Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

IJMA’

DOSEN PENGAMPU: M. NAJAMUDIN AMINULLAH QH.M.HI


MATA KULIAH : USHUL FIQH

DI SUSUN OLEH : KELOMPOK V


1. LISA JUNIARTI
2. LASRI LESTARI
3.LILIK HARLINA
4. LALE ZERIN SMESTA WATU

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM HAMZANWADI NW LOTIM
T.A 20021/2022
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat allah swt yang telah memberikan
kemudahan dan kesehatan pada penyusun sehingga mampu beraktifitas dan menyusun
makalah ini, takluput pula sholawat semoga tetap tercurahkan kepada baginda nabi
muhammad saw, yang sepanjang hayatnya di curahkan untuk kepentingan umat tanpa
mencari popularitas atau pamrih dari siapapun.

Kami menyadari bahwa manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat
merealisasikan suatu pekerjaan tanpa adanya intervansi dari orang lain .maka dari itu tidaklah
mudah menuangkan idea atau gagasan kedalam tulisan secara tertib dan sistematis sehingga
pembaca dapat memahami jalan pikiran penulis.

Maka pada kesempatan kali ini kami membuat makalah tentang“.ijma’ kami juga
menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu
kami mengucapkan banyak terimakasih kepada orang-orang yang telah memberikan motivasi
dan bimbinganya.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi semua orang yang
membaca

Anjani 13 November 2021

i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR…………………………………………………………...……………i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………...……..ii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG…………………………………………………………………1
B. RUMUSAN MASALAH……………………………………………………………...1
C. TUJUAN PENULISAN………………………….……………………………………1
BAB II PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN IJMA’ DAN MACAM-MACAMNYA……………………...………2
B. KEDUDUKAN IJMA’ DALAM PEMBINAAN HUKUM ISLAM…………………3
C. CONTOH-CONTOH HUKUM YANG DI DASARI IJMA’…………………………3
D. SYARAT IJMA’………………………………………………………………………4
BAB III PENUTUP
A. SIMPULAN………………………………………………………………………...…5
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………...…6

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu melakukan kegiatan-kegiatan yang tidak
lepas dari peranan syari’at atau hukum-hukum seperti shalat, puasa, jual beli dan lain
sebagainya. Semua itu membutuhkan hukum agar kita tidak salah arah dalam
landasan agama. Untuk mengetahui hukum-hukum syari’at agama, para ulama’ telah
berjihad untuk mengetahui hukum yang telah di jelaskan di dalam al-qur’an dan
hadist agar jelas dan tidak subhat. Dalam era sekarang, banyak yang kita jumpai hal-
hal yang pada zaman rasul tidak terjadi, untuk mengetahui bagaimana hukumnya hal
tersebut, maka di butuhkan kesepakatan para ulama’ (ijma’) , maka dalam makalah ini
akan di bahas tentang pengertian ijma’, macam-macam ijma’, kedudukan ijma’ dalam
hukum islam, dan di sertai pula contoh ijma’ dan syarat ijma’.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian ijma’ dan macam-macamnya?
2. Bagaimana kedudukan ijma’ dalam hukum islam?
3. Bagaimana contoh-contoh kasus hukum yang di dasari ijma’ dan syarat-syarat
ijma’?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian ijma’ dan macam-macamnya
2. Untuk mengetahui kedudukan ijma’ dalam hukum islam
3. Untuk mengetahui contoh-contoh kasus hukum yang di dasari ijma’ dan syarat-
syarat ijma’

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ijma’ Dan Macam-Macamnya


Arti ijma’ menurut bahasa adalah sepakat, setuju, atau sependapat dan definisi
ijma’ menurut bahasa terbagi dalam 2 arti:
1. Bermaksud atau berniat, sebagai mana firman allah dalam al-qur’an surat yunus
ayat:71
2. Kesepakatan terhadap sesuatu. Kaum di katakan telah berjima’ bila mereka
sepakat terhadap sesuatu. Sebagaimana firman allah dalam al-qur’an surat yusuf
ayat:15 yang menerangkan keadaan saudara-saudara a.s.
dari pengertian ijma’ sebagaimana di sebutkan di atas,dapat di jelaskan
sebagai berikut:
a. Kesepakatan adalah kesamaan pendapat atau kebulatan pendapat para
mujtahid pada suatu masa baik secara lisan maupun tertulis atau dengan
beramal sesuai dengan hukum yang di sepakati itu.
b. Seluruh mujtahid berarti masing-masing mujtahid menyatakan kesepakatanya.
Jika ada seorang saja yang tidak menyetujuinya maka tidak lah terjadi ijm’.
Dan apabila pada suatu masa hanya ada seorang mujtahid saja, maka tidak
terjadi ijma’. Sebab tidak terjadi kesepakatan.
c. Ijma’ hanya terjadi pada masalah yang berhubungan dengan syara’ dan harus
berdasarkan pada al-qur’an dan hadist mutawattir. Tidak sah jika di dasarkan
pada yang lainya.
ijma’ di lihat dari segi caranya ada dua macam, yaitu sebagai berikut:
1. Ijma’ qauli=ijma’ qath’i
ijma’ qath’i dalalahnya atas hukum (yang di hasilkan) yaitu ijma’
shorikh. Dengan artian bahwa hukumnya telah di pastikan dan tidak ada
jalan mengeluarkan hukum lain yang bertentangan.
2. Ijma’ sukuti= ijma’ zanni
yaitu ijma’ di mana para mujtahid berdiam diri tanpa mengeluarkan
pendapatnya atas mujtahid lain. Dan diamnya itu bukan karna malu atau
takut.
sedangkan dari segi waktu dan tempat ijma’ ada beberapa macam
antara lain sebagai berikut:

