Anda di halaman 1dari 6

TUGAS MATA KULIAH

SISTEM POLITIK DAN PEMERINTAHAN INDONESIA PADA


MASA ORDE BARU DAN KONDISI INDONESIA SEKARANG

Dibuat Oleh :

Irfan Adhamsyah

20150134

Dosen Pengasuh :

Prof. Dr. H. Zaidan Nawawi, M.Si

FAKULTAS MAP

UNIVERSITAS SJAKHYAKIRTI

PALEMBANG

2021
PERKEMBANGAN SISTEM POLITIK DI INDONESIA

ABSTRAK

Dinamika perkembangan politik di Indonesia berkembang melalui yurispudensi


mulai dari masa Orde Baru hingga saat ini dengan menganut asas Trias Politika.
Kuatnya dominasi Negara dan birokrasi dalam mengontrol kehidupan masyarakat
membuat pembangunan politik pada masa Orde Baru tidak berjalan dengan baik.
Pada masa Orde Baru demokrasi tidak ada, kalangan intelektual dibelenggu, pers
di daerah di bungkam, KKN dan pelanggaran HAM terjadi di mana-mana.

I. Pendahuluan

Dewasa ini semakin banyak orang yang menyadari bahwa politik merupakan hal
yang melekat pada lingkungan hidup manusia. Sadar atau tidak, mau tidak mau,
politik ikut memengaruhi kehidupan kita sebagai individu maupun sebagai bagian
dari kelompok masyarakat.

Isjwara (1985:183) menyatakan bahwa interaksi antara pemerintah dan


masyarakat, di antara lembaga-lembaga pemerintah, dan di antara kelompok dan
individu dalam masyarakat dalam rangka proses pembuatan, pelaksanaan, dan
penegakan keputusan politik pada dasarnya merupakan perilaku politik. Di
masyarakat, individu berinteraksi dan berperilaku. Sebagian dari perilaku dan
interaksi dapat ditandai akan berupa perilaku politik, yaitu perilaku yang
bersangkutpaut dengan proses politik. Sebagian lainnya berupa perilaku ekonomi,
keluarga, agama, dan budaya. Namun tidak semua individu ataupun kelompok
masyarakat mengerjakan kegiatan politik.

Ada pihak yang memerintah, ada pula yang menaati pemerintah; yang satu
memengaruhi, yang lain menentang, dan hasilnya berkompromi; yang satu
menjanjikan, yang lain kecewa karena janji tidak dipenuhi; berunding dan tawar-
menawar; yang satu memaksakan putusan berhadapan dengan pihak lain yang
mewakili kepentingan rakyat yang berusaha membebaskan; yang satu menutupi
kenyataan yang sebenarnya (yang merugikan masyarakat atau yang akan
mempermalukan) pihak lain berupaya memaparkan kenyataan yang
sesungguhnya, dan mengajukan tuntutan, memperjuangkan kepentingan,
mencemaskan apa yang akan terjadi. Semua ini merupakan perilaku politik.

Dengan proklamasi kemerdekaan 71 tahun yang lalu, bangsa Indonesia telah


menaruh kehidupan politiknya dalam tangannya sendiri. Bangsa Indonesia sejak
waktu itu menentukan sendiri corak dan hakekat kehidupan politiknya.
Dikeluarkan Maklumat Pemerintah tertanggal 3 Nopember 1945 yang
menganjurkan diadakannya pembentukan partai-partai politik merupakan
demokratisering kehidupan politik pada waktu itu.

II. Pembahasan

Pada bagian ini penulis akan membahas mengenai

(1) politik di Indonesia dalam segi antropologis,

(2) perkembangan politik di Indonesia pada masa Orde Baru berserta penyebab
dan dampaknya serta hubungannya dengan pelanggaran norma dan nilai dalam
masyarakat.

2.1. Politik di Indonesia dalam Segi Antropologis

Menurut Budiarjo (2013:30), seluruh kegiatan politik berlangsung dalam suatu


“sistem”. Sistem politik ini bukan suatu tempat yang jelas batas teritorialnya.
Namun, sistem politik merupakan suatu konstruksi analisis, yaitu suatu istilah
yang digunakan untuk memudahkan analisis atas berbagai hal yang kongkret.
Yang membedakan antara sistem politik dari sistem yang lain adalah pola-pola
interaksi dalam sistem politik melibatkan kekuasaan dan kewenangan.

