Anda di halaman 1dari 11

Sikap

1. Pengertian sikap

Menjrut G.W Alport dalam (Tri Rusmi Widayatun, 1999:218) Sikap adalah kesiapan
seseorang untuk bertindak. Seiring dengan pendapat G.W. alport di atas Tri Rusmi Widayatun
memberikan pengertian sikap adalah “keadaan mental dan syaraf dari kesiapan, yang diatur melalui
pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu pada semua
obyek dan situasi yang berkaitan dengannya”.

Sedangkan La Pierre (dalam Azwar, 2003) mendefinisikan sikap sebagai suatu pola perilaku
tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan iri dalam situasi sosial, atau
secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan.

Soetarno (1994), sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk
bertindak terhadap obyek tertentu. Sikap senantiasa diarahkan kepada sesuatu artinya tidak ada
sikap tanpa obyek. Sikap diarahkan kepada benda-benda, orang, peristiwa, pandangan, lembaga,
norma dan lain-lain.

Sikap adalah tanggapan (response) yang mengandung komponen-komponen kognitif


(pengetahuan), afektif (sejauhmana penilaiannya terhadap obyek) dan konaktif (kecenderungan
untuk berbuat), yang dilakukan oleh seseorang terhadap sesuatu obyek atau stimulus dari
lingkungannya.

2. Jenis-jenis sikap

a. Job Satisfaction

(sikap yang menentukan kepuasan seseorang terhadap pekerjaannya)

Locke (1976)

Locke mendefinisikan job satisfaction sebagai: Respons kognisi (evaluatif), afeksi (emosi), dan
perilaku seseorang terhadap pekerjaannya, yang kemudian diukur dengan evaluasi seseorang
mengenai karakteristik pekerjaannya, respons emosional terhadap kejadian-kejadian yang muncul di
pekerjaannya, serta intensi berperilaku dalam bekerja.

Robbins (2003)

Robbins mengungkapkan bahwa: Job satisfaction merupakan sikap seseorang secara keseluruhan
terhadap pekerjaannya. Ditambahkan oleh Robbins (2003), job satisfaction merupakan aspek yang
penting di dalam perilaku keorganisasian karena berkorelasi secara positif dengan kinerja karyawan.

Spector (1997)

Job satisfaction didefinisikan sebagai perasaan seseorang terhadap pekerjaan dan aspek-aspek di
dalam pekerjaannya. Perasaaan terhadap pekerjaannya ini dapat dilihat melalui dua pendekatan,
yaitu pendekatan umum (global approach) dan khusus (berdasarkan aspek). Pendekatan umum
digunakan apabila seseorang ingin mengetahui tingkat kepuasan seseorang di dalam pekerjaannya,
beserta pengaruhnya terhadap varibel-variabel lainnya. Dalam hal ini, pendekatan umum melihat
job satisfaction sebagai satu kesatuan dan perasaan karyawan pada pekerjaannya secara
keseluruhan.

Dari teori-teori pengertian job satisfaction dapat diambil kesimpulan bahwa kepuasan kerja
adalah cerminan dari perasaan atau sikap emosi positif yang berasal dari pengalaman kerja
seseorang, serta aspek-aspek yang ada di pekerjaannya. Jika karyawan merasa puas atas
pekerjaannya maka karyawan tersebut akan merasa senang dan terbebas dari rasa tertekan
sehingga akan timbul rasa aman untuk tetap bekerja pada lingkungan kerjanya.

b. Job Involvement

(sikap yang menggambarkan sampai sejauh mana partisipasi aktif karyawan terhadap pekerjaannya)

Berikut adalah beberapa pengertian job involvement (keterlibatan kerja) menurut beberapa ahli:

Brown:

“Setiap pekerja dapat mengidentifikasikan diri secara psikologis dengan pekerjaannya, dan
menganggap pekerjaannya penting untuk dirinya selain untuk organisasi.”

Robins:

“Karyawan yang memiliki keterlibatan kerja tinggi terhadap pekerjaannya ditandai dengan karyawan
memiliki kepedulian yang tinggi terhadap pekerjaan, adanya perasaan terikat secara psikologis
terhadap pekerjaan yang ia lakukan dan keyakinan yang kuat terhadap kemampuannya dalam
menyelesaikan pekerjaan.”

