Anda di halaman 1dari 75

LAPORAN PENDAHULUAN & ASUHAN KEPERAWATAN

POST NATAL CARE PADA NY. H (19 TAHUN)


DENGAN NYERI AKUT

OLEH :
NAMA : NISA ARJUNI
NIM : 2014314901028

STIKES MAHARANI MALANG


PROGRAM STUDI NERS
2020/2021
LEMBAR PENGESAHAN

DEPARTEMEN KEPERAWATAN MATERNITAS

Disusun Oleh : Nisa Arjuni

NIM : 2014314901028

Program Studi : Profesi Ners

Institusi : STIKes Maharani

Malang, 24 Mei 2021

Pembimbing

(Ns. Lila Maria, S.Kep.,M.Kep)


LAPORAN PENDAHULUAN

Post Natal Care (PNC)

A. Definisi Post Natal Care


Post partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut masa nifas
(puerperium) yaitu masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya
kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. Post partum adalah masa 6
minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi sampai kembali ke
keadaan normal sebelum hamil (Bobak,2010).

Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali seperti pra hamil yang
dimulai setelah partus selesai atau sampai kelahiran plasenta dan berakhir ketika
alat kandungan pulih kembali seperti semula. Masa nifas berlangsung selama kira-
kira 6 minggu

Masa nifas adalah priode sekitar 6 minggu sesudah melahirkan anak,


ketika alat-alat reproduksi tengah kembali ke kondisi normal (Barbara F.
Weller,2005).
Post partum adalah masa pulih kembali dari persalinan sampai alat-alat
kandung kembali seperti sebelum hamil, lama massa nifas yaitu 6-8 minggu
(Rustam,1991). Jadi dapat disimpulkan bahwa masa nifas atau post partum adalah
masa setelah kelahiran bayi pervagina dan berakhir setelah alat-alat kandungan
kembali seperti semula tanpa adanya komplikasi.
B. Etiologi Post Natal Care
Menurut Dwi Vivian, Sunarsih (2013), Etiologi post partum dibagi menjadi
dua yaitu :
1. Post Partum dini
Post partum dini adalah atonia uteri, Laserasi jalan lahir, Robekan
jalan lahir dan hematomat.
2. Post Partum Lambat
Post partum lambat adalah tertinggalnya sebagian plasenta,
ubinvolusi didaerah insersi plasenta dan luka bekar secsio sesaria.
C. Klasifikasi Post Natal Care
Masa nifas dibagi menjadi dalam 3 periode yaitu :
a. Post partum dini yaitu keputihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri,
berjalan-jalan. Dalam agama Isalam dianggap telah bersih dan boleh bekerja
setelah 40 hari.
b. Post partum intermedial yaitu keputihan menyeluruh alat-alat genetalia yang
lamanya 6-8 minggu.
c. Post partum terlambat yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai
komplikasi untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan atau than
D. Tujuan perawatan post partum
Dalam masa nifas ini penderita memerlukan perawatan dan pengawasan
yang dilakukan selama ibu tinggal di rumah sakit maupun setelah nanti keluar
dari rumah sakit.
Adapun tujuan dari perawatan masa nifas adalah:
1. Menjaga kesehatan ibu dan bayi baik fisik maupun psikologi.
2. Melaksanakan skrining yang komprehrnsif, mendeteksi masalah,
mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayi.
3. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri,
nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi pada bayi dan
perawatan bayi sehat.
4. Untuk mendapatkan kesehatan emosi. (Bari Abdul, 2000)
E. Periode masa nifas
Nifas dibagi menjadi 3 periode :
1. Peurperium Dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri
dan berjalan-jalan
2. Peurperium Intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia
yang lamanya 6-8 minggu
3. Remote peurperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai
komplikasi ( bisa dalam berminggu-minggu, berbulan-bulan dan
bertahun- tahun).
Dalam masa nifas, alat-alat genitalia intena maupun eksterna akan
berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan-
perubahan alat genetalia ini dalam keseluruhannya involusio. Perubahan-
perubahan yang lain yang penting yakni hemokonsentrasi dan timbulnya
laktasi. Yang terakhir ini karena pengaruh hormon laktogenik dari kelenjar
hipofisis terhadap kelenjar-kelenjar mamma.

F. Perubahan setelah postpartum


1. Perubahan Fisik pada Post Partum
Pada masa nifas dapat dijumpai tiga kejadian penting, yaitu: involusi
uterus, lochea, dan laktasi.
a. Involusi Uterus
Setelah bayi dilahirkan, uterus yang selama persalinan
mengalami kontraksi dan retraksi akan menjadi keras, sehingga
dapat menutup pembuluh darah besar yang bermuara pada bekas
implantasi plasenta. Otot rahim terdiri dari 3 lapis otot yang
membentuk anyaman sehingga pembuluh darah dapat tertutup
sempurna, dengan demikian terhindari dari perdarahan post
partum. Pada involusi uteri, jaringan ikat dan jaringan otot
mengalami proses proteolitik, berangsur-angsur akan mengecil
sehingga pada akhir kala nifas besarnya seperti semula dengan
berat 30 gram. Proses proteolitik adalah pemecahan protein yang
akan dikeluarkan melalui urine. Dengan penimbunan air saat hamil
akan terjadi pengeluaran urine setelah persalinan, sehingga hasil
pemecahan protein dapat dikeluarkan. (Manuaba, 1999).

2. PROSES INVOLUSI UTERI

Involusi Tinggi Fundus Berat uterus


1 2 3
Plasenta lahir Sepusat 1000 gram
7 hari (1 Minggu) Pertengahan pusat simfisis 500 gram
14 hari (2 Minggu) Tak teraba 350 gram
42 hari (6 Minggu) Sebesar hamil 2 minggu 50 gram
56 hari (8 Minggu) Normal 1 ram

b. Lochea
Lochea adalah cairan sisa lapisan endometrium dan sisa dari
tempat implantasi plasenta (Manuaba, 1998).
Pengeluaran lochea dapat dibagi berdasarkan jumlah dan warna
sebagai berikut:
 Lochea rubra (kruenta): 1 sampai 3 hari, berwarna merah dan
hitam, terdiri dari sel desidua, vernik kaseosa, rambut
Lanugo, sisa mekonium, sisa darah.
 Lochea sanguinolenta: 3 sampai 7 hari, berwarna putih
bercampur darah.
 Lochea serosa: 7 sampai 14 hari, berwarna kekuningan.
 Lochea alba: Setelah hari ke-14, berwarna putih.
 Lochea purulenta: Terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah
berbau busuk.
c. Laktasi
Perubahan-perubahan pada kelenjar mamae sudah terjadi
sejak dari kehamilan yaitu proliferasi jaringan pada kelenjar-
kelenjar alveoli dan jaringan lemak bertambah keluaran cairan
susu jolong dari duktus laktiferus disebut colostrums berwarna
kuning putih susu, hipervaskularisasi pada permukaan dan bagian
dalam dimana vena berdilatasi sehingga tampak jelas. Setelah
persalinan pengaruh sekresi estrogen dan progesterone hilang,
maka timbul pengaruh hormone laktogenik (LH) atau prolaktin
yang akan merangsang air susu. Pengaruh oksitosin menyebabkan
mioefitel kelenjar susu berkontraksi sehingga air susu keluar. Pada
hari pertama sampai hari ketiga setelah bayi lahir disebut
kolostrum warna kekuningan dan agak kental. Kolostrum kaya
akan protein immunoglobulin yang mengandung antibodi
sehingga menambah kekebalan anak terhadap penyakit dan
laktoferin, ASI masa transisi
dihasilkan mulai hari keempat sampai hari kesepuluh, dan ASI
matur dihasilkan mulai hari kesepuluh.
2. Perubahan Psikososial pada Post Partum
a. Periode Taking In
Pada masa ini ibu pasif dan tergantung, energi difokuskan
pada perubahan tubuh, ibu sering mengulang kembali pengalaman
persalinan. Nutrisi tambahan mungkin diperlukan karena selera
makan ibu meningkat. Periode ini berlangsung 1-2 hari setelah
melahirkan.
b. Periode Taking Hold
Pada masa ini ibu menaruh perhatiannya pada
kemampuannya untuk menjadi orang tua yang berhasil dan
menerima peningkatan tanggung jawab terhadap bayinya, ibu
berusaha untuk terampil dalam perawatan bayi baru lahir. Periode
ini berlangsung 2-4 hari setelah melahirkan.
c. Periode Letting Go
Umumnya terjadi setelah ibu baru kembali ke rumah, ibu
menerima tanggung jawab untuk merawat bayi baru lahir, ibu
harus beradaptasi terhadap otonomi, kemandirian dan interaksi
sosial.
3. Perubahan lainnya
 Tanda-tanda vital
a. Suhu
Selama 24 jam pertama, mungkin meningkat 380 C sebagai
suatu akibat dari dehidrasi persalinan 24 jam wanita tidak boleh
demam.
b. Nadi
Bradikardi umumnya ditemukan pada 6-8 jam pertama
setelah persalinan. Brandikardi merupakan suatu konsekuensi
peningkatan cardiac out put dan stroke volume. Nadi kembali
seperti keadaan cardia output dan stroke volume. Nadi kembali
seperti keadaan sebelum hamil 3 bulan setelah persalinan. Nadi
antara 50 sampai 70 x/m dianggap normal.
c. Respirasi
Respirasi akan menurun sampai pada keadaan normal
seperti sebelum hamil.
d. Tekanan darah
Tekanan darah sedikit berubah atau tidak berubah sama
sekali. Hipotensi yang diindikasikan dengan perasaan pusing
atau pening setelah berdiri dapat berkembang dalam 48 jam
pertama sebagai suatu akibat gangguan pada daerah persarafan
yang mungkin terjadi setelah persalinan. Peningkatan tekanan
darah sistol dan diastole dapat berlangsung selama sekitar empat
hari setelah wanita melahirkan. Fungsi pernafasan kembali ke
fungsi saat wanita melahirkan. Setelah Rahim kosong,
diagrafma menurun, aksis jantung kembali normal, dan impuls
titik maksimum dan EKG kembali normal.
 Payudara
Konsentrasi hormone yang menstimulasi perkembangan payudara
selama kehamilan menurun dengan cepat setelah bayi lahir. Waktu
yang dibutuhkam hormone-hormon ini untuk kembali ke kadar
sebelum hamil sebagian ditentuakan oleh apakah ibu menyusui atau
tidak.
- Ibu tidak menyusui
Payudara biasanya teraba nodular yang bersifat bilateral
dan difus. Pada hari ketiga atau keempat pasca partum terjadi
pembengkakan. Payudara teregang, nyeri bila ditekan, dan
hangat jika diraba. Distensi payudara terutama disebabkan oleh
kongesti sementara vena dan pembulu balik limfatik akibat
penimbungan air susu. Pembengkakan dapat hilang dengan
sendirinya dan rasa tidak nyaman biasanyan kurang dalam 24
sampai 36 jam. Apabila bayi belum mengisap, laktasi berhenti
dalam beberapa hari sampai satu minggu.
- Ibu yang menyusui
Ketika laktasi, teraba massa, tetapi kanrong susu yan
terisi berubah posisi dari hari ke hari. Sebelum laktasi, payudara
lunak. Setelah laktasi dimulai, payudara teraba hangat dan keras.
Rasa nyeri akan menetap selama 48 jam.

G. Masalah dalam postpartum


1. Masalah Traktus Urinarius
Pada 24 jam pertama pasca persalinan, pasien umumnya menderita
keluhan miksi akibat defresi pada refleks aktivitas detrusor yang
disebabkan oleh tekanan dasar vesika urinaria saat persalinan, keluhan ini
bertambah berat oleh karena adanya fase dieresis pasca persalinan, bila
perlu retensio urine dapat diatasi dengan melakukan kateterisasi.
Rortveit, dkk (2003) menyatakan bahwa resiko inkontinensia urine
pada pasien dengan persalinan pervaginam sekitar 70% lebih tinggi
dibandingkan section Caesar. 10% pasien pasca persalinan menderita
inkkontinensia (biasanya stress inkontinensia) yang kadang–kadang
menetap sampai beberapa minggu pasca persalinan.Untuk mempercepat
penyembuhan keadaan ini dapat dilakukan latihan otot dasar panggul
(Serri, 2009).
2. Nyeri punggung
Nyeri punggung sering dirasakan pada trimester ketiga kehamilan
dan menetap setelah persalinan pada anak masa nifas. kejadian ini terjadi
pada 25% wanita dalam masa post partum namun keluhan ini dirasakan
oleh 50% dari mereka sejak sebelum kehamilan. Keluhan ini menjadi
semakin hebat bila mereka harus merawat anaknya sendiri (Serri, 2009).
3. Anemia
Resiko anemia ini dapat terjadi bila ibu mengalami poendarahan
yang banyak,apalagi bila sudah sejak masa kehamilan ada riwayat
kekurangan darah. Di masa nifas, anemia bisa menyebabkan rahim susah
berkontraksi. Ini karena darah tidak cukup memberikan oksigen kedalam
rahim. Ibu yang mengidap anemia dengan kondisi membahayakan,
apalagi mengalami perdarahan post partum, maka segera haris diberi
transfusi
darah. Jika kondisinya tidak berbahaya maka cukup ditolong dengan
pemberian obat–obatan penambah darah yang mengandung zat besi
(Serri,2009).
4. Masalah Psikologi: defresi masa nifas
Depresi yang terjadi pada masa nifas biasanya dapat dilihat di
minggu–minggu pertama setelah melahirkan, dimana kadar hormone
masih tinggi. Gejalanya adalah gelisah, sedih, dan ingin menangis tanpa
sebab yang jelas. Tingkatannya pun bermacam–macam, mulai dari
neurologis, atau gelisah saja yang disertai kelainan tingkah laku. Situasi
depresi ini akan sembuh bila ibu bisa beradaptasi dengan situaasi yang
nyatanya. Defresi masa nifas seharusnya dikenali oleh suami dan juga
keluarga. Gejalanya sama dengan depresi prahaid. Hal ini dikarenanakan
pengaruh perubahan hormonal, adanya proses involusi, dan ibu kurang
tidur serta lelah karena mengurus bayi, dan sebagainya. Depresi juga bisa
timbul jika ibu dan keluarganya mengalami konflik rumah tangga, anak
yang lahir tak diharapkan, keadaan sosial ekonominya lemah, atau
trauma karenamengalami cacat Keberadaan bayi tidak jarang justru
menimbulkan “stress” bagi beberapa ibu yang baru melahirkan. Ibu
merasa bertanggung jawab untuk merawat bayi, melanjutkan mengurus
suami, setiap malam merasa terganggu dan sering merasakan adanya
ketidak mampuan dalam mengatasi semua beban tersebut (Serri, 2009).

