Rekonstruksi Uroginekologi
Oleh :
Pembimbing :
dr. Bobby Indra Utama, SpOG(K)
Gambar 2.4 Teknik End to end pada reparasi spincter ani eksterna
2.2.2 Etiologi
Partus yang berulang kali dan terjadi terlampau sering, partus dengan penyulit,
merupakan penyebab prolapsus uteri, dan memperburuk prolaps yang sudah ada.
Faktor-faktor lain adalah tarikan pada janin pada pembukaan belum lengkap,
prasat Crede yang berlebihan untuk mengeluarkan plasenta, dan sebagainya. Jadi,
tidaklah mengherankan bila prolapsus genitalia terjadi segera sesudah partus
atau dalam masa nifas. Asites dan tumor-tumor di daerah pelvis mempermudah
terjadinya prolapsus uteri. Bila prolapsus uteri dijumpai pada nulipara, faktor
penyebabnya adalah kelainan bawaan berupa kelemahan jaringan penunjang
uterus.[9]
2.2.7 Diagnosis
1. Anamnesis
Keluhan-keluhan penderita dan pemeriksaan ginekologik umumnya
dengan mudah dapat menegakkan diagnosis prolapsus genitalis. Pasien dengan
prolaps uteri biasanya mengeluhkan adanya benjolan yang keluar dari alat
kelaminnya.[5] Pasien biasanya mengeluhkan:[6]
• Rasa berat pada atau rasa tertekan pada pelvis.
• Pada saat duduk pasien meraskan ada benjolan seperti ada bola atau
kadang-kadang keluar dari vagina.
• Nyeri pada pelvis, abdomen, atau pinggang.
• Nyeri pada saat berhubungan.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan genikologi biasanya mudah dilakukan, Friedman dan Little
menganjurkan sebagai berikut; Penderita dalam posisi jongkok disuruh mengejan
dan ditentukan dengan pemeriksaan dengan jari, apakah portio uteri pada posisi
normal atau portio telah sampai introitus vagina, atau apakah serviks uteri sudah
Gambar 05. Prolaps uteri saat kehamilan karena peninggian tek anan
intraabdominal dan prolaps uteri total setelah dilakukan seksio
sesarea elektif.[11]
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak begitu banyak membantu. Tes
Papanicolaou (Pap smear sitologi) atau biopsi dapat diindikasikan pada
kasus yang jarang terjadi yang dicurigai karsinoma, meskipun ini harus
ditangguhkan ke dokter perawatan primer atau dokter kandungan.[6]
1. Observasi
Derajat luasnya prolaps tidak berkaitan dengan gejala. Mempertahankan
prolaps tetap dalam stadium I merupakan pilihan yang lebih tepat. Beberapa
wanita mungkin lebih memilih untuk mengobservasi lanjutan dari prolaps.
Mereka juga harus memeriksakan diri secara berkala untuk mencari
perkembangan gejala baru atau gangguan (seperti buang air kecil atau buang air
besar terhambat, erosi vagina).[8]
2. Terapi Konservatif
Latihan otot dasar panggul
Latihan ini sangat berguna pada prolaps ringan, terutama yang terjadi pada
pasca persalinan yang belum lewat 6 bulan. Tujuannya untuk menguatkan
otot-otot dasar panggul dan otot-otot yang mempengaruhi miksi. Namun
dari penelitian yang dilakukan oleh Cochrane review of conservative
management prolaps uterus yang diterbitkan pada tahun 2006
menyimpulkan bahwa latiahan otot dasar panggul tidak bukti ilmiah yang
mendukung. Caranya ialah, penderita disuruh menguncupkan anus dan
jaringan dasar panggul seperti biasanya setelah selesai berhajat atau
penderita disuruh membayangkan seolah-olah sedang mengeluarkan air
kencing dan tiba-tiba menghentikkanya.[5,8,9]
Pemasangan pessarium
Pengobatan dengan pessarium sebetulnya hanya bersifat paliatif, yakni
menahan uterus di tempatnya selama pessarium tersebut dipakai. Oleh
karena jika pessarium diangkat, timbul prolaps lagi. Meskipun bukti yang
mendukung penggunaan pessarieum tidak kuat, mereka digunakan oleh
86% dari ginekolog dan 98% dari urogynaecologists. Prisip pemakaian
pessarium ialah bahwa alat tersebut membuat tekanan pada dinding vagina
3. Terapi Bedah
Prolaps uteri biasanya disertai dengan prolapsus vagina. Maka, jika
dilakukan pembedahan untuk prolaps uteri, prolaps vagina perlu ditangani pula.
