Materi Lansia
Materi Lansia
com/berita/1534080/protokol-kesehatan-lansia-di-tengah-pandemi-covid-
19
ecara alamiah, tubuh akan mengalami penuaan yang ditandai dengan terjadinya
perubahan bentuk fisik dan fungsi tubuh yang mulai menurun. Seiring dengan
bertambahnya usia, timbul juga beberapa masalah yang harus Anda perhatikan.
Kekurangan Nutrisi
Adalah masalah yang paling sering dialami saat lanjut usia. Hal ini disebabkan
karena gigi sudah tidak bekerja secara optimal sehingga proses mengunyah
makanan pun tidak sempurna. Faktor lainnya juga bisa disebabkan karena
penurunan fungsi kecap dan penciuman yang mengakibatkan nafsu makan
turut menurun. Faktor lain seperti tinggal sendirian tanpa keluarga yang
menemani juga bisa berpengaruh pada asupan nutrisi lansia. Masalah
kekurangan nutrisi pada lansia dapat dibantu dengan memberikan
supplementasi nutrisi yang dapat membantu melengkapi kebutuhan nutrisi
hariannya. Anda bisa memberikan asupan susu kalsium, protein whey, dan
kandungan bergizi lainnya untuk memudahkan konsumsi.
Penyakit Penyerta
Semakin bertambah usia maka seseorang akan mengalami penyakit penyerta,
yaitu penyakit metabolic karena penurunan fungsi tubuh seperti hipertensi dan
diabetes mellitus atau sebagai komplikasi dari penyakit lain yang diderita.
Lansia juga rentan terkena osteoporosis, maka penting bagi mereka untuk
rutin mengkonsumsi susu kalsium.
Kemampuan Berpikir Menurun
Saat usia bertambah, kemampuan kognitif atau berpikir seseorang seringkali
menurun, bahkan tidak sedikit lansia yang mengalami demensia.
Permasalahan Psikis
Kehilangan pasangan hidup, teman-teman yang mulai berkurang dan anak-
anak yang sudah tidak tinggal serumah adalah beberapa faktor yang
mempengaruhi psikis para lansia. Selain itu beberapa lansia juga mengalami
post power syndrome atau kondisi dimana seseorang kehilangan posisi atau
jabatan tertentu sehingga membuat ia merasa tidak dihargai atau dihormati
yang kadang menjadi pemicu masalah psikisnya. Kemudian munculnya
penyakit yang membatasi gerak pun bisa jadi salah satu faktor pemicu frustasi
karena lansia sudah tidak bisa seaktif dulu.
Dianggap tidak mandiri
Kerapkali dianggap tidak mandiri adalah permasalahan umum yang dialami
lansia karena keluarga atau orang terdekat akan memperlakukan mereka
seperti halnya anak kecil. Hal ini secara tidak langsung dapat membuat lansia
kehilangan kepercayaan dirinya.
Semua permasalahan di atas tentunya tidak dapat dihindari tapi bisa diantisipasi.
Oleh karena itu, persiapan menjelang masa tua penting dilakukan dengan cara
menjaga gaya hidup sehat dan aktif sejak dini serta tentunya dukungan penuh dari
keluarga. Lengkapi juga nutrisi lansia dengan asupan susu kalsium dan susu protein
whey agar lebih sehat dan tetap aktif menjalani berbagai kegiatan harian mereka.
Lansia merupakan salah satu kelompok atau populasi berisiko (population at risk) yang semakin
meningkat jumlahnya. Lansia identik dengan berbagai penurunan status kesehatan terutama status
kesehatan fisik. Kondisi seperti itu sangat berpengaruh dalam masa pandemi COVID-19 ini. Orang
lanjut usia atau lansia menjadi salah satu kelompok yang wajib mendapat perhatian lebih di masa
pandemi COVID-19. Sebab, kelompok ini paling rentan terhadap virus corona penyebab Covid-19,
terlebih jika memiliki penyakit lain seperti paru- paru dan jantung. Status kesehatan lansia yang
menurun seiring dengan bertambahnya usia akan memengaruhi kualitas hidup lansia.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh Gugus Tugas Penanganan COVID-19 sampai dengan 20 Juni
2020 persentase lansia yang terdampak COVID-19 yakni sebesar 13,8 % lansia positif, 11,7 %
dirawat/diisolasi, 12,5 % sembuh, dan sebesar 43,7 % meninggal. Meskipun dari jumlah pasien positif
dan dirawat/diisolasi persentasenya tidak terlalu tinggi untuk kelompok lansia, namun jumlah
kematiannya merupakan yang tertinggi dibandingkan kelompok usia lainnya, yaitu mencapai 43,7%.
Kualitas hidup adalah kondisi fungsional lansia yang meliputi kesehatan fisik. Pada lansia, kesehatan
baik jasmani dan rohani menjadi penentu dalam kualitas hidupnya. Hal ini menjadi suatu kendala
dalam menentukan tingkat kesejahteraan lansia, sehingga jika lansia terkena COVID-19 sudah jelas
bahwa akan terjadi penurunan kebutuhan hidup yang meliputi kebutuhan hidup seperti makanan yang
mengandung gizi yang seimbang, kebutuhan aktivitas sehari-hari, kebutuhan akan rasa aman
(psikologis), dan kebutuhan sosial. Oleh karena itu, perlu adanya cara atau langkah yang dapat
diterapkan untuk mengoptimalkan kualitas hidup lansia di masa pandemi ini.
Optimalisasi kualitas hidup lansia di masa pandemi COVID-19 yang dibisa diterapkan antara lain :
1. Optimalisasi Kualitas Hidup Lansia: Aktivitas Fisik
Lansia merupakan kelompok rentan yang paling berisiko kematian akibat COVID-19, sehingga
pencegahan penularan mulai dari tingkat individu, keluarga dan masyarakat menjadi sangat penting.
Tentu ada perawatan atau pendekatan khusus terhadap lansia, ketika hanya bisa berada di rumah
saja. Level aktivitas fisik yang tinggi berhubungan dengan kualitas hidup yang baik pada lansia, baik
dalam skala kualitas kesehatan fisik maupun kualitas kesehatan mental. Oleh karena itu, perlu
disusun suatu program aktivitas fisik yang sesuai pada lansia, disertai dukungan kebijakan dari
pemerintah setempat dan sosialisasinya.
Aktivitas fisik yang dapat dilakukan oleh lansia dimasa pandemi COVID-19, yaitu: melakukan aktivitas
fisik yang cukup di rumah, seperti olahraga ringan di dalam rumah menggunakan video tutorial,
mengurus tanaman di sekitar rumah sambil berjemur di pagi hari, membuat kreativitas tangan untuk
melatih motorik, membaca buku dan mengisi teka teki silang untuk mencegah penurunan kognisi,
beribadah, memasak makanan yang disukai atau aktivitas lain yang menyenangkan. Selama
melakukan aktivitas tersebut tentunya perlu untuk lansia tetap beraktivitas di rumah saja, menghindari
keramaian, menjaga jarak (1 meter atau lebih) dengan orang lain, hindari bersentuhan, bersalaman
atau bercium pipi, jauhi orang sakit, serta tetap menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
2. Optimalisasi Kualitas Hidup Lansia : Status Gizi
Pandemi COVID-19 memiliki dampak yang sangat signifikan. Orang-orang harus menghabiskan lebih
banyak waktu di rumah dan mungkin akan terjadi perubahan konsumsi makan menjadi kurang
beragam, serta meningkatnya konsumsi makanan olahan dan berkurangnya konsumsi makanan
bergizi, termasuk buah-buahan dan sayuran segar. Permasalahan kesehatan lansia dikaitkan dengan
perubahan lingkungan dan status gizi mereka. Status kesehatan pada lansia ditentukan oleh kualitas
dan kuantitas asupan zat gizi. Kondisi yang tidak sehat, aktivitas fisik dan asupan makanan yang
kurang baik adalah faktor utama penyebab gangguan status gizi dan penurunan kualitas hidup.
Status gizi pada lansia perlu mendapat perhatian lebih agar dapat mengurangi angka kesakitan pada
lansia.
Prinsipnya adalah kebutuhan gizi pada lanjut usia mengikuti prinsip gizi seimbang. Mengkonsumsi
makanan yang seimbang, beragam, bergizi, termasuk biji-bijian, kacang-kacangan,buah-buahan,
sayuran, dan sumber pangan hewani merupakan salah satu cara penting untuk meningkatkan
kesehatan, gizi, dan menjaga sistem kekebalan tubuh. Konsumsi makanan yang cukup dan seimbang
bermanfaat bagi lanjut usia untuk mencegah atau mengurangi risiko penyakit degeneratif dan
kekurangan gizi. Kebutuhan gizi lanjut usia dihitung secara individu. Selain itu, minum yang cukup,
dan bila diperlukan minum multi vitamin serta hindari dan hentikan merokok.
3. Optimalisasi Kualitas Hidup Lansia : Sosial dan Psikologis
Kebutuhan sosial merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan interaksi sesama dan saling
menjalin hubungan sosial terutama dengan kerabat, teman sebaya, dsb. Pada lansia, kebutuhan
sosial tidak dapat dipenuhi secara mandiri dengan kata lain diperlukan bantuan orang lain untuk
memenuhinya akibat penurunan kognitif. Selain itu, psikologis lansia juga tidak lupa diperhatikan,
karena kondisi lansia ini rentan secara psikologis. Lansia membutuhkan teman yang sabar, yang
mengerti, dan juga dapat memahami kondisinya. Dukungan keluarga menjadi peran utama dalam
masalah ini, apabila lansia tinggal di panti maka petugas panti dapat membantu memenuhi kebutuhan
sosial sekaligus kebutuhan psikologis mereka. Karena intensitas waktu yang digunakan lansia
dominan bersama petugas dibandingkan dengan keluarga karena keterbatasan waktu bertemu.
Dalam mengoptimalkan kualitas hidup lansia agar sehat saat pandemi COVID-19 dapat dilakukan
dengan cara melaih fungsi fisik, mental, kognitif, maupun spiritual. Di masa pandemi ini, komunikasi
serta kegiatan lansia harus tetap dilakukan seperti biasanya agar lansia tidak merasakan kesepian
yang justru dapat berpengaruh pada kondisi psikologisnya seperti: stress, depresi, cemas, dan
gangguan lainnya. Tetapi berbeda dengan biasanya, saat berinteraksi dengan lansia kita harus
menerapkan protokol kesehatan. Namun perlu diketahui bahwa lansia rawan terkena virus COVID-19,
ini diakibatkan oleh imunitas tubuh yang rendah serta penyakit komorbid (jika memiliki).
Interaksi bersama lansia, sebaiknya diawali dan diakhiri dengan mencuci tangan terlebih dahulu .
Tidak lupa menggunakan masker serta tambahan pengaman yakni face shield guna
meminimalisirkan penularan virus COVID-19. Sampaikan informasi yang akurat kepada lansia
mengenai fenomena yang sedang terjadi di dunia ini, menganjurkan lansia untuk tetap di rumah saja
dan mengajarkan lansia cuci tangan dengan benar, memakai masker, dan menjaga jarak. Kemudian
kita juga menjelaskan mengapa kita memakai APD pada saat berinteraksi dengannya, agar lansia
tetap merasa nyaman dan tidak salah paham dengan kedatangan kita. Edukasi tidak berhenti disitu,
kita juga dapat memberikan pengetahuan pentingnya menerapkan PHBS. Tidak jarang lansia yang
merasakan stress, marah, resah, gelisah akibat pandemi COVID-19 ini. Stress tersebut mengganggu
kebutuhan psikologis lansia, sehingga kita harus membantu lansia dalam mengatasi stress yang
dirasakan dengan memberikan informasi akurat yang dapat mengubah persepsi pasien secara
bertahap. Kegiatan lain yang dapat dilakukan yakni rekreasi, yang menjadi salah satu indikator
pemenuhan kebutuhan psikologis lansia.
Pada saat pandemi COVID-19 ini kita dapat mengajak lansia untuk tetap mengembangkan hobinya
(misal menari, menyanyi), melatih konsentrasi dengan bermain puzzle, serta aktivitas lain yang dapat
meningkatkan kognitif lansia di rumah. Sebagai dukungan mengatasi stress, kita dapat memberikan
lingkungan yang nyaman untuk lansia seperti ; kebersihan ruangan, ruangan yang tidak terlalu bising,
pencahayaan yang cukup, dan sebagainya.
Namun, dengan tetap diterapkan optimalisasi kualitas hidup tersebut, keluarga juga merupakan salah
satu pendukung dalam menjaga lansia di situasi pandemi COVID-19 ini. Bagi keluarga yang memiliki
lansia atau hidup bersama lansia, hal pertama yang harus dilakukan adalah berupaya agar lansia
tidak terpapar COVID-19. Anggota keluarga perlu memperhatikan protokol kesehatan agar mencegah
lansia terpapar COVID-19 antara lain dengan dengan menjauhi keramaian atau perkumpulan agar
tidak menjadi berisiko untu membawa virus pulang. Kemudian, anggota keluarga atau kerabat yang
memiliki aktivitas di luar dan berisiko terpapar COVID-19 diminta untuk tidak mendekati lansia serta
lansia hanya diperbolehkan bertemu atau dibantu oleh 1 atau 2 anggota keluarga atau caregiver
setelah dilakukannya protokol kesehatan, seperti mencuci tangan, kondisi bersih dan memakai
masker (Kementerian Kesehatan RI, 2020). Selain itu, meskipun dianjurkan untuk tidak mengunjungi
lansia sementara waktu, penting bagi keluarga yang tidak bertempat tinggal bersama lansia untuk
tetap berusaha memantau dan memperhatikan lansia dengan cara rutin berkomunikasi melalui online
agar lansia tidak merasa kesepian dan sendiri, memastikan kebutuhan sehari-hari lansia terpenuhi
dengan mengirimkan makanan ke rumah lansia serta selalu memastikan bahwa lansia tetap dalam
kondisi sehat apalagi jika memiliki penyakit kronis. Himbauan pemerintah untuk menjaga jarak
dengan lansia harus dicermati dengan tidak melupakan bahwa lansia juga rentan merasa kesepian
dan tidak berdaya ketika tidak bersama keluarga karena keluarga merupakan salah satu faktor yang
berpengaruh besar dalam kualitas hidup lansia (Vibriyanti dan Harfina, 2017). Perhatian yang besar
terhadap lansia baik dari diri lansia sendiri, keluarga, maupun lingkungan sekitar sangat dibutuhkan
lansia pada masa krisis seperti ini mengingat karekteristik mereka yang lebih berisiko.
Data Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan tahun 2018 menunjukkan penyakit yang
terbanyak pada lansia adalah penyakit tidak menular seperti penyakit jantung, kencing manis,
stroke, rematik dan cedera. Seiring dengan menurunnya sistem kekebalan tubuh, lansia juga
termasuk kelompok rentan terserang penyakit - penyakit menular seperti infeksi saluran
pernafasan, diare, dan pneumonia. Sayangnya, masih ada saja lansia yang punya kebiasaan
merokok. Hasil Susenas 2019, menunjukkan hampir seperempat lansia merokok, baik merokok
elektrik maupun tembakau. Dengan pertambahan usia, tubuh akan mengalami berbagai
penurunan akibat proses penuaan, hampir semua fungsi organ dan gerak menurun, diikuti
dengan menurunnya imunitas sebagai pelindung tubuh pun tidak bekerja sekuat ketika masih
muda. Inilah alasan mengapa orang lanjut usia (lansia) rentan terserang berbagai penyakit,
termasuk COVID-19 yang disebabkan oleh virus Sars-Cov-2. Sistem imun yang sudah melemah
ditambah adanya penyakit kronis dapat meningkatkan risiko COVID-19 pada lansia, baik risiko
terjadinya infeksi virus Corona maupun risiko virus ini untuk menimbulkan gangguan yang parah,
bahkan kematian.
COVID-19 (coronavirus disease 2019) adalah penyakit yang disebabkan oleh jenis coronavirus
baru yaitu Sars-CoV-2, yang dilaporkan pertama kali di Wuhan Tiongkok pada tanggal 31
Desember 2019. COVID-19 ini dapat menimbulkan gejala gangguan pernafasan akut seperti
demam diatas 38°C, batuk dan sesak nafas bagi manusia. Selain itu dapat disertai dengan
lemas, nyeri otot, dan diare. Pada penderita COVID-19 yang berat, dapat menimbulkan
pneumonia, sindroma pernafasan akut, gagal ginjal bahkan sampai kematian.
COVID-19 dapat menular dari manusia ke manusia melalui kontak erat dan droplet (percikan
cairan pada saat bersin dan batuk), tidak melalui udara. Bentuk COVID-19 jika dilihat melalui
mikroskop elektron (cairan saluran nafas/ swab tenggorokan) dan digambarkan kembali bentuk
COVID-19 seperti virus yang memiliki mahkota.
Hindari Lansia dari Covid-19
Jumlah penderita dan kasus kematian akibat infeksi virus Corona setiap harinya terus
meningkat. Sejauh ini, virus Corona terlihat lebih sering menyebabkan infeksi berat dan kematian
pada orang lanjut usia (lansia) dibandingkan orang dewasa atau anak-anak. Mengapa demikian?
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, kelompok lanjut usia sering dikaitkan dengan kelompok
yang rentan terhadap berbagai penyakit oleh karena fungsi fisiologisnya berangsur-angsur akan
berkurang termasuk sistem imum tubuh. Hingga saat ini, virus Corona telah menginfeksi lebih
dari 100.000 penduduk dunia dan sekitar 4.000 orang di antaranya dinyatakan meninggal dunia.
Kematian paling banyak terjadi pada penderita COVID-19 yang berusia 80 tahun. WHO dan
CDC melaporkan bahwa pada usia pra-lansia (50-59 tahun) angka kematian hampir 2 %, usia
60-69 tahun 4 ?n terus naik menjadi 8 sampai 15 % pada usia diatas 70 tahun. Kematian paling
banyak terjadi pada penderita COVID-19 yang berusia 80 tahun ke atas, dengan persentase
mencapai 21,9%.
Saat ini COVID-19 sudah menjadi pandemi, artinya terjadi penambahan kasus penyakit yang
cukup cepat dan sudah terjadi penyebaran antar negara. Berdasarkan informasi dari
Kementerian Kesehatan RI, kasus COVID-19 di Indonesia per 31 Maret 2020 yang positif
sebanyak 1528 orang, yang meninggal dunia sebanyak 136 orang dan sembuh sebanyak 81
orang. Risiko kematian yang tinggi secara global terjadi diatas 50 tahun, di Indonesia diatas 40
tahun. Karenanya, dalam pertarungan yang diperkirakan akan berlangsung hingga Juli 2020,
dengan jumlah terpapar sangat amat banyak dan kematian yang sangat banyak, diperhitungkan
80?ri kematian berada pada kelompok usia pra-lansia dan lansia. Hal ini terbukti dari Konperensi
Pers di BNPB 19 Maret 2020, dimana juru bicara Tim Gugus Tugas Percepatan
Penanggulangan Virus Covid-19 Dr. Achmad Yurianto melaporkan 24 dari 25 kematian berusia
40 tahun keatas (96%).
Meningkatnya kasus COVID-19 di Indonesia Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta agar
masyarakat melakukan social/physical distancing guna mencegah penularan COVID-19.
Kegiatan yang biasa dilakukan di luar, seperti bekerja, belajar dan beribadah bisa dilaksanakan
di dalam rumah. Masa-masa diberlakukannya pembatasan sosial dan pembatasan jarak fisik
(social distancing/ physical distancing) akibat pandemi COVID-19 ini tentunya menimbulkan
ketidaknyamanan bagi semua orang, termasuk kaum lansia. Lansia terpaksa berada di dalam
tempat tinggalnya masing-masing yang menyebabkan berkurangnya aktivitas fisik. dr. Anastasia
Asylia Dinakrisma, SpPD (Divisi Geriatri, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI – RSUPN Cipto
Mangunkusumo), menganjurkan beberapa cara dapat melakukan aktivitas fisik yang rutin untuk
mempertahankan daya tahan tubuh, rasa ketidaknyamanan, cemas dan bosan juga dapat
dialihkan dengan melakukan aktivitas yang menyenangkan di dalam rumah, yaitu:
1. Tetap aktif menjalin komunikasi secara rutin / lebih sering dengan orang-orang terdekat.
Pembatasan sosial bukan berarti isolasi sosial, keluarga dan orang terdekat sebaiknya
lebih sering dan rutin menjalin komunikasi dengan lansia, dengan memanfaatkan
berbagai media telekomunikasi dan teknologi, misalnya telpon, video call, media sosial,
atau bertemu langsung dengan memperhatikan kaidah physical distancing. Pilihlah topik
yang menyenangkan, menenangkan dan membuat lansia lebih bersemangat, hindari
membahas mengenai berita-berita yang belum pasti kebenarannya atau hoax.
2. Melakukan aktivitas yang mendukung pola hidup bersih dan sehat. Lakukan kegiatan
yang mendukung pola hidup bersih dan sehat. Misalnya, makan makanan bergizi
seimbang, sering cuci tangan secara berkala, terutama setelah menyentuh barang-
barang, jika sakit menggunakan masker, menutup hidung dan mulut ketika bersin atau
batuk, melakukan relaksasi, menghirup udara segar di pekarangan, berjemur rutin setiap
pagi (misalnya jam 10 pagi selama 15 menit), melakukan aktivitas rumah tangga, misal
memasak, menata rumah, berkebun.
3. Melakukan aktivitas religi atau beribadah di dalam rumah. Lakukan aktivitas keagamaan
di dalam rumah, seperti berdoa, mengaji, membaca Kitab Suci.
4. Melakukan olahraga rutin di rumah. Olahraga yang dapat dilakukan adalah latihan
aerobik seperti jalan kaki keliling rumah atau pekarangan/ jalan di tempat, sepeda statis,
dan senam. Berbagai senam lansia dapat dilakukan dengan panduan video atau media
audiovisual lain, antara lain seperti senam jantung, senam vitalisasi otak, tai-chi, senam
osteopososis, senam tera, poco-poco. Latihan aerobik dikombinasikan dengan latihan
resistensi seperti angkat beban (contohnya menggunakan rubber band),
gerakan stretching atau peregangan dengan menahan gerakan selama 10-15 detik,
gerakan repetisi duduk-berdiri, dan latihan keseimbangan seperti berdiri dengan satu
kaki. Durasi latihan bervariasi antara 10-30 menit, 3-5 kali seminggu, disesuaikan
dengan kondisi kesehatan lansia. Yang perlu diperhatikan untuk lansia selama
berolahraga adalah pastikan badan dalam kondisi fit atau bugar, tidak dalam keadaan
sakit, seperti batuk, sesak atau demam, jangan lupa minum air putih yang cukup
sebelum dan sesudah olahraga untuk mengganti cairan tubuh yang hilang, dan selama
berolahraga hendaknya lansia didampingi atau diawasi.
5. Melakukan hobi dan kegemaran di dalam rumah. Lakukan hobi, minat atau kegemaran di
dalam rumah, seperti bermain game (misalnya catur, ular tangga, teka teki silang,
Sudoku), membaca buku, bermain atau mendengarkan musik, menonton film, menulis
dan lain-lain.
Kewaspadaan pada kelompok rentan lansia ini juga menjadi perhatian dalam penanganan
Covid-19 seperti yang termuat dalam Surat Edaran Mentri Dalam Negeri nomor 440/2622/SJ
tentang Pembentukan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus (Covid-19) pada 29
Maret 2020, yang berisi antara lain :
Pemerintah Daerah harus memastikan bahwa kelompok lanjut usia (lansia) memperoleh
sosialisasi dan perlindungan pribadi, memahami langkah-langkah perawatan,
persyaratan kebersihan tangan, misalnya: hindari berbagi barang
pribadi; memperhatikan ventilasi; dan menerapkan langkah-langkah disinfektan.
Ketika lansia memiliki gejala yang mencurigakan seperti demam, batuk, sakit
tenggorokan, sesak dada, dispnea (sesak napas), kelelahan, mual dan muntah, diare,
konjungtivitis (mata merah), nyeri otot, dan lain-lain. Langkah-langkah berikut harus
diambil: karantina/isolasi mandiri dan hindari kontak dekat dengan orang lain; status
kesehatan harus dinilai oleh staf medis dan mereka yang memiliki kondisi kesehatan
abnormal akan dipindahkan ke lembaga medis. Mengenakan masker sangat dianjurkan
dalam perjalanan ke rumah sakit, menghindari penggunaan kendaraan umum (jika
memungkinkan), dan segera melakukan pendaftaran serta menerima observasi medis
dan tidak melakukan kontak dengan orang lain; orang yang memiliki kontak dekat
dengan kasus terduga harus mendapatkan pengawasan khusus; mengurangi pertemuan
yang tidak perlu, pesta makan malam, dan grup lainnya; jika ada lansia dengan gejala
yang mencurigakan didiagnosis COVID-19, mereka yang berhubungan dekat harus
menerima pengamatan medis selama 14 hari. Setelah pasien pergi (seperti rawat inap,
kematian, dll.); ruangan tempat tinggal dan kemungkinan bahan yang terkontaminasi
harus diterapkan prosedur desinfeksi tepat waktu; prosedur disinfeksi khusus harus
dioperasikan atau diinstruksikan oleh para profesional dari Pemerintah Daerah, atau
pihak ketiga yang berkualifikasi; dan tempat tinggal tanpa disinfeksi tidak disarankan
untuk digunakan.
Kementerian Kesehatan telah mensosialisasikan beberapa tips atau kiat bagi kelompok lansia
agar ikut serta mencegah penyebaran virus Covid-19, yakni :
Untuk sementara tidak melakukan perjalanan keluar rumah, tetaplah berada dirumah/
panti wreda dengan melakukan kegiatan rutin.
Jauhi keramaian, perkumpulan, kegiatan sosial seperti arisan, reuni, rekreasi, pergi
berbelanja, dll
Tidak menerima kunjungan cucu. Ini cukup berat tapi masuk diakal karena cucu bisa
sebagai carrier tanpa tanda apapun, mereka sangat imun.
Jaga jarak (1 meter atau lebih) dengan orang lain. Hidari bersentuhan, bersalaman, atau
bercium pipi.
Tunda pemeriksaan rutin ke Dokter. Ini juga berat, kecuali sangat mendesak, hubungi
dulu melalui telepon. Keluarga/ pengasuh memastikan lansia minum obat secara teratur
dan pastikan persediaan obat yang cukup bagi lansia yang memiliki penyakit kronis
Ajak atau anjurkan lansia melakukan kegiatan yang menyenangkan seperti dapat
membantu menghubungkan dengan rekannya melalui sambungan Skype, Video call,
zoom, membaca atau merawat tanaman disekitar rumah.
Ajarkan kebersihan diri, juga kepada pengasuh untuk sering mencuci tangan dengan
sabun. Jaga kebersihan barang yang digunakan.
Larang kunjungan ke rumah jompo. Rumah jompo tempat kumpulan orang sangat rentan
virus. Hanya orang-orang sehat dan tidak ada riwayat terpapar dengan lingkungan yang
berisiko penularan yang dapat menemui/ mendampingi lansia.
Jangan berkompromi dengan rutinitas harian mereka seperti ibadah tepat waktu, tidur
tepat waktu, olahraga, makan, sosial (komunikasi dengan Hp) juga tepat waktu. Jangan
ubah, supaya nyaman.
Cukup tidur, malam 6-8 jam dan siang 2 jam. Boleh meningkatkan imunitas dengan
makan makanan dengan gizi seimbang (cukup karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan
mineral).
Bila lansia mengalami gejala yang mirip dengan flu, tidak berarti lansia terkena Covid-19.
Kelompok lansia (lanjut usia) dan mereka yang memiliki masalah kesehatan memiliki risiko yang
lebih besar, segera kontak sarana kesehatan untuk konsultasikan lebih lanjut dan perhatikan
langkah-langkah sebagai berikut:
Kelompok lansia (lanjut usia) dan orang dengan masalah kesehatan menahun (kronis)
seperti penyakit jantung, diabetes dan penyakit paru berisiko mengalami sakit yang
serius. Jika lansia merasa tidak sehat, demam, lelah dan batuk kering, istirahatlah yang
cukup di rumah dan makan yang bergizi dan cukup minum.
Bila keluhan berlanjut, atau disertai dengan kesulitan bernapas (sesak atau napas
cepat), segera berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan.
Jaga jarak setidaknya 1 meter dari anggota rumah tangga lainnya.
Pada saat berobat ke fasilitas layanan kesehatan gunakan masker. Apabila tidak
memiliki masker, ikuti etika batuk/bersin yang benar dengan menutup mulut dan hidung
dengan siku terlipat atau tisu yang langsung dibuang ke tempat sampah tertutup.
Dengan menghindarkan kelompok lansia terhadap COVID-19 ini, Dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG
(Kepala BKKBN) menganjurkan agar setiap keluarga membangun Keluarga Berkualitas dengan
merajut kasih sayang dan perhatian kepada lansia. Lansia akan merasa lebih bahagia bila hidup
dalam lingkungan keluarga yang saling melayani, merawat dan melindungi. Dari lingkungan
seperti itulah, hadir LANSIA TANGGUH, yaitu seseorang atau kelompok lanjut usia yang sehat
fisik, sosial dan mental, disamping aktif, produktif dan mandiri. Kini bakti kita dituntut memberi
perhatian, perlindungan dan kasih sayang kepada Ayah/Ibu, Aki, Kakek, Nenek, Eyang, Opa,
Oma, Ompung, Mbah tersayang. Kesibukan telah menyita semua waktu dan energi kita,
sehingga perhatian kepada orang tua nyaris tidak ada, bahkan kita lupa kapan terakhir kita
menyapa ayah dan ibu, juga kakek dan nenek, yaitu ayah dan ibu dari ayah dan ibu kita.
Saatnya Keluarga menjadi “The best caregiver in the world” (Tuti Aswani)
Sumber :
Badan Pusat Statistik, Statistik Penduduk Lanjut Usia 2019, Jakarta
BKKBN. 2020. Keluarga berkualitas benteng ampuh cegah virus corona saatnya aksi 8
delapan fungsi keluarga. cited April 1st Available
on: https://www.bkkbn.go.id/detailpost/keluarga-berkualitas-benteng-ampuh-cegah-virus-
corona-saatnya-aksi-8-delapan-fungsi-keluarga
Ditjen P2P Penyakit Menular Kementerian Kesehatan. 2020. Jaga agar Lansia terhindar
dari COVID -19, Jakarta
PERGEMI. 2020. Sepuluh Cara untuk Melindungi Orang Tua dari Virus Corona. cited
April 7th Available on:https://kumparan.com/skata/10-cara-untuk-melindungi-orang-tua-
dari-virus-corona-1t7kdkTf4AT
WHO dan CDC. Lindungi Lanjut Usia Dalam Perseteruan Manusia vs Covid-19. cited
April 1st Available on: https://transindonesia.co/2020/03/lindungi-lanjut-usia-dalam-
perseteruan-manusia-vs-covid-19.2020
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Seiring pertambahan usia,
tubuh akan mengalami berbagai penurunan akibat proses
penuaan.
2. Faktor Biologis
3. Faktor Psikologi
"Faktor ini adalah rasa kesepian atau lonliness ini juga yang
paling dirasakan. karena sebelumnya ada lansia yang aktif dan
munculah pandemi covid19, mungkin ada beberapa lansia yg
bisa beradaptasi tapi ada juga lansia yg masih bingung untuk
tetap konek dengan keluarga, teman teman," ungkapnya.
hal itu lah yang dapat menimbulkan rasa kesepian yang dapat
menggangu mental para lansia.
4. Faktor Sosialmotional
5. Faktor Lingkungan
Baca Juga:Warga Sambut Baik Vaksinasi Door to Door Untuk Lansia dan
Disabilitas di Pelosok Jogja
Wanita juga lebih mungkin mengalami gejala depresi selama pandemi daripada
pria.
Jadi, secara keseluruhan, lansia kali lebih mungkin mengalami gejala depresi
selama pandemi dibanding sebelum pandemi.
"Temuan ini menunjukkan dampak negatif kesehatan mental dari awal pandemi,
dan dapat memburuk dari waktu ke waktu, dan menggarisbawahi perlunya
intervensi untuk mengatasi stresor dan mengurangi dampaknya terhadap
kesehatan mental lansia," tambah Raina.
UGM Update kembali menghadirkan bincang kesehatan untuk kali ketiganya pada Kamis (23/7). Bincang
kesehatan ini kembali hadir secara daring yang disiarkan langsung melalui
saluran Youtube UGM , Facebook, Twitter maupun Instagram @ugm.yogyakarta. Tema yang diangkat
adalah “Asupan Nutrisi dan Imunitas di Masa Pandemi” dengan narasumber Dr. Mirza Hapsari Sakti Titis
Panggalih, S.Gz., MPH., RD., Ahli Gizi UGM.
Mirza memulai pemaparannya dengan menjelaskan tiga hal yang saling berkaitan dalam mekanisme
penyebaran penyakit, yakni host (atau diri kita sendiri), lingkungan, serta pembawa (atau sumber penyakit,
yang dalam hal ini Covid-19). Dengan memperhatikan hal tersebut, beberapa pendekatan untuk
menangkalnya bisa dilakukan, yakni pendekatan lingkungan yang baik dengan menerapkan prinsip hidup
bersih, dan pendekatan untuk membangun tubuh yang baik dan sehat (imunitas).
Pendekatan yang terakhir, menurut Mirza, tidak semudah yang dibayangkan karena kompleksitas dari
sistem imun. Beberapa hal yang dapat membangun imunitas tubuh kita seperti olahraga serta membiasakan
asupan gizi baik dan seimbang.
Sesuai bidangnya, Mirza memaparkan peranan gizi dalam meningkatkan sistem imun adalah untuk
mengurungi stessor atau faktor yang memicu inflamasi dalam tubuh. Jenis-jenis zat gizi yang spesifik
untuk membangun imunitas, antara lain protein, vitamin A, C, E, dan zinc. “Asupannya berbeda-beda bagi
tiap kelompok usia serta berkebutuhan khusus,” terangnya.
Mirza menjelaskan beberapa kelompok usia, seperti anak-anak dan lansia, pengawasan dan
pengendaliannya harus lebih diperhatikan agar tidak mudah terjangkit penyakit utamanya Covid-19.
Dampak dari perbedaan tersebut adalah efek dari penyakit yang menjangkit mereka.
“Kena virusnya sama, tetapi efeknya yang akan berbeda. Misal pada kelompok gizi bagus maka mungkin
hanya timbul gejala radang tenggorokan saja. Sementara pada kelompok gizi rendah, bahkan bisa
sampai drop karena menyerang berbagai sistem tubuh,” ungkapnya.
Lebih lanjut, mengenai asupan gizi, Mirza menyebut memang banyak sumber makanan dari zat-zat tadi
yang terbilang mahal, tetapi hal itu bukanlah alasan. Ia menyatakan untuk memenuhi zat-zat tersebut kita
bisa mencari bahan makanan dengan kandungan yang sama, namun memiliki harga terjangkau.
Pertama protein, Mirza mengatakan kita bisa menyerapnya dari konsumsi telur. Harganya murah dan
mudah untuk ditemukan. Kemudian, vitamin A yang setahu kita selama ini hanya untuk mata, juga bagus
untuk imun. Sumbernya bisa dapat dari bahan makanan dengan warna kuning dan oranye, seperti wortel
dan labu kuning.
“Kita juga bisa menyerapnya dari konsumsi hati sapi atau ayam, namun ini disarankan untuk para
kelompok khusus, utamanya dengan anemia, seperti ibu hamil, anak-anak untuk pertumbuhan, dan wanita
datang bulan,”ujarnya.
Selanjutnya, untuk Vitamin C, Mirza menyebut kita bisa menyerapnya dengan konsumsi buah dan
sayuran. Hal itu seperti jambu biji, jeruk, pepaya, dan brokoli yang terbilang cukup murah dan mudah
didapat. Untuk Vitamin E, menurutnya, bisa didapat dengan konsumsi minyak zaitun, minyak jagung,
margarin, dan yang teritinggi adalah minyak bunga matahari. Walaupun biasanya digunakan dalam takaran
yang sedikit, tetapi kandungannya sudah cukup berarti untuk kesehatan kita.
Terakhir, Mirza menyayangkan asupan gizi yang mudah tetapi masih belum menjadi kebiasaan bangsa
Indonesia yakni minum susu. “Meskipun kampanyenya terbilang gencar, namun masih sukar dipenuhi.
Padahal, susu mengandung banyak zat yang dapat membangun sistem imun kita. Saya menyarankan,
utamanya untuk lansia dan anak, agar mulai membiasakan konsumsi susu ini,” pungkasnya.
DI masa pandemi covid-19, lanjut usia (lansia) merupakan kelompok rentan yang
asupan gizinya perlu diperhatikan agar imunitas tubuhnya terjaga. Dokter Spesialis Gizi
Klinik RSUI Anna Maurina menjelaskan ada sejumlah perubahan pada tubuh yang
dialami oleh lansia jika dibandingkan ketika masih berusia muda. Asupan gizi lansia
sangat bergantung pada lima hal yakni usia, jenis kelamin, berat dan tinggi badan,
aktivitas fisik, dan penyakit penyerta. "Untuk menjaga kondisi tubuh, maka para lansia
harus mengonsumsi makanan bergizi seimbang, mulai dari karbohidrat, protein, hingga
vitamin dan mineral," ujar Amma dalam seminar daring, Selasa (13/10). Protein yang
berfungsi sebagai zat pembangun dan sumber energi bisa didapat dari hewan maupun
tumbuhan seperti ayam, ikan, telur tahu, dan tempe. Karbohidrat berfungsi sebagai
sumber energi, selain dari nasi, juga bisa didapatkan dari singkong dan roti. Sedangkan
vitamin dan mineral yang dibutuhkan untuk metabolisme tubuh, banyak didapatkan dari
buah dan sayuran. Pada lansia berusia lebih dari 65 tahun, dibutuhkan vitamin A
sebanyak 500-600 mcg, vitamin C 75-90 mg, vitamin D 20 mcg, vitamin E 15 mg, seng
10-13 mg, vitamin B6 1,6-1,7 mg, vitamin B12 2,4 mcg, dan folat mcg. Anna
menambahkan, umumnya lansia mengalami masalah saat mengonsumsi makanan
seperti gangguan mengunyah karena gigi tidak lengkap, penurunan pengecapan karena
gangguan papil lidah sebagai indra pengecap, penurunan produksi air ludah, penurunan
daya cerna, hingga berujung pada penurunan nafsu makan. Oleh sebab itu, dapat
dibantu dengan menggunakan trik modifikasi makanan. Di antaranya memberi makanan
lunak, semi padat, atau cair dan ditambah rasa dengan bumbu-bumbuan seperti kunyit,
jahe, dan bawang. Karena daya cerna menurun, makanan dapat dikonsumsi dalam
porsi kecil dengan intensitas yang sering serta perbanyak minum air. “Contoh trik
modifikasi makanan bisa membuat bubur nasi dengan lauk cincang, oatmeal dicampur
air atau susu dan buah, mashed potato, sup jagung, dan tim nasi,” tandasnya. Masalah
lansia lain umumnya yakni terjadi peningkatan massa lemak atau lemak dalam dan
sering terjadi sarkopenia atau penurunan masa otot. Jadi untuk melakukan segala
sesuatu berkegiatan agak susah karena massa ototnya mulai mengecil/sedikit, lalu
terjadi penurunan kekuatan serta peforma fisik dan gangguan fisik,” tutur Anna. Pada
sistem saraf, terjadi penurunan kemampuan otak dalam transmisi sinyal dan komunikasi
dan akhirnya penurunan kognisi. Pada kemampuan sensorik terjadi penurunan
kemampuan merasa dalam pengecapan, mulut terasa kering, dan sulit menelan. Selain
itu, terjadi penurunan fungsi ginjal, jumlah urin mejadi sedikit dan rentan dehidrasi. Pada
jantung dan pembuluh darah, terjadi penurunan elastisitas pembuluh darah dan
penurunan frekuensi nadi. “Kemudian terjadi juga penurunan respons imun dan
efektivitasnya karena ada perubahan-perubahan struktur kimia sel, ada perubahan pola
protein pada permukaan sel, ada mutasi,” pungkasnya.(H-1)
Sumber: https://mediaindonesia.com/humaniora/352392/modifikasi-makanan-jaga-
asupan-gizi-lansia
Kelompok masyarakat lanjut usia (lansia) mendapat tekanan ganda saat pandemi Covid-19.
Mereka paling rentan terinfeksi demam jenis baru ini, sekaligus terdampak secara ekonomi
lantaran kian sulit mendapat penghasilan. Indonesia sedang bergerak ke arah penuaan
penduduk (ageing population). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk lansia
sebanyak 25,7 juta jiwa atau 9,6% dari total penduduk pada 2019. Dari jumlah tersebut, 10,10%
perempuan dan 9,10% laki-laki. Sebuah negara masuk kategori berstruktur penduduk tua jika
persentase lansia sudah mencapai 10% dari seluruh populasi. Pada tahun lalu, lima provinsi
sudah berstruktur penduduk tua, yakni DI Yogyakarta (14,50%), Jawa Tengah (13,36%), Jawa
Timur (12,96%), Bali (11,30%), dan Sulawesi Barat (11,15%). Penuaan penduduk di negeri ini
seiring dengan jumlah rumah tangga berpenghuni lansia, yakni 27,88%. Dari jumlah tersebut,
61,75% di antaranya dikepalai oleh lansia. Angka kesakitan (morbidity rate) lansia Indonesia
pun meningkat dari 25,99% pada 2018 menjadi 26,2% setahun setelahnya. Menunjukkan bahwa
semakin banyak lansia di negeri ini yang sakit. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian
Kesehatan pada 2018 mencatat permasalahan kesehatan lansia tertinggi adalah hipertensi
(63,5%), diabetes melitus (5,7%), dan penyakit jantung (4,5%). Seluruh penyakit penyerta atau
komorbid tersebut lah yang membuat lansia semakin rentan terserang Covid-19. Mengingat,
Satgas Covid-19 mencatat 50,6% penderita corona di negeri ini memiliki riwayat hipertensi. Lalu,
35,2% beriwayat diabetes melitus dan 18,4% berpenyakit jantung. Hingga 24 November 2020,
persentase pasien positif Covid-19 meninggal dunia terbanyak kedua adalah dari kelompok
umur di atas 60 tahun. Mencapai 35,3% dari total 16,1 ribu pasien meninggal. Di tempat pertama
adalah kelompok umur 45-59 tahun atau menjelang kategori lansia dengan 37,2%. Penduduk
lansia juga tertekan secara ekonomi di masa pandemi. Misalnya terlihat dari kisah pasangan
suami-istri Harun (75 tahun) dan Zahara (80 tahun) di pesisir Kota Tarakan, Kalimantan Utara
yang sempat diangkat Liputan 6. Mereka tak bisa lagi bekerja dan hanya mendapat penghidupan
dari pemberian nelayan di lingkungannya. “Dari tetangga kadang ada yang bantu. Baznas juga
biasanya antarkan sembako setiap bulan, tapi sekarang belum ada lagi,” ujar Zahara Sabtu,
(9/5). Banyak lansia lain yang rentan bernasib sama dengan mereka. Hal ini karena 43,8% atau
sekitar 11,3 juta orang dari total penduduk lansia berasal dari rumah tangga kelompok
pengeluaran 40% terbawah. Jumlah ini paling besar dari rumah tangga kelompok pengeluaran
lain. Secara status pekerjaan, BPS pada 2019 mencatat 84,29% lansia bekerja di sektor
informal. Mereka sangat rentan karena tidak memiliki perlindungan sosial, dasar hukum
pekerjaan, dan imbalan kerja layak. Lalu, 10,13% lansia termasuk kategori precarious worker
atau pekerja tidak tetap yang berisiko tinggi kehilangan penghasilan sewaktu-waktu. Hal itu
berbanding lurus dengan status pendidikan lansia yang mayoritas SD ke bawah. Sebanyak
33,26% lansia tidak tamat SD dan 30,88% hanya tamat SD/sederajat. Sebuah hal yang
mempersulit mereka mendapat pekerjaan layak di masa tua karena tak memiliki kemampuan
memadai di tengah persaingan pasar tenaga kerja yang semakin ketat. Lansia dengan tingkat
pendidikan rendah pun lebih banyak dari status ekonomi 40% terbawah. Sebuah hal yang
memperlihatkan pula bahwa ketiadaan akses ekonomi dan pendidikan di masa muda sangat
memengaruhi kondisi seseorang di masa tua. Mereka yang tidak beruntung ini terus miskin
seumur hidup. Di masa pandemi banyak lansia kehilangan pekerjaan. Tercermin dari angka
tingkat pengangguran terbuka (TPT) yang meningkat menjadi 1,7% per Agustus 2020 dari 0,68%
pada periode sama tahun sebelumnya. Upah yang diterima lansia pun terendah kedua setelah
penduduk berusia 15-19 tahun. Pada Agustus 2020, rata-rata upah lansia hanya Rp 2,2 juta
dengan ketimpangan cukup jauh antara laki-laki dan perempuan. Rata-rata upah lansia
perempuan Rp 1,3 juta dan laki-laki Rp 2,5 juta. Maka dari itu, diperlukan perlindungan, baik
kesehatan maupun ekonomi untuk lansia di masa krisis Covid-19 ini. Terlebih, 9,38% lansia
tinggal sendiri yang menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sangat berisiko dan
membutuhkan perhatian khusus. Pemerintah telah memberikan bantuan sosial kepada lansia,
yakni Program Keluarga Harapan (PKH) dan Program Bantu LU. Program Bantu LU untuk
penduduk lanjut usia miskin di dalam rumah tangga bukan penerima PKH. Namun, kajian dari
Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) menyebutkan, cakupan kedua
program tersebut masih sangat minim. Hanya sekitar 1,1 juta lansia dalam keluarga penerima
PKH dan 25 ribu lansia dalam Program Bantu LU. Angka ini kurang 2% dari total lansia. Kajian
tersebut juga menyebutkan baru sekitar 12% dari total lansia yang memiliki perlindungan sosial.
Dengan kata lain, masih sangat banyak lansia tak memiliki perlindungan sosial dalam jenis
apapun atau masuk dalam golongan missing middle yang sangat rentan di masa pandemi.
TNP2K merekomendasikan perlunya memperluas cakupan penerima bansos yang menyasar
lansia. Khususnya bagi yang belum memiliki perlindungan sosial. Sistem perlindungan sosial ini
membutuhkan penyederhanaan mekanisme pelaksanaan program, mulai dari pendaftaran
hingga penerimaan. Agar terjaga dari Covid-19, penting bagi lansia untuk beristirahat dengan
cukup, mengonsumsi makanan sehat, menghindari pertemuan dengan orang-orang berisiko
tinggi terpapar virus, serta patuh terhadap protokol kesehatan. Hal ini sebagaimana anjuran
Kementerian Kesehatan. Lansia juga membutuhkan dukungan orang-orang di sekitarnya dan
pemerintah agar mampu melewati masa pandemi dengan selamat. Sehingga, angka kematian
lansia akibat Covid-19 tak semakin meningkat.
Artikel ini telah tayang di Katadata.co.id dengan judul "Rapuhnya Nasib Lansia Indonesia di
Masa Pagebluk - Analisis Data
Katadata" , https://katadata.co.id/muhammadridhoi/analisisdata/5fc8e6ab2f7fe/rapuhnya-nasib-
lansia-indonesia-di-masa-pagebluk
Penulis: Muhammad Ahsan Ridhoi