H. Komplikasi Post Natal Care


a. Perdarahan post partum (apabila kehilangan darah lebih dari
500 mL selama 24 jam pertama setelah kelahiran bayi)
b. Infeksi
1. Endometritis (radang edometrium)
2. Miometritis atau metritis (radang otot-otot uterus)
3. Perimetritis (radang peritoneum disekitar uterus)
4. Caked breast / bendungan asi (payudara mengalami distensi, menjadi keras
dan berbenjol-benjol)
5. Mastitis (Mamae membesar dan nyeri dan pada suatu tempat, kulit merah,
membengkak sedikit, dan nyeri pada perabaan. Jika tidak ada pengobatan
bisa terjadi abses)
6. Trombophlebitis (terbentuknya pembekuan darah dalam vena varicose
superficial yang menyebabkan stasis dan hiperkoagulasi pada kehamilan dan
nifas, yang ditandai dengan kemerahan atau nyeri.)
7. Luka perineum (Ditandai dengan : nyeri local, disuria, temperatur naik 38,3
°C, nadi < 100x/ menit, edema, peradangan dan kemerahan pada tepi, pus
atau nanah warna kehijauan, luka kecoklatan atau lembab, lukanya meluas)
c. Gangguan psikologis
1. Depresi post partum
2. Post partum Blues
3. Post partum Psikosa
d. Gangguan involusi uterus
I. Penatalaksanaan Post Natal Care
1. Observasi ketat 2 jam post partum (adanya komplikasi perdarahan)
2. 6-8 jam pasca persalinan : istirahat dan tidur tenang, usahakan miring kanan kiri
3. Hari ke- 1-2 : memberikan KIE kebersihan diri, cara menyusui yang benar dan
perawatan payudara, perubahan-perubahan yang terjadi pada masa nifas,
pemberian informasi tentang senam nifas.
4. Hari ke- 2 : mulai latihan duduk
5. Hari ke- 3 : diperkenankan latihan berdiri dan berjalan
J. Penatalaksanaan Medis
1. Tes Diagnostik
a. Jumlah darah lengkap, hemoglobin/hematokrit (Hb/Ht)
b. Urinalisis: Kadar Urin
2. Terapi
a. Memberikan tablet zat besi untuk mengatasi anemia
b. Memberikan antibiotik bila ada indikasi
K. Pemeriksaan Penunjang Post Natal Care
Adapun pemeriksaan tambahan yaitu :
1. Pemeriksaan laboratorium
2. USG bila diperlukan
3. Pemeriksaan Pap Smear
Mencari kemungkinan kelainan sitologi sel serviks atau sel
endometrium.
4. Pemeriksaan Urine: Urine lengkap (UL)
Pemeriksaan ini mencari kemungkinan terdapatnya bakteri dalam
urine seperti streptokokus.
L. Patofisiologi Post Natal Care
Dalam masa post partum atau masa nifas, alat-alat genetalia interna
maupuneksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaaan sebelum
hamil.Perubahan-perubahan alat genetalia ini dalam keseluruhan disebut involusi
Disamping involusi terjadi perubahan-perubahan penting lain yakni
memokonsetrasi dan timbulnya laktasi yang terakhir ini karena pengaruh
laktogenik hormon dari kelenjar hipofisis terhadap kelenjar-kelenjar mamae.
otot-otot uterus berkontraksi segera post partum, pembuluh-
pembuluhdarah yang ada antara anyaman otot-otot uterus akan terjepit. Proses ini
akan menghentikan perdarahan setelah plasenta lahir. Perubahan-perubahan yang
terdapat pada serviks ialah segera post partum bentuk agak menganga seperti
corong, bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri terbentul semacam cincin.
Perubahan-perubahan yang terdapat pada endometrium ialah timbulnya trombosis,
degerasi dan nekrosis ditempatimplantasi plasenta pada hari pertama endometrium
yang kira-kira setebal 2-5 mm itu mempunyai permukaan yang kasar akibat
pelepasan desidua dan selaput janin regenerasi endometrium terjadi dari sisa-sisa
sel desidua basalis yang memakai waktu 2 sampai 1 minggu. ligamen-ligamen dan
diafragma palvis serta fasia yang merenggang sewaktu kehamilan dan setelah
janin lahir berangsur-angsur kembali seperti sedia kala.
Ada beberapa kelainan atau hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal spontan, misalnya plasenta
previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephelo pelvic, rupture
uteri, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distorsia serviks, dan
malpresentasi janin. kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan
pembedahan, yaitu Sectio Caesarea.
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang
akanmenyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan
masalahintoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan
fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan
diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembed ahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan ansietas pada pasien. selain itu,
dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding
abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan,
pembuluh darah, dan saraf-saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan
merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan
rasa nyeri (nyeri akut) setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan
ditutup dan menimbulkan luka post operasi yang bila tidak dirawat dengan
baik akan menimbulkan masalah resiko infeksi.
ASUHAN KEPERAWATAN

LEMBAR PENGKAJIAN MATERNITAS (PNC)

A. Identitas Klien
Nama : Ny. H Nama Suami : Tn. M ke 1

Usia :.19 Thn Usia :. 22 Thn.

Suku/bangsa: Jawa / Indonesia . Suku/bangsa : Jawa / Indonesia

Agama : Islam Agama : Islam

Pendidikan : SD Pendidikan : SMA

Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Ngroto, Pujon Alamat : Ngroto, Pujon

Stts P’kawinan: Kawin Lama Menikah: 1 tahun

No RM :11248991

B. Status Kesehatan Saat Ini


1. Alasan kunjungan ke rumah sakit
Klien mengatakan pada tanggal 26 Maret 2021 pada jam. 18.00 dirinya merasakan
perutnya terasa kenceng-kenceng, selanjutnya oleh suaminya klien di bawa ke bidan
praktek swasta dekat rumahnya. Sampai jam 01.00 klien masih belum bisa melahirkan
dan ketuban sudah pecah, selanjutnya oleh bidan klien dirujuk ke IGD RSSA. Klien
datang ke IGD RSSA tgl 27 jam 04.00 dengan KU tampak lemah, kesadaran CM, tekanan
darah 100/60 mmHg, Nadi 60 x/mnt dan RR 16 x/mnt, terpasang infus RL pada lengan
kiri. Klien dilakukan operasi cito Sectio Cesar di kamar operasi IGD.
2. Keluhan utama saat ini :
Klien mengatakan nyeri pada area post operasi. Perutnya terasa sakit setelah dirinya
menjalani operasi. Klien mengatakan perutnya terasa sakit pada skala 6 dari angka 1 -10.
Klien mengatakan nyeri pada perutnya terjadi sejak dirinya selesai menjalani operasi dan
nyeri dirasakan timbul tiba-tiba dan terjadi kurang lebih 2 hari ini dengan lama nyeri sekitar
1 - 2 menit dan sering timbul berulang-ulang. Klien mengatakan nyeri seperti teriris. Klien
mengatakan nyeri dirasakan hanya pada perunya saja dan tidak menjalar kemana-mana.

3. Timbulnya keluhan: ( ) bertahap, ( v ) mendadak


4. Faktor yang memperberat:
Klien mengatakan nyeri perut yang dirasakan semakin hebat bila dirinya melakukan
aktifitas dan luka post operasinya tersentuh oleh tangan. Klien mengatakan dirinya
masih belum mengatahui cara untuk menyusui bayi dengan benar dan baik. Klien juga
mengatakan bahwa dirinya bingung dan sering bertanya bagaimana caranya agar puting
susunya bisa keluar.

5. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi:


Klien mengatakan kalau perutnya terasa nyeri maka dirinya akan berbaring di tempat
tidur. Klien sering bertanya-tanya kepada dokter dan bidan yang ada diruangan
bagaimana cara mneyusui bayi dengan baik dan benar serta cara untuk mengeluarkan
puting susu yang masuk kedalam.

6. Diagnosa medik:
P1 A0 H3 Post Partum Sectio Caesarea Hari ke-3

C. Riwayat Keperawatan
1. Riwayat Obstetri:
 Menarche: umur 12 tahun
 Siklus: 28 – 30 hari teratur( ˅ ) tidak ( )
 Banyaknya: 2 – 3x ganti pembalut/hari
 Lamanya: 6 – 7 hari
 HPHT: 12 mei 2020
 Keluhan: klien mengatakan tidak pernah ada keluhan, hanya merasakan mual dan
muntah pada 3 bulan pertama kehamilan.
2. Riwayat kehamilan, persalinan, nifas yang lalu:
Klien mengatakan saat ini adalah kehamilan yang pertama kali dan belum pernah
melahirkan sebelumnya.

3. Riwayat Kehamilan saat ini


 Berapa kali periksa kehamilan: 6 kali yaitu 2 kali di trimester pertama, 3 kali di
trimester kedua dan 1 kali di trimster tiga di bidan.
 Masalah kehamilan: Klien mengatakan mual muntah, sering pusing pada trimester I
dan sering buang air kecil pada trimester III
Anak ke Kehamilan Persalinan Komplikasi nifas Anak

No Thn Umur Penyulit Jenis Penolong Penyulit Laserasi Infeksi Perdarahan Jenis BB PJ
Kehamilan

1 2021 40 mgg Tidak SC Dokter Sempit Tidak Tidak Tidak ada P 25 48


ada panggul ada ada 40
dan kala
2 lama
4. Genogram

Keterangan:

: Laki-laki

: Perempuan

: Garis keturunan

: Hubungan pernikahan

: Klien

: Tinggal dalam 1 rumah

: Meninggal dunia

D. Post Partum sekarang


1. Riwayat persalinan sekarang
Klien rujukan dari bidan praktek swasta dikarenakan terjadi kala II lama dan ketuban
sudah pecah, datang ke IGD RSSA dengan KU tampak lemah, kesadaran CM, tekanan
darah 100/60 mmHg, Nadi 60 x/mnt dan RR 16 x/mnt, terpasang infus RL pada lengan
kiri. Klien dilakukan operasi cito Sectio Cesar di kamar operasi IGD,
Jenis persalinan : Sectio Caesarea – 27 Maret 2021 jam 04.00

JK , BB / PB Bayi : P , 2.540 gram / 48 cm

Perdarahan : ± 800 cc

2. Tipe persalinan : Spontan / Bantuan operasi Sectio Caesarea (SC)

3. Lama Persalinan :
Kala I : 8 Jam

Kala II : (5 Jam) Kala II lama, selanjutnya dilakukan operasi Sectio Caesarea (SC)

E. Riwayat Keluarga Berencana:


 Melaksanakan KB: ( ) ya ( v ) tidak
 Bila ya, jenis kontrasepsi apa yang pernah atau sedang digunakan:
Klien mengatakan mengatakan bahwa dirinya baru satu tahun menikah dan
sekarang adalah kehamilan yang pertama. Klien mengatakan masih belum pernah
menggunakan alat kontrasepsi apapun

 Sejak kapan menggunakan kontrasepsi:


Klien mengatakan belum pernah menggunakan alat kontrasepsi

 Masalah yang terjadi:


Klien mengatakan tidak pernah menggunakan alat kontrasepsi, jadi tidak ada
masalah dengan alat kontrasepsi

F. Riwayat Kesehatan
 Penyakit yang pernah dialami ibu:
Klien mengatakan selama hamil tidak pernah menderita penyakit seperti batuk, flu
dan demam. Klien mengatakan sebelum hamil dan sebelum menikah klien tidak
pernah menjalani rawat inap di rumah sakit, hanya sakit batuk, flu dan pilek yang
sembuh dengan obat beli di warung. Selama kehamilan klien rutin kontrol ke bidan
desa dan posyandu untuk memeriksakan kehamilannya. Selama hamil klien tidak
pernah menderita kelainan dan penyakit yang menyebabkan dirinya dirawat di
Rumah Sakit.

 Pengobatan yang didapat:


Klien mengatakan sebelum hamil ini klien tidak pernah menjalani

pengobatan di rumah sakit. Selama kehamilan klien rutin memeriksakan diri ke


posyandu dan bidan desa dan tidak pernah mendapatkan obat-obatan hanya
dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang bergizi.

 Riwayat penyakit keluarga


( ) Penyakit Diabetes Mellitus

( ) Penyakit Jantung

( ) Penyakit hipertensi

( ) Penyakit lainnya: sebutkan

Klien mengatakan keluarganya tidak ada yang pernah menjalani rawat inap di
rumah sakit dan tidak ada yang menjalani pengobatan rutin. Keluarga klien hanya
pernah menderita batuk pilek yang sembuh dengan beli obat diwarung. Klien
mengatakan dalam keluarga klien maupun suami tidak ada yang menderita penyakit
menurun (DM, asma, hipertensi dan jantung) dan penyakit menular. Riwayat
kelahiran kembar disangkal baik dari pihak suami maupun dari pihak klien.

G. Riwayat Lingkungan
 Kebersihan:
Klien mengatakan saat ini tinggal di daerah pedesaan yang jarak antara rumah ke
rumah tidak berhimpitan. Klien tinggal satu rumah hanya dengan suaminya. Klien
biasa menyapu dan membersihkan halaman satu hari sekali. Halaman rumah adalah
juga pekarangan yang ditanami banyak pohon buah-buahan seperti pohon mangga,
dan belakang rumah ditanami durian.

 Bahaya:
Klien mengatakan lingkungannya tidak berbahaya, di depan rumah klien ada jalan
kampung yang sudah beraspal tapi kendaraan tidak banyak yang berlalu-lalang. Di
dalam rumah juga tidak ada hal yang membahayakan klien. Didepan rumah klien
ditanami pohon mangga.

 Lainnya Sebutkan
Klien mengatakan baru satu tahun ini tinggal dirumah yang ditempati bersama
suaminya. Klien mengatakan menempati rumah ini setelah menikah dengan
suaminya. Lingkungan tetangganya baik-baik karena mereka tinggal di desa,
sehingga kehidupan gotong royng, saling membantu masih ada di lingkungan
tempat tinggalnya. Klien tidak memelihara kucing atau anjing, hanya memelihara
ayam yang berada di belakang rumah.

H. Aspek Psikososial
1. Bagaimana pendapat ibu tentang penyakit saat ini:
Klien mengatakan bahwa dirinya bingung dengan apa yang terjadi pada dirinya saat ini,
padahal selama kehamilan tidak ada kelainan pada kehamilannya. Klien mengatakan
dirinya berharap bisa melahirkan secara spontan, tetapi setelah beberapa jam bayinya
masih tidak bisa keluar akhirnya dirinya dirujuk ke RSUD dr. Saiful Anwar Malang dan
menjalani operasi SC. Klien mengatakan dirinya bersyukur bayi dan dirinya bisa selamat
tetapi dirinya cemas karena puting susunya masuk kedalam sehingga dirinya tidak bisa
menyusui anaknya dan anaknya selalu menangis saat menyusu. Klien merasa bingung
bagaimana puting susunya dapat normal dan dirinya dapat menyusui anaknya seperti
ibu-ibu yang lain.

2. Apakah keadaan ini menimbulkan perubahan terhadap kehidupan sehari-hari?


Bila ya, bagaimana

Klien mengatakan melahirkan adalah proses yang wajar yang harus dilalui oleh semua
ibu, tetapi dengan dirinya melahirkan di rumah sakit dan harus menjalani operasi maka
banyak hal yang berubah, karena suaminya tidak bisa bekerja dan harus menunggui
dirinya di rumah sakit, rumah tidak terurus.
3. Bagaimana dukungan pasangan terhadap keadaan saat ini:
Klien mengatakan suaminya sangat senang dan bersyukur mulai saat awal
kehamilannya. Suami klien selalu memberikan bantuan dan mendukung, setiap kali klien
memeriksakan kehamilan selalu diantar oleh suami, dan pada saat proses persalainan
sampai klien dirujuk ke rumah sakit suami selalu menemani klien. Suami klien saat ini
selalu mendampingi dan membantu pemenuhan kebutuhan klien dan selalu
memberikan motivasi agar klien bersabar dalam menghadapi situasi saat ini.

4. Bagaimana sikap anggota keluarga lainnya terhadap keadaan saat ini:


Anggota keluarga klien bergantian membantu suami klien ikut menunggu klien dan
memberikan dukungan moral dan finansial. Keluarga klien mengatakan juga sangat
senang dan bersyukur persalinan klien dapat berjalan dengan lancar, ibu dan bayinya
bisa selamat walaupun harus menjalani operasi.

5. Lainnya sebutkan:
Hubungan keluarga klien dengan lingkungan sekitar sangat baik, hal ini terlihat dengan
banyaknya tetangga dan teman teman dari klien dan suami klien yang datang
berkunjung.

I. Kebutuhan Dasar Khusus


1. Pola Nutrisi
Jenis Rumah Rumah Sakit

Makan

Jenis diit/makanan Nasi + lauk pauk + sayur Nasi + lauk pauk + sayur +
buah

Frekuensi/pola 3x sehari porsi sedang 3x sehari porsi sedang

Porsi yang dihabiskan 1 porsi habis Habis 1porsi

Komposisi menu Nasi. Sayur , tempe, tahu Nasi. Sayur , tempe tahu,
dan kadang –kadang ikan/ayam/telur/daging dan
ikan/ayam/telur buah segar

Pantangan Tidak ada pantangan Tidak ada pantangan


Nafsu makan Baik meningkat

Minum

Jenis minuman Air putih + teh manis Air aqua + teh + susu

Frekuensi/pola minum 5 – 6 kali/hari 5 – 6 kali/hari

Gelas yang dihabiskan 6 – 7 gelas/hari (gelas 250 Satu botol aqua sedang (750
ml) ml), susu 1 gelas (250 ml) dan
teh 1 gelas

Sukar menelan Klien mengatakan dapat Klien mengatakan dapat


menelan dengan baik menelan dengan baik

Pemakaian gigi palsu Tidak memakai gigi palsu Tidak memakai gigi palsu

 Riw.masalah penyembuhan luka:


Tidak ada masalah dengan penyembuhan luka, saat klien terluka kena pisau luka
dapat menutup cepat dan tidak sampai membusuk.

 Nafsu makan: ( v ) baik, ( ) tidak nafsu, alasan


Klien mengatakan saat ini nafsu makannya meningkat, kadang-kadang sama
suaminya dirinya dibawakan makanan dari rumah.

2. Pola Eliminasi
Jenis Rumah Rumah Sakit

BAB

Frekuensi/pola 1x perhari pada pagi hari Selama di rumah sakit klien


masih belum BAB

Konsistensi Lunak Belum BAB

Warna & bau Kuning dan bau khas Belum BAB

Kesulitan Tidak ada kesulitan Belum BAB

Upaya mengetasi Klien mengatakan tidak ada Klien mengatakan masih belum
masalah dengan BAB BAB selama 3 hari dan diberi
obat laxadyne syrup.

BAK

Frekuensi/pola 6 – 8 x perhari, setiap pagi, 3 – 4 x perhari, untuk waktunya


siang dan malam hari. tidak tentu

Konsistensi Cair, tidak ada perdarahan Cair dan tidak ada perdarahaan

Warna & bau Kuning jernih, bau amonia Kuning jernih dan bau amonia

Kesulitan Tidak ada kesulitan Saat ke kamar mandi harus


dibantu oleh suaminya

Upaya mengetasi Klien mengatakan tidak ada Klien mengatakan kalau dirinya
masalah saat buang air kecil buang air kecil menggunakan
pispot dan dibantu oleh
suaminya

3. Pola personal hygine


Jenis Rumah Rumah Sakit

Mandi: Frekuensi 2 x perhari Diseka 2 x perhari

Penggunaan sabun Menggunakan sabun Tidak menggunakan


lifeboy sabun

Keramas: Frekuensi 2 x perminggu Belum keramas selama


dirawat

Penggunaan Shampo Mengguinakan shampo Belum keramas


clear

Gosok gigi: Frekuensi 2 x perhari 2 x perhari

Penggunaan odol Menggunakan pasta gigi Menggunakan pasta gigi


pepsodent pepsodent

Ganti baju: Frekuensi 2 x perhari 2 x perhari

Memotong kuku: 1 minggu sekali Belum potong kuku


Frekuensi

Kesulitan Tidak ada kesulitan Alat pemotong kuku tidak


ada

Upaya yang dilakukan Tidak ada Minta bantuan keluarga


untuk membawa alat
pemotong kuku dan minta
suaminya untuk
memotong kukunya

4. Pola istirahat dan tidur


Jenis Rumah Rumah Sakit

Tidur siang: 1 – 2 jam 1 – 2 jam


Lamanya

Jam Jam 12. 00 sd j. 13.00/14.00 Jam 12. 00 sd j. 13.00/14.00

Kenyamanan stl Klien merasakan badannya Klien mengatakan tidak bisa


tidur segar dan enak setelah bangun nyenyak karena perutnya
tidur kadang-kadang terasa nyeri
sehingga saat bangun badannya
terasa pegal-pegal.

Tidur malam: 6 - 7 jam 6 - 7 jam


Lamanya

Jam Jam 21.00 sd j. 05.00 Jam 21.00 sd j. 05.00

Kenyamanan stl Klien mengatakan setelah Klien mengatakan tidurnya tidak


tidur bangun tidur badannya terasa bisa nyenyak, saat bangun
segar masih terasa mengantuk dan
badannya terasa pegal-pegal

Kebiasaan sbl tidur Menonton Televisi dan ngobrol Klien mengatakan tidak bisa
dengan suaminya menonton televisi
Kesulitan Tidak ada masalah Sulit untuk memulai tidur dan
sering terbangun saat tengah
malam

Upaya mengatasi Tidak ada Klien meminta kepada suaminya


untuk mengelus -elus pinggang
dan perutnya.

5. Pola aktifitas dan latihan


 Kegiatan dalam pekerjaan:
Sebelum dan selama hamil klien melakukan pekerjaan rumah tangga seperti
memasak, menyapu, mengepel lantai, mencuci pakaian dan mencuci piring sendiri.
Saat ini klien hanya melakukan mobilisasi miring kanan dan kiri, duduk, dan berjalan

 Waktu bekerja: ( ) Pagi, ( ) Sore, ( ) Malam


Klien adalah seorang ibu rumah tangga yang hanya mengurusi rumah, mencuci, dan
menyiapkan makan untuk suaminya.

 Olahraga: ( )ya, ( ) tidak


Jenisnya:

Selama hamil klien sering mengikuti senam hamil yang diadakan oleh ibu-ibu PKK di
desanya yang diajari oleh bidan desa.

Frekuensi: 1 minggu sekali pada hari jum’at sore

Saat di rumah sakit ini klien hanya jalan-jalan saja disekitar ruangan dan kadang-
kadang diajari untuk melakukan senam nifas.

 Kegiatan waktu luang:


Saat dirumah: menonton televisi dan kadang-kadang diajak suaminya jalan-jalan.

Saat di rumah sakit: klien hanya terbaring di tempat tidur sambil mainan HP.

 Keluhan dalam beraktifitas:


Klien mengatakan sebelum melahirkan ini tidak ada masalah dengan aktifitasnya,
hanya saat hamil sudah besar klien agak lambat dalam melakukan aktifitas. Setelah
melahirkan ini klien mengatakan kadang luka bekas operasi terasa nyeri dan dirinya
sulit untuk melangkah atau berjalan

6. Pola Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan


 Merokok:
Klien mengatakan tidak pernah merokok, tetapi suaminya adalah seorang perokok.

 Minuman Keras:
Klien mengatakan tidak pernah minum-minuman kereas

 Ketergantungan obat:
Klien mengatakan tidak memiliki ketergantungan terhadap obat dan dirinya

tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan secara rutin.

J. Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum: lemah Kesadaran: CM
 Tekanan Darah: 110/80 mmHg Nadi: 98 x/menit
 Respirasi: 19 x/mnt Suhu: 37,5oC
 Berat Badan: 55 kg Tinggi Badan: 145 Cm
1. Kepala & Leher
a. Kepala:
Bentuk kepala bulat, ukuran sedang dan simetris, kulit kepala tidak ada luka, tampak
kotor, tidak ada kutu, rambut klien penyebaran rata dan tidak ada uban, rambut
tidak rontok, rambut kotor dan tampak kusam, warna rambut hitam, bau rambut
apek, ubun-ubun datar dan tidak ada benjolan. Bentuk wajah oval, wajah tampak
sembab, warna kulit tampak pucat, struktur wajah simetris.

Keluhan: klien mengatakan tidak ada keluhan pada kepala.

b. Mata:
 Kelopak mata: tidak ada oedem, tidak ada benjolan, bulu mata kotor dan tidak
rontok, tidak ada ptosis.
 Gerakan mata: simetris dan normal, juling tidak ada
 Konjungtiva: tampak kemerahan dan tidak ada peradangan
 Pupil: refleks pupil terhadap cahaya baik, isokor, tidak miosis dan tidak
midriasis, pin point tidak ada.
 Sklera: tampak putih bersih danh tidak kuning.
 Akomodasi: bentuk mata simetris dan pergerakan normal
 Lainnya sebutkan: mata klien tampak sembab dan kemerahan karena kurang
tidur dan banyak menangis.
 Tanda-tanda radang : tidak ada tanda-tanda radang
 Funsi penglihatan : (v ) Baik ( ) Kabur
 Penggunaan alat bantu : ( ) Ya (v ) Tidak
Apabila ya menggunakan : ( ) Kaca mata ( ) Lensa kontak

( ) Minus tidak .ka/ ki ( ) Plus tidak ka/ki ( ) silinder tidak ka/ki

Pemeriksaan mata terakhir : klien mengatakan tidak pernah memeriksakan


matanya.

 Riwayat Operasi: klien mengatakan tidak pernah menjalani operas mata


c. Hidung:
 Bentuk: simetris, posisi septum nasi tampak simetris,
 Warna: kemerahan, Tidak sianosis
 Pembengkakan: tidak ada pembengkakan
 Nyeri Tekan: tidak ada nyeri tekan
 Perdarahan: tidak ada perdarahan, tidak ada sekret yang menghambat
pernapasan
 Sinus: tidak ada pembesaran dan nyeri tekan
d. Mulut & Tenggorokan:
 Warna bibir: kemerahan dan tampak kering
 Massa: tidak ada massa
 Warna lidah: tampak kemerahan dan agak kotor
 Perdarahan gusi: tidak ada perdarahan gusi
 Gangguan bicara: tidak ada gangguan bicara, klien dapat berbicara dengan
lancar dan jelas.
 Gigi geligi: tidak ada kelainan, sisa makanan tidak ada, lubang gigi tidak ada,
terdapat karang gigi, tidak ada abses
 Kesulitan menelan: klien mengatakan tidak ada kesulitan untuk menelan
 Lainnya sebutkan: mulut tampak kotor, mulut bau, stomatitis tidak ada, posisi
trakhea simetris, tidak ada pembesaran kelenjar thiroid, tidak ada pembesaran
vena jugularis, tidak ada peradangan pada tonsil.
e. Telinga:
 Bentuk: Telinga tampak simetris, tidak ada benjolan. Lubang telinga tampak
simetris dan bersih, tidak ada cairan dan serumen.
 Nyeri: klien mengatakan tidak merasakan nyeri pada telinga dan tidak ada nyeri
tekan,
f. Leher:
 Kekakuan: klien mengatakan lehernya tidak ada kekakuan
 Massa: tidak ada pembesaran massa, tidak ada pembesaran kelenjar thiroid
dan kelenjar getah bening.
 Vena jugularis: tidak ada pembesaran vena jugularis, vena jugularis teraba
 Nyeri: klien mengatakan tidak merasakan nyeri pada telinga dan tidak ada nyeri
tekan
 Keterbatasan gerak: klien mengatakan lehernya dapat bergerak dengan bebas.
 Keluhan lain: klien mengatakan tidak ada keluhan pada leher, tidak ada nyeri
telan.
2. Thorak & Dada:
 Jantung
- Inspeksi: simetris, ictus cordis tampak pada ICS V MCL sinistra selebar 1 cm
- Palpasi: pulsasi teraba di ICS V MCL sinistra selebar 1 cm, getaran (thrill) tidak
ada, nyeri tekan tidak ada.
- Perkusi: suara redup dengan batas Atas: Kiri (ICS II linea Sternalis sinistra) dan
Kanan (ICS II linea sternalis dextra). Batas Bawah: Kiri (ICS V Mid Klavicula line
sinistra seluas 2 cm ke lateral), Kanan (ICS V Sternalis dextra) dan Pinggang
jantung (ICS IV Mid Clavicula + 2 cm kearah sinistra).
- Auskultasi: S1 (tunggal, terdengar jelas di ICS II Sternalis Sinistra), S2 (tunggal,
terdengar jelas di ICS V Mid Klavicula line sinistra seluas 2 cm ke lateral),
Murmur (-), dan Gallop (-)
 Paru
- Inspeksi: bentuk dada normal, perkembangan dada simetris , tidak ada
penggunaan otot bantu nafas , pergerakan dinding dada simetris, Dispnea (-),
pola napas reguler.
- Palpasi: Nyeri Tekan (-), vokal vremitus sama antara kanan dan kiri,
pembengkakan (-).
- Perkusi: terdengar sonor dikedua lapang paru
- Auskultasi: suara napas vesikuler pada semua lapang paru, wheezing (-), ronchi
(-).
3. Payudara & Ketiak
 Benjolan: tidak ada benjolan
 Bengkak: tidak ada pembengkakan
 Nyeri: tidak ada nyeri dan nyeri tekan
 Kesimetrisan: bentuk simetris.
 Payudara: Payudara tampak simetris, tidak ada benjolan/ massa, tidak ada lesi,
areola menghitam dan tidak ada nyeri tekan, puting masuk ke dalam, produksi ASI
banyak,
4. Punggung & Tulang Belakang
Inspeksi : Simetris, tidak ada lesi, skoliosis (-), lordosis(-), kifosis (-)

Palpasi : nyeri tekan (-)

5. Abdomen
Inspeksi:
 Mengecil: ya/tidak. Perut klien tampak mengecil
 Arah: kebelakang
 Linea : Alba/Negra tidak ada linea alba maupun nigra
 Striae : Albicans/Lividae tidak ada striae albican maupun livide
 Luka bekas operasi : ( v ) Ya ( ) Tidak, tampak tertutup kassa dan kering,
tampak ada perdarahan
Auskultasi: bising usus/peristaltik 15 xpermenit

Perkusi: terdengar timpani

Palpasi

 TFU: 1 jari dibawah umbilikus (10 cm dari simpisis pubis)


 Kontraksi: kuat, posisi involusi uterus di tengah.

6. Genitourinary
Perineum

 Utuh / laserasi Ya ./ Tidak


 Episiotomi : Ya / Tidak
Jenis episiotomi :

( ) Medialis

( ) Lateralis

( ) Mediolateralis

 Ruptur : Ya / Tidak
 Tanda – tanda infeksi :
Tidak ada tanda-tanda infeksi,

 Lokhea :
Konsistensi: Cair dan terdapat stosel (seperti saat haid)
Warna : rubra / merah kecoklatan

Banyaknya : 2 kali ganti pembalut (25-50ml/pembalut)

Bau : Amis

Oedem / Hematom : tidak ada hematoma dan sedikit agak oedema

 Kondisi vesika urinaria


Distensi : Ya / Tidak

 Diastasis rectus abdominis 10 cm × 3 cm


 Tanda REEDA
R : kemerahan ; ya/ tidak

E : bengkak : ya/ tidak

E: echimosis : ya/ tidak

D: discharge : serum/ darah/pus/tidak ada

A: approximate: baik/ tidak

7. Ekstermitas
 Atas: tidak ada oedem dan varises, kekuatan otot 5, pergerakan sendi normal
 Bawah: tidak ada oedem dan varises, kekuatan otot 5, pergerakan sendi normal
Klien mengatakan tidak ada masalah dengan ekstremitasnya, hanya pada lengan kiri
masih terpasang infus RL 20 tpm.

8. Sistem Neorologi (N. kranial, refleks, patologis)


Kesadaran klien CM, GCS 456 (E, V, M), tidak ada kaku kuduk, rangsangan kernig sign
negatif, rangsangan brudzinski I dan II negatif. Untuk pemeriksaan nervus kranial tidak
dilakukan pemeriksaan.

9. Kulit & Kuku


 Kulit:
Kulit tampak berminyak dan kotor, kulit berwarna kuning kecoklatan, turgor kulit < 3
detik, tidak ada lecet, maculla, erythema dan papulla. Kulit teraba hangat dan lembab,
tidak ada oedema.

 Kuku:
Warna merah muda, tidak ada sianosis, sudut kuku dengan ujung 160˚, tidak ada lesi
dan perlukaan, CRT < 2 dtk.