Ada kemungkinan terdapat prolaps vagina yang membutuhkan pembedahan,
padahal tidak ada prolaps uteri atau prolaps uteri yang ada belum perlu dioperasi.
Di Inggris dan Wales pada tahun 2005-2006, 22.274 operasi dilakukan untuk
prolaps vagina. Beberapa literatur melaporkan bahwa dari operasi prolaps rahim,
disertai dengan perbaikan prolaps vagina pada waktu yang sama. Indikasi untuk
melakukan operasi pada prolaps uteri tergantung dari beberapa faktor, seperti
umur penderita, keinginan untuk masih mendapat anak atau untuk
mempertahankan uterus, tingkat prolaps, dan adanya keluhan. Macam-macam
operasi untuk prolaps uterus sebagai berikut:[8]
Ventrofiksasi
Pada wanita yang masih tergolong muda dan masih menginginkan anak,
dilakukan operasi untuk uterus ventrofiksasi dengan cara memendekkan
ligamentum rotundum atau mengikat ligamentum rotundum ke dinding
perut atau dengan cara operasi Purandare.[5]
Operasi Manchester
Pada operasi ini biasanya dilakukan amputasi serviks uteri, dan penjahitan
ligamentum kardinale yang telah dipotong, di muka serviks dilakukan pula
kolporafia anterior dan kolpoperineoplastik. Amputasi serviks dilakukan
untuk memperpendek serviks yang memanjang (elo ngasio kolli).
2.2.10 Prognosis
Sebagian besar wanita (lebih dari 40%) yang mempunyai prolaps derajat
awal biasanya timbul gejala minimal atau tidak terdapat gejala sama sekali.
Latihan otot dasar panggul dapat membantu atau mencegah perburukan prolaps
derajat awal.[12]
Retensi urine post partum dapat terjadi pada pasien yang mengalami
kelahiran normal sebagai akibat dari peregangan atau trauma dari dasar kandung
kemih dengan edema trigonum. Faktor-faktor predisposisi lainnya dari retensio
urine meliputi epidural anestesia, pada gangguan sementara kontrol saraf kandung
kemih, dan trauma traktus genitalis, khususnya pada hematoma yang besar, dan
sectio cesaria.
2.5.6 PENATALAKSANAAN46,49
Kateterisasi urethra.
Drainage suprapubik.
Pungsi vesika urinaria
1. Utama, Bobby Indra. Ruptur Perineum. Modul Bagian Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. 2016
2. Ariadi. Ruptur Perineum Grade III-IV. Modul Bagian Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. 2016
3. Martohoesodo S, Marsianto. Perlukaan dan Peristiwa lain pada persalinan,
dalam: Ilmu Kebidanan, edisi ketiga. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, 2008.
4. Prawitasari E, Yugistyowati A, Sari DK. Penyebab Terjadinya Ruptur Perineum
pada Persalinan Normal di RSUD Muntilan Kabupaten Magelang. Jurnal Ners
dan Kebidanan Indonesia. 3(2);2015;77-81
5. Faraj R, Broome J. Laparoscopic Sacrohysteropexy and Myomectomy for
Uterine Prolapse: A Case Report and Review of the Literature. Journal of
Medical Case Report 2009. [database on the NCBI]. [cited on September 23,
2013]; 02:1402.
6. Barsoom RS, Dyne PL. Uterine Prolapse in Emergency Medicine. Medscape
Article. [database on the medscape] 2011.
7. Anhar K, Fauzi A. Kasus Prolapsus Uteri di Rumah Sakit DR. Mohammad
Hoesin Palembang Selama Lima Tahun (1999 – 2003). Departemen Obstetri
dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/RSMH
Palembang.
8. Detollenaere RJ, Boon J, Stekelenburg J, Alhafidh AH, Hakvoort RA, et al.
Treatment of Uterine Prolapse Stage 2 or Higher: A Randomized Multicenter
Trial Comparing Sacrospinnosus Fixation with Vaginal Hysterectomy (SAVE
U Trial). BMC Womens Health Journals 2011. [database on the NCBI]. [cited
on September 23, 2013]; 02:1402.
9. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Ilmu Kandungan. Edisi
Kedua, Cetakan Ketujuh. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2009. Hal: 9-11,432,433,436,437
10. Anatomy of Uterine [Image on the Gray’s Anatomy Student Consult] 2010.