Indonesia memiliki sistem politik demokrasi, tetapi yang diterapkan tidak seperti
negara lain yang menggunakan sistem demokrasi, melainkan demokrasi yang
sesuai dengan bangsa Indonesia, yaitu Demokrasi Pancasila. (Sunarso:2015)

Badan Eksekutif menjelaskan bahwa perkembangan politik di Indonesia


dilakukan perubahan-perubahan politik sehingga sistem politik Indonesia menjadi
lebih demokratis dan perkembangan politik di Indonesia pada masa-masa Orde
Baru menunjukan peranan presiden Soeharto yang semakin dominan sedangkan
praktik-praktik yang tidak demokratis dihilangkan dengan melakukan perubahan-
perubahan terhadap peraturan perundangan.

Badan Yudikatif sebenarnya lebih bersifat teknis yuridis dan termasuk bidang
ilmu hukum daripada bidang ilmu politik. Namun kekuasaan badan yudikatif
hubungannya erat dengan kekuasaan badan legislatif dan eksekutif serta dengan
hak dan kewajiban individu. (Wikipedia:2013)

 
2.2. Perkembangan Politik Masa Orde Baru

Sejaraumc.wordpress.com ( Desember 2012) menjelaskan Orde Baru adalah


sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru
menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde
Baru hadir dengan semangat "koreksi total" atas penyimpangan yang dilakukan
oleh Soekarno pada masa Orde Lama. Orde Baru berlangsung dari tahun 1966
hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut,ekonomi Indonesia berkembang pesat
meskipun hal ini terjadi bersamaan dengan praktik korupsi yang merajalela di
negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga
semakin melebar.

Winarno (2007:76) menjelaskan bahwa pada 1968, MPR secara resmi melantik
Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik
kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983,1988, 1993, dan 1998.
Presiden Soeharto memulai "Orde Baru" dalam dunia politik Indonesia dan secara
dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang
ditempuh Soekarno pada akhir masa jabatannya.

Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan


utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang
didominasi militer. DPR dan MPR tidak berfungsi secara efektif. Anggotanya
bahkan seringkali dipilih dari kalangan militer, khususnya mereka yang dekat
dengan keluarga Presiden Soeharto. Hal ini mengakibatkan aspirasi rakyat sering
kurang didengar oleh pusat.

Begitu kuatnya kekuasaan politik Soeharto yang ditopang oleh birokrasi dan
militer membuat struktur politik tidak berfungsi sebagaimana seharusnya. Politik
dan pemerintahan yang didominasi oleh birokrasi dan militer yang pada
perkembangan selanjutnya mempresentasi pada diri Soeharto. Ini telah
memandulkan fungsi-fungsi struktur politik demokrasi hingga hanya sebagai
pelayan atas keinginan-keinginan Soeharto dan kroni-kroninya.

1. Kekuasaan Pemerintah yang Absolute

Soeharto, presiden Republik Indonesia ke-2, menduduki tahta kepresidenan


Indonesia selama 32 tahun. Itu berarti, Soeharto telah memenangkan sekitar enam
kali pemilihan umum (Pemilu). Tampak jelas dalam pemerintahan Soeharto di
mana pemerintahan dijalankan secara absolut. Presiden Soeharto mengkondisikan
kehidupan politik yang sentralistik untuk melanggengkan kekuasaan. Dampaknya,
salah satu hak sebagai warga negara untuk mendapatkan kedudukan dalam
pemerintahan menjadi hak yang sulit didapatkan tanpa melakukan kolusi dan
nepotisme.

2. Rendahnya Transparansi Pengelolaan

Transparansi merupakan bentuk kredibilitas dan akuntabilitas dari suatu negara.


Pada masa Orde Baru, hak penyiaran dikekang. Berita-berita televisi dan surat
kabar tidak boleh membicarakan keburukan-keburukan pemerintahan, kritik
terhadap pemerintah, dan berita-berita yang dapat mengganggu stabilitas dan
keamanan nasional.