Blau dan Boal:

“Keterlibatan kerja adalah tingkatan dimana pekerja membenamkan diri dengan pekerjaan mereka,
menginvestigasikan waktu dan energi di dalamnya, melihat pekerjaan sebagai pusat dari kehidupan
mereka secara keseluruhan.”

Berdasarkan ketiga pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa job involvement
(keterlibatan kerja) adalah karyawan yang berkomitmen atas pekerjaannya, memiliki keterlibatan
kerja yang tinggi, mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap pekerjaannya, menganggap bahwa
pekerjaanya sangat penting untuk diri sendiri, mempunyai perasaan terikat terhadap pekerjaannya
serta mengerjakan pekerjannya dengan baik dan bersungguh – sungguh.

Atau dengan kata lain, Job involvement merupakan bentuk komitmen seorang karyawan dalam
melibatkan peran dan kepedulian terhadap pekerjaan baik secara fisik, pengetahuan dan emosional
sehingga menganggap pekerjaan yang dilakukannya sangat penting serta memiliki keyakinan kuat
untuk mampu menyelesaikannya.
c. Organization Commitment

(sikap yang menunjukkan sampai mana seseorang melibatkan diri dalam organisasi beserta dengan
tujuan-tujuannya dan ingin menjaga keannggotaannya dalam organisasi)

Mathis dan Jackson:

“Organizational Commitment is the degree to which employees believe in and accept organizational
goals and desire to remain with the organization”. artinya komitmen organisasi adalah tentang
bagaimana karyawan percaya dengan organisasi, menerima tujuan organisasi dan tidak akan
meninggalkan organisasi.

Robbins dan Judge

komitmen organisasi adalah suatu keadaan dimana seorang karyawan memihak organisasi tertentu
serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi
tersebut. Jadi, keterlibatan pekerjaan yang tinggi berarti memihak pada pekerjaan tertentu seorang
individu, sementara komitmen organisasional yang tinggi berarti memihak organisasi yang merekrut
individu tersebut.

Moorhead dan Griffin

komitmen organisasi adalah sikap yang mencerminkan sejauh mana seseorang individu mengenal
dan terikat pada organisasinya. Individu yang memiliki komitmen tinggi kemungkinan akan melihat
dirinya sebagai anggota sejati organisasi.

Allen & Meyer

komitmen organisasi merupakan kondisi psikologis yang menunjukkan karakteristik hubungan antara
pekerja dengan organisasi dan mempunyai pengaruh dalam keputusan untuk tetap melanjutkan
keanggotaannya didalam organisasi tersebut.

Kreitner dan Kinicki

komitmen organisasi mencerminkan tingkatan dimana seseorang mengenali sebuah organisasi dan
terikat pada tujuan-tujuannya.

Berdasarkan definisi-definisi para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi
adalah kemampuan karyawan dalam mengidentifikasi dirinya dengan nilai-nilai, aturan-aturan,
tujuan organisasi atau perusahaan yang mencakup loyalitas terhadap perusahaan dan keterlibatan
karyawan dalam pekerjaan.

3. Komponen sikap

Secord and Bacman membagi sikap menjadi tiga komponen yang dijelaskan sebagai berikut:
a. Komponen kognitif, adalah komponen yang terdiri dari pengetahuan. Pengetahuan inilah yang
akan membentuk keyakinan dan pendapat tertentu tentang objek sikap.

b. Komponen afektif, adalah komponen yang berhubungan dengan perasaan senangatau tidak
senang, sehingga bersifat evaluatif. Komponen ini erat hubungannya dengan sistem nilai yang dianut
pemilik sikap.

c. Komponen konatif, adalah komponen sikap yang berupa kesiapan seseorang untuk berperilaku
yang berhubungan dengan objek sikap.

Ketiga komponen tersebut sangat berkaitan. Secara khusus, dalam banyak cara antara kesadaran
dan perasaan tidak dapat dipisahkan.

Sebagai contoh, seorang karyawan tidak mendapatkan promosi yang menurutnya pantas ia
dapatkan, tetapi yang malah mendapat promosi tersebut adalah rekan kerjanya. Sikap karyawan
tersebut terhadap pengawasnya dapat diilustrasikan sebagai berikut: opini, (karyawan tersebut
berpikir ia pantas mendapat promosi itu), perasaan (karyawan tersebut tidak menyukai
pengawasnya), dan perilaku (karyawan tersebut mencari pekerjaan lain). Jadi, opini / kesadaran
menimbulkan perasaan yang kemudian menghasilkan perilaku, dan pada kenyataannya komponen-
komponen ini berkaitan dan sulit untuk dipisahkan.

4. Karakteristik Sikap

Menurut Ujang Sumarwan (2014 p.166) Sikap terdiri dari beberapa karakteristik, yaitu :

a. Sikap selalu memiliki objek, yaitu selalu mempunyai sesuatu hal yang dianggap penting, objek
sikap dapat berupa konsep abstrak seperti konsumerisme atau berupa sesuatu yang nyata.

b. Konsistensi sikap, sikap merupakan gambaran perasaan seorang konsumen, dan perasaan
tersebut akan direfleksikan oleh perilakunya. Karena itu, sikap memiliki konsistensi dengan perilaku.

c. Sikap Positif, Negatif dan Netral berarti setiap orang memiliki karakteristik valance dari sikap
antara individu satu dengan yang lainnya.

d. Intensitas sikap, sikap seorang konsumen terhadap suatu merek produk akan variasi tingkatannya,
ketika konsumen menyatakan derajat tingkat kesukaan terhadap suatu produk, maka ia
mengungkapkan ntensitas sikapnya.

e. Resistensi sikap adalah seberapa besar sikap seorang konsumen bisa berubah.

f. Persistensi sikap adalah karakteristik sikap yang menggambarkan bahwa sikap akan berubah
karena berlalunya waktu.

g. Keyakinan sikap adalah kepercayaan konsumen mengenai kebenaran sikap yang dimilikinya. Sikap
seorang terhadap objek sering kali muncul dalam konteks situasi.
5. Fungsi Sikap

Ujang Sumarwan (2014 p.168) fungsi sikap mempunyai empat kategori sebagai berikut:

a. Fungsi Utilitarian
Fungsi Ultilaterian berhubungan dengan prinsip-prinsip dasar manfaat (reward) tersebut
atau menghindari resiko dari produk hukuman (punishment). Manfaat produk bagi
konsumen yang menyebabkan seseorang menyukai produk tersebut.
b. Fungsi Mempertahankan Ego
Sikap berfungsi untuk melindungi seseorang dari keraguan yang muncul dari dalam dirinya
sendiri atau dari faktor luar yang mungkin menjadi ancaman bagi dirinya.
c. Fungsi Ekspresi Nilai
Sikap dikembangkan oleh konsumen terhadap suatu merek produk bukan berdasarkan atas
manfaat produk itu, tetapi setelah berdasarkan atas kemampuan merek produk itu
mengekspresikan nilai-nilai yang ada pada dirinya (self-concept)
d. Fungsi Pengetahuan
Sikap membantu konsumen mengorganisasikan informasi yang begitu banyak setiap hari
dipaparkan pada dirinya. Fungsi pengetahuan membentuk konsumen untuk mengurangi
ketidakpastian dan kebingungan.
Definisi Kepuasan Kerja

A. PENGERTIAN KEPUASAN KERJA

Kepuasan kerja yang tinggi merupakan tanda organisasi yang dikeloa dengan baik dan pada dasarnya
merupakan hasil manajemen perilaku yang efektif. Kepuasan keja adalah ukuran proses
pembangunan iklim manusia yang berkelanjutan dan suatu organisasi.

Kepuasan kerja adalah seperangkat perasaan tentang menyenangkan atau tidaknya pekerjaan
mereka. Ada perbedaan yang penting antara perasaan ini dengan dua unsur lainnya dari sikap
pegawai. Kepuasan kerja adalah bagian dari kepuasan hidup. Sifat lingkungan seseorang di luar
pekerjaan mempengaruhi perasaan di dalam pekerjaan. Demikian juga halnya, karena pekerjaan
merupakan bagian penting kehidupan, kepuasan kerja mempengaruhi kepuasan hidup seseorang.

Kepuasan kerja merupakan respon afektif atau emosional dari sebuah pekerjaan (Krieter & Kinicki,
2004). Salah seorang bisa merasakan kepuasan di satu aspek dan di aspek yang lain.

Robbins dan Judge (2007) menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan perasaan positif tentang
suatu pekerjaan yang merupakan hasil evaluasi dari beberapa karakteristik.

Dari pengertian tersebut di atas, perasaan positif maupun negatif yang dialami karyawan
menyebabkan seorang dapat mengalami kepuasan maupun ketidakpuasan kerja merupakan
masalah yang kompleks, karena berasal dari berbagai elemen kerja, misalnya terhadap pekerjaan
mereka sendiri, gaji/upah, promosi, supervisi, rekan kerja, ataupun secara keseluruhan.

Dari berbagai penelitian yang telah banyak dilakukan, ketika karyawan ditanya tentang respon dari
pekerjaan yang telah mereka lakukan, hasilnya bervariasi untuk berbagai elemen kerja, Dari hasil
penelitian, secara umum karyawan merasakan kepuasan secara keseluruhan (Robbins & Judge,
2007). Dalam pekerjaan, banyak sekali elemen yang berpengaruh terhadap kepuasan dan
ketidakpuasan. Seseorang dapat mengalami kepuasan untuk satu elemen pekerjaan, tetapi tidak
untuk elemen pekerjaan yang lain.

Elemen-elemen pekerjaan itu adalah: pekerjaan mereka sendiri, gaji/upah, promosi, supervisi, rekan
kerja, dan pekerjaan secara keseluruhan.

Definisi kepuasan kerja diambil dari pendapat Wexley dan Yulk (1977) yang menjelaskan kepuasan
kerja sebagai perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Seperti dikemukakan oleh Tiffin (dalam
As’ad, 2003) kepuasan kerja berhubungan erat dengan sikap dari karyawan terhadap pekerjaannya
sendiri, situasi kerja, kerjasama antara pimpinan dengan sesama karyawan.

B. KOMPONEN KEPUASAN KERJA

Smith, Kendall, dan Hullin, 1969 (dalam Gibson, dkk, 2000) menyebutkan lima komponen kepuasan
kerja yang dirasakan karyawan.

Pertama, pekerjaan yaitu sejauh mana tugas kerja dianggap menarik dan memberikan kesempatan
untuk belajar dan menerima tanggung jawab.
Kedua, kesempatan untuk promosi yaitu adanya kesempatan untuk maju.

Ketiga, supervisor atau atasan yaitu kemampuan atasan untuk membantu dan mendukung pekerja
atau bawahannya.

Keempat, gaji atau upah yaitu suatu jumlah yang diterima dan keadaan yang dirasakan dari
pembayaran. Kelima, rekan kerja yaitu sejauh mana rekan kerja bersahabat, kompeten dan saling
mendukung.

Kelima, rekan kerja yaitu sejauh mana rekan kerja bersahabat,kompeten dan saling mendukung.

Dalam penelitian oleh Robbins (1996) menyebutkan bahwa komponen-komponen yang menentukan
kepuasan kerja adalah:

1. Kerja yang secara mental menantang akan membuat karyawan lebih menyukai pekerjaan yang
dapat memberikan mereka kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka
serta menawarkan beragam tugas, kebebasan dan umpan balik.

2. Ganjaran yang pantas dalam hal ini yang dimaksud adalah karyawan menginginkan sistem upah
dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil dan sesuai dengan harapan mereka.

3. Kondisi kerja yang mendukung mempunyai arti karyawan yang peduli dengan lingkungan kerja,
baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan dalam melakukan pekerjaan yang baik.

4. Rekan kerja yang mendukung apabila karyawan mendapatkan lebih daripada sekedar uang atau
prestasi dalam pekerjaannya. Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan
interaksi sosial.

5. Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan, Pada hakikatnya karyawan dengan tipe kepribadian
kongruen (sama dan sebangun) dengan pekerjaan yang mereka pilih seharusnya akan menemukan
bakat dan kemampuan yang tepat untuk memenuhi tuntutan dari pekerjaan mereka.

D. TEORI-TEORI KEPUASAN KERJA

1. Teori Pertentangan (Discrepancy Theory)

Teori pertentangan dari Locke menyatakan bahwa kepuasan kerja atau ketidakpuasan kerja
terhadap beberapa aspek dari pekerjaan mencerminkan penimbangan dua nilai: a. Pertentangan
yang dipesepsikan antara apa yang diinginkan seseorang individu dengan apa yang ia terima, dan b.
Pentingnya apa yang diinginkan bagi individu.

Kepuasan kerja secara keseluruhan bagi seorang individu adalah jumlah dari kepuasan kerja dari
setiap aspek pekerjaan dikalikan dengan derajat pentingnya aspek pekerjaan bagi individu. Misalnya,
untuk seorang tenaga kerja, satu aspek dari pekerjaanya (misalnya:peluang untuk maju) sangat
penting, lebih penting dari aspek-aspek pekerjaan lain misalnya penghargaan, maka untuk tenaga
kerja tersebut kemajuan harus dibobot lebih tinggi daripada penghargaan.

Menurut Locke seorang individu akan merasa puas atau tidak puas merupakan sesuatu yang pribadi,
tergantung bagaimana ia mempersepsikan adanya kesesuaian atau pertentangan antara keinginan-
keingiannnya dan hasil-keluarannya. Tambahan waktu libur akan menunjang kepuasan tenaga kerja
yang menikmati waktu luang setelah bekerja, tetapi tidak akan menunjang kepuasan kerja seorang
tenaga kerja lain yang merasa waktu luangnya tidak dapat dinikmati.

2. Model dari Kepuasan Kerja Bidang/Bagian (Facet Satisfaction)

Menurut model Lawler orang akan merasa puas dengan bidang tertentu dari pekerjaan mereka
(misalnya dengan rekan kerja, atasan, gaji) jika jumlah dari bidang mereka persepsikan harus mereka
terima untuk melaksanakan kerja mereka sama dengan jumlah yang mereka persepsikan dari yang
secara actual mereka terima.Misalnya persepsi seorang tenaga kerja terhadap jumlah honorarium
yang seharusnya ia terima berdasarkan unjuk-kerjanya dengan persepsinya tentang honorarium
yang secara actual ia terima. Jika individu mempresepsikan jumlah yang ia terima sebagai lebih besar
daripada sepatutnta ia terima, ia akan merasa salah dan tidak adil. Sebaliknya jika ia terima, ia
merasa tidak puas.Untuk menentukan tingkat kepuasan kerja tenaga jerja, Lawler memberikan nilai
bobot kepada seseorang setiap bidang sesuai dengan nilai pentingnya bagi individu, ia kemudian
mengkombinasikan semua skor kepuasan bidang yang dibobot ke dalam satu skor total.

3. Teori Proses Bertentangan (Opponent-Process Theory)

Teori ini menekankan bahwa orang ingin memperahankan suatu keseimbangan emosional
(emotional equibrillium). Teori proses bertentangan mengasumsikan bahwa kondisi emosional yang
ekstrem tidak memberikan kemaslahatan. Kepuasan atau ketidakpuasan kerja (dengan emosi yang
berhubungan) memacu mekanisme fisiologikal dalam sistem pusat saraf yang membuat aktif emosi
yang bertentagan atau berlawanan. Di hipotesiskan bahwa emosi yang berlawanan, meskipun lebih
lemah dari emosi yang asli, akan terus ada dalam jangka aktu yang lebih lama.

Teori ini menyatakan bahwa jika orang memperoleh ganjaran pada pekerjaan mereka merasa
senang, sekaligus ada rasa tidak senang (yang lebih lemah). Setelah beberapa saat rasa senang
menurun dan dapat menurun sedemikian rupa sehingga orang merasa agak sedih sebelum kembali
ke normal. Ini demikian karena emosi tidak senang (emosi yang berlawanan) berlangsung lebih lama.

Berdasarkan asumsi bahwa kepuasan kerja bervariasi secara mendasar dari waktu ke waktu,
akibatnya ialah bahwa pengukuran kepuasan kerja perlu dilakukan secara periodik dengan interval
waktu yang sesuai.

E. FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG KEPUASAN KERJA

Krieter & Kinicki (2004) menyatakan bahwa faktor yang menyebabkan kepuasan dan ketidakpuasan
adalah pemenuhan kebutuhan, pencapaian tujuan, deviasi dari yang seharusnya diterima dengan
yang didapatkan, dan keadilan.

Menurut Teori Herzberg, terdapat dua faktor yang menyebabkan kepuasan dan ketidakpuasan.
Pertama, faktor Motivator merupakan karakteristik pekerjaan berkaitan dengan kepuasan
pekerjaan, yaitu sejumlah kebutuhan yang apabila dipenuhi akan menimbulkan kepuasan tetapi jika
tidak dipenuhi akan mengurangi kepuasan.

Kedua, faktor Hygiene merupakan karakteristik pekerjaan berkaitan dengan ketidakpuasan


pekerjaan, yaitu sejumlah kebutuhan yang apabila dipenuhi tidak akan meningkatkan motivasi,
tetapi jika tidak dipenuhi akan menimbulkan kepuasan.
Faktor yang termasuk dalam faktor motivator adalah prestasi kerja, promosi, tanggung jawab,
pengakuan, dan kerja itu sendiri. Sedangkan faktor yang termasuk hygiene faktor adalah hubungan
antar pribadi, keamanan kerja, kehidupan pribadi, keamanan kerja, kebijakan administrasi, gaji,
status, supervisi, dan kondisi kerja. Baik faktor motivator dan hygiene sangat penting bagi
pemeliharaan tingkat kepuasan pegawai. Kedua faktor ini selalu berjalan seiring dengan aktivitas
kerja seseorang dalam organisasinya.

F. KONDISI YANG MEMPENGARUHI KEPUASAN KERJA

Kondisi-kondisi yang mempengaruhi kepuasan kerja seseorang dapat dibagi menjadi dua,

yaitu:

1. Kondisi Organisasional

Menurut Greenberg dan Baron (1993) terdapat kondisi-kondisi yang berada dalam lingkungan
organisasi atau lingkungan kerja yang mempengaruhi tingkat kepuasan kerja karyawan:

a. Unsur-unsur dalam pekerjaan

Unsur-unsur seperti tantangan dalam pekerjaan dan variasi dalam pekerjaan mempengaruhi
kepuasan kerja karyawan. Sebab unsur-unsur ini akan menarik minat karyawan dan dengan
sendirinya akan membuat karyawan semakin terlibat dengan pekerjaannya. Hanya saja tingkat
tantangan dan variasinya harus berada pada level sedang, sebab level terlalu tinggi justru
mengakibatkan frustasi.

b. Sistem penggajian

Sistem penggajian mempengaruhi kepuasan kerja karyawan karena merupaka imbalan yang diterima
karyawan atas usaha dan produktivitas yang telah dilakukan selain itu juga berperan sebagai alat
pemuas kebutuhan,- kebutuhan, fisik, simbol status, maupun menciptakan rasa aman. Dengan
demikian sistem penggajian yan dipersepsikan adil dan adikuat akan menimbulkan kepuasan kerja.

c. Promosi

Kesempatan untuk dipromosikan akan menimbulkan kepuasan kerja sebab berkaitan dengan
kenaikkan gaji, pengakuan, perasaan dihargai dan simbol status.

d. Pengakuan verbal (Verbal recognition)

Locke (1976) mengatakan bahwa pengakuan dapat menimbulkan kepuasan kerja, terutama bagi
karyawan bawah, sebab kebutuhan untuk merasa dihargai akan terpenuhi sebagaimana halnya
dengan kebutuhan harga diri, dan konsep diri.

e. Kondisi lingkungan kerja


Kondisi lingkungan kerja yang menyenangkan akan menimbulkan kepuasan kerja sebab kondisi
lingkungan yang baik akan mendukung penyelesaian pekerjaan Lingkungan kerja yang terlalu ekstrim
seperti : temperatur udara, pencahayaan ventilasi, dan kebisingan akan mempengaruhi kepuasan
kerja karena dapat memunculkan gangguan fisik.

f. Desentralisasi kekuasaan

Desentralisasi yang dimaksudkan adalah pembagian wewenang dan kekuasaan, dengan tidak
memberikan pada satu orang saja. Hal ini akan menimbulkan kepuasan sebab karyawan dapat
berpatisipasi dalam pengambilan keputusan, dan akan terpenuhi kebutuhan akan rasa kompetensi
diri, otonomi, serta, kekuasaan.

g. Supervisi, rekan kerja dan bawahan

Supervisi yang dimaksud adalah persepsi dari karyawan terhadap kualitas dari atasan (supervisi)
yang mencakup, gaya pengawasan, teknik pengawasan, kemampuan hubungan interpersonal, dan
kemampuan administrasi. Sedangkan rekan sekerja dan bawahan berkaitan dengan masalah
kompetensi, kesediaan menolong, serta persahabatan.

h. Kebijakan perusahaan

Kebijakan yang dimaksud adalah menyangkut masalah administrasi, prosedur kerja, peraturan-
peraturan, kebijaksanaan-kebijaksanaan dan tindakantindakan yang diambil perusahaan untuk
kepentingan perusahaan. Menurut Locke (1976) kebijaksanaan dan peraturan yang ditetapkan
organisasi akan menentukan jenis tugas, dan pekerjaan, beban tugas, derajat tanggung jawab,
kesempatan promosi, tingkat gaji, serta kondisi fisik lingkungan kerja. Oleh karena itu karyawan akan
merasakan kepuasan kerja pada organisasi yang kebijakannya membantu karyawan memperoleh
apa yang dibutuhkannya.

2. Kondisi Personal

Faktor-faktor yang dimaksudkan di sini adalah faktor-faktor pribadi yang ada dalam diri karyawan.
Dengan kata lain faktor personal adalah perbedaan-perbedaan individu yang akan mempengaruhi
kepuasan kerja.

a. Keadaan demografis

Mencakup karakteritik pada diri karyawan antar lain usia, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan
(Landy, 1985). Karyawan yang lebih tua biasanya lebih berpengalaman sehingga lebih memiliki
kesempatan besar dalam pemenuhan kebutuhan aktualisasi diri dan self fulfillment. Mereka juga
memiliki kesadaran akan lebih sedikitnya kesempatan memperoleh kerja yang lebih baik sehingga
selalu berusaha untuk membuat situasi lebih baik dalam kondisi seburuk apapun. (Schlutz & Schlutz,
1990). Sedangkan untuk jenis kelamin menurut Schlutz & Schlutz (1990) tidak ada pengaruh
perbedaan gender dengan kepuasan kerja. Sedangkan menurut penelitian yang lain dikatakan pada
umumnya wanita memperlihatkan ketidak puasan pada kesempatan promosi dan pekerjaan itu
sendiri. Untuk tingkat pendidikan Schlutz & Schlutz mengatakan bahwa terdapat hubungan negatif
kepuasan kerja dengan tingkat pendidikan. Terdapat indikasi bahwa karyawan dengan pendidikan
lebih rendah pada umumnya lebih mengalami kepuasan sebab karyawan lulusan perguruan tinggi
memiliki harapan-harapan lebih tinggi dalam pekerjaannya.

b. Variabel kepribadian

Yang dimaksud adalah tingkat harga diri, locus of control, dan kemampuan toleransi terhadap stres.
Semakin banyak variabel ini dimiliki karyawan maka kepuasan kerjanya semakin tinggi.

c. Tingkat intelegensi

Schlutz & Schlutz (1990) mengatakan tingkat intelegensi yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan
lebih memungkinkan mengalami kebosanan dan ketidakpuasan kerja. Ketidak sesuaian antara
tingkat intelegensi dengan jenis pekerjaan akan menimbulkan ketidakpuasan kerja

d. Pengalaman kerja

Tidak adanya pengalaman kerja bagi pemula, membuat pekerjaan menjadi menantang serta
memungkinkan mereka mengembangkan kemampuan dan pengalaman, namun semakin
berpengalaman seseorang maka pekerjaannya semakin kurang menantang sehingga menimbulkan
ketidakpuasan.

e. Penggunaan keterampilan

Menurut Schlutz & Schlutz (1990) pada karyawan yang baru lulus sering mengalami ketidakpuasan
karena tidak ada kesempatan untuk menerapkan keterampilan yang dimiliki hasil perguruan tinggi.
Mereka merasa tidak dapat memperlihatkan unjuk kerja baik dan optimal disebabkan keterampilan
efektif dalam melakukan pekerjaan belum dimiliki.

f. Tingkat jabatan

Semakin tinggi tingkat jabatan semakin tinggi kepuasan kerja hal ini disebabkan karena semakin
tinggi tingkat jabatan semakin baik kondisi lingkungan, terpenuhi kebutuhan kebutuhan motivasi,
juga semakin besar tantangan, otonomi, dan tanggung jawab.

Anda mungkin juga menyukai