K. Data Penunjang
1. Labratorium:
Pemeriksaan Hasil Rentang normal Interpretasi

27 Maret 2021

HEMATOLOGI

Hematologi Rutin

WBC 7,31 (103/uL) 4,00-10,00 (103/uL) Normal

RBC 2,93 (106/uL) 4,00-6,00 (106/uL) Menurun

HGB 8,9 gr/dl 12,0-16,0 gr/dl Menurun

HCT 26,8 % 37,0-48,0 % Menurun

MCV 91,5 fl 80,0-97,0 fl Normal

MCH 91,5 pg 26,5-33,5 pg Meningkat

MCHC 30,4 gr/dl 31,5-35,0 gr/dl Menurun

PLT 169 (103/uL) 150-400 (103/uL) Meningkat

RDW-CV 15,2 10,0-15,0 Meningkat

PDW 12,1 fl 10,0-18,0 fl Normal

MPV 10,7 fl 6,50-11,0 fl Normal


PCT 0,18 % 0,15-0,50 % Normal

NEUT 4,99 % 52,0-75,0 % Menurun

LYMPH 24,6 % 20,0-40,0 % Normal

MONO 5,7% 2,00-8,00 % Normal

EO 0,09% 1,00-3,00 % Menurun

BASO 0,03 % 0,00-0,10 % Normal

Koagulasi

Waktu Bekuan 7 menit 4-10 menit Normal

Waktu Perdarahan 2 menit 1-7 menit Normal

KIMIA DARAH

Glukosa

GDS 150 mg/dl 140 mg/dl

Fungsi Ginjal

Ureum 10 mg/dl 10-50 mg/dl Normal

Kreatinin 0,48 mg/dl L(<1,3),P(<1,1) mg/dl Normal

Fungsi Hati

SGOT 16 U/L < 38 U/L Normal

SGPT 5 U/L < 41 U/L Normal

Kimia Lain

Elektrolit

Natrium 139 mmol/l 136-145 mmol/l Menurun


Kalium 3,9 mmol/l 3,5-5,1 mmol/l Normal

Klorida 104 mmol/l 97-111 mmol/l Normal

IMUNOSEROLOGI

Penanda Hepatitis Non Reactive

HBs Ag (ICT) Non Reactive Negative

2. USG: tidak dilakukan pemeriksaan


3. Rontgen: fotho polos dada dalam batas normal
4. Terapi yang didapat:
 Ketorolac 30 mg/8 jam/Intravena
 Ranitidine 50 mg/8 jam/Intravena
 Asam Traneksamat 500 mg/8 jam/intravena
 Cefotaxime 90 mg/24 jam/intravena
 Fetrosus sulfat 200 mg/24 jam oral
 Asam mefenamat 500 mg/8 jam/oral
L. Data Tambahan
 Keadaan Mental
Adaptasi psikologis: Taking hold

Penerimaan terhadap bayi: Kehadiran bayi sangat diharapkan

 Kemampuan menyusui: Saat ini belum mampu menyusui dengan baik karena
putting susu masuk ke dalam
 Klien mengatakan nyeri pada area post operasi. Selain itu, klien juga mengeluh
bahwa puting susunya masuk kedalam sehingga pada saat menyusui, bayinya selalu
menolak dan menangis. Klien mengatakan sudah BAB sejak 1 hari post operasi dan
BAK tampak lancar. Klien juga mengatakan sering terbangun tengah malam akibat
bayi yang menangis. Klien juga mengatakan ini merupakan kelahiran pertama dan
klien mengatakan ingin mengetahui cara merawat bayi yang benar.
ANALISA DATA
No Data Etiologi Masalah

1. DS : luka post operasi Nyeri akut

 klien mengatakan nyeri pada


area post operasi
jaringan terputus
 Perutnya terasa sakit setelah
dirinya menjalani operasi
 P : post operasi Sc
merangsang area sensorik
 Q : nyeri seperti teriris
motorik
 R : perut saja, tidak menjalar
kemana-mana
 S : skala 6
nyeri
 T : tiba-tiba selama 2 hari ini, 1-
2 menit & sering timbul
berulang-ulang

DO:

 Terdapat luka post operasi

 Tampak tertutup kasa dan


kering

 R : Kemerahan (ya)

 E : bengkak (tidak)

 E : echimosis (tidak)

 D : discharge (darah)

 A : approximate (baik)

 Keadaan umum : lemah

 TD : 110/80 mmHg

 N : 98x/menit

 RR : 19x/menit

 S : 37,5 C

DS :

2.  klien mengatakan dirinya masih Ketidakefektifan


Diagnosa keperawatan

1. Nyeri akut bd agens cedera fisik (post operasi) (nanda domain 12 hal 469)
2. Ketidakefektifan pemberian ASI bd anomali payudara ibu (putting masuk kedalam)
(nanda domain 2 nutrisi hal 172)
3. Gangguan pola tidur bd imobilisasi (post operasi) (nanda domain aktivitas/istirahat hal
229)
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Nama : Ny. H Umur : 19 thn No.Reg: Dx Medis: PNC

No Dx Keperawatan NOC NIC


1 Nyeri akut bd agens cedera Tingkat nyeri (577) Manajemen nyeri (198)
fisik (post operasi) (nanda 1. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
domain 12 hal 469) yang meliputi lokasi, karakteristik,
1x24 jam masalah dapat terselesaikan dengan
onset/durasi, frekuensi, ualitas, intensitas
kriteria hasil :
atau beratnya nyeri dan faktor pencetus
1. Nyeri yang dilaporkan (2-3) 2. Gali Bersama pasien faktor-faktor yang
2. Ekspresi wajah nyeri (2-4) dapat memperberat nyeri
3. Dorong pasien untuk memonitor nyeri dan
Kontrol nyeri (247)
menangani nyerinya dengan tepat
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4. Ajarkan teknik non farmakologi (biofeed-
1x24 jam masalah dapat terselesaikan dengan back, TENS, hypnosis, relaksasi, kompres
kriteria hasil : panas/ dingin dan pijatan,terapi music,
acupressure, akupuntur)
1. Mengenali kapan terjadinya nyeri (2-3)
5. Kolaborasi dengan pasien, orang terdekat
2. Menggunakan Tindakan pengurangan
dan tim medis lainnya untuk memilih dan
nyeri tanpa analgesic (2-4)
mengimplementasikan tindakan penurunan
3. Melaporkan nyeri yang terkontrol (2-3)
nyeri non farmakologis, sesuai kebutuhan
Pengetahuan : menyusui (407)
2 Ketidakefektifan Konseling laktasi (129)
pemberian ASI bd anomali Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Berikan informasi mengenai manfaat
payudara ibu (putting 1x24 jam masalah dapat terselesaikan dengan [kegiatan] menyusui baik fidiologis
masuk kedalam) (nanda kriteria hasil : maupun psikologis
domain 2 nutrisi hal 172) 2. Instruksikan posisi menyusui yang
1. teknik yang tepat untuk menempelkan
bervariasi (misalnya., menggendong bayi
bayi ke payudara (1-3)
dengan posisi kepalanya berada di
2. posisi bayi yang tepat saat menyusui (1-3)
siku/cross cradle, menggendong bayi
3. evaluasi puting susu (1-3)
dibawah lengan pada sisi yang digunakan
4. alas an untuk menghindari putting buatan
untuk menyusui/ football hold, dan miring)
terlalu dini (1-3)
3. Monitor kemampuan bayi untuk
menghisap
4. Intruksikan ibu untuk [melakukan]
perawatan payudara

Tidur (556)
Peningkatan tidur (348)
3 Gangguan pola tidur bd Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
imobilisasi (post operasi) 1x24 jam masalah dapat terselesaikan dengan 1. Monitor/catat pola tidur pasien dan jumlah
(nanda domain kriteria hasil : jam tidur
aktivitas/istirahat hal 229) 2. Mulai/terpakan Langkah-langkah
1. pola tidur (1-3)
kenyamanan seperti pijat, posisi, dan
2. kualitas tidur (1-3)
sentuhan afektif
3. perasaann segar setelah tidur (1-3)
3. Bantu meningkatkan jumlah jam tidur, jika
Status kenyamanan : lingkungan (530) diperlukan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4. Anjurkan untuk tidur siang hari, jika

1x24 jam masalah dapat terselesaikan dengan diindikasikan, untuk memenuhi kebutuhan

kriteria hasil : tidur


5. Sesuaikan lingkungan ( misalnya, cahaya,
1. lingkungan yang kondusif untuk tidur(1-3)
kebisingan, suhu, kasur, dan tempat tidur)
2. kepuasan dengan lingkungan fisik (1-2)
untuk meningkatkan tidur
3. lingkungan yang damai (1-3)
6. Diskusikan dengan pasien dan keluarga
mengenai teknik untuk meningkatkan tidur
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Tgl No Implementasi Evaluasi
Dx

24/5/21 1 Manajemen nyeri (198) S:


1. Melakukan pengkajian
 klien mengatakan nyeri
nyeri komprehensif yang
pada area post operasi
meliputi lokasi,
 Perutnya terasa sakit
karakteristik, onset/durasi,
setelah dirinya menjalani
frekuensi, ualitas, intensitas
operasi
atau beratnya nyeri dan
 P : post operasi Sc
faktor pencetus
 Q : nyeri seperti teriris
2. Mengali Bersama pasien
faktor-faktor yang dapat  R : perut saja, tidak

memperberat nyeri menjalar kemana-mana

3. Mendorong pasien untuk  S : skala 6

memonitor nyeri dan  T : tiba-tiba selama 2 hari


menangani nyerinya ini, 1-2 menit & sering
dengan tepat timbul berulang-ulang
4. Mengajarkan teknik non
O:
farmakologi (biofeed-back,
TENS, hypnosis, relaksasi,  Terdapat luka post
kompres panas/ dingin dan operasi
pijatan, akupressure)  Tampak tertutup kasa
5. Mengkolaborasi dengan dan kering
pasien, orang terdekat dan
 R : Kemerahan (ya)
tim medis lainnya untuk
memilih dan  E : bengkak (tidak)
mengimplementasikan
 E : echimosis (tidak)
tindakan penurunan nyeri
 D : discharge (darah)
non farmakologis, sesuai
 A : approximate (baik)
kebutuhan
 Keadaan umum : lemah

 TD : 110/80 mmHg

 N : 98x/menit

 RR : 19x/menit

 S : 37,5 C

A:

1. Melakukan pengkajian
nyeri sudah teratasi
2. Mengenali faktor-faktor
yang memperberat nyeri
sudah teratasi
4. Mendorong pasien untuk
memonitor nyeri dan
menangani nyerinya
dengan tepat sudah
teratasi
3. Mengajarkan teknik non
farmakologi (biofeed-
back, TENS, hypnosis,
relaksasi, kompres panas/
dingin dan pijatan,
acupressure, akupuntur)
sudah teratasi
4. Mengkolaborasi dengan
pasien, orang terdekat
dan tim medis lainnya
untuk memilih dan
mengimplementasikan
tindakan penurunan nyeri
non farmakologis, sesuai
kebutuhan sudah teratasi
P: Lanjutkan intervensi

S : klien mengatakan dirinya


masih belum mengetahui cara
2
menyusui bayi dengan baik dan
Konseling laktasi (129) benar

1. Memberikan informasi Klien juga mengatakan bahwa


mengenai manfaat dirinya bingung & sering
[kegiatan] menyusui bertanya bagaimana caranya
baik fidiologis maupun agar putting susunya keluar,
psikologis bayinya selalu menolak dan
2. Menginstruksikan posisi menangis
menyusui yang
O:
bervariasi (misalnya.,
menggendong bayi  Puting susu masuk
kedalam
dengan posisi kepalanya
 Areola menghitam
berada di siku/cross  Tidak ada nyeri tekan
cradle, menggendong  Produksi asi banyak

bayi dibawah lengan A : masalah teratasi sebagian


pada sisi yang digunakan
P: Lanjutkan intervensi
untuk menyusui/ football
hold, dan miring)
3. Memonitor kemampuan
bayi untuk menghisap
4. Mengintruksikan ibu
untuk [melakukan]
perawatan payudara

S:

3
 klien mengatakan tidak
Peningkatan tidur (348) bisa tidur nyenyak karena
perutnya kadang-kadang
1. Memonitor/mencatat
terasa nyeri sehingga saat
pola tidur pasien dan
bangun badannya terasa
jumlah jam tidur
pegal-pegal
2. Memulai/menerapkan
 Klien mengatakan sering
Langkah-langkah
terbangun tengah malam
kenyamanan seperti
akibat bunyi bayi yang
pijat, posisi, dan
menangis
sentuhan afektif
3. Membantu O:
meningkatkan jumlah
 Sulit untuk memulai tidur
jam tidur, jika
& sering terbangun saat
diperlukan
tengah malam
4. Menganjurkan untuk
 Terdapat luka post operasi
tidur siang hari, jika
pada perut
diindikasikan, untuk
 Mata klien tampak sembab
memenuhi kebutuhan
& kemerahan karena
tidur
kurang tidur dan banyak
5. Menyesuaikan
menangis
lingkungan ( misalnya,
A : masalah belum teratasi
cahaya, kebisingan,
suhu, kasur, dan tempat P: Lanjutkan intervensi
tidur) untuk
meningkatkan tidur
6. Mendiskusikan dengan
pasien dan keluarga
mengenai teknik untuk
meningkatkan tidur
PEMBAHASAN

Jurnal 1 :

Judul : Effects of acupuncture on post-cesarean section pain (Efek akupunktur


pada nyeri pasca operasi Caesar)

Latar Belakang : Nyeri pasca operasi merupakan fenomena yang sangat


subjektif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari
akupunktur atau akupunktur elektrik pada nyeri pasca sesar.

Metode : Enam puluh wanita, yang telah menjalani anestesi spinal selama
operasi caesar di Departemen Kebidanan Rumah Sakit Universitas Medis China,
secara acak dimasukkan ke dalam kelompok kontrol, kelompok akupunktur, dan
kelompok akupunktur elektro. Setelah operasi, kami menerapkan subjek dengan
akupunktur atau akupunktur elektro pada titik akupunktur bilateral, San Yin Jiao
(Sp6), dan analgesia terkontrol pasien (PCA). Pertama kali meminta morfin,
frekuensi kebutuhan PCA dalam 24 jam, dan dosis PCA yang digunakan dicatat
secara buta ganda. Di Selain itu, pemantauan tanda-tanda vital subjek, efek samping
terkait opioid, dan skor nyeri dilakukan.

Hasil : Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok akupunktur dan


kelompok akupunktur elektro dapat menunda waktu meminta morfin hingga 10–11
menit jika dibandingkan dengan kelompok kontrol. Dosis total PCA yang digunakan
dalam 24 jam pertama adalah 30% -35% lebih sedikit pada kelompok akupunktur dan
kelompok akupunktur elektro jika dibandingkan dengan kelompok kontrol, yang
diindikasikan dalam signifikansi statistik. Namun, tidak ada perbedaan yang
signifikan antara file kelompok akupunktur dan kelompok akupunktur elektro.
Kelompok akupunktur elektro dan kelompok akupunktur skor nyeri lebih rendah
daripada kelompok kontrol dalam 2 jam pertama. Keduanya signifikan secara
statistik. Namun, beberapa jam kemudian, tidak ada perbedaan yang signifikan dari
skor skala analog visual (VAS) antara salah satu dari kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol. Akhirnya, kejadian efek samping terkait opioid, seperti pusing,
berkurang kelompok akupunktur dan kelompok akupunktur elektro dibandingkan
pada kelompok kontrol.

Kesimpulan : Penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan akupunktur dan


elektro-akupunktur dapat menyebabkan keterlambatan waktu meminta obat pereda
nyeri setelah operasi caesar dan menurunkan dosis PCA yang digunakan dalam 24
jam pertama
Jurnal 2 :

Judul : Keberhasilan Puting Susu Menonjol Dengan Menggunakan Metode


Modifikasi Spuit Injeksi Pada Ibu Post Partum (Hamimatus Zainiyah Dkk, 2019)

Pada dasarnya puting yang dimiliki tiap wanita berbeda-beda. Diantaranya


yaitu wanita dengan puting yang datar, masuk ke dalam dan ada pula yang menonjol.
Dari hasil studi pendahuluan terdapat 16 (50 %) ibu post partum dengan puting susu
tidak menonjol dari 32 ibu post partum.

Tujuan penelitian ini adalah mengalisis keberhasilan puting susu menonjol


dengan menggunakan metode modifikasi spuit injeksi pada ibu post partum di
wilayah kerja Puskesmas Tanah Merah. Desain yang digunakan rancangan Pra
Eksperimen dengan pendekatan the one group pratest posttest. Pada penelitian ini
populasinya adalah ibu post partum dengan puting terbenam/datar 16 ibu post partum.
Penelitian ini menggunakan teknik non probability sampling dengan purposive
sampling. Alat yang digunakan dalam pengumpulan data adalah lembar observasi dan
diuji dengan Wilcoxon dengan tingkat kemaknaan 0,05 dengan skala data yang
digunakan adalah nominal. Berdasarkan uji statistik Wilcoxon di SPSS menunjukkan
hasil nilai probability lebih kecil dari nilai taraf signifikan Pvalue : 0,001 dan α = 0,05
(0,000 < 0,05). Intervensi penarikan putting susu menggunakan spuit lebih dari 6 hari,
dilakukan 2 kali sehari dan dibersihkan dengan babi oil.

Hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan dalam melakukan Health


Education disertai demonstrasi metode modifikasi spuit injeksi dengan menarik
puting susu menggunakan spuit untuk membantu puting susu menonjol. Sehingga hal
tersebut sebagai upaya mengatasi masalah dalam menyusui karena bentuk puting
yang datar atau terbenam
PATHWAY POST NATAL CARE
RESUME

Nama Pasien : Ny. RK Tgl MRS: -


Diagnosis Medis : post natal care Tgl Pengkajian
Subyektif Obyekt Assessment Planning Implementasi Evaluasi
 Episiotomy lateralis (+) Resiko Infeksi Status Maternal : Postpartum 1. Membersihkan area perineum
Klien mengeluh Domain 11 Setelah dilakukan tindakan keperawatan secara teratur S:
 Vulva kotor
nyeri pada  Daerah jahitan agak Kelas 1 selama 1x24 jam masalah dapat 2. Menjaga agar perineum tetap
Klien mengeluh nyeri pada
kemerahan 00004 terselesaikan dengan kriteria hasil : kering
perineum akibat 1. Kenyamanan (2-4) 3. Memberikan bantalan untuk perineum akibat episiotomi
 R (redness) : ya
episiotomi 2. Penyembuhan perineum (2-4) duduk, jika perlu O:
 E (edema): ya
3. Aktivitas fisik (2-4) 4. Inspeksi kondisi episiotomy  Episiotomy lateralis (+)
 E (echimosis) : ya  Vulva kotor
4. Infeksi (3-5) 5. Memberikan posisi yang nyaman
 D (discharge) : tidak ada  Daerah jahitan agak
Perawatan Perineum : 6. Memberikan pembalut yang sesuai
 A (approximate) : ya kemerahan
1. Bersihkan area perineum secara untuk mnyerap cairan
teratur 7. Menginstruksikan pasien dan  R (redness) : ya
2. Jaga agar perineum tetap kering orang terdekat untuk  E (edema): ya
3. Berikan bantalan untuk duduk, jika mengiinspeksi tanda-tanda yang  E (echimosis) : ya
perlu tidak normal pada area perineum  D (discharge) : tidak ada
4. Inspeksi kondisi episiotomy (infeksi, kulit pecah-pecah, gatal,  A (approximate) :
5. Berikan posisi yang nyaman cairan yang tidak normal) A : masalah teratasi sebagian
6. Berikan pembalut yang sesuai untuk P: lanjutkan intervensi
mnyerap cairan
7. Instruksikan pasien dan orang terdekat
untuk mengiinspeksi tanda-tanda yang
tidak normal pada area perineum
(infeksi, kulit pecah-pecah, gatal,
cairan yang tidak normal

RESUME

Nama Pasien : Ny. Tgl MRS: -


Diagnosis Medis : Ginekologi Tgl Pengkajian
Subyektif Obyekt Assessmen Planning Implementasi Evaluasi
t
 Klien Pengkajian Nyeri Nyeri Akut Kontrol Nyeri 1. Melakukan pengkajian nyeri S : Klien mengatakan nyeri
mengatakan P: Nyeri karena b.d Agens  Mengenali kapan nyeri terjadi (3-5) yang komprehensif yang sekit berkurang
nyeri kepala kenaikan darah Cidera  Menggambarkan faktor penyebab (3-5) meliputi lokasi, karakteristik, O:
 Klien Q : Nyeri terasa Fisik  Mnggunakan tindakan pencegahan (3-5) onset/durasi, frekuensi, kualitas, P : Nyeri karena kenaikan
mengatakan seperti ditusuk-  Melaporkan nyeri yang terkontrol (4-5) intensitas atau beratnya nyeri darah
pusing dan tusuk dan terasa Nyeri : Efek Yang Mengganggu 2. Menginstruksikan pasien untuk Q : Nyeri terasa seperti
kepala berat  Keidaknyamanan (3-5) istirahat/tidur yang adekuat ditusuk-tusuk dan terasa
terasa R: Pada area kepala  Kehilangan nafsu makan (3-5) untuk membantu penurunan berat
sangat berat S : Skala 6 Manajemen Nyeri nyeri R : Pada area kepala
 Klien juga T: Nyeri muncul 3. Menentukan S : Skala 4
 Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif yang
mengatakan secara terus- lokasi,kararkteritik, kualitas dan T : Nyeri muncul secara
meliputi lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi,
apabila menerus hingga keparahan nyeri terus-menerus hingga
kualitas, intensitas atau beratnya nyeri
dipakai mengganggu 4. Mengecek perintah pengobatan mengganggu aktifitas
 Dukung istirahat/tidur yang adekuat untuk membantu
untuk aktifitas meliputi dosis, obat dan Tanda Vital
oenurunan nyeri
berjalan TD : 150/90 mmHg frekuensi obat analgesik yang TD : 150/90 mmHg
Pemberian Analgesik
semakin diresepkan A : Masalah teratasi
 Tentukan lokasi,kararkteritik, kualitas dan keparahan 5. Mengecek ada riwayat alergi sebagia P : Lanjutkan
terasa nyeri
pusing obat intervensi nomor 1-7
 Cek perintah pengobatan meliputi dosis, obat dan 6. Memonitor tanda vital sebelum
frekuensi obat analgesik yang diresepkan pemberian obat analgesik
 Cek ada riwayat alergi obat 7. Memberikan kebutuhan
 Monitor tanda vital sebelum pemberian obat kenyamana dan aktivitas yang
analgesik lain yang dapat membantu
 Berikan kebutuhan kenyamana dan aktivitas yang lain relaksasi untuk menfasilitasi
yang dapat memabntu relaksasi untuk menfasilitasi penurunan nyeri
penurunan nyeri

RESUME

Nama Pasien : Ny. Tgl MRS: -


Diagnosis Medis : Ante natal care Tgl Pengkajian
Subyektif Obyekt Assessment Planning Implementasi Evaluasi
Klien  Faktor pemberatnya : Hipertermia Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam masalah 1. Memantau suhu dan tanda – S=-
mengataka saat beraktivitas b.d aktivitas dapat terselesaikan dengan kriteria hasil : tanda vital lainnya
n demam  Klien mengalami berlebihan Termoregulasi 2. Memonitor asupan dan O = Tanda – tanda vital :
sejak 2 hari dehidrasi (minum (Domain 11. 1. Hipertemia (dari skala 3 ke 5) keluaran, sadari perubahan TD : 95/60
ketika sehari : 600 cc) Keamanan/p 2. Dehidrasi (dari skala 3 ke 5) kehilangan cairan yang mmHg
sedang  Tanda – tanda vital : erlindungan, Tanda – Tanda Vital dirasakan RR : 20x/menit
bekerja TD : 95/60 mmHg Kelas 6. 1. Suhu tubuh (dari skala 3 ke 5) 3. Memberi obat atau cairan IV HR : 82x/menit
RR : 20x/menit Termoregul 2. Tekanan darah sistolik (dari skala 3 ke 5) (misalnya antipiretik) Suhu : 37,2ºC
HR : 82x/menit asi) 3. Tekanan darah diastolic (dari skala 3 ke 5) 4. Mendorong konsumsi cairan A = masalah teratasi
Suhu : 37,2ºC Perawatan demam 5. Memantau komplikasi yang
1. Pantau suhu dan tanda – tanda vital lainnya berhubungan dengan demam sebagian
2. Moniytor asupan dan keluaran, sadari perubahan serta tanda dan gejala kondisi
kehilangan cairan yang dirasakan penyebab demam P = lanjutkan intervensi 1-7
3. Beri obat atau cairan IV (misalnya antipiretik) 6. Memonitor tekanan darah, dan lakukan intervensi
4. Dorong konsumsi cairan nadi, suhu dan status diagnosa ke 2
5. Pantau komplikasi yang berhubungan dengan demam pernapasan dengan tepat
serta tanda dan gejala kondisi penyebab demam 7. Memonitor tekanan darah,
Monitor tanda – tanda vital nadi, suhu dan status
1. Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan status pernapasan pernapasan sebelum, selama
dengan tepat dan setelah beraktivitas
2. Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan status pernapasan dengan tepat
sebelum, selama dan setelah beraktivitas dengan tepat

DAFTAR PUSTAKA

Alden K.R, 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Dialihbahasakan oleh Maria A. Jakarta: EGC.

Doenges, M.E. dan Moorhouse, M.F. 2001. Rencana Perawatan Maternal/Bayi : Pedoman untuk Perencanaan dan
Dokumentasi Perawatan Klien, Edisi II, EGC, Jakarta.

Hutahean, Serri. 2009. Asuhan Keperawatan dalam Maternitas dan Ginekologi. Jakarta. TIM
Sarwono, Prawiroharjo. (2009). Ilmu Kebidanan, edisi 4, cetakan II. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC
Original article
Effects of acupuncture on post-cesarean section
pain
WU Hung-chien, LIU Yu-chi, OU Keng-liang, CHANG Yung-hsien, HSIEH Ching-liang, TSAI
Angela Hsin-chieh, TSAI Hong-te, CHIU Tsan-hung, HUNG Chih-jen, LEE Chien-chung and
LIN Jaung-geng
Downloadedfromhttp://journals.lww.com/cmj

3. Keywords: cesarean-section childbirth; acupuncture;


electro-acupuncture; pain
by BhDMf5ePHKav1zEoum1tQfN4a+kJLhEZgbsIHo4XMi0hCywCX1AWnYQp/IlQrHD3i3D0OdRyi7TvSFl4Cf3VC4/OAVpDDa8KKGKV0Ymy+78=

Background Post-operation pain is a very subjective phenomenon. The aim of this study was
to find out the effects of acupuncture or electro-acupuncture on post-cesarean pain.
Methods Sixty women, who had had spinal anesthesia during cesarean section at the
Department of Obstetrics of China Medical University Hospital, were randomly assigned to the
control group, the acupuncture group, and the electro-acupuncture group. After the operation,
we applied subjects with acupuncture or electro-acupuncture on the bilateral acupuncture point,
San Yin Jiao (Sp6), and the patient controlled analgesia (PCA). The first time of requesting
morphine, the frequency of PCA demands in 24 hours, and the doses of PCA used were
recorded double blindly. In addition, monitoring the subjects′ vital signs, the opioid-related side
effects, and the pain scores was done.
Results The results showed that the acupuncture group and the electro-acupuncture group
could delay the time of requesting morphine up to 10–11 minutes when compared with the
control group. The total dose of PCA used within the first 24 hours was 30%–35% less in the
acupuncture group and the electro-acupuncture group when compared with the control group,
which was indicated in statistical significance. However, there was no significant difference
between the acupuncture group and the electro-acupuncture group. The electro-acupuncture
group′s and the acupuncture group′s pain scores were lower than the control group′s within the
on 05/21/2021

first 2 hours. Both were statistically significant. However, two hours later, there were no
significant differences of the visual analogue scale (VAS) scores between either of the
treatment groups and the control group. Finally, the incidence of opioid-related side effects,
such as dizziness, was less in the acupuncture group and electro-acupuncture group than in the
control group.
Conclusions This study shows that the application of acupuncture and electro-acupuncture
could definitely delay the time of requesting pain relief medication after cesarean section and
decrease the PCA doses used within the first 24 hours.
Chin Med J 2009;122(15):1743-1748
society status, patient′s knowledge,

E veryone experiences pain which


relates to the complicated
reactions in physiology and in
degree of the understanding about the
operation, level of discomfort, level of
the medical staff′s attitude and caring,
psychology. Post-operation pain, which posture of moving, time, and physical
can be affected by many factors, such as condition, is a very subjective
age, personality, sex, education, phenomenon. Therefore, for the same
type of operation, the degree of pain CC)
Graduate Institute of Acupuncture Science, China Medical
experienced varies from person to University, Taiwan, China (Lin JG)
person. In general, the worst post- Correspondence to: LIN Jaung-geng, Graduate Institute of
Acupuncture Science, China Medical University, Taichung 404,
operation pain was thorax or upper
Taiwan, China (Email: jglin@mail.cmu.edu.tw) This study was
abdominal operation; followed by lower supported by a fund from Kaohsiung Medical University
abdominal operation, whereas the Hospital, Taiwan, China (No. KMUH96-6G12).

superficial operation has the less pain


the effect of acupuncture or electro-
reported.1 Pain can be felt after the
acupuncture on the acupuncture point
operation and when the analgesic drugs
San Yin Jiao (Sp6) to alleviate pain after
were diminished, it can be sensation of
operation with the conjunction of patient
the strongest pain for a few hours before
controlled analgesia (PCA). It is also
it stops. Pain can make patients feel
suggested to reduce the side effects of
uncomfortable and become sleepless or
opioid-related drugs, such as vomiting
agitated. In addition, pain also stimulates
which is in 25% of post-operation
the sympathetic nervous system which
people.7
causes increases in the heart rate, blood
pressure, sweat production, endocrine
In this study, our subjects were pregnant
hyper-function, and delays the patient′s
women who had cesarean section for
prognosis.2,3
their childbirth. The subjects were
randomly assigned to 3 groups: the
At the present time, acupuncture
control group, the acupuncture group
analgesia and acupuncture pain relief are
and the electro-acupuncture group. The
highly emphasized by the international
data collected for an index were the time
medical researchers. In 1980, WHO has
which asked for morphine at first by
announced 43 types of different diseases
patients, the frequency of PCA demands
that can be treated by acupuncture 4-6
within 24 hours, the PCA dose given
without any significant side effects.
within 24 hours, and the visual analogue
Therefore, the aim of this study was to
scale (VAS). In addition, some reports
find out
pointed out that the amount of morphine
demanded by the patient (PCA) was
DOI: 10.3760/cma.j.issn.0366-6999.2009.15.005 closely related to the incidence of side
effects,8,9 and the opioid-related side
College of Dental Medicine, Kaohsiung Medical University,
Taiwan, China (Wu HC)
School of Post Baccalaureate Chinese Medicine, Chinaeffects
Medicalwere also monitored.
University, Taiwan, China (Liu YC)
Research Center for Biomedical Implants and Microsurgery
Devices, College of Oral Medicine, Taipei Medical University,
Taiwan, China (Ou KL)
4. METHODS
China Medical University Hospital, China Medical University,
Taiwan, China (Chang YH and Hsieh CL)
Meridian Medical Centre, Australia (Tsai AHC)
Department of Obstetrics and Gynecology, Changhua The study was conducted in China
Christian
Hospital, Taiwan, China (Tsai HT) Medical University Hospital, and there
Department of Obstetrics and Gynecology, China Medical
University Hospital, Taiwan, China (Chiu TH)
were 60 women selected as subjects with
Department of Anesthesiology, Taichung Veterans the first time pregnancy having cesarean
General
Hospital, Taiwan, China (Hung CJ)
section for childbirth. The selection
Mei-Tsung Obstetrics and Gynecology Clinic, Taiwan, China (Lee
criterion for their health condition was San Yin Jiao (Sp6), was applied bilaterally.
ASAI-II standard (healthy or with mild After the points were stimulated until
systematic disease with no functional feeling De-Qi sensation, the needles were
restriction). Those people, who would applied for 30 minutes, and then the PCA
have cesarean section but had diabetes, machine was applied. In the electro-
hypertension, cachexia, cardiovascular acupuncture group, after applied the
disease, or any other systematic disease acupuncture points on the bilateral sides
with the lung, kidney or nerve, were and feeling De-Qi sensation, a low
excluded from the study. Before frequency of 2 Hz with a suitable current,
operation, the subjects′ age, weight and based on the degree of the muscle
medical history were all carefully twitching, was connected. The points
recorded. The time of analgesia and were stimulated for 30 minutes before
operation was also recorded after the the PCA machine was applied. The
operation. These were the confounding subjects were told how to use the VAS,
factors that would alter the experiment which was the pain scale. All acupuncture
results. All data collected were put into and electro-acupuncture were done by
account for future recording. one well trained doctor.

After operation, the patients in the post- In the PAR, the data collected
anesthesia room (PAR) were assigned to were the first time of requesting
3 groups in a randomization sequence analgesics, the vital signs (such
based on the table of randomly as blood pressure, heart rates,
generated number: the control group, and blood oxygen level) and the
the acupuncture group and the electro- VAS score. In the ward, the
acupuncture group. Every group had 20 dosage of PCA morphine
subjects (Table 1). demand, the frequency of PCA
intake, and the valid and invalid
demands within 24 hours were
Table 1. Post-operation pain treatment in
different groups also recorded. The vital signs,
Groups Post-operation pain treatment VAS scores, opioid-related side
Group 1 (control group) Intravenous PCA alone with morphine (PCA only)
effects, such as nausea,
Group 2 (acupuncture Acupuncture + intravenous PCA with morphine
group) (PCA+ACUP) vomiting, dizziness and pruritus
Group 3 (electro-Low electro-acupuncture (2 Hz of were also documented. All data
electrical
acupuncture group) stimulation) + intravenous PCA with morphine
(PCA+EA) were collected by another well
PCA: patient-controlled analgesia; ACUP: trained doctor double blindly.
acupuncture; EA: electro- acupuncture.

In the control group, after recovering The demographic data, time of


from the anesthesia, no any special analgesic, duration of operation,
treatments were given, and then a PCA and the outcome records
machine was applied 30 minutes later. In including the time of the first
the acupuncture group, after recovering request for morphine (if no
from the anesthesia, acupuncture point, request in the PAR, 120 minutes
after operation was used as the
first requesting time), the
frequency of PCA request, the 5. RESULTS
morphine dosage given, and the
VAS data were screened by The data of the three
D'Agostino-Pearson omnibus K2 experimental groups were
normality test first to assess analyzed and compared with
whether the data in each group each other. When discussing
were deviated from a Gaussian variables which might interfere
distribution. For those variables with the results of the
which failed to reject the null experiment, the demographic
hypothesis in normality test (i.e. data showed no statistically
data are consistent with a significant differences in the
Gaussian distribution) in all of age, body weight, height, the
the three groups, one way time of analgesic, and the
analysis of variance (ANOVA) duration of operation (Table 2).
was used to investigate if all the
three groups had the same
When the subjects entered the post
mean. If the results of ANOVA
analgesia room, the
were concluded statistically
significant, then the Student- Table 2. Demographic data for the
Newman-Keuls (SNK) test was experimental groups (n=20
in each group)
used as the post test to identify
Group 1 Group 2 Group 3
if there were differences Variables
(PCA only) (PCA+ACUP) (PCA+EA)
between two groups. For those Age (years) 30.8±3.2 31.0±4.2 30.1±4.1
Height (cm) 157.0±2.8 160.8±3.8 157.2±5.8
variables with data in any one of
Weight (kg) 72.2±8.1 69.9±5.5 68.9±8.4
the three groups that deviated Duration of anesthesia
71.3±6.3 72.1±8.7 65.6±6.8
significantly from Gaussian (minutes)
Duration of operation
distributions, the Kruskal-Wallis 53.4±6.1 56.7±8.5 50.3±6.1
(minutes)
nonparametric test instead of Values are mean ± standard deviation (SD). No significant
difference was detected (P >0.05) among these three groups
ANOVA was used to compare by one way ANOVA.
the three groups, and Dunn's
post test was used to compare
the difference in the sum of
ranks between two groups with
the expected average
difference. For opioid-related
side effects, chi-square test was
used to test their statistical
significance. P <0.05 was
considered statistically
Figure 1. Means and standard deviations of the
significant.
time intervals for the initial analgesia request in
the three groups (n=20 in each group). Means of
time interval for the initial analgesia request were both significantly less than the control
shown to be significantly longer (*P <0.05) in
group, (55.7±20.3) times. The dosage of
treatment groups (Groups 2 and 3) than that in
control group (Group 1) by one way ANOVA with PCA morphine was also compared within
SNK post test. 24 hours (Table 3). In the 1–8 hours, the
electro-acupuncture group was given
subjects′ first requesting time of the (5.47±2.79) mg while the control group
addicted analgesic drug, morphine, was was given (7.88±2.84) mg. The dosage of
recorded. The results showed that the the experiment group was significantly
acupuncture group ((40.3±13.8) minutes) lower than that of the control group. In
and the electro-acupuncture group the 9–16 hours, the dosage given in the
((39.5±16.9) minutes) were significantly electro-acupuncture group had reduced
delayed in their demands for morphine, to (2.87±1.66) mg while the control
when compared with the control group group had (4.22±1.82) mg. In the 17–24
((29.0±15.0) minutes) (Figure 1). hours, the dosage given in the
acupuncture group was (1.18±0.74) mg,
the electro-acupuncture group was
In addition, the number of the morphine
(1.56±1.48) mg while the control group
requested among the three treatment
was (3.18±2.08) mg. When comparing
groups was compared within the first 24
the total dosage for the PCA morphine
hours after the operation. The results
given within the post-operative 24 hours
showed that in the 1–8 hours, the
among the groups, the acupuncture
demands of morphine for the
group was (10.66±4.68) mg, the electro-
acupuncture and electro-acupuncture
acupuncture was (9.89±5.18) mg, and the
groups were less frequent than the
control group was (15.28±4.99) mg. On
control group. The acupuncture group
the other hand, the total dose of PCA
requested for (20.1±9.1) times, the
used within the first 24 hours was 30%
electro-acupuncture group requested for
less in the acupuncture group and 35%
(18.4±9.9) times and the control group
less in the electro-acupuncture group
requested for (29.0±11.5) times. These
than the control group (Table 3).
data reached statistical significance. In
the 9–16 hours, the electro-acupuncture
Table 3. Number of post-
group was lower ((9.8±6.8) times) than operation
the control group ((17.3±7.9) times). In analgesic
the 17–24 hours, the acupuncture group demand (n=20
in each group)
was (4.4±2.8) times and the electro-
Group 1 Group 2 Group 3
acupuncture group was (4.9±4.7) times, Variables
(PCA only) (PCA+ACUP) (PCA+EA)
which were again less than the control Time for initial dose of
morphine after operation 29.0±15.0 40.3±13.8* 39.5±16.9*
group ((9.4±6.5) times). These also (minutes) †
reached statistical significance. As for the PCA demand in 24 hours (times)
1–8 h†
sum of analgesic demands within 24 29.0±11.5 20.1±9.1* 18.4±9.9*

9–16 h 17.3±7.9 13.0±6.6 9.8±6.8*
hours after the operation, the 17–24 h‡ 9.4±6.5 4.4±2.8* 4.9±4.7*
acupuncture group was (37.4±15.9) Total† 55.7±20.3 37.4±15.9* 33.1±19.7*
Morphine delivered (mg)
times, and the electro-acupuncture
1–8 h‡
7.88±2.84 6.00±3.08 5.47±2.79*
group was (33.1±19.7) times which were
9–16 h† 4.22±1.82 3.48±1.60 the treatment groups and the
17–24 h‡ 3.18±2.08 1.18±0.74*
Total† 15.28±4.99 10.66±4.68*
control group (Figure 2).
Values are mean ± standard deviation (SD). *
Estimates of treatment groups were Table 4. Number of valid and invalid PCA
significantly different (P <0.05) from those of demands (n=20 in each
control group. †Tested by one way ANOVA with group)
SNK post test, ‡
tested by Kruskal-Wallis Group 1 Group 2 Group 3
Variables
nonparametric test with Dunn's post test. (PCA only) (PCA+ACUP) (PCA+EA)
Valid demands
1–8 h†
19.5±7.0 15.0±7.7 13.7±6.9*
After the operation, the valid 9–16 h †
10.6±4.6 8.7±4.0 7.2±4.1*
and invalid demands of PCA 17–24 h‡ 7.9±5.2 3.0±1.8* 3.9±3.7*
Total† 38.2±12.5 26.7±11.7* 24.7±13.0*
within 24 hours were also
Invalid demands
compared. The total valid 1–8 h‡
9.5±6.2 5.1±2.9* 4.8±4.3*
demand of the acupuncture 9–16 h‡ 6.8±3.8 4.3±3.3 2.7±2.8*
group was (26.7±11.7) times, 17–24 h‡ 1.6±1.9 1.4±1.6 1.0±1.8
Total† 17.5±8.9 10.8±6.3* 8.5±7.8*
the total valid demand of the Values are mean ± standard deviation (SD). *Estimates of
electro-acupuncture group was treatment groups were significantly different (P <0.05) from
those of control group. †Tested by one way ANOVA with SNK
(24.7±13.0) times, and the total
post test, ‡tested by Kruskal-Wallis nonparametric test with
valid demand of the control Dunn's post test.
group was (38.2±12.5) times.
For invalid demands, the
acupuncture group was
(10.8±6.3) times and the
electro-acupuncture group was
(8.5±7.8) times whereas the
control group was (17.5±8.9)
times. All the data reached
statistical significance (Table 4).

The pain scores of the treatment


groups in every 30 minutes were Figure 2. Distribution of the increment of post-
also recorded and compared operation visual analogue scale (VAS, 0–100 mm)
in the three groups. Y scale represents the
with the control group within
differences of VAS between time h (VAS h) and the
the post-operative 24 hours. In initial time when arrive in the PAR (VAS 0). The
both of the acupuncture group differences in the sum of ranks between treatment
and the electro-acupuncture groups and control group at 0.5–3 hours post-
operation were examined by Kruskal-Wallis
group, the VAS pain scores were
nonparametric test with Dunn's post test, instead,
significantly lower than the the differences in the means between treatment
control group at 0.5, 1, 1.5 and 2 groups and control group at 4–24 hours post-
hours post-operation. However, operation were investigated by one way ANOVA
with SNK post test. Those differences that were
after 2 hours, there were no
statistically significant (P <0.05) were marked with
significant differences of the “*”.
VAS scores between either of
people older than 55 years, the
When the opioid-related side effects effective dosage of morphine
were compared with each group, the given for people less than 55
results showed that the number of years old was double.13,14
subjects with dizziness in the However, in this research, the
acupuncture and the electro- differences in the age, height
acupuncture group was significantly and body weight for the 60
lower than the control group (Table 5). subjects were not large, and this
effect was not considered in this
Table 5. Post-operation side effects in the three experiment. In addition, the
treatment groups (n
duration of analgesic and the
(%))
Side effects Group 1 Group 2
time of operation also had no
Nausea 8 (40) 3 (15) significant difference.
Vomiting 1 (5) 1 (5)
Dizziness 12 (60) 5 (25)*
Pruitis 2 (10) 1 (5)
n=20 in each group. PCA: patient-controlled analgesia, EA:
In this study, the results showed
electro-acupuncture. that the acupuncture group and
*
P <0.05 vs Group 1.
the electro-acupuncture group
both delayed the first time of
requesting analgesic. This means
6. DISCUSSION that acupuncture and electro-
acupuncture can effectively
In this experiment, the acupuncture delay the pain similar to the
point, San Yin Jiao (Sp6), was selected. opioid drugs in preventing
The point which belongs to the Foot Tai pain.15,16 When the PCA
Yin Spleen meridian is located at 3 cm demands were compared
superior to the tip of the medial among the groups, the results
malleolus, and on the posterior border of showed that the subjects in the
the tibia. The reasons why selecting the control group were more
point in the experiment were three major demanding for pain relief than
issues: childbirth, lower abdominal area the other two experimental
and analgesic effect. San Yin Jiao was one groups.
of the best points to choose. 10-12 In fact,
the results of the experiment showed
that this acupuncture point did have Furthermore, the total dose of
analgesic effect for post-cesarean section morphine used in the electro-
pain. acupuncture group was
significantly lower than the
control group in all stages. The
Many studies showed that age results for the acupuncture
affects the sensation of pain. group also showed the total
Therefore, in many PCA studies, morphine demand was lower
to compare with the effective than the control group
dosage of morphine given for especially in the 17–24 hours.
On the other hand, the total and acupuncture groups both
dose of PCA used for the had better pain relieving effects.
acupuncture group was 30% and
for the electro-acupuncture In this experiment, 2 Hz frequency was
chosen to apply to subjects in the
group was 35% less than the
control group. These indicated electro-acupuncture group. It was
pointed out that the µ acceptor was the
that with the application of
either acupuncture or electro- most similar to opioid-related analgesic
receptor.23 In addition, Sun and Han17 also
acupuncture can reduce pain. In
early researches, the application proved that in the rat′s spine analgesic
experiment the electro-acupuncture
of electro-acupuncture on the
rat spine with the use of 2 Hz worked well in 2 Hz frequency with µ and
δ opioid related receptors. To compare
with µ and δ opioid related
medium and 100 Hz with opiate the electro-acupuncture group with the
acupuncture group on the number of
related medium had been
investigated.17-19 Other PCA demands and the dosage used, we
found that the results of the electro-
researchers also pointed out
that when currents of different acupuncture group were lower than
those of the acupuncture group.
frequencies were used on the
acupuncture point, they However, these data did not reach
statistical significance.
resulted in the acceptance of
the secondary opioid or
serotonin to transmit analgesic The results for the opioid-related side-
function.20-22 effects, the subjects in the acupuncture
group and the electro-acupuncture group
In addition, when comparing the had less dizziness when compared to
results of PCA demands, while other subjects in the control group. It had
the electro-acupuncture group statistical significance. This could be due
was significantly lower than the to the dosages of morphine applied in
control group in all stages, the the acupuncture and electro-
acupuncture group was acupuncture groups, which were
significantly lower than the significantly lower than in the control
control group in the 1–8 hours, group. The side effects were mostly
17–24 hours and within 24 caused by morphine; thus, lower dosage
hours. Regarding the number of of morphine used led to less side effects.
valid and invalid demands of In addition, San Yin Jiao (Sp6), which
PCA, both the acupuncture and belongs to the Foot Tai Yin Spleen
electro-acupuncture groups meridian, has clinical application of
were lower than the control treating nausea, dizziness and
24,25
group. This proved that the vomiting. Therefore, the side effects
control group was in more were reduced either because of the
desperate need for analgesics application of acupuncture that reduced
and the electro-acupuncture the dosage of morphine demand or
because of the acupuncture point itself. K, Husted C. Electroacupuncture in
anaesthesia for hysterectomy. Br J
In this experiment, it certainly approved
Anesth 1993; 71: 835-838.
clinical effects of acupuncture. 5. Stanley TH, Cazallaa JA, Atinault A,
Coeytaux R, Limoge A, Louville Y.
Transcutaneous cranial electrical
Similar studies had conducted by other stimulation decreases narcotic
researchers, such as Lin et al 26 in 2002 requirements during neurolept
anaesthetic and operation in man.
and Wang et al13 in 1997. In this study,
Anesth Analg 1982; 62: 836-866.
we had an extra experimental group, the 6. Lu DP. Acupuncture
acupuncture group which was different anesthesia/analgesia for pain and
from the previous studies. Our results anxiety control in dental practice.
Part 2: Techniques for clinical
showed that acupuncture alone also had
applications. Compendium 1993;
analgesic effects. In the future studies, 14: 464-468, 470-472.
different acupoints can be applied for 7. Swegle JM, Logemann C.
different types of operations so as to find Management of common opioid-
induced adverse effects. Am Fam
the best point for electro-acupuncture.
Physician 2006; 74: 1347-1354.
Furthermore, we will make more studies 8. White PF. Mishaps with patient-
to investigate the changes of physical controlled analgesia (PCA).
mechanism when acupuncture is applied Anesthesiology 1987; 66: 81-83.
9. Raffaeli W, Marconi G, Fanelli G,
as the analgesic, hopefully to reduce the
Taddei S, Borghi GB, Casati A.
use of analgesic drugs and to widely use Opioid-related side-effects after
acupuncture in clinical situations. intrathecal morphine: a
prospective, randomized, double-
blind dose-response study. Eur J
REFERENCES Anaesthesiol 2006; 23: 605-610.
10. So RC, Ng JK, Ng GY. Effect of
1. Gramke HF, de Rijke JM, van Kleef transcutaneous electrical acupoint
M, Raps F, Kessels AG, Peters ML, stimulation on fatigue recovery of
et al. The prevalence of the quadriceps. Eur J Appl Physiol
postoperative pain in a cross- 2007; 100: 693-700.
sectional group of patients after 11. Jun EM, Chang S, Kang DH, Kim S.
day-case surgery in a university Effects of acupressure on
hospital. Clin J Pain 2007; 23: 543- dysmenorrhea and skin
548. temperature changes in college
2. Kumar K, Wilson JR. Factors students: a non-randomized
affecting spinal cord stimulation controlled trial. Int J Nurs Stud
outcome in chronic benign pain 2007; 44: 973-981.
with suggestions to improve 12. Lee MK, Chang SB, Kang DH.
success rate. Acta Neurochir Suppl Effects of SP6 acupressure on labor
2007; 97(Pt 1): 91-99. pain and length of delivery time in
3. Edwards RR, Klick women during labor. J Altern
B, Buenaver Complement Med 2004; 10:959-
L, Max MB, 965.
Haythornthwaite JA, Keller RB, et al. 13. Wang B, Tang J, White PF, Naruse
Symptoms of distress as prospective R, Sloninsky A, Kariger R, et al.
predictors of pain-related sciatica treatment Effect of the intensity of
outcomes. Pain 2007; 130: 47-55. transcutaneous acupoint electrical
stimulation on postoperative
4. Christensen PA, Rotne M,
Vedelsdal R, Jensen RH, Jacobsen
analgesic requirement. Anesth 22. Choi BT, Kang J, Jo UB. Effects of
Analg 1997; 85: 406-413. electroacupuncture with different
14. Han CD, Lee DH, Yang IH. Intra- frequencies on spinal ionotropic
synovial ropivacaine and morphine glutamate receptor expression in
for pain relief after total knee complete Freund's adjuvant-
arthroplasty: a prospective, injected rat. Acta Histochem 2005;
randomized, double blind study. 107: 67-76.
Yonsei Med J 2007; 48: 295-300. 23. Lenard NR, Daniels DJ, Portoghese
15. Smith HS. Drugs for pain. PS, Roerig SC. Absence of
Philadelphia: Hanley and Belfus; conditioned place preference or
2003: 435-440. reinstatement with bivalent
16. Haake M, Müller HH, Schade- ligands containing mu-opioid
Brittinger C, Basler HD, Schäfer H, receptor agonist and delta-opioid
Maier C, et al. German receptor antagonist
Acupuncture Trials (GERAC) for pharmacophores. Eur J Pharmacol
chronic low back pain: 2007; 566: 75-82.
randomized, multicenter, blinded,
parallel-group trial with 3 groups. 24. Chen LL, Hsu SF, Wang MH, Chen
Arch Intern Med 2007; 167: 1892- CL, Lin YD, Lai JS. Use of
1898. acupressure to improve
17. Sun SL, Han JS. High and low gastrointestinal motility in women
frequency electroacupuncture after trans-abdominal
analgesia are mediated by hysterectomy. Am J Chin Med
different types of opioid receptors 2003; 31: 781-790.
at spinal level: a cross tolerance 25. Zhang W, Kanehara M, Zhang Y,
study. Acta Physiol Sin (Chin) 1989; Wang X, Ishida T.
41: 416-420. Beta-blocker and other analogous
18. Wen YR, Yeh GC, Shyu BC, Ling QD, treatments that affect bone mass
Wang KC, Chen TL, et al. A minimal and sympathetic nerve activity in
stress model for the assessment of ovariectomized rats. Am J Chin
electroacupuncture analgesia in Med 2007; 35: 89-101.
rats under halothane. Eur J Pain 26. Lin JG, Lo MW, Wen YR, Hsieh CL,
2007; 11: 733-742. Tsai SK, Sun WZ. The effect of high
19. Lee JH, Choi YH, Choi BT. The anti- and low frequency
inflammatory effects of 2 Hz electroacupuncture in pain after
electroacupuncture with different lower abdominal surgery. Pain
intensities on acute carrageenan- 2002; 99: 509-514.
induced inflammation in the rat
paw. Int J Mol Med 2005; 16: 99-
(Received
102.
December 26,
20. Lin JG, Chen XH, Han JS.
2008)
Antinociception produced by 2 and
5 KHz peripheral stimulation in the Edited by WANG
rat. Intern J Neurosci 1992; 64: 15- Mou-yue and
22. LIU Huan
21. Fukazawa Y, Maeda T, Kiguchi N,
Tohya K, Kimura M, Kishioka S.
Activation of spinal cholecystokinin
and neurokinin-1 receptors is
associated with the attenuation of
intrathecal morphine analgesia
following electroacupuncture
stimulation in rats. J Pharmacol Sci
2007; 104: 159-166.
KEBERHASILAN PUTING SUSU MENONJOL DENGAN
MENGGUNAKAN METODE MODIFIKASI SPUIT INJEKSI
PADA
IBU POST PARTUM

Hamimatus Zainiyah 1, Dwi Wahyuningtyas2, Raehana Astriani3


STIKES Ngudia Husada Madura
Email :
matus.061283@yahoo.co.id
Email :
dwimaskur2011@gmail.com
Email : raehana@gmail.com
7. ABSTRAK
Pada dasarnya puting yang dimiliki tiap wanita berbeda-beda. Diantaranya yaitu wanita
dengan puting yang datar, masuk ke dalam dan ada pula yang menonjol. Dari hasil studi
pendahuluan terdapat 16 (50 %) ibu post partum dengan puting susu tidak menonjol
dari 32 ibu post partum. Tujuan penelitian ini adalah mengalisis keberhasilan puting susu
menonjol dengan menggunakan metode modifikasi spuit injeksi pada ibu post partum di
wilayah kerja Puskesmas Tanah Merah. Desain yang digunakan rancangan Pra
Eksperimen dengan pendekatan the one group pratest posttest. Pada penelitian ini
populasinya adalah ibu post partum dengan puting terbenam/datar 16 ibu post partum.
Penelitian ini menggunakan teknik non probability sampling dengan purposive sampling.
Alat yang digunakan dalam pengumpulan data adalah lembar observasi dan diuji dengan
Wilcoxon dengan tingkat kemaknaan 0,05 dengan skala data yang digunakan adalah
nominal. Berdasarkan uji statistik Wilcoxon di SPSS menunjukkan hasil nilai probability
lebih kecil dari nilai taraf signifikan Pvalue : 0,001 dan α = 0,05 (0,000 < 0,05). Hasil
penelitian ini dapat dijadikan rujukan dalam melakukan Health Education disertai
demonstrasi metode modifikasi spuit injeksi dengan menarik puting susu menggunakan
spuit untuk membantu puting susu menonjol. Sehingga hal tersebut sebagai upaya
mengatasi masalah dalam menyusui karena bentuk puting yang datar atau terbenam.
Kata Kunci : Putting Susu, Modifikasi Spuit, Ibu Post Partum

ABSTRACT
Basically, each woman's nipples are different. Among them are women with nipples that
are flat, go inside and some are prominent. Based on the result of a preliminary study
there were 16 (50%) postpartum mothers with nipples not prominent from 32 postpartum
mothers. The purpose of this study is to analyze the success of prominent nipples using
the syringe spuit modification method in postpartum mothers in the work area of the
Tanah Merah Public Health Center. The research design used was the Pre Experiment
with the one group pretest posttest approach. The population was postpartum mothers
with 16 flat nipple postpartum mothers. This study used non probability sampling
techniques with purposive sampling. The tool used in data collection was the observation
sheet and tested with Wilcoxon test with a significance level of 0.05 with the scale of the
data used was nominal. Based on Wilcoxon statistical tests in SPSS, the results of
probability values are smaller than the significant value of P value: 0.001 and α = 0.05
(0.000 <0.05). The results of this study can be used as a reference in conducting Health
Education accompanied by a demonstration of syringe spuid modification methods by
pulling the nipples using a spuit to help the prominent nipples. So that this is an effort to
overcome problems in breastfeeding because of the shape of the nipple that is flat or
immersed.
Keywords: Nipple, Spuit Modification, Postpartum Mother

8. LATAR BELAKANG
Bagi seorang wanita payudara adalah organ tubuh yang sangat penting bagi
keberlangsungan setelah melahirkan. Payudara dimiliki oleh perempuan maupun laki-
laki. Namun, payudara yang berkembang dan tumbuh menjadi besar hanya dialami oleh
perempuan karena perempuan memiliki kelenjar mamae. Puting susu merupakan salah
satu bagian dari payudara. Pada dasarnya puting yang dimiliki tiap wanita berbeda-beda.
Diantaranya yaitu wanita dengan puting yang datar, masuk ke dalam dan ada pula yang
menonjol. Banyak perempuan setelah melahirkan mengeluh karena bentuk puting susu
yang terbenam/datar, dan merasa takut tidak dapat menyusui bayinya. Daerah puting
juga memiliki banyak kelenjar minyak keringat yang berfungsi agar kulit puting
senantiasa lembut, lentur, dan terlindungi dari iritasi. Tetapi bukan berarti seorang
wanita tidak dapat menyusui karena keadaan puting yang terbenam/datar melainkan
dapat dilakukan perawatan payudara selama pasca persalinan (Saryono dan Pramitasari,
2014).

Pada dasarnya bentuk puting susu normal adalah puting secara keseluruhan tampak
menonjol melebihi permukaan areola. Oleh karena itu, terkadang payudara wanita
mengalami pembengkakan akibat pengaruh hormonal dan ASI yang tidak di kosongkan
termasuk puting cenderung lecet. Selain itu di sekitar warna puting akan lebih gelap.
Karena adanya perubahan tersebut, payudara menjadi mudah teriritasi bahkan mudah
luka, oleh karena itu perlu dilakukan perawatan payudara (Saryono dan Pramitasari,
2014).

Berdasarkan hasil pengamatan yang saya lakukan pada tahun 2016 di desa wilayah
kerja Puskesmas Tanah Merah yaitu desa petrah, padurungan, dan pangeleyan pada
bulan september sampai dengan bulan desember 2016 terdapat 30 ibu post partum
dengan puting terbenam/datar. Adapun ibu dengan puting terbenam/datar tersebut
yaitu: ibu post partum primi 20, ibu post partum multi 8 dan ibu post partum grandemulti
2. Berdasarkan studi pendahuluan januari 2017, di wilayah kerja Puskesmas Tanah
Merah tahun 2017 terdapat 23 desa. Dalam penelitian ini hanya mengambil 6 desa
(padurungan, petrah, pangeleyan, tanah merah dajah, tanah merah laok dan kendaban)
sebagai sampel. Dari hasil studi pendahuluan tersebut terdapat 16 (50 %) ibu post
partum dengan puting susu tidak menonjol dari 32 ibu post partum. Adapun ibu post
partum dengan puting susu tidak menonjol tersebut: ibu post partum primi 12, ibu post
partum multi 4 dan ibu post partum grandemulti 0. Adapun penyebab terjadinya
puting yang terbenam/datar diantaranya: kongenital, kanker payudara dan saluran susu
pendek. Kongenital erat hubungannya dengan bawaan sejak lahir sedangakan pada
kanker payudara, kondisi puting terbenam/datar merupakan salah satu tanda gejala
dari kanker payudara dan adanya perlekatan yang menyebabkan saluran susu pendek
akibatya puting Saterbenam/datar (Saryono dan

Pramitasari, 2014).
Pada saat ibu tidak melakukan perawatan payudara pasca persalinan, terutama
dengan masalah puting terbenam/datar maka akan menimbulkan beberapa
permasalahan, seperti ASI tidak keluar karena tidak menyusui bayinya atau ASI keluar
setelah beberapa hari kemudian, puting susu tidak menonjol sehingga bayi sulit untuk
menghisap, produksi ASI sedikit, dan tidak cukup dikonsumsi bayi, infeksi pada
payudara, payudara bengkak, bernanah, puting susu lecet dan muncul benjolan di
payudara.

Sehingga berdampak pada ketidakberhasilan dalam pemberian ASI eksklusif (Ambarwati,


2008).

Upaya mengatasi masalah puting terbenam/datar tersebut salah satunya adalah


memberikan pengarahan tentang perawatan payudara kepada ibu dengan melakukan
Health Education melalui penyuluhan-penyuluhan disertai demonstrasi metode
modifikasi spuit injeksi dengan menarik puting susu menggunakan spuit untuk
membantu puting susu menonjol. Hal tersebut dapat meningkatkan kemampuan ibu
dalam perawatan payudara khususnya yang mengalami masalah puting terbenam/datar
secara baik dan benar sebagai upaya mengatasi masalah dalam menyusui karena bentuk
puting yang datar atau terbenam. Sehingga proses menyusui dapat berjalan dengan
lancar dan merupakan upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan ibu dan bayi
(Saryono dan Pramitasari, 2014).

9. METODE
Desain yang digunakan rancangan Pra Eksperimen dengan pendekatan the one
group pratest posttest. Pada penelitian ini populasinya adalah ibu post partum dengan
puting terbenam/datar di wilayah kerja Puskesmas Tanah Merah pada bulan februari
dengan 16 ibu post partum Teknik sampling adalah teknik pengambilan sampel
untuk menentukan sampel dalam penelitian (Sugiyono, 2016). Penelitian ini
menggunakan teknik non probability sampling dengan purposive sampling adalah teknik
megambil sampel yang dilakukan secara sengaja dan telah sesuai dengan semua
persyaratan sampel yang akan diperlukan (Sugiyono, 2016).

Alat yang digunakan dalam pengumpulan data adalah lembar observasi dan diuji
dengan Wilcoxon dengan tingkat kemaknaan 0,05 dengan skala data yang digunakan
adalah nominal.

10. HASIL DAN PEMBAHASAN


a. Karakteristik berdasarkan pendidikan
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi
Berdasarkan Pendidikan Ibu Post Partum dengan Puting Tidak Menonjol di Wilayah
Kerja Puskesmas Tanah Merah tanggal 01-28 Mei 2017.

Pendidikan Frekuensi Persentase (%)


Tidak Sekolah 0 0
SD 8 53,33
SMP/MTS 4 26,67
SMA/MA 2 13.33
PT 1 6,67
TOTAL 15 100

b. Karakteristik responden berdasarkan paritas


Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Paritas Ibu Post Partum dengan Puting
Tidak Menonjol di Wilayah Kerja Puskesmas Tanah Merah

Paritas Frekuensi Persentase (%)


Primipara 8 53,33
Multipara 7 46,67
Grandemultipara 0 0

TOTAL 15 100
tanggal 01-28 Mei 2017
a. Sebelum Intervensi
Sebelum Itervensi Ibu Post Partum dengan Puting Tidak Menonjol di Wilayah Kerja
Puskesmas Tanah Merah tanggal 01-28 Mei 2017

Setelah
No. Responden
Hasil Interpretasi
1 7 mm Tidak menonjol
2 10 mm Menonjol
3 10 mm Menonjol
4 10 mm Menonjol
5 11 mm Menonjol
6 10 mm Menonjol
7 8 mm Tidak menonjol
8 10 mm Menonjol
9 12 mm Menonjol
10 10 mm Menonjol
11 8 mm Tidak menonjol
Menonjol
12 10 mm
Menonjol
13 10 mm
Menonjol
14 10 mm
Menonjol
15 10 mm
N : 15
Mean : 9.73
Std. Deviation : 1.223

b. Setelah Intervensi
Tabel Setelah Intervensi Ibu Post Partum dengan Puting Tidak Menonjol di Wilayah
Kerja Puskesmas Tanah Merah tanggal 01-28 Mei 2017

Setelah
No. Responden
Hasil Interpretasi
1 7 mm Tidak menonjol
2 10 mm Menonjol
3 10 mm Menonjol
4 10 mm Menonjol
5 11 mm Menonjol
6 10 mm Menonjol
7 8 mm Tidak menonjol
8 10 mm Menonjol
9 12 mm Menonjol
10 10 mm Menonjol
11 8 mm Tidak menonjol
12 10 mm Menonjol
13 10 mm Menonjol
14 10 mm Menonjol
15 10 mm Menonjol
N : 15
Mean : 9.73
Std. Deviation : 1.223

Analisis Penelitian
a. Pengaruh metode modifikasi spuit injeksi terhadap keberhasilan puting susu menonjol

Tabel 4.6 Tabel Hasil Analisa Metode Modifikasi Spuit Injeksi terhadap Keberhasilan
Puting Susu Menonjol di Wilayah Kerja Puskesmas Tanah Merah tanggal 01-28 Mei
2017
No. Sebelum Setelah
Responde
n Hasil Interpretasi Hasil Interpretasi

1 0 mm Tidak menonjol 7 mm Tidak menonjol


2 2 mm Tidak menonjol 10 mm Menonjol
3 mm Tidak menonjol 10 mm Menonjol
4 mm Tidak menonjol 10 mm Menonjol
5 1 mm Tidak menonjol 11 mm Menonjol
6 1 mm Tidak menonjol 10 mm Menonjol
7 0 mm Tidak menonjol 8 mm Tidak menonjol
8 3 mm Tidak menonjol 10 mm Menonjol
9 2 mm Tidak menonjol 12 mm Menonjol
10 1 mm Tidak menonjol 10 mm Menonjol
11 0 mm Tidak menonjol 8 mm Tidak menonjol
12 3 mm Tidak menonjol 10 mm Menonjol
13 2 mm Tidak menonjol 10 mm Menonjol
14 2 mm Tidak menonjol 10 mm Menonjol
15 1 mm Tidak menonjol 10 mm Menonjol
Uji Statistik : Wilcoxon
Negative Rank :0
Positive Ranks : 15
Ties : 0 α : 0.05
pValue : 0.001

11. Puting Susu Ibu Post Partum Sebelum Intervensi di


Wilayah Kerja Puskesmas Tanah Merah
Dari hasil penelitian pengumpulan data di wilayah kerja Puskesmas Tanah
Merah Kecamatan Tanah Merah Kabupaten Bangkalan dapat dijelaskan bahwa
seluruh responden ibu post partum yaitu 15 responden sebelum diberikan
intervensi memiliki puting susu tidak menonjol yaitu ibu post partum memiliki
puting susu tidak menonjol sejak lahir yaitu 0 mm sebanyak 3 ibu post partum, 1
mm sebanyak 5 ibu post partum, 2 mm sebanyak 5 ibu post partum dan 3 mm
sebanyak 2 orang. Hal ini sesuai dengan hasil observasi pada ibu post partum
sebelum dilakukan intervensi.

Kondisi puting susu tidak menonjol sejak lahir merupakan salah satu kondisi
kelainan sejak lahir. Menurut pendapat masyarakat apabila tidak diberikan
perlakuan sejak masa anak-anak akan sulit untuk menonjolkan puting. Masyarakat
sering mengatasi masalah ini dengan memberikan tekanan menggunakan mangkok
pada saat mau tidur. Kepercayaan dalam masyarakat dengan tindakan ini tidak
hanya menonjolkan puting tetapi juga akan memperbesar ukuran payudara.
Bentuk puting sendiri ada empat yaitu bentuk yang normal, pendek/datar, panjang
dan terbenam (interved), terbenam/datar merupakan salah satu keadaan puting
yang tertarik ke dalam. Puting susu tidak menonjol dapat disebabkan oleh herediter
(bawaan sejak lahir) karena kondisi ligamen pada puting pendek (Marasco, 2010).

Berdasarkan hasil penelitian menggambarkan bahwa sebagian besar ibu post


partum yang mengalami puting susu tidak menonjol dengan pendidikan terakhir SD
yaitu 8 ibu post partum (53,33%), SMP/MTS 4 ibu post partum (26,67%), SMA/MA 2
ibu post partum (13,33%) dan PT 1 ibu post partum (6,67%).

Pendidikan yang tinggi dapat mempengaruhi dalam penyampaian informasi


mengenai cara mengatasi puting susu tidak menonjol. Karena ibu bisa lebih cepat
memahami penyampaian informasi dibandingkan ibu yang memiliki pendidikan lebih
rendah. Sehingga dalam memahami suatu permasalahan, seseorang dengan
pendidikan yang tinggi akan lebih cepat mengerti dalam penyampaian informasi.
Pendidikan merupakan segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi
orang lain dengan cara persuasi, bujukan, imbauan ajakan,memberikan informasi,
memberikan kesadaran dan sebagainya, melalui kegiatan yang disebut pendidikan
atau promosi kesehatan. Hasil yang diharapkan dari suatu pendidikan kesehatan
disini adalah perilaku yang memelihara dan meningkatkan kesehatan yang kondusif
(Notoatmojo, 2011). Karena penguasaan pengetahuan erat kaitannya dengan tingkat
pendidikan seseorang (Siti, 2012).

Berdasarkan hasil penelitian menggambarkan bahwa sebagian besar ibu post


partum yang mengalami puting susu tidak menonjol terjadi pada paritas primipara
yaitu 8 orang (53,33%) dan multipara 7 orang ibu post partum (46,67%).

Primipara merupakan awal dari kehamilan atau kelahiran sehingga ibu post
partum masih belum berpengalaman dalam menangani masalah yang dalam post
partum seperti kondisi puting susu tidak menonjol. Sehingga ibu post partum
enggan untuk memberikan ASI pada bayinya karena kondisi dari puting tersebut.
Sedangkan pada ibu post partum multipara, pada pengalaman kelahiran
sebelumnya ibu memang tidak memberikan ASInya dikarenakan mereka
beranggapan merasa sulit dalam memberikan ASInya dan bayi terlihat tidak puas
dan sering menangis sehingga ibu memilih untuk memberikan susu formula bahkan
ada yang telah memberikan MPASI seperti pisang, ataupun bubur instan.

Paritas menunjukkan jumlah kehamilan terdahulu yang telah mencapai batas


viabilitas dan telah dilahirkan, tanpa mengingat jumlah anaknya (Siti, 2012).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia paritas adalah keadaan kelahiran atau
partus. Sehingga semakain besar paritas pada ibu, maka semakin besar untuk
memahami masalah yang terjadi.

12. Puting Susu Ibu Post Partum Setelah Intervensi di


Wilayah Kerja Puskesmas Tanah Merah
Dari hasil penelitian pengumpulan data di wilayah kerja Puskesmas Tanah
Merah Kecamatan Tanah Merah Kabupaten Bangkalan dapat dijelaskan bahwa dari
15 responden ibu post partum dengan puting tidak menonjol, setelah dilakukan
metode modifikasi spuit injeksi terdapat 12 orang ibu post partum yang berhasil
puting susunya menonjol yaitu ukuran puting 10 mm sebanyak 10 orang, 11 mm 1
orang dan 12 mm 1 orang dan 3 orang ibu post partum yang tidak berhasil yaitu
ukuran puting 7 mm 1 ibu post partum dan 8 mm 2 ibu post partum.

Keberhasilan puting susu menonjol karena intervensi dengan metode spuit


memberikan tarikan pada puting sehingga puting tertarik kedepan. Hal ini juga
dibantu dengan bayi yang menyusu. Karena isapan pada bayi saat menyusu akan
membantu mempertahankan bentuk puting. Sedangkan ketidakberhasilan puting
susu yang tidak menonjol dari sebagian kecil ibu post partum tersebut yang telah
diberikan intervensi yang sama selama 6 hari, telah mengalami kemajuan penojolan
yang semula sebelum intervensi ukuran puting 0 mm menjadi 7 mm dan 8 mm. Hal
itu menunjukkan adanya perubahan, namun perlu pemberian intervensi lebih dari 6
hari. Sehingga puting dapat berhasil menonjol.

Puting susu tidak menonjol disebabkan adanya perlekatan antara saluaran air
susu (duktulus yang satu dengan duktulus lainnya) menyebabkan saluran tersebut
menjadi pendek sehingga terjadi penarikan puting kedalam (Ambarwati, 2008).
Metode modifikasi spuit injeksi merupakan metode untuk membantu
menonjolkan puting susu yang tidak menonjol. Metode sederhana ini dapat
digunakan bila pompa puting tidak tersedia, dapat dibuat dari modifikasi spuit
injeksi 10 ml. Metode ini dilakukan 30 detik sampai 1 menit dengan tarikan

0,5 cc secara rutin dalam 6 hari


(Pitriani, 2009).

13. Pengaruh Metode Modifikasi Spuit Injeksi Terhadap


Keberhasilan Puting Susu Menonjol
Berdasarkan analisa hasil penelitian, menunjukkan bahwa terdapat pengaruh
metode modifikasi spuit injeksi terhadap keberhasilan puting susu menonjol di
wilayah kerja Puskesmas Tanah Merah Kabupaten Bangkalan. Hal ini diperoleh dari
perhitungan dengan menggunakan uji wilcoxon dengan nilai p=0,001

(<0,05).
Ibu post partum melakukan metode ini secara teratur dan mengikuti sesuai SOP
yang telah diberikan. Setelah mengaplikasikan metode ini, ibu langsung menyusui
bayinya. Semua ibu post partum hanya melakukannya sehari dua kali pagi dan sore.
Pada saat mandi ibu juga sering membersihkan daerah puting dengan baby oil dan
mengurut payudara.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian (Maulani, 2016), menunjukkan


bahwa responden yang diberikan metode modifikasi spuit injeksi 75% ibu post
partum berhasil puting susunya menonjol. Sedangkan 25 % ibu post partum dengan
puting susu <9,5 mm (tidak menonjol). Uji statistik dengan menggunakan uji
Wilcoxon diperoleh nilai p=0,005 (<0,05) menunjukkan bahwa pengaruh metode
modifikasi spuit injeksi terhadap keberhasilan puting susu menonjol pada ibu post
partum di bidan praktik swasta (BPM) Hj Wintarsih Tasikmalaya.

Rata rata ukuran puting susu wanita lebih dari 3/8 inchi (9.5 mm), pada saat
hamil akan bertambah besar bahkan akan permanen dan saat hamil akan
memperluas pigmentasi puting (Kurnia, 2014). Metode modifikasi spuit injeksi
memiliki fungsi seperti nipple pump sehingga puting langsung tertarik ke depan dan
nampak menonjol. Semakin sering metode ini dilakukan maka tingkat
keberhasilannya semakin tinggi. Keuntungan metode ini, ibu bisa mengatur sendiri
besar tarikan sehingga bisa menilai rasa sakit ketika ditarik. Isapan bayi saat
menyusu membantu mempertahankan posisi puting tetap menonjol dan
merangsang ASI keluar (Ambarwati dan Wulandari, 2010).

14. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan


Dari 15 responden ibu post partum di wilayah kerja Puskesmas Tanah Merah
Kabupaten Bangkalan yang dijadikan sampel pada penelitian ini, maka kesimpulan
yang dapat diambil adalah:

a. Ibu post partum di wilayah kerja Puskesmas Tanah Merah sebelum diberikan
metode modifikasi spuit injeksi seluruhnya memiliki puting susu tidak menonjol.
b. Ibu post partum di wilayah kerja Puskesmas Tanah Merah setelah diberikan
metode modifikasi spuit injeksi hampir seluruhnya puting susunya menonjol
c. Ada pengaruh metode modifikasi spuit injeksi terhadap keberhasilan puting susu
menonjol di wilayah kerja Puskesmas Tanah Merah.

2. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan, maka saran dalam
penelitian ini adalah: a. Saran Teoritis Hasil penelitian ini dapat
digunakan sebagai wacana tambahan bagi peneliti selanjutnya dalam
rangka mengkaji dan mengembangkan beberapa faktor lain yang terkait
atau yang berpengaruh terhadap keberhasilan puting susu menonjol.
b. Saran Praktis
Memberikan pengarahan tentang perawatan payudara kepada ibu dengan
melakukan Health Education melalui penyuluhan-penyuluhan disertai
demonstrasi metode modifikasi spuit injeksi dengan menarik puting susu
menggunakan spuit untuk membantu puting susu menonjol. Hal tersebut dapat
meningkatkan kemampuan ibu dalam perawatan payudara khususnya yang
mengalami masalah puting terbenam/datar secara baik dan benar sebagai
upaya mengatasi masalah dalam menyusui karena bentuk puting yang datar
atau terbenam.

15. DAFTAR PUSTAKA


Ambarwati. (2008). Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta : Mitra Cendika.

Ambarwati dan Wulandari. (2010). Asuhan Kebidanan Nifas.

Yogyakarta : Nuha Medika.


Bahiyatun, 2009. Buku Ajar Kebidanan
Nifas Normal, Jakarta: EGC
Kurnia, Sari Eka Puspita, 2014. Asuhan Kebidanan Masa Nifas, Jakarta: Trans Info Media

Manuaba, Ida Ayu Chandranita, dkk. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit

Kandungan dan KB. Jakarta : EGC


Marasco, Lisa dkk, 2010. The

Breastfeeding Mother’s Guite to Making More Milk, Jakarta: EGC

Maulani, Shinta Nurul, 2016. “Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Dengan Puting Susu
Tenggelam (Grade I) Dan Asi Tidak Keluar Di BPM Hj. Wiwin Wintarsih, A. Md.
Keb

Tasikmalaya”. STIKes
Muhammadiyah Ciamis
Notoadmojo. 2011. Metodelogi Penelitian Kesehatan.Jakarta : PT Rineka

Cipta

Pitriani, Risa dkk, 2009. Panduan Lengkap Asuhan Kebidanan Ibu Nifas
Normal ASKEB III, Yogyakarta: Budi Utama
Saryono dan Pramitasari, Roischa Dyah,
2014. Perawatan Payudara. Yogyakarta: Nuha Medika

Setiadi, 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas, Jakarta: Salemba Medika

Siti, Bandiyah. 2012. Kehamilan Persalinan dan Gangguan

Anda mungkin juga menyukai