Keuangan negara juga menjadi rahasia internal pemerintahan. Uutang negara


menjadi terbuka jelas pun saat krisis dunia melanda. Indonesia tidak mampu
membayar hutang luar negeri yang bertumpuk-tumpuk. Lebih dari itu, nilai tukar
rupiah terhadap dolar Amerika yang menurun tajam memaksa perusahaan-
perusahaan memecat sebagian karyawannya untuk mengurangi biaya produksi.
Bahkan, banyak perusahaan tumbang dan gulung tikar karena negara tidak mampu
membayar hutang luar negeri. Bila dirunut lebih dalam, semua itu berakar dari
rendahnya transparasi pemerintah terhadap masyarakat.

3. Lemahnya Fungsi Lembaga Perwakilan Rakyat

Dewan Perwakilan Rakyat dan Majelis Permusyawaratan Rakyat menjadi


semacam boneka yang dikendalikan oleh pemimpin negara. Dalam hal ini,
aspirasi-aspirasi dan keinginan rakyat tidak mampu diwujudkan oleh pemerintah.
Program-program pemerintah seperti LKMD, Inpres desa tertinggal, dan
seterusnya, menjadi semacam program penjinakan yang dilakukan oleh penguasa
agar rakyat miskin tidak berteriak menuntut hak-hak mereka. Timbulnya
kesenjangan pembangunan antara pusat dan daerah karena kekayaan daerah
sebagian besar disedot ke pusat, menyebabkan munculnya rasa ketidakpuasan di
sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan, sehingga masyarakat
melakukan pemberontakan dengan membuat kerusuhan dan kekerasan agar
pemerintah melihat kaum bawah.

4. Hukum yang Diskriminatif

Hukum yang diskriminatif menjadi keburukan Orde Baru selanjutnya. Hukum


hanya berlaku bagi masyarakat biasa atau masyarakat menengah ke bawah.
Pejabat dan kelas atas menjadi golongan yang kebal hukum. Hak masyarakat
untuk mendapatkan perlakukan yang sama di depan hukum menjadi hal yang
sangat langka. Hak asasi sosial dilanggar oleh pemerintah.
 

III. Penutup

Berdasarkan pembahasan yang sudah dijelaskan secara spesifik, pada bagian ini
akan dijelaskan dengan singkat mengenai (1) simpulan dan (2) saran dari artikel
ini tentang pendidikan politik dalam pemilu.

3.1. Kesimpulan

Orde Baru yang telah berlangsung selama 32 tahun oleh presiden Soeharto
mengalami perkembangan dan penurunan dalam kinerja pemerintah terutama
dalam perekonomian.

Di samping itu sistem kemiliteran (ABRI) memiliki peran penting dalam Orde
Baru dalam menopang kekuasaan otoriter Orde Baru. Namun yang menjadi krisis
dan keretakan sistem Orde Baru ialah krisis ekonomi dan moneter serta kegagalan
pemerintah dalam merespon dan mengatasi krisis tersebut sehingga membuat
legitimasi pemerintahan Soeharto hancur berantakan.

3.2. Saran

Melalui artikel ini,  kita dapat mengambil tindakan yang bijak dan lebih peduli
terhadap setiap kebijakan yang diputuskan pemerintah. Karena melalui Orde Baru
kita dapat mengambil sebuah perubahan terutama dalam bidang perekonomian
dimana pada masa Orde Baru sistem pemerintahannya berakhir dengan krisis
moneter. Dengan berakhirnya krisis moneter tersebut berakhir pula sistem
pemerintahan Orde Baru, maka sebuah perubahan itu perlu dilakukan secepat
mungkin dalam mengambil setiap keputusan.

Selanjutnya, berkaca dari sistem politik pada masa Orde Baru yang menyebabkan
Hak Asasi Manusia (HAM) masyarakat Indonesia hilang, penegakan HAM harus
digencarkan tidak hanya dari rakyat tetapi juga dari pemerintah karena hal
tersebut merupakan tanggungjawab bersama. Hak Asasi Manusia merupakan hak
kodrati manusia yang harus dijunjung tinggi dan tegakkan. Untuk dapat
menegakkan HAM di Indonesia, ada beberapa hal yang diperlukan, yaitu:

1. Kesadaran rasa kemanusiaan yang tinggi,


2. Aparat hukum yang bersih, dan tidak sewenang-wenang,
3. Sanksi yang tegas bagi para pelanggara HAM, dan
4. Penanaman nilai-nilai keagamaan pada masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai