ketepatan alokasi belanja berpengaruh terhadap efektivitas belanja daerah
Pengaruh Ketepatan Waktu terhadap Efektifitas Belanja Daerah
Ketepatan waktu dalam melaksanakan belanja daerah menjadi penting karena tidak
tepatnya waktu dalam pelaksanaan kegiatan belanja mulai dari penetapan perda
APBD sampai dengan penyampaian laporan keuangan dan laporan kinerja akan
dapat mempengaruhi efektivitas belanja daerah. Prioritas belanja yang telah
ditentukan secara baik, dan kemudian dianggarkan tidak akan efektif jika
anggarannya (APBD) tidak disusun tepat waktu, dan demikian pula jika realisasi
belanja maupun pendapatan tidak tepat waktu (Juanda dan Heriwibowo, 2016: 20).
Oleh karena itu hipotesis yang dapat disimpulkan yaitu :
H3 : Ketepatan waktu berpengaruh terhadap efektifitas belanja daerah
Pengaruh Transparansi dan Akuntabilitas terhadap Efektifitas Belanja
Daerah
Evaluasi dalam aspek pengeluaran sangat penting dilakukan karena belanja daerah
yang dilakukan harus sesuai dengan peraturan yang berlaku. Belanja daerah
merupakan bentuk capaian kinerja yang telah dilakukan Pemda. Pengukuran

repository.stieykpn.ac.id
PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
belanja daerah akan memberikan umpan balik sehingga terjadi upaya perbaikan
yang berkelanjutan untuk mencapai tujuan di masa mendatang. Dalam belanja
daerah Pemerintah harus melakukan pengambilan keputusan yang tepat sehingga
akan meningkatkan pelayanan yang diberikan. Akuntabilitas dapat terwujud salah
satunya dengan cara menerapkan belanja daerah yang tepat. Pengelolaan belanja
daerah yang efektif dapat tercipta melalui mekanisme akuntabilitas yang berupa
tindakan good governance (Erryana dan Setyawan, 2016: 5). Dengan demikian,
akuntabilitas sangat penting dalam pelaksanaan belanja daerah. Penyampaian
pertanggungjawaban laporan belanja daerah yang memenuhi prinsip tepat waktu
dan disusun dengan standar akuntansi pemerintahan merupakan salah satu upaya
kongkrit untuk mewujudkan efektivitas belanja daerah yang optimal. Transparansi
anggaran menyangkut semua proses kelembagaan yang memungkinkan semua
orang dapat secara langsung atau tidak memperoleh informasi anggaran secara
memadai. Transparansi berarti adanya kesempatan bagi warga untuk mengetahui
dari mana dan untuk apa anggaran publik digunakan, sehingga transparansi erat
kaitannya dengan akuntabilitas. Transparansi dan akuntabilitas akan mendorong
efektivitas biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah (Heriwibowo, 2016).
Oleh karena itu hipotesis yang dapat disimpulkan yaitu :
H4 : Akuntabilitas berpengaruh terhadap efektivitas belanja daerah
Pengaruh Efektivitas Belanja Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Pasal 4 (1) PP Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
menyebutkan bahwa keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan
perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung
jawab. Efektivitas terlihat dari ukuran-ukuran kinerja yang disebabkan oleh belanja
pemeritah (Heriwibowo, 2016). Penelitian yang dilakukan oleh Armin (2004)
menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah berpengaruh positif terhadap
pertumbuhan ekonomi. Apabila belanja daerah dapat dikelola secara efektif, maka
pertumbuhan ekonomi akan mengalami peningkatan. Oleh karena itu hipotesis yang
dapat disimpulkan yaitu :
H5 : Efektivitas belanja daerah berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi

III. METODE PENELITIAN


Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah kabupaten dan kota seluruh Indonesia Tahun
2012-2015. Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling atau
pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu yaitu : (1) Kabupaten dan
kota yang memiliki laporan anggaran dan realisasi APBD per 31 Desember dari
tahun 2012-2015. (2) Kabupaten dan kota yang memiliki laporan anggaran dan
realisasi APBD menurut urusan per 31 Desember dari tahun 2012-2015. (3)
Kabupaten dan kota yang memiliki peringkat Evaluasi Kinerja Pelaksanaan
Pemerintah Daerah untuk laporan keuangan daerah tahun 2012-2015. (3)
Kabupaten dan kota yang memiliki data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

repository.stieykpn.ac.id
PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tahun 2012-2016. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
model analisis partial least square (PLS) mengikuti pola model persamaan
structural equation modeling (SEM).

Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah suatu atribut, nilai atau sifat dari objek, individu atau
kegiatan yang mempunyai banyak variasi tertentu antara satu dan lainnya yang telah
ditentukan oleh peneliti untuk dipelajari dan dicari informasinya serta ditarik
kesimpulannya Dalam penelitian ini terdapat variabel laten adalah variabel yang
nilai kuantitatifnya tidak dapat diketahui secara tampak dan variabel Indikator.
Variabel tersebut antara lain :
1. Variabel prioritas belanja daerah (variabel laten) terdiri dari 5 indikator yaitu
kesesuaian prioritas pembangunan, implementasi SPM, sinkronisasi prioritas
dalam Renja SKPD, sinkronisasi prioritas dalam RKA SKPD, dan pelaksanaan
prioritas dalam DPA SKPD.
2. Variabel ketepatan alokasi belanja daerah (variabel laten) terdiri dari 12
indikator yaitu, proporsi alokasi belanja pegawai, proporsi alokasi belanja
barang dan jasa, proporsi alokasi belanja modal, proporsi alokasi subsidi, hibah
dan bantuan sosial (bansos), proporsi alokasi belanja urusan bidang
pendidikan, proporsi alokasi belanja urusan bidang kesehatan, proporsi alokasi
belanja fungsi pekerjaan umum, proporsi alokasi belanja urusan bidang
penataan ruang, proporsi alokasi belanja urusan bidang perencanaan
pembangunan, dan proporsi alokasi belanja urusan bidang Sosial.
3. Variabel ketepatan waktu belanja daerah (variabel laten) terdiri dari 5 indikator
yaitu, ketepatan waktu penetapan perda APBD, ketepatan waktu penyampaian
laporan keuangan, ketepatan waktu penyampaian LPPD, keberadaan Perda
tentang standar pelayanan publik, dan keberadaan Standard Operation
Procedure (SOP)
4. Transparansi dan akuntabilitas belanja daerah (variabel laten) terdiri dari 5
indikator yaitu, ketersediaan media informasi penganggaran, opini BPK
terhadap laporan keuangan, temuan BPK RI yang ditindaklanjuti, ketersediaan
sistem pengadaan barang jasa elektronik (e-procurement) dan survey kepuasan
masyarakat.
5. Efektivitas belanja daerah (variabel laten) terdiri dari 8 indikator yaitu, kinerja
urusan bidang pendidikan, kinerja urusan bidang kesehatan, kinerja urusan
bidang pekerjaan umum, kinerja urusan bidang tata ruang, kinerja urusan
bidang perumahan, kinerja urusan bidang lingkungan hidup, kinerja urusan
bidang perencanaan pembangunan, dan kinerja urusan bidang sosial.
Pertumbuhan ekonomi yang diukur dengan indikator yaitu Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB).

Pengukuran masing-masing indikator dijelaskan dalam tabel berikut:

repository.stieykpn.ac.id
PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 1
Pengukuran Variabel Prioritas
VARIABEL INDIKATOR PENGUKURAN TAHUN SUMBER
DATA
Prioritas A1 Kesesuaian Jumlah program nasional yang 2012-2015 Ditjen Otda
Prioritas dapat dilaksanakan SKPD Kemendagri
Pembangunan dibagi jumlah program RI
nasional dikali 100%.

A2 Implementasi Jumlah urusan wajib yang 2012–2015 Ditjen Otda


Standar sudah diterapkan SPM nya Kemendagri
Pelayanan berdasarkan penetapan oleh RI
Minimal Menteri/Pimpinan LPND.

A3 Sinkronisasi Jumlah program RKPD yang 2012–2015 Ditjen Otda


Prioritas dalam tidak diakomodir dalam renja Kemendagri
Renja SKPD SKPD dibagi jumlah program RI
dalam Renja SKPD yang
ditetapkan dalam RPJMD
dikali 100%.

A4 Sinkronisasi Jumlah program Renja RKPD 2012–2015 Ditjen Otda


Prioritas dalam yang diakomodir dalam RKA Kemendagri
RKA SKPD SKPD dibagi jumlah program RI
dalam RKA SKPD dikali
100%.

Pelaksanaan Jumlah program renja SKPD Ditjen Otda


A5 Prioritas dalam yang diakomodir dalam DPA 2012–2015 Kemendagri
DPA SKPD SKPD dibagi jumlah program RI
dalam RKA SKPD dikali
100%

Tabel 3.2
Pengukuran Variabel Ketepatan Alokasi
VARIABEL INDIKATOR PENGUKURAN TAHUN SUMBER
DATA
Ketepatan B1 Proporsi Alokasi Jumlah realisasi belanja 2012–2015 Ditjen
Alokasi Belanja Pegawai pegawai (dari kelompok Perimbangan
belanja langsung dan tidak Keuangan
langsung ) dibagi total Kemenkeu RI
realisasi belanja daerah dikali
100%.

B2 Proporsi Alokasi Jumlah realisasi belanja 2012–2015 Ditjen


Belanja Barang barang dan jasa dibagi total Perimbangan
dan Jasa realisasi Keuangan
belanja daerah dikali 100% Kemenkeu RI

10

repository.stieykpn.ac.id
PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel 2
Lanjutan
VARIABEL INDIKATOR PENGUKURAN TAHUN SUMBER
DATA
Ketepatan B3 Proporsi Alokasi Jumlah realisasi belanja modal 2012–2015 Ditjen
Alokasi Belanja Modal dibagi total realisasi belanja Perimbangan
daerah dikali 100% Keuangan
Kemenkeu RI

B4 Proporsi Alokasi Jumlah realisasi belanja 2012–2015 Ditjen


Subsidi, Hibah subsidi, hibah dan bansos Perimbangan
dan Bansos dibago total realisasi belanja Keuangan
daerah dikali 100% Kemenkeu RI

B5 Proporsi Alokasi Jumlah anggaran yang 2012–2015 Ditjen


Belanja Urusan dialokasikan pada urusan Perimbangan
Pendidikan pendidikan dibagi jumlah Keuangan
anggaran yang ditetapkan Kemenkeu RI
dalam APBD.

B6 Proporsi Alokasi Jumlah anggaran yang 2012–2015 Ditjen


Belanja Urusan dialokasikan pada urusan Perimbangan
Kesehatan kesehatan dibagi jumlah Keuangan
anggaran yang ditetapkan Kemenkeu RI
dalam APBD.

B7 Proporsi Alokasi Jumlah anggaran yang 2012–2015 Ditjen


Belanja Urusan dialokasikan pada urusan Perimbangan
Pekerjaan Umum bidang pekerjaan umum Keuangan
dibagi jumlah anggaran yang Kemenkeu RI
ditetapkan dalam APBD.

B8 Proporsi Alokasi Jumlah anggaran yang 2012–2015 Ditjen


Belanja Urusan dialokasikan pada bidang Perimbangan
Bidang Tataruang tataruang dibagi dengan Keuangan
jumlah anggaran yang Kemenkeu RI
ditetapkan dalam APBD

B9 Proporsi Alokasi Jumlah anggaran yang 2012–2015 Ditjen


Belanja Urusan dialokasikan pada urusan Perimbangan
Bidang bidang perumahan dibagi Keuangan
Perumahan dengan jumlah anggaran yang Kemenkeu RI
ditetapkan dalam APBD.

B10 Proporsi Alokasi Jumlah anggaran yang 2012–2015 Ditjen


Belanja Urusan dialokasikan pada urusan Perimbangan
Bidang bidang lingkungan hidup Keuangan
Lingkungan dibagi dengan jumlah Kemenkeu RI
Hidup anggaran yang ditetapkan
dalam APBD.

11

repository.stieykpn.ac.id
PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
B11 Serapan Alokasi Jumlah anggaran yang 2012–2015 Ditjen
Belanja Urusan dialokasikan pada urusan Perimbangan
Bidang bidang perencanaan Keuangan
Perencanaan pembangunan dibagi dengan Kemenkeu RI
Pembangunan jumlah anggaran yang
ditetapkan dalam APBD.

B12 Proporsi Alokasi Jumlah anggaran yang 2012-2015 Ditjen


Belanja Urusan dialokasikan pada urusan Perimbangan
Bidang Sosial bidang sosial dibagi dengan Keuangan
jumlah anggaran yang Kemenkeu RI
ditetapkan dalam APBD.

Tabel 3
Pengukuran Variabel Ketepatan Waktu

VARIABEL INDIKATOR PENGUKURAN TAHUN SUMBER


DATA
Ketepatan C1 Ketepatan Waktu Tepat atau tidak tepatnya 2012–2015 Ditjen Otda
Waktu Penetapan Perda waktu penetapan perda APBD Kemendagri
APBD dengan batas waktu penetapan RI
perda APBD adalah 31
Desember tahun anggaran
sebelumnya.

C2 Ketepatan Waktu Tepat atau tidak tepatnya 2012-2015 Ditjen Otda


Penyampaian penyampaian laporan Kemendagri
Laporan keuangan sesuai jadwal yang RI
Keuangan telah ditetapkan oleh peratuan
perundang-undangan

C3 Ketepatan Waktu Tepat atau tidak tepatnya 2012–2015 Ditjen Otda


Penyampaian penyampaian LPPD sesuai Kemendagri
Laporan dengan jadwal yang telah RI
Pelaksanaan ditetapkan oleh peraturan
Pemerintah perundang-undangan.
Daerah (LPPD)

C4 Keberadaan Ada atau tidak adanya perda 2012–2015 Ditjen Otda


Perda tentang tentang standar pelayanan Kemendagri
Standar publik. RI
Pelayanan Publik
(SPP)

C5 Kebedaraan Ada atau tidak adanya SOP. 2012–2015 Ditjen Otda


Standar Kemendagri
Operation RI
Perocedure

12

repository.stieykpn.ac.id
PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 4
Pengukuran Variabel Transparansi dan Akuntansi
VARIABEL INDIKATOR PENGUKURAN TAHUN SUMBER
DATA
Transparansi D1 Ketersediaan Ada atau tidaknya media 2012–2015 Ditjen Otda
dan Media Informasi informasi pemerintah daerah Kemendagri
Akuntabilitas Penganggaran yang dapat diakses oleh setiap RI
masyarakat.

D2 Opini BPK Merupakan opini yang 2012–2015 Ditjen Otda


terhadap Laporan diberikan oleh BPK atas Kemendagri
Keuangan Daerah pemeriksanaan laporan RI
keuangan daerah.

D3 Temuan BPK Jumlah temuan BPK RI yang 2012–2015 Ditjen Otda


yang ditindaklanjuti dibagi dengan Kemendagri
Ditindaklanjuti temuan BPK RI sampai RI
dengan akhir tahun.

D4 Ketersediaan Ada atau tidak adanya e- 2012–2015


Sistem procurement untuk pengadaan
Pengadaan barang dan jasa. Ditjen Otda
Barang dan Jasa Kemendagri
Elektronik (e- RI
procurement)

D5 Survey Kepuasan Ada atau tidak adanya hasil 2012-2015 Ditjen Otda
Masyarakat survey kepuasan masyarakat Kemendagri
terhadap pelayanan publik. RI

Tabel 5
Pengukuran Variabel Efektivitas
VARIABEL INDIKATOR PENGUKURAN TAHUN SUMBER
DATA
Efektivitas E1 Kinerja Urusan Skor capaian kinerja urusan 2012-2015 Ditjen Otda
Belanja Bidang bidang pendidikan. Kemendagri
Daerah Pendidikan RI

E2 Kinerja Urusan Skor capaian kinerja urusan 2012–2015 Ditjen Otda


Bidang bidang pendidikan. Kemendagri
Kesehatan RI

E3 Kinerja Urusan Skor capaian kinerja urusan 2012–2015 Ditjen Otda


Bidang Pekerjaan bidang pekerjaan umum. Kemendagri
Umum RI

E4 Kinerja Urusan Skor capaian kinerja urusan 2012–2015 Ditjen Otda


Bidang Tataruang bidang tata ruang. Kemendagri
RI

2012–2015

13

repository.stieykpn.ac.id
PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 5
Lanjutan
VARIABEL INDIKATOR PENGUKURAN TAHUN SUMBER
DATA
Efektivitas E5 Kinerja Urusan Skor capaian kinerja urusan 2012–2015 Ditjen Otda
Belanja Bidang bidang perumahan. Kemendagri
Daerah Perumahan RI

E6 Kinerja Urusan Skor capaian kinerja urusan 2012–2015 Ditjen Otda


Bidang bidang lingkungan hidup. Kemendagri
Lingkungan RI
Hidup

E7 Kinerja Urusan Skor capaian kinerja urusan 2012–2015 Ditjen Otda


Bidang bidang perencanaan Kemendagri
Perencanaan pembangunan RI
Pembangunan

E8 Kinerja Urusan Skor capaian kinerja urusan 2012-2015 Ditjen Otda


Bidang Sosial bidang sosial Kemendagri
RI

Pertumbuhan Ekonomi.
Menurut Sularso & Restianto (2011), Pertumbuhan ekonomi daerah adalah
kenaikan (GDP) atau PDRB tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau
lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk atau apakah terjadi perubahan
struktur ekonomi. Laju pertumbuhan PDRB merupakan laju pertumbuhan dari
tahun ke tahun yang dihitung dengan formula sebagai berikut :
𝑃𝐷𝑅𝐵𝑡 − 𝑃𝐷𝑅𝐵𝑡−1
𝐺= 𝑥100%
𝑃𝐷𝑅𝐵𝑡−1

Dimana :
G : Laju pertumbuhan PDRB
PDRBt : PDRB kuartal t
PDRBt-1 : PDRB kuartal t-1

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengujian
1. Evaluasi Model Pengukuran (Outer Model)
a. Convergent Validity
Convergent validity dari model pengukuran dengan reflektif indikator dinilai
berdasarkan korelasi antara skor indikator dengan skor variabel latennya (loading
factor) yang diukur dengan PLS. Ukuran reflektif individual dikatakan tinggi jika
berkorelasi lebih dari 0,70 dengan variabel laten yang akan diukur. Tetapi menurut
Chin (1998), dalam penelitian tahap awal dari pengembangan skala pengukuran
nilai loading factor 0,5 sampai dengan 0,60 dianggap cukup baik.

14

repository.stieykpn.ac.id
PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dalam penelitian ini tahap awal convergent validity menunjukkan bahwa
dari 35 indikator hanya 22 indikator yang memenuhi syarat convergent validity
sedangkan 13 lainnya tidak memenuhi. Oleh karena itu 13 indikator yang tidak
memenuhi syarat convergent validity dieliminasi dan dilakukan pengukuran
kembali melalui WarpPLS 6.0.
Selain itu, dalam penelitian ini untuk mengukur convergent validity dapat
dilakukan dengan melihat hasil dari WarpPLS 6.0 pada bagian Average Varance
Extracted (AVE). Pengukuran AVE ini menggambarkan varian atau keragaman
variabel manifest yang dapat dikandung oleh variabel laten. Kriteria penilaiannya
adalah nilai AVE > 0,5 (Hair, et. al, 2011). Tabel berikut dibawah ini merupakan
hasil AVE setiap variabel laten:

Tabel 6
Nilai AVE
Average Varances Esxtracted (AVE)
PRIOR ALOK WAKTU AKUNT EFEKT
0,935 0,766 0,652 0,670 0,693
Sumber :Hasil output WarpPLS 6.0 yang telah diolah (2017)

Tabel di atas, menunjukkan bahwa nilai AVE untuk variabel prioritas


sebesar 0,935, variabel ketepatan alokasi sebesar 0,766, variabel ketepatan waktu
sebesar 0,652, variabel transparansi dan akuntabilitas sebesar 0,670, dan variabel
efektivitas sebesar 0,693. Hasil dari variabel laten tersebut menunjukkan bahwa
nilai AVE dari semua variabel laten yang dihasilkan lebih besar dari 0,5.
Bedasarkan kriteria AVE, hasil tersebut telah menunjukkan convergent validity
yang baik.

b. Discriminant Validity
Discriminant validity dinilai dari cross loading pengukuran dengan variabel laten.
Variabel laten akan memprediksi indikatornya labih baik daripada variabel lainnya
jika korelasi variabel laten dengan setiap indikator lebih besar daripada ukuran
variabel lainnya. Dalam penelitian ini, kriteria yang digunakan adalah dengan
melihat bagian cross loading. Berikut adalah tabel hasil cross loading antara setiap
indikator dengan variabel latennya:

Tabel 7
Cross Loading Indikator Antar Konstruk
PRIOR ALOK WAKTU AKUNT EFEKT
A3 0,907 0,004 -0,001 0,063 0,049
A4 0,957 -0,005 0,001 -0,043 0,011
A5 0,940 0,000 0,000 -0,017 -0,058
B2 -0,063 0,766 0,036 -0,155 0,212
B3 0,063 0,766 -0,036 0,155 -0,212
C1 -0,061 0,046 0,589 -0,127 -0,045
C2 -0,118 -0,055 0,703 0,130 0,046
C3 0,036 0,007 0,689 -0,084 -0,105
C4 -0,130 0,000 0,664 0,034 0,133

15

repository.stieykpn.ac.id
PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 7
Lanjutan
C5 0,296 0,011 0,607 0,030 -0,035
D1 0,515 0,039 -0,124 0,572 -0,076
D2 -0,068 0,058 0,030 0,713 -0,030
D3 -0,155 0,051 0,035 0,740 -0,022
D4 -0,041 0,021 0,063 0,748 0,094
D5 -0,183 -0,214 -0,043 0,551 0,019
E1 0,050 0,027 -0,117 0,128 0,698
E2 0,104 -0,090 -0,070 0,113 0,730
E3 -0,029 0,048 0,129 0,000 0,760
E4 -0,030 -0,059 0,007 -0,167 0,720
E6 0,034 -0,006 -0,002 0,173 0,667
E7 -0,078 -0,030 0,097 -0,153 0,728
E8 -0,065 0,150 -0,077 -0,109 0,516
Sumber : Hasil output WarpPLS 6.0 yang telah diolah (2017)

Berdasarkan hasil output pada tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa


korelasi variabel prioritas dengan indikatornya lebih besar daripada korelasi
indikator prioritas dengan variabel laten lainnya. Kemudian korelasi variabel
ketepatan alokasi dengan indikatornya juga lebih besat daripada korelasi indikator
prioritas dengan variabel laten lainnya. Lalu korelasi variabel ketepatan waktu
dengan indikatornya juga menunjukkan hasil lebih besar dibandingkan dengan
korelasi indikator ketepatan waktu dengan variabel laten lainnya. Sama seperti
sebelumnya, korelasi variabel transparansi dan akuntabilitas dengan indikatornya
menunjukkan hasil yang lebih besar daripada korelasi indikator transparansi dan
akuntabilitas dengan variabel laten lainnya. Terakhir, korelasi variabel efektivitas
dengan indikatornya menunjukkan hasil yang lebih besar daripada korelasi
indikator efektivitas dengan variabel laten lainnya. Berdasarkan hasil tersebut,
dapat disimpulkan bahwa keseluruhan variabel laten memenuhi kriteria
discriminant validity, dimana seluruh variabel laten memprediksi indikator mereka
lebih besar dibandingkan dengan indikator lainnya.

c. Composite Realibility
Tabel 8
Latent Variable Coefficients
PRIOR ALOK WAKTU AKUNT EFEKT
Composite 0,954 0,740 0,786 0,800 0,864
Reliability
Sumber : Hasil output WarpPLS 6.0 yang telah diolah (2017)

Composite reliability harus lebih besar dari 0,70 (Hair, et. al, 2011).
Berdasarkan tabel diatas, hasil olah data menunjukkan composite reliability yang
bagus dari setiap variabel laten, yaitu prioritas (0,954), ketepatan alokasi (0,740),
ketepatan waktu (0,786), transparansi dan akuntabilitas (0,800) dan efektivitas
(0,864). Sehingga, dapat disimpulkan bahwa masing-masing variabel laten
memiliki composite reliability yang tinggi dimana hasil setiap variabel
menunjukkan lebih dari 0,70.

16

repository.stieykpn.ac.id
PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2. Evaluasi Model Struktural (Inner Model)

Uji model fit ini digunakan untuk mengetahui apakah suatu model memiliki
kecocokan dengan data. Pada uji model fit ini, terdapat 3 indeks pengujian, yaitu
average path coefficient (APC), average R – squared (ARS), dan average variances
factor (AVIF) dengan kriteria APC dan ARS diterima dengan syarat p-value < 0,1
dan AVIF lebih kecil dari 5. Berikut adalah hasil output model fit indices dari
program WarpPLS 6.0.
Tabel 9
Model Fit Indices
Indeks p-value
APC 0,198 < 0,001
ARS 0,293 < 0,001
AVIF 1,745 (acceptable if <= 5, Idealy <=3,3
Sumber : Hasil output WarpPLS 6.0 yang telah diolah (2017)
Hasil output di atas menjelaskan bahwa APC memiliki indeks sebesar
0,198 dengan nilai p-value <0,001. Sedangkan ARS memiliki indeks sebesar 0,293
dengan p-value < 0,001. P-value kedua indeks menunjukkan hasil dibawah 0,05
yang berarti memenuhi kriteria APC dan ARS. AVIF juga menunjukkan indeks
sebesar 1,745 yang berarti diterima karena indeks dibawah 5 dan ideal karena
dibawah 3,3 maka model tidak mengandung multikolinearitas. Berdasarkan hasil
tersebut, dapat disimpulkan bahwa model penelitian ini dapat memenuhi kriteria
dan bisa digunakan untuk memprediksi pengaruh variabel independen terhadap
varabel dependen.

3. Pengujian Hipotesis
Hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan WarpPLS 6.0 ditunjukkan pada
Gambar berikut:

Gambar 1
Hasil Pengujian Hipotesis

17

repository.stieykpn.ac.id
PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pengujian seluruh hipotesis akan dianalisis berdasarkan hasil yang
diperoleh dari pengolahan data pada tabel-tabel berikut:
Tabel 10
Hasil pengujian hipotesis
Hipotesis Hubungan Variabel Koefisien P-value Prediksi Temuan
Jalur
H1 PRIOR -> EFEKT 0,191 <0,001 Berpengaruh Berpengaruh
H2 ALOK -> EFEKT -0,023 0,163 Berpengaruh Tidak Berpengaruh
H3 WAKTU -> EFEKT 0,267 <0,001 Berpengaruh Berpengaruh
H4 AKUNT -> EFEKT 0,414 <0,001 Berpengaruh Berpengaruh
H5 EFEKT -> PEKON -0,094 <0,001 Berpengaruh Berpengaruh
Sumber : Hasil output WarpPLS 6.0 yang telah diolah (2017)

4. Pembahasan

Prioritas berpengaruh terhadap efektivitas belanja daerah


Berdasarkan hasil pengujian WarpPLS 6.0 pada tabel di atas diketahui bahwa
prioritas berpengaruh terhadap efektivitas belanja daerah. Hal ini dapat dilihat dari
nilai path coefficient sebesar 0,191 dengan p-value <0,001, sehingga dapat
disimpulkan bahwa hipotesis yang pertama (H1) dimana prioritas berpengaruh
terhadap belanja daerah diterima. Artinya, kenaikan 1 nilai prioritas akan
berpengaruh terhadap efektivitas belanja sebesar 19,1%. Prioritas belanja setiap
daerah berbeda-beda, untuk menentukan prioritas belanja masing-masing daerah
memiliki standar pelayanan minimum sendiri agar program yang disusun sesuai
dengan kebutuhan daerah tersebut. Dalam pedoman penyusunan APBD yang dibuat
oleh pemerintah pusat memuat kebijakan agar prioritas pemerintah sinkron
terhadap prioritas nasional sesuai tahun anggaran yang berlaku. Sehingga nantinya
meskipun prioritas yang dilaksanakan oleh daerah berbeda tetapi tetap sejalan
dengan pemerintah pusat. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa setiap
daerah kabupaten telah melaksanakan program prioritas sejalan dengan prioritas
nasional. Dengan adanya prioritas ini maka pemerintah daerah dapat
membelanjakan anggaran secara efektif sesuai dengan prioritas daerah yang telah
disusun tersebut.
Ketepatan Alokasi berpengaruh terhadap efektivitas belanja daerah
Berdasarkan hasil pengujian WarpPLS 6.0 pada tabel diatas diketahui bahwa
ketepatan alokasi tidak berpengaruh terhadap efektivitas belanja daerah. Hal ini
dapat dilihat dari nilai path coefficient sebesar -0,023 dengan p-value 0,163,
sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis kedua (H2) ketepatan alokasi
berpengaruh terhadap efektivitas belanja daerah ditolak. Dalam penelitian ini
ketepatan alokasi tidak dapat berpengaruh terhadap efektivitas belanja daerah
dikarenakan perbedaan karakteristik daerah dalam menggunakan anggaran. Jumlah
realisasi anggaran berbeda-beda untuk setiap kabupaten dan kota sesuai dengan
kebutuhan daerah tersebut. Dari 12 indikator untuk variabel ketepatan alokasi hanya
2 yang memenuhi konvergen validitas sehingga dari 2 indikator tersebut belum bisa
mencerminkan atau menggambarkan variabel ketepatan alokasi, sehingga dalam
penelitian ini, variabel ketepatan alokasi tidak berpengaruh terhadap efektivitas
belanja daerah.

18

repository.stieykpn.ac.id
PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Ketepatan waktu berpengaruh terhadap efektivitas belanja daerah
Berdasarkan hasil pengujian WarpPLS 6.0 pada tabel diatas diketahui bahwa
ketepatan waktu berpengaruh terhadap efektivitas belanja daerah. Hal ini dapat
dilihat dari nilai path coefficient sebesar 0,267 dengan p-value <0,001, sehingga
dapat disimpulkan bahwa hipotesis ketiga (H3) yaitu ketepatan waktu berpengaruh
terhadap efektivitas belanja diterima. Artinya, setiap kenaikan 1 nilai ketepatan
waktu akan berpengaruh terhadap efektivitas belanja daerah sebesar 26,7%.
Ketepatan waktu dalam penelitian diukur dari ketepatan waktu penetapan perda
APBD, ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan, ketepatan waktu
penyampaian laporan pelaksanaan pemerintah daerah (LPPD), keberadaan perda
tentang standar pelayanan publik dan standar prosedur operasional. Ketepatan
waktu penetapan perda APBD telah diatur dalam undang-undang yang berlaku
begitu pula dengan ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan dan
penyampaian laporan pelaksanaan pemerintah, ini berarti dengan ketepatan waktu
penetapan perda APBD maka anggaran yang dibelanjakan akan sesuai dengan
waktu pelaksanaan program prioritas sehingga mengurangi penggunaan anggaran
untuk kegiatan yang tidak pasti, sehingga anggaran yang dibelanjakan oleh
pemerintah daerah dapat digunakan secara efektif.
Transparansi dan akuntabilitas berpengaruh terhadap efektivitas belanja
daerah
Dari hasil pengujian WarpPLS 6.0 pada tabel diatas dapat diketahui bahwa
transparansi berpengaruh terhadap efektivitas belanja daerah. Hal ini dapat dilihat
dari nilai path coefficient sebesar 0,414 dengan p-value <0,001 sehingga dalam
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa hipotesis ketiga (H4) transparansi dan
akuntabilitas berpengaruh terhadap efektivitas belanja daerah diterima. Artinya
setiap kenaikan 1 nilai transparansi dan akuntabilitas akan berpengaruh terhadap
efektivitas belanja daerah sebesar 41,4%. Transparansi merupakaan keterbukaan
informasi dan informasi tersebut dapat diakses oleh semua pihak yang
membutuhkan informasi tersebut, sedangkan akuntabilitas berarti anggaran yang
dikelola oleh pemerintah daerah dapat dipertanggungjawabkan. Dalam penelitian
ini setiap daerah kabupaten dan kota telah melaksanakan transparansi dan
akuntabilitas. Melaksanakan proses transparansi yaitu dengan menyediakan
informasi yang dapat diakses oleh masyarakat mengenai proses penetapan anggaran
dan pembelanjaan anggaran pemerintah daerah, sedangkan pelaksanaan
akuntabilitas yaitu anggaran yang dibelanjakan dapat dipertanggungjawabkan dan
tidak digunakan secara ilegal. Dengan adanya transparansi maka dapat membantu
mempersempit peluang korupsi di kalangan para pejabat publik dengan
“terlihatnya” segala proses pengambilan keputusan oleh masyarakat luas (Max H.
Pohan). Oleh karena itu dalam penelitian ini transparansi dan akuntabilitas
berpengaruh terhadap efektivitas belanja daerah.
Efektivitas belanja daerah berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi
Dari hasil pengujian WarpPLS 6.0 pada tabel diatas dapat diketahui bahwa
transparansi berpengaruh terhadap efektivitas belanja daerah. Hal ini dapat dilihat
dari nilai path coefficient sebesar -0,094 dengan p-value <0,001 sehingga dalam
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa hipotesis ketiga (H5) efektivitas
berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi diterima. Efektivitas belanja daerah
sangat penting karena mencerminkan efisiensi, tepat guna, tepat waktu pelaksanaan
dan penggunaan anggaran yang dibelanjakan oleh pemerintah daerah. Anggaran

19

repository.stieykpn.ac.id
PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pemerintah daerah yang digunakan dengan sebaik mungkin akan dapat memberikan
hasil yang baik untuk kepentingan masyarakat sehingga daya beli masyarakat
semakin meningkat, pertumbuhan ekonomi pun meningkat.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji dan menganalisa apakah variabel
prioritas, ketepatan waktu, ketepatan alokasi, transparansi dan akuntabilitas
berpengaruh terhadap efektivitas belanja daerah dan bagaimana dampaknya
terhadap pertumbuhan ekonomi. berdasarkan pembahasan pada bab empat dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Prioritas belanja berpengaruh terhadap efektivitas belanja daerah. Hal ini
menunjukkan bahwa prioritas dapat mempengaruhi efektivitas belanja daerah,
karena dengaan perencanaan yang tepat maka pemerintah dapat
membelanjakan anggaran sesuai dengan tujuan utamanya sehingga anggaran
yang digunakan untuk belanja menjadi lebih efektif. Prioritas yang
dilaksanakan oleh pemerintah daerah juga sejalan dengan prioritas nasional
yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat.
2. Ketepatan alokasi tidak berpengaruh terhadap efektivitas belanja daerah.
Dalam penelitian ini ketepatan alokasi tidak berpengaruh terhadap efektivitas
belanja daerah dikarenakan perbedaan karakteristik daerah dalam
menggunakan anggaran. Jumlah realisasi anggaran berbeda-beda untuk setiap
daerah sesuai dengan kebutuhan daerah masing-masing.
3. Ketepatan waktu berpengaruh terhadap efektivitas belanja daerah. Hal ini
menunjukkan bahwa ketepatan waktu dapat mempengaruhi efektivitas belanja
daerah, karena ketepatan waktu sangat penting dalam melaksanakan prioritas
yang menjadi tujuan utama pemerintah daerah. Ketepatan waktu penetapan
perda APBD telah diatur dalam undang-undang yang berlaku begitu pula
dengan ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan dan penyampaian
laporan pelaksanaan pemerintah, ini berarti dengan ketepatan waktu penetapan
perda APBD maka anggaran yang dibelanjakan akan sesuai dengan waktu
pelaksanaan program prioritas sehingga mengurangi penggunaan anggaran
untuk kegiatan yang tidak pasti, sehingga anggaran yang dibelanjakan oleh
pemerintah daerah dapat digunakan secara efektif.
4. Transparansi dan akuntabilitas berpengaruh terhadap efektivitas belanja
daerah. Hal ini menunjukkan bahwa transparansi dan akuntabilitas dapat
mempengaruhi efektivitas belanja daerah karena penggunaan anggaran yang
transparan dan dapat dipertanggung jawabkan mencerminkan anggaran yang
dibelanjakan secara efektif.
5. Efektivitas belanja daerah berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal
ini menunjukkan bahwa belanja daerah yang efektif dapat mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi, tetapi meskipun efektivitas belanja daerah berpengaruh
terhadap pertumbuhan ekonomi, dalam penelitian ini efektivitas belanja daerah
berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini sesuai dengan
keaadaan Indonesia dimana anggaran pemerintah setiap tahunnya meningkat
tetapi keadaan pertumbuhan ekonomi menurun dari tahun 2012 sampai dengan
tahun 2015.

20

repository.stieykpn.ac.id
PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini ingin menggunakan data realisasi APBD per urusan dan per fungsi
untuk menghitung serapan alokasi anggaran per urusan dan per fungsi tetapi karena
keterbatasan data yang diperoleh maka peneliti menggunakan data anggaran per
urusan untuk menghitung proporsi alokasi per urusan. Penelitian ini menggunakan
model yang digunakan dalam penelitian sebelumnya tetapi indikator dalam
penelitian ini masih belum bisa menjelaskan secara pasti mengenai variabel yang
dijelaskan oleh indikator tersebut. Data yang digunakan juga masih terbatas karena
hanya menggunakan data 4 tahun. Indikator yang digunakan dalam efektifitas
belanja daerah masih terbatas hanya pada urusan wajib yang berkaitan dengan
pelayanan publik.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan mengenai determinan efektivitas
belanja daerah dan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi, maka disampaikan
beberapa saran yang diharapkan penelitian selanjutnya, adapun saran yang
diberikan yaitu:
1. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan data anggaran dan
realisasi APBD per urusan dan per fungsi untuk menghitung serapan alokasi
anggaran dan per fungsi.
2. Pada penelitian selanjutnya, diharapkan dapat menambah tahun penelitan dan
menambah indikator tidak hanya pada urusan wajib yang berkaitan dengan
pelayanan publik tetapi juga keseluruhan urusan wajib.

TINJAUAN PUSTAKA

Armin, Rahmansyah. 2004. Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Daerah


terhadap Pertumbuhan Ekonomi Propinsi-propinsi di Indonesia. Magister
Ekonomi Pembangunan. USU Medan.
Arsyad, L. 2010. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: STIM YKPN Yogyakarta
Badrudin, Rudi. 2017. Ekonomika Otonomi Daerah Edisi 2. Yogyakarta. UPP
STIM YKPN
Erryana, V. dan Setyawan, H. 2016. Determinan Akuntabilitas Pelaporan
Keuangan Pemerintah Daerah. Jurnal Akuntansi Indonesia. Vol. 5, No. 1.
Hal. 1-14
Herwastoeti. 2010. Konsep Desentralisasi Fiskal Terhadap Otonomi Daerah.
Humanity. Vol. 5, No. 2. Hal. 100-108
Juanda, B. dan Heriwibowo, D. 2016. Konsolidasi Desentralisasi Fiskal melalui
Reformasi Kebijakan Belanja Daerah Berkualitas. Jurnal Ekonomi &
Kebijakan Publik. Vol. 7, No. 1. Hal. 15-28

21

repository.stieykpn.ac.id
PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kharisma, B. 2013. Desentralisasi Fiskal dan Pertumbuhan Ekonomi: Sebelum dan
Sesudah Era Desentralisasi Fiskal di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Studi
Pembangunan. Vol. 14, No. 2. Hal. 101-119
Nurana, A. C. dan Muta’ali, L. 2012. Analisis Dampak Kebijakan Otonomi Daerah
Terhadap Ketimpangan Perkembangan Wilayah di Kawasan
Makka, H. A., dkk. 2015. Analisis Kinerja Belanja Daerah dalam Laporan
Realisasi Anggaran pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan
Aset Daerah di Kota Kotamobagu. Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi. Vol. 15,
No. 4. Hal. 324-333
Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: ANDI
Munandar, A. 2016. Analisis Produk Domestik Regional Bruto, Inflasi dan Net
Ekspor Provinsi di Indonesia. Journal Ecoment Global. Vo. 1, No. 1. Hal.
21-49
Nurcholis, H. 2007. Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Jakarta:
Grasindo
Nurhemi dan Suryani, G. 2015. Dampak Otonomi Keuangan Daerah Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter dan
Perbankan. Vol. 18, No. 2. Hal. 183-205
Octariani, D., dkk. 2017. Anggaran Berbasis Kinerja, Sumber Daya Manusia, dan
Kualitas Anggaran SKPD. Riset Akuntansi dan Keuangan Indonesia. Vol.
2, No. 1. Hal. 27-41
Pratolo, S. dan Yudha, B. S. 2012. Peran Faktor-faktor Keuangan dan
Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Penerimaan Pendapatan Asli Daerah.
Jurnal Akuntansi dan Investasi. Vol. 12, No. 2. Hal. 144-160
Pohan, Max H. 2000. Mewujudkan Tata Pemerintahan Lokal yang Baik (Local
Good Governance) dalam Era Otonomi Daerah. Sekayu. Seminar
Musyawarah Besar Pembangunan Musi Banyuasin Ketiga
Sukirno, S. 2012. Makroekonomi: Teori Pengantar, Edisi Ketiga. Jakarta: Rajawali
Pers
Supartoyo, Y. H., dkk. 2013. The Economic Growth and The Regional
Characteristics: The Case of Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter dan
Perbankan, Juli 2013. Hal. 1-17
Todaro, M. P. dan Stephen, S. 2003. Economic Development, Eighth Edition.
United Kingdom: Pearson Education Limited
______, Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah. Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia

22

repository.stieykpn.ac.id
PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
______, 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Sekretariat Negara Republik
Indonesia
______, 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan. Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia.
______, 2014. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah. Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia.

23

repository.stieykpn.ac.id

Anda mungkin juga menyukai