2
a. Ijma’ sahaby. Yaitu kesepakatan semua ulama’ sahabat dalam suatu
masalah pada masa tertentu.
b. Ijma’ ahli madinah, yaitu persesuaian paham ulama-ulama madinah
terhadap sesuatu urusan hukum.
c. Ijma’ ulama’ khuffah. Yaitu kesepakatan ulama-ulama khuffah dalam
suatu masalah .
d. Ijma’ khulafa urrasyidin yaitu: “persesuaian paham khalifah yang
empat terhadap sesuatu soal yang di ambil dalam satu masa atas suatu
hukum.
e. Ijma’ ahlul bait (keluarga nabi) . Yaitu kesepakatan keluarga
nabidalam suatu masalah.

B. Kedudukan Ijma’ Dalam Pembinaan Hukum Islam


Jumhur ulama’ berpendapat bahwa kedudukan ijma’ menempati salah satu sumber
atau dalil hukum sesudah al-qur’an dan sunnah.
Hanafiyah dan hanabilah ijma’ syukuti syah jikadi gunakan sebagai landasan
hukum. Karena diamnya mujtahid di pahami sebagai persetujuan. Karena jika mereka
tidak setuju dan memandangnya keliru mereka harus tegas menentangnya. Jika tidak
menentang dengan tegas, berarti mereka setuju.

C. Contoh-Contoh Hukum Yang Di Dasari Ijma’


a. Pengangkatan abu bakar as-shiddiq sebagai khalifah menggantikan rasulullah
saw
b. Pembukuan al-qur’an yang di lakukan pada masa khalifah abu bakar r.a.
c. Menentukan awal bulan ramadhan dan bulan syawal.
ijma’ merupakan sumber rujukan ke tiga. Jika kita tidak mendapatkandi
dalam al-qur’an dan demikian pula sunnah. Maka untuk hal yang seperti kita
melihat, apakah hal tersebut telah di sepakati oleh para ulama’ muslimin,
apabila sudah. Maka wajib bagi kita mengambilnya dan beramal
bukti komplit di atas bahwa contoh hukum ijma’ yaitu dalam
pengangkatan abu bakar as yaitu menggantikan rasulullah saw, menjadi
khalifah untuk menetapkan dasar-dasar hukum sesudah nabi muhammad.

3
D. Syarat Ijma’
Jumhur ulama’ usul fiqih, mengemukaan pula syarat-syarat ijma’ , yaitu:
a. Yang melakukan ijma’ tersebut adalah orang-orang yang memenuhi persyaratan
ijtihad’
b. Kesepakatan itu muncul dari para mujtahid yang bersifat adil (berpendirian kuat
terhadap agamanya).
c. Para mujtahid yang terlibat adalah yang berusaha menghindarkan diri dari ucapan
dan perbuatan bid’ah.
Ketiga syarat ini di sepakati oleh seluruh ulama’ ushul fiqih. Ada juga syarat
lain, tetapi tidak di sepakati oleh para ulama’ di antaranya:
a. para mujtahid itu adalah sahabat
b. Mujtahid itu kerabat rasulullah, apabila memenuhi dua syaratini, para ulama’
ushul fiqih menyebutkanya dengan ijma’ sahabat
c. Mujtahid itu adalah ulama’ madinah
d. Hukum yang di sepakati itu tidak ada yang membantahnya sampai wafatnya
para mujtahid yang menyepakatinya.
Tidak terdapat hukum ijma’ sebelumnya yang berkaitan dengan masalah
yang sama.

4
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Dari pembahasan di atas dapat kami simpulkan bahwa pengertian ijma’ itu sendiri
adalah kesepakatan antara ulama-ulama’ atau mujtahid untuk membahas suatu
masalah di dalam kehidupan dalam masalahh- masalah sosial yang tidak ada di dalam
al-qur’an maupun as-sunnah
Kedudukan ijma’ itu menempati salah satu sumber atau dalil hukum sesudah al-
qur’an dan sunnah . Dan ijma’ dapat menempatkan hukum yang mengikat dan wajib
di patuhi umat islam bila tidak ada ketetapan hukumnya dalam al-qur’an dan sunnah.
Syarat-syarat ijma’ itu harus memenuhi persyaratan ijtihad dan kesepakatan dalam
suatu masalah untuk menyelesaikanya harus muncul pendapat-pendapat dari para
mujtahid-mujtahid yang bersifat adil dan faham agama dan para mujtahid itu harus
berusaha dan menghindari dari perbuatan – perbuatan bid’ah.

5
DAFTAR PUSTAKA

Abu zahara, muhammad. 2003. Ushulfiqh. Jakarta: pustakafirdaus.


Efendi, satria. 2005 ushulfiqh . Jakarta: fajar interpratama offset.
Jumant haroen, nsrun. 1997. Ushulfiqh. Jakarta: logos wacana ilmu.
Jumantoro, totok. 2005.kamusilmuushulfiqh. Jakarta: Bumi Aksara.
Suratno, Dkk. 2011. Modulsiap Un Kemenang. Semarang: Dinautama.
Syafe,I Rachmat. 2010. Ilmu Ushul Fiqh. Bandung: Pustaka Setia.
Amir, Syarifuddin. 2009 Ushulfiqh. Jakarta: Fajar Interpratama.
Wahhab Abdul Khallab. 2000 Kaidah-Kaidah Hukum Islam.Jakarta: Pt Raja
Grafindopersada.

Anda mungkin juga menyukai